Dari Gambar 35 di atas jelas terlihat bahwa phase line antara biomas dan jumlah wisata memiliki sifat keseimbangan stable focus dimana keseimbangan sistem
jangka panjang long run equilibrium akan dicapai melalui penyesuaian antara jumlah wisata dan biomas. Artinya bahwa peningkatan jumlah wisatawan hanya
bisa dicapai jika biomas dikurangi, dalam hal ini terjadi pada wisata L = 839 orang, dan biomas x = 9 865 ton. Dari interaksi di atas tampak bahwa sistem
pada kondisi dimana jumlah wisatawan tinggi dan biomass rendah di sisi sebelah kiri grafik, maka keseimbangan akan selalu melakukan adjustment dengan
bergerak kearah kanan sehingga menurunkan tingkat wisatawan dan meningkatkan nilai biomass sampai pada titik keseimbangan di atas. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat wisata L yang ada saat ini dapat dikatagorikan excessive sehingga keseimbangan dicapai dalam waktu yang relatif lama dan pada
saat biomas sudah mengalami penurunan.
5.7 Analisis Nilai Ekonomi KKL
Untuk menghitung nilai ekonomi KKL di Selat Lembeh ini diperlukan data baseline. Data baseline dalam perhitungan nilai ekonomi KKL selat Lembeh
merupakan hasil penelitian meliputi empat desa di kawasan selat Lembeh yakni desa Aertembaga, Makawide kecamatan Bitung Timur, Binuang dan Paudean
kecamatan Bitung Selatan. Selain meliputi data struktur biaya dan parameter ekonomi lainnya, data ini mencakup pula beberapa informasi sekitar aktifitas
perikanan di selat lembeh. Selain data primer dari empat lokasi di atas, perhitungan nilai ekonomi ini juga memanfaatkan informasi dan data yang telah
dikumpulkan sebelumnya di lokasi yang sama oleh Pratasik et al. 2002. Data ini terutama digunakan untuk menghitung nilai ekonomi non-ekstraktif dari kegiatan
ekonomi di selat Lembeh.
5.7.1 Nilai Ekonomi Ekstraktif
Untuk menentukan berapa nilai ekonomi KKL Selat Lembeh, penelitian ini melakukan perhitungan dengan teknik yang telah dikembangkan sebelumnya oleh
Fauzi dan Anna 2004. Dengan meng-up date data yang ada di Selat Lembeh dan survei langsung untuk menentukan struktur biaya perikanan – nelayan Selat
Lembeh maka dapat di tentukan nilai ekstraktirf dari sumber daya ikan yang ada di Selat Lembeh. Data ekstraktif ini dihitung berdasarkan empat desa yang berada
di sekitar Selat Lembeh sehingga dapat dihitung rataan nilai ekonominya. Tahap pertama dalam menentukan nilai ekstraktif adalah menentukan
baseline indikator yaitu berupa tingkat pemanfaatan, laju pemanfaatan, harga rata- rata, biaya operasi dan biaya tetap. Keseluruhan hamparan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 22 berikut ini. Tabel 22 Parameter baseline analysis
Komponen Unit
Binuang Makawide
Paudean Aertembaga
Rata-Rata Tingkat
Pemanfaatan Trip per
tahun 189.474 170.4 207
165.6 183.118
Laju Penangkapan
Kg per trip
42 265 204.5 29
135.125 Harga rata-
rata Rp per kg
4630 5290
5000 5750
5168 Biaya
Operasi Rp per
trip 66776 75000
45780 25000 53139 Biaya Tetap
Rp per vessel
per tahun 1234210.526 25,800,000.00 21750000 138854.1667 12230766.17
Setelah indikator baseline ditentukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan ”economic performance” sebagai ”proxy” dari nilai ekonomi
ekstraktif di kawasan Selat Lembeh. Economic performance ini meliputi penerimaan total Total Revenue, penerimaan bersih net revenue, nilai tambah
value added, dan penerimaan yang menjadi bagian dari modal boat income. Keseluruhan nilai tersebut disajikan pada Tabel 23 berikut ini.
Tabel 23 Indikator ekonomi ekstraktif per vessel per tahun dalam Rp Juta
Indikator Binuang Makawide
Paudea n
Aertembag a
Total SL Rata-
rata NPV
juta Total
Revenue 36 845
238 875 211 657
27 613 514 991 128 747 6 437.39
Net Revenue 24 192
226 095 202 181
23 473 475 942
118 985 5 949.29
Value Added
22 958 200 295
180 431 23 334
427 019 106 754
5 337.75 Boat Income
20 961 99 711
196 887 170 081
10 914 4 985.56
398 844
Dari Tabel 23 di atas nampak terlihat bahwa nilai total revenue dari
perikanan di Selat Lembeh berkisar antara Rp 27 juta per vessel per tahun Desa Aertembaga - Bitung Timur sampai dengan Rp 238 juta per vessel per tahun
Desa Makawide – Bitung Timur. Nilai tambah yang dihasilkan value added berkisar antara Rp 23 juta per vessel per tahun Desa Binuang – Bitung Selatan
hingga Rp 200 juta per vessel per tahun Desa Makawide – Bitung Timur. Dengan mengaggregasikan nilai tersebut untuk seluruh kawasan Selat Lembeh
maka diperoleh nilai ekonomi dengan kisaran Rp 398 juta per vessel per tahun untuk boat income hingga Rp 475 juta per vessel per tahun untuk net revenue.
