Konvergensi Dan Divergensi Dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan

(1)

KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK

MELAYU ASAHAN

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K)

dipertahankan pada tanggal 19 Oktober 2009

di Medan, Sumatera Utara

DWI WIDAYATI

058107002/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

S

E K O L A H P

A

S C

A S A R JA NA


(2)

KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Doktor Terbuka

Pada Hari : Senin

Tanggal : 19 Oktober 2009 Pukul : 10.00 WIB

Oleh

DWI WIDAYATI 058107002/LNG


(3)

Judul Disertasi : KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN

Nama Mahasiswa : Dwi Widayati NIM : 058107002 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr.Robert Sibarani, M.S. Promotor

Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd. Ko-Promotor Ko-Promotor

Ketua Program Studi, Direktur


(4)

HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

UNTUK SIDANG TERBUKA TANGGAL 19 OKTOBER 2009

Oleh

Promotor

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Ko-Promotor

Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd.

Mengetahui

Ketua Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(5)

Telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 28 September 2009

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. 2. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D. 4. Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. 5. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 6. Prof. Paitoon M.Chaiyanara, Ph.D.

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara

Nomor : 1741/H5.1.R/SK/SPB/2009 Tanggal : 7 September 2009


(6)

Diuji pada Ujian Disertasi (Promosi) Tanggal 19 Oktober 2009

__________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. 2. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D. 4. Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. 5. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 6. Prof. Paitoon M.Chaiyanara, Ph.D.

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara

Nomor : 1862/H5.1.R/SK/SPB/SK/2009 Tanggal : 6 Oktober 2009


(7)

TIM PROMOTOR

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum.


(8)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D.

Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D.

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.


(9)

PERNYATAAN

KONVERGENSI DAN DIVERGENSI DALAM DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Disertasi ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 19 Oktober 2009


(10)

RENUNGAN

Bacalah... dengan menyebut Nama Tuhanmu yang

menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari

segumpal darah; Bacalah.... dan Tuhanmu lah

yang Maha Pemurah; Yang mengajarkan

manusia dengan perantaraan kalam;

Dia mengajarkan kepada

manusia apa yang

tidak diketahuinya


(11)

Karya ini dipersembahkan untuk:

Ayah dan Bunda

Drs. Syahdan Manurung (Alm.)

Hadawiyah (Alm.)

Semua guruku yang telah membekaliku

dengan ilmu pengetahuan

Saudara-Saudaraku:

Agus Surya Gama Manurung (Alm.)

Khairul Affan Manurung, A.Md.

Elvi Kartika Manurung, A.Md.

Fahmi Wibowo Manurung, S.P.

Harry Purnomo Manurung, S.Sos.


(12)

ABSTRAK

Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan

Oleh: Dwi Widayati

Situasi multietnis yang terdapat di Asahan secara tidak langsung membentuk masyarakat yang multilingual atau multidialek. Karena masyarakat yang multilingual/multidialek berada dalam wilayah yang penuturnya mayoritas berbahasa Melayu, kondisi ini memacu masyarakat yang bukan penutur Melayu untuk menguasai bahasa Melayu Asahan (selanjutnya disebut BMA). Melalui kontak/sentuh bahasa mereka berkonvergensi dan berdivergensi dengan tuturan Melayu setempat. Akibatnya, akan muncul variasi dialek. Persoalan ini dijawab melalui penelitian dialektologi dan sosiolinguistik karena tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan sistem segmental dialek-dialek di Asahan, (2) mendeskripsikan variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi, (3) mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan, dan (4) mendeskripsikan bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu Asahan.

Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, diterapkan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara, metode padan pragmatis dengan alat penentunya mitra wicara, dan metode padan translasional dengan alat penentunya bahasa atau dialek lain. Ketiga metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Selain itu, pendekatan dari atas ke bawah juga dilakukan dalam analisis diakronis.

Berdasarkan kajian segmental, ditemukan bahwa dalam dialek Tanjungbalai (DTB) terdapat 5 segmen vokal, yaitu, /i, u, a, Ε, dan ฀/. Dalam dialek Batubara (DBB) terdapat 6 segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, , dan ฀/. DTB dan DBB memiliki jumlah konsonan yang sama masing-masing 19 segmen konsonan, yaitu /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, ⊗, w, dan j/. Dalam Bahasa Batak (BBT) terdapat lima segmen vokal, yaitu, /i, u, a, e, dan o/. Dalam bahasa Jawa (BJW) terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, e, , dan o/. Segmen konsonan BBT ada 14, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ dan dalam BJW terdapat 20 segmen konsonan, yaitu /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, ⎠, j, g, k, Ν, r, dan h/.

Variasi dialek di Asahan muncul karena adanya konvergensi dan divergensi dalam interaksi masyarakat. Dari konvergensi dan divergensi ini muncul wujud imitasi, interferensi, dan integrasi. Dari ketiga proses tersebut ditemukan adanya dialek lain di Asahan, yaitu dialek Melayu Batak Asahan (DMBA) dan dialek Melayu Jawa Asahan (DMJA).

Atas dasar sistem segmental DTB, DBB, BBT, dan BJW ditemukan bahwa dalam DMBA terdapat lima segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, dan ฀/ yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid akibat artikulasi primer,


(13)

yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan [Ε]; [฀]; [ε] dan [e]. Dalam DMJA terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, , e, dan ฀/ yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan []; [฀]; []; [ε].

Segmen konsonan dalam DMBA ada delapan belas, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/ dan dalam DMJA /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/. Kedelapan belas segmen konsonan tersebut direpresentasikan persis sama dengan segmen asalnya, kecuali segmen konsonan /k/ yang direpresentasikan sebagai [k, dan ], segmen konsonan /b/ direpresentasikan sebagai [b dan p], segmen konsonan /d/ direpresentasikan [d dan t], dan segmen konsonan /h/ direpresentasikan sebagai [h dan 2].

Dalam DTB, DBB, DMBA, dan DMJA terdapat perangkat korespondensi bunyi yang diwujudkan dengan [a ] dan pada afiks terdapat korespondensi ba(⊗)(r)-} {b(⊗)(r)-}, {ba(⊗)(r)-an} {b(⊗)(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k-an}, dan {sa-} {s-}. Pola kalimat yang ditemukan dalam empat dialek di Asahan adalah pola VSO/VOS dan SVO. Pola VSO/VOS terutama ditemukan pada penutur DTB, DBB, dan DMBA, sedangkan pola SVO ditemukan dalam DMJA.

