Tema dan Amanat Strukturalisme

Pada umumnya pagelaran wayang dibagi ke dalam tujuh tahapan, yaitu klenengan, talu, pathet nem, pathet sanga, pathet manyura, penutup tancep kayon, dan golek. Klenengan dimaksudkan untuk memeriahkan suasana sebelum acara dimulai. Sambil menunggu penonton, para penabuh gamelan memainkan gendhing-gendhing. Talu atau patalon adalah lagu-lagu pembukaan sebelum pertunjukan wayang dimulai, biasanya dibunyikan mulai pukul 20.30 sampai dengan pukul 21.00. Tahapan selanjutnya adalah pathet nem, berlangsung dari pukul 21.00 sampai dengan pukul 24.00. Pathet sanga, berlangsung dari pukul 00.00 sampai dengan pukul 03.00. Pathet manyura berlangsung dari pukul 03.00 sampai dengan pukul 06.00.

2.2.1.4 Tema dan Amanat

Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Dalam drama, tema akan dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot melalui tokoh- tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog Waluyo 2003:24. Pengalaman dramatik yang lahir dari kehidupan pada suatu saat merangsang dan menggetarkan jiwa pengarang untuk mencipta. Dari pengalaman dramatik diangkatlah satu ide, gagasan atau persoalan pokok yang menjadi dasar sebuah tema. Jadi, tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap ataupun tidak. Tema tidak sama dengan pokok masalah atau topik. Tema dapat dijabarkan dalam beberapa pokok Satoto, 1985:15. Tema bukanlah pokok persoalannya, tetapi lebih bersifat ide sentral yang dapat terungkap baik secara langsung maupun tidak langsung. Amanat message merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada publik. Teknik menyampaikan pesan tersebut dapat secara langsung maupun tidak. Secara tersurat, tersirat, maupun simbolis. Satoto 1985:16 menerangkan bahwa, jenis lakon wayang pada umumnya menggunakan teknik penyampaian pesan secara simbolis atau tidak secara langsung. Jika tema dalam sebuah lakon merupakan ide sentral yang menjadi pokok persoalan, maka amanat merupakan pemecahannya. Meminjam istilah Horace, dulce et utile dalam Waluyo 2003:28, maka amanat itu menyorot pada masalah utile atau manfaat yang dapat dipetik dari karya drama itu. Berkaitan dengan amanat dalam lakon wayang yang disampaikan secara langsung ataupun tidak, Mulyono mengatakan 1978:183, pertunjukan wayang sebenarnya adalah pergelaran perumpamaan bahasa hidup bagi kehidupan manusia bersama dengan alam semesta. Sekaligus menggambarkan keberadaan manusia bersama-sama secara transendental, dengan kata lain manusia berasal dari “tiada” menjadi “ada” kemudian kembali menjadi “tiada” lagi. Pengetahuan tersebut dinyatakan sebagai kebenaran “sangkan paraning dumadi”. Amir 1997:68 menyatakan, untuk dapat manunggal dengan kehendak Tuhan manusia mengerti hakikat hidup, dari mana asal hidup dan apa tujuan hidup, dalam wayang ajaran ini disebut ajaran sangkan paraning dumadi. Hidup berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Selain itu, manusia tidak dapat mengubah nasibnya kecuali atas kehendak Tuhan dan untuk dapat hidup sebaik-baiknya manusia harus menuruti kehendak Tuhan dan bertindak sesuai kehendak Tuhan, dalam wayang ajaran ini disebut manunggaling kawula Gusti.

2.3 Kerangka Berpikir