Kolom pada sisi kanan terakhir pada Tabel 5.6 menyajikan nilai Net Present Value dari keempat indikator ekonomi tersebut. Nilai ini merupakan nilai ekonomi
total capitalized dengan discount rate sebesar 8 per tahun. Artinya investasi perikanan di Selat Lembeh selama ini masih profitable untuk jangka panjang.
Indikator-indikator ekonomi tersebut secara diagramatik dapat juga dilihat pada Gambar 5.13. berikut.
- 50,000.00
100,000.00 150,000.00
200,000.00 250,000.00
300,000.00
Binuang M akawide
Paudean Aertembaga
Desa N
il ai
E k
on om
i Ju
ta R p
T otal Revenue Net Revenue
Value Added Boat Income
Gambar 5.13. Nilai ekonomi perikanan pada empat desa di Selat Lembeh
Apabila dicermati Tabel 5.6. dan Tabel 5.7. serta Gambar 5.13 diatas tampak bahwa desa Makawide, kecamatan Bitung Timur memiliki penerimaan total,
penerimaan bersih, nilai tambah dan boat income tertinggi. Hal ini dapat dipahami apabila dilihat dari prosentase jumlah nelayan 15 di Bitung Timur
lebih besar daripada di Bitung Selatan 9. Walau demikian, desa Paudean juga memiliki nilai yang tinggi setelah desa Makawide dikarenakan desa ini terletak
pesisir pulau Lembeh.
- 1,000.00
2,000.00 3,000.00
4,000.00 5,000.00
6,000.00 7,000.00
Total Revenue Net Revenue Value Added
Boat Income
Manfaat Ekonomi NPV
R p
j u
NPV juta
Gambar 5.14. Net Present Value manfaat ekonomi Selat Lembeh
Sebagaimana di kemukakan sebelumnya, nilai ekonomi ekstraktif diatas merupakan ”proxy” nilai ekonomi dari perikanan tanpa adanya KKL. Jika
kemudian kawasan tersebut dijadikan kawasan konservasi yang sekaligus juga dapat dijadikan kawasan wisata, maka akan mengubah nilai ekonomi ekstraktif
kawasan tersebut tergantung dari besaran atau luasan KKL. Dalam penelitian ini, teknik skenario yang sudah di kembangkan Fauzi dan Anna 2004 dijadikan
acuan untuk menentukan perubahan skenario. Perubahan skenario terhadap nilai baseline tersebut di sajikan pada Tabel 5.8. berikut ini.
Tabel 5.8. Matriks skenario manfaat ekonomi KKL Analisis Sensitivitas
Unit Base value
SI1 SI2
SI3
Harga rata-rata Rp per kg
3 200 1
1.15 1.25
Tingkat Pemanfaatan Trip th
183 0.85
0.9 1.1
Laju Penangkapan Kg trip
135 0.85
0.9 1.15
Biaya Operasi Rp per kg
34 000 1.15
1 0.85
Biaya Tetap Rpvesselth 12 230 766.17
1 1
1 Upah Tenaga Kerja
Rp per hari 7 043 763.16
1 1
1 Skenario simulasi diasumsikan mengikuti tiga skenario utama. SI1 adalah
simulasi KKL manfaat ekonomi akan mengubah tingkat pemanfaatn utilisation
rate sekaligus laju penangkapan catch rate dari kondisi baseline masing-masing turun sebesar 15 persen, namun juga mengubah biaya operasi running cost naik
sebesar 15 persen dengan parameter lain diasumsikan tetap. Simulasi ini disebut sebagai skenario positif derajat satu First degree.
Skenario SI2 merupakan simulasi dimana KKL akan merubah tingkat pemanfaatan utilisation rate dan laju penangkapan catch rate turun secara
moderat sebesar 10 persen tetapi akan meningkatkan harga rata-rata sebesar 15 persen dikarenakan rendahnya persediaan stock. Skenario ini merupakan skenario
minimal yang mungkin terjadi likely scenario. Jika kita melihat pada beberapa hasil studi di lokasi berbagai dunia, terlihat bahwa KKL meningkatkan laju
penangkapancatch rate secara keseluruhan. Di St.Lucia misalnya catch per unit effort malah meningkat sebesar 46 hingga 90 Gell dan Robert, 2002.