Konvergensi dan divergensi disebabkan oleh faktor intralinguistik dan ekstralinguistik. Faktor intralinguistik ini meliputi proses asimilasi, proses pelesapan bunyi, proses penambahan bunyi, proses pergantian bunyi, proses perubahan segmen, dan proses pelemahan bunyi. Keenam proses tersebut diformulasikan dalam wujud lima belas kaidah fonologis yang terdiri atas kaidah perubahan ciri, kaidah pelesapan, kaidah penyisipan, kaidah transformasional, kaidah perpaduan, kaidah bervariabel, dan kaidah pergantian. Faktor ekstralinguistik adalah faktor luar bahasa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam bahasa. Faktor ekstralinguistik meliputi faktor geografi, faktor migrasi, faktor historis, faktor sosial, dan faktor psikologis.

Perbandingan keempat dialek menunjukkan adanya refleks vokal dan konsonan yang inovatif dan konservatif. Vokal umumnya direflekskan secara inovatif daripada konsonan. Konsonan yang direflekskan secara inovatif terdapat pada konsonan /*h/, /*k/, /*//, dan /*r/. Refleks yang inovatif pada vokal menyebabkan leksem-leksem yang direflekskan pun mengalami inovasi.


(14)

ABSTRACT

Convergences and Divergences in The Asahan Malay Dialects By: Dwi Widayati

The multiethnic situation found in Asahan indirectly has formed a multilingual or multidialectal community. Since the multilingual or multidialectal community live in the area whose population are majority the native speakers of Malay, this condition has made the non-native speakers of Malay do their best to master Asahan Malay Language (which, henceforth, is called BMA). They converged and diverged with the local Malay speech through the contact of language. This problems is answered through a study of dialectology and sociolinguistic because the purpose of this study is (1) to describe the segmental system of the dialects in Asahan, (2) to describe the varieties of the existing dialects in Asahan resulted from convergence and divergence, (3) to describe the factors that cause the convergence and divergence in Malay dialects in Asahan, and (4) to describe the innovative and conservative forms in the Asahan Malay dialects.

In the attempt to achieve the purposed, the identity methods such as articulatory phonetic identity method with organs of speech as its determiner, pragmatic identity method with the ones we talk to as its determiner, and translational identity method with the other languages or dialects as its determiner. These three methods were explained through equalizing technique and differentiating technique. In addition, a top down approach is also employed in the diachronic analysis

Based on the segmental study, it was found out that there are 5 vowel segments in the dialect of Tanjungbalai (DTB), such as /i, u, a, Ε, and / and 6 vowel segments in the dialect of Batubara (DBB), such as /i, u, a, Ε, , and /. In DTB and DBB were found out 19 consonant segments, such as /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, , w, and j/. There are 5 vowel segments in Batak Language (BBT), such as /i, u, a, e, and o/ and 6 vowel segments in Javanese Language (BJW), such as /i, u, a, e, , and o/. In BBT was found out 14 consonants, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ and 20 consonants in BJW, such as /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, , j, g, k, Ν, r, dan h/.

Dialectal variation in Asahan appeared because of the existence of convergence and divergence in the community’s interaction. The attempt to accommodate the speech when interacting resulted in convergence and divergence in dialect. This convergence and divergence resulted in imitation, interference, and integration. Based on the three processes, the other dialects such as Batak Malay Asahan Dialect (DBMA) and Javanese Malay Asahan Dialect (DMJA) were found in Asahan.

Based on the segmental system of DTB, DBB, BBT, and BJW, it was found out that there are 5 vowels in DBMA, such as /i, u, a, Ε, dan / which are represented


(15)

into 9 vocoids segmental sounds because of primary articulation, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [Ε], [], [ε], and [e]. There are 6 vowels in DMJA, such as /i, u, a, , e, and / which are represented into 9 vocoids, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [], [], [], and [ε]. There are 18 consonants in DMBA, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/ and in DMJA, such as /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/. The both 18 consonants are represented precisely the same as their original segments, except the segment of consonant /k/ which is represented as [k] and [], /b/ which is represented as [b] and [p], /d/ which is represented as [d] and [t], and /h/ which is represented as [h] and [2].

A set of sound correspondence which is represented as [a ] is found in DTB, DBB, DBMA, and DMJA and the correspondence is also found in affixes. For example, ba()(r)-} {b()(r)-}, {ba()(r)-an} {b()(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k -an}, and {sa-} {s-}. The sentence patterns found in the four dialects in Asahan are VSO/VOS and SVO. The pattern VSO/VOS is especially found in DTB, DBB, and DMBA, while the pattern SVO is found in DMJA.

Convergence and divergence are caused by the intralinguistic and extralinguistic factors. Intralinguistic factor consists of assimilation, sound deletion, sound addition, segment change, sound replacement, and sound weakening/lenisi processes. The five processes are formulated in 15 phonological rules which consist of characteristic changes, delition, insertion, transformational, combination, variabel, and replacement rules. Extralinguistic factor consists of geographical, migration, historical, social, and phsychological factors.

The comparison of the four dialects shows that there are inovative and conservative vowel and consonantal reflections. Most vowels are reflected inovatively than consonants. The consonants which is innovatively reflected are /*h/, /*k/, /*//, and /*r/. The innovative reflection of vowels causes innovative lexemes.


(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Taala karena berkat Rahmat dan Rahim-Nya, disertasi yang berjudul “Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan” dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian disertasi ini, mulai dari masa persiapan, penelitian lapangan, analisis data, dan proses penulisan, telah melibatkan banyak pihak. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian disertasi ini.

Disertasi ini dikerjakan dengan bantuan bimbingan dan sumbangan pikiran dari promotor dan ko-promotor sampai terwujudnya dalam bentuk yang sekarang ini. Namun, segala kekurangan menjadi tanggung jawab penulis. Semoga Tuhan yang Mahakuasa memberikan balasan yang setimpal atas segala keikhlasan dan kebaikan Tim Promotor. Karenanya, ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, selaku Promotor; Prof. Dr. Djawasi Naibaho, M.S., selaku Ko-Promotor; dan Dr. Berlin Sibarani, M.Pd., selaku Ko-Promotor.

Cukup banyak tantangan yang penulis hadapi dalam penyusunan disertasi ini. Betapa berat rasanya kehilangan seorang ibu, yang dengan penuh kasih sayang selalu memberi motivasi, dan abang, yang selalu meluangkan waktu mengantar dan menjemput di stasiun saat penulis ke luar kota untuk penelitian lapangan, yang pergi selama-lamanya menghadap Sang Khalik. Semoga arwah ibunda dan abangnda diterima di sisi Allah dan semoga kuburan mereka menjadi taman surga bagi mereka.


