Dalam sebuah pertunjukan wayang terdapat tokoh-tokoh wayang yang ditata sedemikian rupa di sebelah kanan dan kiri dalang, penataan tersebut dikenal
dengan istilah simpingan. Dalam simpingan itulah terdapat sejumlah besar tokoh yang beraneka macam. Ada dewa, brahmana, ksatria, raksasa, dan punakawan
Suseno 1984:160. Tokoh wayang yang disimping di sebelah kanan umumnya adalah tokoh yang dianggap bersifat baik, sebaliknya tokoh yang dianggap
mempunyai sifat jelek atau antagonis disimping di sebelah kiri. Wayang sebagai cerminan hidup manusia pada intinya mengisahkan tentang perlawanan antara
tokoh yang dianggap baik protagonis dengan tokoh yang dianggap jelek antagonis.
2.2.1.3 Latar setting
Menurut Abrams dalam Nurgiantoro 2002:216, latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Panggung, seperti yang sering dilihat dalam sebuah pertunjukan, hanyalah perwujudan dari setting. Satoto 1985:27 menjelaskan, latar setting dalam lakon
tidak sama dengan panggung stage. Setting mencakup dua aspek penting yaitu: a aspek ruang, dan b aspek waktu.
2.2.1.4 Aspek Ruang
Aspek ruang ini menggambarkan tempat terjadinya peristiwa dalam lakon. Lokasi atau tempat terjadinya peristiwa dalam lakon, dapat di istana, rumah biasa,
hutan, gunung, langit, laut, pantai, tempat peperangan, dunia madyapada, kahyangan, dan sebagainya. Apabila lokasi terjadinya peristiwa bertempat di
dalam diri manusia itu sendiri, maka akan timbul konflik batin atau pembatinan yang sulit dileraikan atau dicari pemecahannya.
Satoto 1985:30 mengemukakan dalam epos Mahabarata dikenal dua lokasi utama atau aspek ruang tempat terjadinya peristiwa yaitu kahyangan,
tempat para dewa, dan madyapada di dunia, bumi tempat mahluk biasa. Tidak jarang dijumpai lokasi terjadinya peristiwa atau konflik ada dalam batin sang
tokoh atau pembatinan. Dalam keadaan demikian, struktur ruang menjadi tampak rumit.
2.2.1.5 Aspek Waktu
Dalam lakon, waktu penceritaan narrative-time disebut masa putar running-time. Aspek waktu dalam lakon dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu waktu cerita fable-time dan waktu penceritaan narrative-time. Waktu cerita fable-time adalah waktu yang terjadi dalam seluruh cerita atau satu
episode dalam lakon. Masa gelar wayang kulit purwa pada umumnya semalam suntuk yang dimulai pukul 21.00 s.d 04.00. Jadi, kurang lebih pementasan wayang
kulit purwa dipentaskan selama tujuh jam.
Pada umumnya pagelaran wayang dibagi ke dalam tujuh tahapan, yaitu klenengan, talu, pathet nem, pathet sanga, pathet manyura, penutup tancep
kayon, dan golek. Klenengan dimaksudkan untuk memeriahkan suasana sebelum acara
dimulai. Sambil menunggu penonton, para penabuh gamelan memainkan gendhing-gendhing. Talu atau patalon adalah lagu-lagu pembukaan sebelum
pertunjukan wayang dimulai, biasanya dibunyikan mulai pukul 20.30 sampai dengan pukul 21.00. Tahapan selanjutnya adalah pathet nem, berlangsung dari
pukul 21.00 sampai dengan pukul 24.00. Pathet sanga, berlangsung dari pukul 00.00 sampai dengan pukul 03.00. Pathet manyura berlangsung dari pukul 03.00
sampai dengan pukul 06.00.
2.2.1.4 Tema dan Amanat