Skenario SI3 merupakan simulasi derajat tiga third degree yang disebut juga super optimist dimana KKL bukan saja mampu meningkatkan nilai tambah,
namun juga menurunkan biaya operasi running cost karena tersedianya stok dalam jumlah banyak. Penurunan biaya ini dalam bahasa ekonomi perikanan
sering disebut sebagai ”stock effect” Clark dan Munro, 1975. Nilai parameter untuk setiap skenario tersebut disajikan pada Tabel 5.9 berikut.
Tabel 5.9. Parameter skenario untuk simulasi KKL Parameter Unit SI1 SI2 SI3
Harga rata-rata Rp per kg
3 200 4 500
4 000 Tingkat Pemanfaatan
Trip th 155.55 164.7
201.3 Laju Penangkapan
Kg trip 114.75 121.5
155.25 Biaya Operasi
Rp per kg 12 230 766.17 125 000
28 900 Biaya Operasitahun
7 043 763.16 20 587 500 5 817 570
Hasil simulasi secara rinci disajikan pada Tabel 5.10 dan 5.11 serta Gambar 5.15. dan Gambar 5.16 berikut ini.
Tabel 5.10. Indikator ekonomi KKL Selat Lembeh dalam berbagai skenario dalam juta rupiah
Indikator SI1 SI2
SI3
Total Revenue 57 117 960.00
90 049 725.00 125 007 300.00
Net Revenue 50 074 196.84
69 462 225.00 119 189 730.00
Value Added 37 843 430.67
69 462 224.00 119 189 729.00
Boat Income 30 799 667.51
69 462 223.00 119 189 728.00
Tabel 5.11. Net Present Value indikator ekonomi KKL Selat Lembeh dalam juta rupiah
Indikator SI1 SI2 SI3
Total Revenue 713 9745
1125.621563 1562.59125
Net Revenue 625 927 4605
868.2778125 1489.871625
Value Added 473 042 8834
868.2778 1489.871613
Boat Income 384 995 8439
868.2777875 1489.8716
Dari Tabel di atas nampak terlihat bahwa penetapan KKL Selat Lembeh ke depan masih memberikan manfaat ekonomi per vessel per tahun yang relatif
masih tinggi dibanding dengan baseline. Dari setiap skenario nampak pula bahwa nilai tersebut masih jauh lebih tinggi dibanding dengan nilai ekonomi rata-rata
yang diperoleh untuk keempat lokasi di atas. Dari sisi nilai present value, meski sekilas nilai ini lebih kecil dari nilai agregat pada kondisi baseline, harus diingat
bahwa variasi nilai ini karena adanya perubahan parameter dimana pada kondisi simulasi, beberapa parameter ini merupakan rataan dari setiap wilayah, sementara
net present value pada kondisi baseline Tabel 5.6 merupakan penjumlahan agregat dari seluruh lokasi di Selat Lembeh. Sehingga jika sama-sama dihitung
berdasarkan rataan maka dalam kondisi baseline nilai net present value rente sumberdaya value added misalnya adalah sekitar Rp 37.8 juta, sementara dalam
kondisi KKL nilai tersebut meningkat menjadi dari Rp 473 juta hingga hampir Rp 1.5 milyar per vessel.
0.00 50,000,000.00
100,000,000.00 150,000,000.00
200,000,000.00 250,000,000.00
SI1 SI2
SI3
Skenario N
il a
i E k
o nom
i R
p j
Total Revenue Net Revenue
Value Added Boat Income
Gambar 5.15. Nilai Ekonomi Selat Lembeh dalam skenario KKL
0.00 500.00
1000.00 1500.00
2000.00 2500.00
3000.00
SI1 SI2
SI3
Skenario KKL P
rese n
t V al
u e
R p
J u
ta
T ot al Revenue Net Revenue
Value Added Boat Income
Gambar 5.16. Nilai NPV Selat Lembeh dalam skenario KKL
Salah satu hal yang cukup penting juga untuk dipaparkan disini adalah jika dimulai dari kondisi awal, perubahan catch rate sebesar 25 dari baseline akibat
ditetapkannya kawasan tersebut menjadi kawasan KKL, akan meningkatkan manfaat ekonomi net revenue lebih dari 50. Hasil ini sejalan dengan penelitian
ekonomi KKL yang dilaksanakan oleh Withmarsh et al 2001 di kawasan Sicily. Nilai NPV yang positif ini juga menunjukkan bahwa jika kondisi saat ini akan
dipertahankan dalam jangka waktu yang sangat panjang, maka dana publik akan lebih bermanfaat jika diinvestasikan dalam bentuk KKL karena akan memberikan
NPV yang lebih besar daripada pemanfaatan lainnya NPV sudah menghitung the
best alternative use dari resources. Tindakan ini juga di sisi lain akan bisa meyakinkan publik, khususnya masyarakat nelayan, yang dari hasil wawancara
sebagian besar lebih dari 50 menyatakan bahwa sumber daya ikan di Selat Lembeh mulai menurun. Dengan investasi di KKL tersebut maka dalam jangka
panjang catch rate akan meningkat sehingga persepsi masyarakatpun akan berubah dengan sendirinya.
5.7.2. Nilai Ekonomi Non-Ekstraktif