(17)

Kami, keluarga yang ditinggalkan diberikan-Nya kekuatan dalam menghadapi segala persoalan kehidupan di dunia ini. Amin.

Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), yang telah membiayai pendidikan Doktor Linguistik ini; Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., yang telah memberi kesempatan kepada penulis mengikuti program Sandwich di Singapur selama lebih kurang empat bulan; Ketua Program Studi Doktor Linguistik USU, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph. D. yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan program S-3 ini; Pembantu Rektor II, Prof. Subhilhar, Ph.D, yang telah memfasilitasi dengan segala kemudahan terhadap proses pembiayaan pendidikan ini; Dekan Fakultas Sastra USU dan Ketua Departemen Sastra Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang Strata 3 ini; Bapak Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. yang telah memberikan referensi terkini dalam penelitian ini; Para penguji disertasi Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D., Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D., Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D., dan Prof. Paitoon M.Chaiyanara, Ph.D. yang telah bersedia memberikan penilaian, koreksian, dan sejumlah saran demi perbaikan disertasi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Walikota Kota Tanjungbalai, Bapak Bupati Kabupaten Asahan, dan Bapak Bupati Kabupaten Batubara, masing-masing melalui para Camat yang telah memberi izin dan


(18)

kemudahan saat penulis melaksanakan penelitian di wilayah mereka. Demikian juga kepada para informan dan narasumber yang telah memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis, terutama ayahanda Drs. Syahdan Manurung (Alm.), semangatnya dalam menimba ilmu tetap menyala di hati penulis, ibunda Hadawiyah (Alm.), perempuan yang dengan penuh kelembutan namun tegas memotivasi penulis untuk terus belajar, Abangnda Agus Surya Gama Manurung (Alm.), Adik-adik: Khairul Affan Manurung, Elvi Kartika Manurung, Fahmi Wibowo Manurung, dan Harry Purnomo Manurung yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual. Juga, keluarga besar Bahari Sulaiman Manurung yang telah bersedia penulis repotkan selama penulis melakukan penelitian. Abang sepupu penulis Zulkifli Manurung yang selalu mempunyai waktu untuk mengantar penulis ke setiap daerah yang menjadi sasaran penelitian penulis. Semoga Allah SWT membalas budi baik mereka.

Melalui kesempatan ini juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada sahabat penulis Dra. Gustianingsih, M.Hum dan Dra. Dardanila, M.Hum, yang dengan setia mendengarkan curahan hati penulis, memberi solusi dan semangat di kala penulis mendapat persoalan dan masalah. Juga sahabat penulis, Drs. Mulyadi, M.Hum. yang telah banyak membantu dalam penyediaan referensi demi terselesaikannya disertasi ini dan Dr. Eddy Setia, M.Ed., TESP. yang juga telah mengirimi penulis referensi yang bermutu. Teman-teman penulis di Program Doktor


(19)

Linguistik yang selalu ceria walau sedang banyak tugas, teman-teman di Departemen Sastra Indonesia yang terus mengingatkan agar cepat menyelesaikan pendidikan ini. Staf pegawai di Perpustakaan Pusat USU yang banyak membantu dalam mengakses referensi dari internet dan staf pegawai administrasi di Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu kelancaran administrasi selama pendidikan.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang belum penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu penulis baik moril, materil, dan doa selama penulis mengikuti pendidikan ini sampai selesai. Semoga Allah SWT memberikan limpahan kasih dan kemuliaan-Nya kepada mereka semua. Amin.

Medan, 28 September 2009 Penulis,


(20)

RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama Lengkap : Dwi Widayati

Tempat/Tgl. Lahir : Magelang, 14 Mei 1965

NIP : 131763367/19650514 198803 2 001 No. Karpeg : E. 755925

Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda /IVc Pekerjaan : Staf Pengajar Departemen Sastra

Indonesia

Instansi : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Nama Ayah : Drs. Syahdan Manurung (Alm.) Nama Ibu : Hadawiyah (Alm.)

Alamat Kantor : Jl. Universitas No. 19 Medan 20155 No. Telepon Kantor : 061-8223530

No. Faksimili : 061-8215956

Alamat Rumah : Jln. Nazir Alwi No. 19 Kampus USU Medan 20154 No. Telepon Rumah : 061-8217083

Alamat E-mail : dwi_dayati@yahoo.co.id

B. Riwayat Pendidikan:

1. SD Negeri 99 Medan, lulus tahun 1976 2. SMP Negeri III Medan, lulus tahun 1980 3. SMA Negeri 6 Medan, Lulus tahun 1983

4. Sarjana Fakultas Sastra USU, Jurusan Bahasa Indonesia, lulus tahun 1987 5. Program Magister (S-2) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Bidang

Linguistik, lulus tahun 1997

6. Program Doktor (S-3) Universitas Sumatera Utara Medan, Bidang Linguistik, lulus tahun 2009

C. Pengalaman Kerja

1. Dosen Fakultas Sastra USU pada Departemen Sastra Indonesia, 1988 – sekarang

2. Sekretaris Unit Pengembangan Riset (UPR), 1998 – 1999 3. Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia, 1999 – 2004


(21)

4. Ketua Jurusan Sastra Indonesia, 2004 – 2005

5. Ketua Penyunting Jurnal LOGAT Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU, 2005 - 2007

6. Anggota Senat Akademik USU, 2004 – 2009 7. Sekretaris Komisi Akademik SA USU, 2005 – 2009 D. Kegiatan Penelitian

1. Pemarkah Taktunggal dalam Struktur Bahasa Melayu Dialek Tanjung Balai Asahan, DP3M Depdiknas Jakarta, 2003.

2. Reduplikasi Verbal dan Adjektival Bahasa Melayu Asahan, DIKS Fak. Sastra USU, 2003

3. Dialektometri pada Berkas Isoglos Leksikal di Kabupaten Asahan, DIKS Fak. Sastra USU, 2004

4. Refleksi Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Melayu Purba dalam Bahasa Melayu Asahan: Kajian Linguistik Historis Komparatif, DP3M Depdiknas Jakarta, 2004

E. Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah

1. Salam dan Sapaan sebagai Pengontrol Interaksi dalam Masyarakat Melayu Asahan, Medan USU Press dalam Bahasa Sastra dan Budaya dalam Untaian Karya, 2005

2. Variasi Leksikal Bahasa Melayu Asahan: Kajian Dialektologi, Seminar Internasional Bahasa dalam Perspektif Dinamika Global tanggal 22-23 April 2005 Medan, 2005

3. Tipe Bentuk Reduplikasi Verbal Bahasa Melayu Asahan, Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastra “LOGAT” Vol.1 No.1, Medan 2005

4. Model Awal dan Model Klasik Struktur Informasi, Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastra “LOGAT” Vol.1 No.2, Medan 2005

5. Metode Rekonstruksi Kata-Kata Sekerabat, Seminar Nasional Linguistik dalam rangka Lustrum VIII Fakultas Sastra USU 15 September 2005 Medan, 2005

6. Antarmuka Semantik Pragmatik, Studia Kultura, 2006

F. Penghargaan/Tanda Kehormatan


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR…….. ... v

RIWAYAT HIDUP………. ix

DAFTAR ISI………. xi

DAFTAR TABEL ……… xx

DAFTAR GAMBAR……… xxiii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN………. xxv

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1Latar Belakang ……….. 1

1.2Rumusan Masalah Penelitian………. 7

1.3Tujuan Penelitian………9

1.4Manfaat Penelitian………..9

1.5Batasan Penelitian……… 11

1.6Anggapan Dasar ……….. 13

1.7Penjelasan Istilah………. 14 1.8 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian ………... 16


(23)

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….. 18

2.1 Pengantar ……….. 18 2.2 Penelitian yang Terkait ... 18 2.3 Kerangka Konsep dan Kerangka Teori ... 26 2.3.1 Kerangka Konsep ... 26 2.3.1.1 Konsep Konvergensi dan Divergensi ... 26 2.3.1.2 Konsep Variasi Bahasa ... 33 2.3.1.3 Konsep Pemahaman Timbal Balik (Mutual Intellegibility)…….. 38 2.3.1.4 Konsep Ciri Pembeda ... 45 2.3.1.5 Konsep Korespondensi dan Variasi ... 47 2.3.1.6 Konsep Inovasi dan Retensi ... 49 2.3.2 Kerangka Teori ... 52 2.4 Model Penelitian ……… 58

BAB III METODE PENELITIAN... 60

3.1 Pengantar ... 60 3.2 Definisi Kerja ... 60 3.3 Universum Lingual ... 61 3.4 Lokasi Penelitian ... 62 3.5 Subjek Penelitian ... 64 3.6 Metode dan Teknik Penyediaan Data ... 65


(24)

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data ... 69 3.8 Metode Penyajian Hasil Analisis Data dan Penulisan Kaidah ... 76

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 78

4.1 Pengantar ... 78 4.2 Wilayah Daerah Penelitian ... 78 4.2.1 Kabupaten Asahan ... 79 4.2.2 Kabupaten Batubara ... 81 4.2.3 Kota Tanjungbalai ... 82 4.3 Sejarah Daerah Penelitian ... 83 4.3.1 Keberadaan Etnik Melayu di Asahan ... 83 4.3.2 Sejarah Pemerintahan Administratif ... 86

4.3.2.1 Sejarah Pemerintahan Administratif Kabupaten Asahan

dan Kabupaten Batubara ... 86 4.3.2.2 Sejarah Pemerintahan Administratif Kota Tanjungbalai... 92 4.3.3 Hubungan Etnik Melayu dengan Etnik yang Datang ke Wilayah

Asahan dan Situasi Kebahasaan ... 95 4.3.4 Keadaan Penduduk ... 96 4.3.4.1 Kabupaten Asahan ... 96 4.3.4.2 Kabupaten Batubara ... 101 4.3.4.3 Kota Tanjungbalai ... 103


(25)

4.3.5 Keadaan Bahasa ... 107

BAB V SISTEM SEGMENTAL DIALEK -DIALEK DI ASAHAN ... 110

5.1 Pengantar ... 110 5.2 Identifikasi Bunyi ... 111 5.2.1 Bunyi Segmental Vokoid BMA, BBT, dan BJW ... 112 5.2.2 Bunyi Segmental Kontoid BMA, BBT, dan BJW ... 121 5.2.3 Bunyi Suprasegmental ... 131 5.3 Pembuktian Fonem ... 132 5.3.1 Fonem Vokal BMA, BBT, dan BJW ... 133 5.3.1.1 Fonem Vokal BMA ... 133 5.3.1.2 Fonem Vokal BBT ... 144 5.3.1.3 Fonem Vokal BJW ... 146 5.3.2 Fonem Konsonan BMA, BBT, dan BJW ... 147 5.3.2.1 Fonem Konsonan BMA ... 147 5.3.2.2 Fonem Konsonan BBT ... 150 5.3.2.3 Fonem Konsonan BJW ... 151 5.3.3 Fonem Suprasegmental ... 153 5.4 Distribusi Fonem BMA, BBT, dan BJW ... 155 5.4.1 Distribusi Fonem BMA ... 155 5.4.1.1 Distribusi Fonem Vokal BMA ... 155


(26)

5.4.1.2 Distribusi Fonem Konsonan BMA ... 157 5.4.2 Distribusi Fonem BBT ... 161 5.4.2.1 Distribusi Fonem Vokal BBT ... 161 5.4.2.2 Distribusi Fonem Konsonan BBT ... 161 5.4.3 Distribusi Fonem BJW ... 163 5.4.3.1 Distribusi Fonem Vokal BJW ... 163 5.4.3.2 Distribusi Fonem Konsonan BJW ... 164 5.5 Karakterisasi Segmen Dialek-Dialek di Asahan dalam Ciri Pembeda ... 166 5.6 Representasi Fonem BMA dan Kaidah ... 177 5.6.1 Representasi Fonem dalam DTB ... 177 5.6.1.1 Representasi Fonem Vokal DTB dan Kaidah ... 178 5.6.1.2 Representasi Fonem Konsonan DTB dan Kaidah ... 195 5.6.2 Representasi Fonem DBB ... 205 5.6.2.1 Representasi Fonem Vokal DBB dan Kaidah ... 206 5.6.2.2 Representasi Fonem Konsonan DBB dan Kaidah ... 230 5.7 Pola Struktur Silabel ... 241 5.8 Simpulan ... 243

BAB VI VARIASI DIALEK MELAYU ASAHAN AKIBAT

KONVERGENSI DAN DIVERGENSI ... 247


(27)

6.2 Proses Terjadinya Variasi Bahasa ... 247 6.3 Akomodasi dalam Percakapan Antarpenutur ... 251 6.3.1 Percakapan Penutur DTB dengan Penutur Berbahasa Jawa ... 252 6.3.2 Percakapan Penutur DTB dengan Penutur Berbahasa Batak ... 263 6.3.3 Percakapan Penutur DTB dengan Penutur DBB ... 267 6.3.4 Percakapan Penutur DBB dengan Penutur Berbahasa Jawa ... 271 6.3.5 Percakapan Penutur DBB dengan Penutur Berbahasa Batak ... 273 6.4 Variasi Dialek-Dialek Melayu di Asahan Akibat Adanya Konvergensi

dan Divergensi... 275 6.4.1 Variasi dalam Tataran Fonologi... 277 6.4.1.1 Representasi fonem Vokal DMBA dan DMJA dan Kaidah... 280 6.4.1.2 Representasi fonem Konsonan DMBA dan DMJA dan Kaidah 295 6.4.2 Variasi dalam Tataran Morfologi... 302 6.4.3 Variasi dalam Tataran Sintaksis... 311 6.5 Simpulan... 315

BAB VII FAKTOR PENYEBAB KONVERGENSI DAN DIVERGENSI. .317

7.1 Pengantar... 317 7.2 Faktor Intralinguistik... 321 7.2.1 Proses Asimilasi... 321 7.2.2 Proses Pelesapan Bunyi... 324


(28)

7.2.3 Proses Penambahan Bunyi... 326 7.2.4 Proses Pergantian Bunyi... 327 7.2.5 Perubahan Segmen... 330 7.2.6 Pelemahan Bunyi... 333 7.2.7 Kaidah-Kaidah Fonologis... 339 7.2.7.1 Kaidah Perubahan Ciri... 339 7.2.7.2 Kaidah Pelesapan... 341 7.2.7.3 Kaidah Penyisipan... 342 7.2.7.4 Kaidah Transformasional... 342 7.2.7.5 Kaidah Perpaduan... 345 7.2.7.6 Kaidah Bervariabel... 346 7.2.7.7 Kaidah Pergantian... 346 7.3 Faktor Ekstralinguistik... 347 7.3.1 Faktor Geografi... 347 7.3.2 Faktor Migrasi... 350 7.3.3 Faktor Historis... 353 7.3.4 Faktor Sosial ... 356 7.3.5 Faktor Psikologis... 359 7.4 Simpulan... 363


(29)

BAB VIII BENTUK INOVATIF DAN KONSERVATIF DALAM

DIALEK-DIALEK MELAYU ASAHAN... 365

8.1 Pengantar ... 365 8.2 Perbandingan Fonologis Antardialek Secara Diakronis... 367 8.2.1 Perbandingan Fonem Vokal Secara Diakronis... 369 8.2.1.1 Vokal Tinggi dalam PM ... 369 8.2.1.2 Vokal Sedang dan Vokal Rendah dalam PM ... 374 8.2.2 Perbandingan Fonem Konsonan Secara Diakronis... 379 8.2.2.1 Konsonan Hambat Takbersuara dalam PM ... 380 8.2.2.2 Konsonan Hambat Bersuara PM ... 387 8.2.2.3 Konsonan Nasal dalam PM ... 392 8.2.2.4 Konsonan Alir dalam PM ... 396 8.2.2.5 Konsonan Desis dalam PM... 399 8.2.2.6 Konsonan Spiran Glotal dalam PM ... 400 8.2.2.7 Semivokal dalam PM ... 401 8.3 Simpulan ... 403

BAB IX PENUTUP ... 405

9.1 Temuan... 405 9.2 Simpulan... 410 9.3 Saran... 418


(30)

DAFTAR PUSTAKA………. 419

LAMPIRAN-LAMPIRAN……….428

1. Daftar Tanyaan Tuturan... 428 2. Data Percakapan... 458 3. Surat Izin Penelitian... 465


(31)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Matriks Interaksi Antaretnis/Intraetnis di Asahan ... 13 2 Variasi Dialek di Asahan ………. 14

3 Interaksi Intraetnis……… 65

4 Persebaran Jumlah Penduduk di Kabupaten Asahan ... 97 5 Persebaran Kelompok Etnik di Kabupaten Asahan... 98 6 Lapangan Usaha Penduduk Kabupaten Asahan dan Batubara ... 99 7 Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Kab. Asahan dan Batubara... 100 8 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Asahan ... 100 9 Persebaran Jumlah Penduduk di Kabupaten Batubara ... 101 10 Persebaran Kelompok Etnik di Kabupaten Batubara ... 102 11 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Batubara ... 103 12 Persebaran Jumlah Penduduk Kota Tanjungbalai... 103 13 Persebaran Kelompok Etnik di Kota Tanjungbalai ... 104 14 Lapangan Usaha Penduduk Kota Tanjungbalai ... 105 15 Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Kota Tanjungbalai ... 106 16 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kota Tanjungbalai ... 107 17 Bunyi Segmental Vokoid DTB dan DBB... 113


(32)

18 Bunyi Segmental Vokoid BBT ... 115 19 Bunyi Segmental Vokoid BJW... 116 20 Vokoid DTB ... 120 21 Vokoid DBB ... 120 22 Vokoid BBT... 121 23 Vokoid BJW ... 121 24 Bunyi Segmental Kontoid DTB dan DBB... 122 25 Bunyi Segmental Kontoid BBT... 123 26 Bunyi Segemental Kontoid BJW ... 124 27 Kontoid DTB dan DBB ... 129 28 Kontoid BBT ... 130 29 Kontoid BJW ... 130 30 Distribusi Fonem Vokal DTB ... 155 31 Distribusi Fonem Vokal DBB ……… 156 32 Distribusi Fonem Konsonan DTB ……….. 157 33 Distribusi Fonem Konsonan DBB ……… 159 34 Distribusi Fonem Vokal BBT ……… 161 35 Distribusi Fonem Konsonan BBT ………. 161 36 Distribusi Fonem Vokal BJW ……… 163 37 Distribusi Fonem Konsonan BJW ………. 164 38 Ciri Pembeda Fonem DTB, DBB, BBT, dan BJW ... 172


(33)

39 Bunyi Segmental Vokoid DBMA dan DMJA... 277 40 Bunyi Segmental Kontoid DBMA dan DMJA... 279 41 Variasi Kalimat... 313


(34)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Bagan Interaksi antaretnis/intraetnis di Asahan ... 14 2 Keterkaitan Teori terhadap Objek Kajian ... 56 3 Bagan Lingkup Kajian Konvergensi dan Divergensi ... 57 4 Bagan Model Penelitian ... 59 5 Keterkaitan Teori dengan Metode Analisis ... 75 6 Peta Asahan ... 79 7 Bagan Bahasa-Bahasa di Asahan ... 108 8 Bagan Representasi ... 112 9 Representasi Segmen Vokal DTB ... 138 10 Representasi Segmen Vokal DBB ... 143 11 Representasi Segmen Vokal BBT ... 145 12 Representasi Segmen Vokal BJW ... 147 13 Representasi Segmen Konsonan DTB ... 158 14 Representasi Segmen Konsonan DBB ... 160 15 Representasi Segmen Konsonan BBT ... 163 16 Representasi Segmen Konsonan BJW ... 166 17 Ciri Pembeda fonem DTB, DBB BBT, dan BJW ... 176 18 Proses Terjadinya Variasi Bahasa ... 251


(35)

19 Arkifonem ... 305 20 Berkas Isoglos ... 317 21 Segitiga Dialektometri ... 318 22 Kantong Penutur Dialek-Dialek Melayu di Asahan ... 319 23 Proses bunyi luncuran ... 328 24 Silsilah Bahasa Serumpun X, Y, X (Collins 1986: 177)... 367 25 Silsilah Bahasa Melayu (diadaptasi dari Collins 1986: 178) ... 368 26 Sistem Vokal Bahasa PAN/ Bahasa PM ... 369 27 Refleks dan Sistem Vokal DTB dan DMBA ... 378 28 Refleks dan Sistem Vokal DBB dan DMJA ... 378 29 Konsonan PM ... 379 30 Refleks Konsonan PAN ke PM ……… 379


(36)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

BMA : Bahasa Melayu Asahan

BBT : Bahasa Batak

BJW : Bahasa Jawa

DBB : Dialek Batubara

DTB : Dialek Tanjungbalai DMBA : Dialek Melayu Batak Asahan DMJA : Dialek Melayu Jawa Asahan PAN : Proto Austronesia

PM : Proto Melayu

Æ : menjadi

[...] : lingkungan fonetis /.../ : lingkungan fonemis #... # : batas jeda

{...} : lingkungan morfemis / : lingkungan yang mensyarati ____ : posisi terjadinya proses fonologis

~ : bervariasi

: berkorespondensi

฀ : batas Silabel


(37)

#K___K# : posisi antarkonsonan

#(K) V____V(K)# : posisi antarvokal baik yang diikuti/didahului maupun tidak K+vf : Konsonan velar frikatif

K+N : Konsonan nasal

V+k : Vokal Kendur

V+kN : Vokal kendur nasal

V+t : Vokal tegang

#V ___ V# : Posisi antarvokal ____# : Posisi akhir # ____ : Posisi awal


(38)

ABSTRAK

Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan

Oleh: Dwi Widayati

Situasi multietnis yang terdapat di Asahan secara tidak langsung membentuk masyarakat yang multilingual atau multidialek. Karena masyarakat yang multilingual/multidialek berada dalam wilayah yang penuturnya mayoritas berbahasa Melayu, kondisi ini memacu masyarakat yang bukan penutur Melayu untuk menguasai bahasa Melayu Asahan (selanjutnya disebut BMA). Melalui kontak/sentuh bahasa mereka berkonvergensi dan berdivergensi dengan tuturan Melayu setempat. Akibatnya, akan muncul variasi dialek. Persoalan ini dijawab melalui penelitian dialektologi dan sosiolinguistik karena tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan sistem segmental dialek-dialek di Asahan, (2) mendeskripsikan variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi, (3) mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan, dan (4) mendeskripsikan bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu Asahan.

Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, diterapkan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara, metode padan pragmatis dengan alat penentunya mitra wicara, dan metode padan translasional dengan alat penentunya bahasa atau dialek lain. Ketiga metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Selain itu, pendekatan dari atas ke bawah juga dilakukan dalam analisis diakronis.

Berdasarkan kajian segmental, ditemukan bahwa dalam dialek Tanjungbalai (DTB) terdapat 5 segmen vokal, yaitu, /i, u, a, Ε, dan ฀/. Dalam dialek Batubara (DBB) terdapat 6 segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, , dan ฀/. DTB dan DBB memiliki jumlah konsonan yang sama masing-masing 19 segmen konsonan, yaitu /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, ⊗, w, dan j/. Dalam Bahasa Batak (BBT) terdapat lima segmen vokal, yaitu, /i, u, a, e, dan o/. Dalam bahasa Jawa (BJW) terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, e, , dan o/. Segmen konsonan BBT ada 14, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ dan dalam BJW terdapat 20 segmen konsonan, yaitu /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, ⎠, j, g, k, Ν, r, dan h/.

Variasi dialek di Asahan muncul karena adanya konvergensi dan divergensi dalam interaksi masyarakat. Dari konvergensi dan divergensi ini muncul wujud imitasi, interferensi, dan integrasi. Dari ketiga proses tersebut ditemukan adanya dialek lain di Asahan, yaitu dialek Melayu Batak Asahan (DMBA) dan dialek Melayu Jawa Asahan (DMJA).


(39)

Atas dasar sistem segmental DTB, DBB, BBT, dan BJW ditemukan bahwa dalam DMBA terdapat lima segmen vokal, yaitu /i, u, a, Ε, dan ฀/ yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid akibat artikulasi primer, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan [Ε]; [฀]; [ε] dan [e]. Dalam DMJA terdapat enam segmen vokal, yaitu /i, u, a, , e, dan ฀/ yang direpresentasikan ke dalam sembilan bunyi segmental vokoid, yaitu [i] dan [Ι]; [u] dan [Υ]; [a] dan []; [฀]; []; [ε].

Segmen konsonan dalam DMBA ada delapan belas, yaitu /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/ dan dalam DMJA /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, ⎠, y, g, k, Ν, w, r, h/. Kedelapan belas segmen konsonan tersebut direpresentasikan persis sama dengan segmen asalnya, kecuali segmen konsonan /k/ yang direpresentasikan sebagai [k, dan ], segmen konsonan /b/ direpresentasikan sebagai [b dan p], segmen konsonan /d/ direpresentasikan [d dan t], dan segmen konsonan /h/ direpresentasikan sebagai [h dan 2].

Dalam DTB, DBB, DMBA, dan DMJA terdapat perangkat korespondensi bunyi yang diwujudkan dengan [a ] dan pada afiks terdapat korespondensi ba(⊗)(r)-} {b(⊗)(r)-}, {ba(⊗)(r)-an} {b(⊗)(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k-an}, dan {sa-} {s-}. Pola kalimat yang ditemukan dalam empat dialek di Asahan adalah pola VSO/VOS dan SVO. Pola VSO/VOS terutama ditemukan pada penutur DTB, DBB, dan DMBA, sedangkan pola SVO ditemukan dalam DMJA.

Konvergensi dan divergensi disebabkan oleh faktor intralinguistik dan ekstralinguistik. Faktor intralinguistik ini meliputi proses asimilasi, proses pelesapan bunyi, proses penambahan bunyi, proses pergantian bunyi, proses perubahan segmen, dan proses pelemahan bunyi. Keenam proses tersebut diformulasikan dalam wujud lima belas kaidah fonologis yang terdiri atas kaidah perubahan ciri, kaidah pelesapan, kaidah penyisipan, kaidah transformasional, kaidah perpaduan, kaidah bervariabel, dan kaidah pergantian. Faktor ekstralinguistik adalah faktor luar bahasa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam bahasa. Faktor ekstralinguistik meliputi faktor geografi, faktor migrasi, faktor historis, faktor sosial, dan faktor psikologis.

Perbandingan keempat dialek menunjukkan adanya refleks vokal dan konsonan yang inovatif dan konservatif. Vokal umumnya direflekskan secara inovatif daripada konsonan. Konsonan yang direflekskan secara inovatif terdapat pada konsonan /*h/, /*k/, /*//, dan /*r/. Refleks yang inovatif pada vokal menyebabkan leksem-leksem yang direflekskan pun mengalami inovasi.


(40)

ABSTRACT

Convergences and Divergences in The Asahan Malay Dialects By: Dwi Widayati

The multiethnic situation found in Asahan indirectly has formed a multilingual or multidialectal community. Since the multilingual or multidialectal community live in the area whose population are majority the native speakers of Malay, this condition has made the non-native speakers of Malay do their best to master Asahan Malay Language (which, henceforth, is called BMA). They converged and diverged with the local Malay speech through the contact of language. This problems is answered through a study of dialectology and sociolinguistic because the purpose of this study is (1) to describe the segmental system of the dialects in Asahan, (2) to describe the varieties of the existing dialects in Asahan resulted from convergence and divergence, (3) to describe the factors that cause the convergence and divergence in Malay dialects in Asahan, and (4) to describe the innovative and conservative forms in the Asahan Malay dialects.

In the attempt to achieve the purposed, the identity methods such as articulatory phonetic identity method with organs of speech as its determiner, pragmatic identity method with the ones we talk to as its determiner, and translational identity method with the other languages or dialects as its determiner. These three methods were explained through equalizing technique and differentiating technique. In addition, a top down approach is also employed in the diachronic analysis

Based on the segmental study, it was found out that there are 5 vowel segments in the dialect of Tanjungbalai (DTB), such as /i, u, a, Ε, and / and 6 vowel segments in the dialect of Batubara (DBB), such as /i, u, a, Ε, , and /. In DTB and DBB were found out 19 consonant segments, such as /p, b, t, d, c&, j&, k, g, , s, h, m, n, Þ, Ν, l, , w, and j/. There are 5 vowel segments in Batak Language (BBT), such as /i, u, a, e, and o/ and 6 vowel segments in Javanese Language (BJW), such as /i, u, a, e, , and o/. In BBT was found out 14 consonants, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j&, g, k, Ν, r, h/ and 20 consonants in BJW, such as /bΗ, p, m, w, d, t, dΗ, tΗ, s, n, l, c&, j&, , j, g, k, Ν, r, dan h/.

Dialectal variation in Asahan appeared because of the existence of convergence and divergence in the community’s interaction. The attempt to accommodate the speech when interacting resulted in convergence and divergence in dialect. This convergence and divergence resulted in imitation, interference, and integration. Based on the three processes, the other dialects such as Batak Malay Asahan Dialect (DBMA) and Javanese Malay Asahan Dialect (DMJA) were found in Asahan.


(41)

Based on the segmental system of DTB, DBB, BBT, and BJW, it was found out that there are 5 vowels in DBMA, such as /i, u, a, Ε, dan / which are represented into 9 vocoids segmental sounds because of primary articulation, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [Ε], [], [ε], and [e]. There are 6 vowels in DMJA, such as /i, u, a, , e, and / which are represented into 9 vocoids, such as [i], [Ι], [u], [Υ], [a], [], [], [], and [ε]. There are 18 consonants in DMBA, such as /b, p, m, d, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/ and in DMJA, such as /bΗ, p, m, dΗ, t, s, n, l, j, c, , y, g, k, Ν, w, r, h/. The both 18 consonants are represented precisely the same as their original segments, except the segment of consonant /k/ which is represented as [k] and [], /b/ which is represented as [b] and [p], /d/ which is represented as [d] and [t], and /h/ which is represented as [h] and [2].

A set of sound correspondence which is represented as [a ] is found in DTB, DBB, DBMA, and DMJA and the correspondence is also found in affixes. For example, ba()(r)-} {b()(r)-}, {ba()(r)-an} {b()(r)-an}, {basi-an} {bsi-an}, {maN-} {mN-}, {paN-} {pN-}, {ta-} {t-}, {ka-an} {k -an}, and {sa-} {s-}. The sentence patterns found in the four dialects in Asahan are VSO/VOS and SVO. The pattern VSO/VOS is especially found in DTB, DBB, and DMBA, while the pattern SVO is found in DMJA.

Convergence and divergence are caused by the intralinguistic and extralinguistic factors. Intralinguistic factor consists of assimilation, sound deletion, sound addition, segment change, sound replacement, and sound weakening/lenisi processes. The five processes are formulated in 15 phonological rules which consist of characteristic changes, delition, insertion, transformational, combination, variabel, and replacement rules. Extralinguistic factor consists of geographical, migration, historical, social, and phsychological factors.

The comparison of the four dialects shows that there are inovative and conservative vowel and consonantal reflections. Most vowels are reflected inovatively than consonants. The consonants which is innovatively reflected are /*h/, /*k/, /*//, and /*r/. The innovative reflection of vowels causes innovative lexemes.

Key words: convergence, divergence, variation, dialects, innovation, retention


(42)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan sejumlah pemahaman terhadap berbagai teori. Kajian yang selalu menyoroti tentang variasi bahasa adalah kajian dialektologi dan sosiolinguistik.

Dialektologi1) mendeskripsikan variasi bahasa dengan memperlakukannya secara utuh. Variasi bahasa dalam kajian dialek dibedakan berdasarkan waktu, tempat, dan sosial penutur. Artinya, ada dialek temporal, seperti Melayu Kuno; dialek regional, seperti Melayu Ambon, Melayu Jakarta; dialek sosial, seperti bahasa Indonesia yang digunakan oleh etnis yang berbeda. Dialek regional yang dalam kajiannya disebut dialek geografi/geografi dialek2) mendeskripsikan variasi bahasa berdasarkan variabel geografi atau daerah pengamatan, sedangkan dialek sosial yang merupakan bagian dari kajian sosiolinguistik mendeskripsikan variasi bahasa berdasarkan variabel sosial. Dialek temporal mendeskripsikan variasi

1

) Dialektologi didefinisikan sebagai ilmu tentang dialek. Sebagian ahli menyebutkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang dari dialektologi. Cabang lainnya adalah linguistik geografi atau disebut juga dialek geografi.

2

) Sekarang ini banyak juga para peneliti mengindentikkan kajian dialek geografi sama dengan kajian dialektologi. Peneliti di sini tetap sepaham dengan pendapat Dubois, dkk. Dubois, dkk (1973: 230 dalam Ayatrohaedi 2003: 7) menjelaskan bahwa geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mengkaji hubungan yang ada dalam ragam-ragam bahasa, bertumpu pada satuan ruang atau tempat


(43)

bahasa berdasarkan kurun waktu. Dialek temporal dalam kajian ini diidentikkan dengan variasi bahasa berdasarkan perbedaan latar belakang historis.

Kajian dialek geografi mendeskripsikan sejumlah variasi bahasa berdasarkan wilayah, membandingkannya antara satu wilayah dan wilayah yang lain, dan mengelompokkan variasi yang sama dalam sebuah wilayah tertentu, baik itu secara sinkronis maupun diakronis. Variasi bahasa tersebut diabstraksikan dalam sebuah peta bahasa dengan bantuan lambang-lambang atau sistem tertentu dan garis isoglos yang menyatukan persamaan, serta heteroglos yang memisahkan perbedaan variasi bahasa tersebut.

Kajian sosiolinguistik mendeskripsikan sejumlah variasi bahasa berdasarkan perbedaan variabel sosial, misalnya variabel daerah, status, ragam (style), usia, gender, dan keetnisan (lihat Wolfram 1974). Adanya perbedaan tuturan yang dilatarbelakangi perbedaan variabel sosial tersebut, terbentuklah variasi bahasa. Tambahan pula, adanya upaya menyamakan tuturan atau membedakan tuturan dengan mitra tuturnya dan berlangsung secara terus menerus terjadilah apa yang dinamakan konvergensi dan divergensi bahasa. Penutur yang berkonvergensi dan berdivergensi itu dilatarbelakangi oleh perbedaan sosial dan geografis ketika berinteraksi.

Dilihat dari sudut kepentingan kajian didapati bahwa kajian dialektologi umumnya lebih mementingkan keadaan variasi bahasa yang ada daripada mengkaji proses munculnya perbedaan bahasa tersebut, sedangkan kajian


(44)

sosiolinguistik mengkaji proses munculnya variasi bahasa. Karena itu, kajian yang mengamati proses terjadinya variasi bahasa hendaknya perlu diperhitungkan untuk memperoleh kajian dialek secara komprehensif (lihat Dhanawaty 2004). Dengan kata lain, ada upaya pengombinasian teori dialektologi dan sosiolinguistik dan juga teori akomodasi. Selain itu, kajian variasi dialek ini juga mengamati bentuk konservatif dan inovatif dari sudut pandang historis, yaitu membandingkannya dengan bahasa Proto Melayu. Tujuannya adalah untuk mengamati bagaimana konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek di Asahan secara diakronis. Jadi, teori linguistik historis komparatif atau linguistik diakronis juga diterapkan. Intinya, kajian ini bertemakan kajian dialektososiolinguistik secara sinkronis dan diakronis. Namun, perlu pula digarisbawahi bahwa kajian yang berjudul “Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek-Dialek Melayu Asahan” ini dikaji dalam sudut pandang dialektologi bukan sosiolinguistik. Penelitian ini diharapkan memberi warna baru dalam kajian dialektologi dan sosiolinguistik.

Penelitian sejenis ini pernah dilakukan oleh Dhanawaty (2002). Dia meneliti penggunaan bahasa Bali oleh penutur bahasa Bali yang berada di daerah transmigrasi Lampung Tengah. Kalau Dhanawaty memfokuskan pada bahasa Bali yang digunakan penuturnya yang berada di daerah transmigran secara sinkronis, penelitian ini justru sebaliknya, yaitu memfokuskan pada penutur yang berbeda etnik yang berusaha menggunakan bahasa Melayu Asahan (selanjutnya disebut


(45)

BMA) karena mereka berada di Asahan. Selanjutnya, variasi yang muncul dianalisis secara sinkronis dan diakronis. Yang menarik dari penelitian ini adalah situasi kebahasaan di Asahan, yaitu para penutur tiap-tiap etnis berusaha agar tuturannya dapat dipahami oleh mitra tutur dialek setempat saat berinteraksi. Artinya, ada upaya akomodasi ke arah bahasa Melayu.

Kajian dialektologi ini melibatkan teori sosisolinguistik karena yang dikaji adalah variasi-variasi dialek yang muncul dari usaha penutur mengakomodasikan dialeknya saat bertutur. Hasil variasi dialek yang ditemukan digambarkan dalam sebuah peta untuk melihat tempat keberadaan variasi dialek tersebut secara umum. Dikatakan secara umum karena kajian ini bukan geografi dialek yang menempatkan semua gejala kebahasaan yang ditemukan selama penelitian dalam peta bahasa3).

Variasi bahasa dapat terjadi karena perbedaan geografis penutur, perbedaan sejarah/waktu, dan perbedaan sosial penutur (misalnya daerah, status, ragam (style), usia, gender, dan keetnisan, agama, lingkungan, dan sebagainya. Ketiga perbedaan ini dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama, perbedaan geografis dan sejarah. Kajian ini dikelompokkan menjadi satu karena berkaitan dengan keadaan bahasa. Penutur yang dipisahkan oleh wilayah yang berbeda cenderung memiliki perbedaan dalam kosa katanya, baik perbedaan wicara, perbedaan subdialek, perbedaan dialek, maupun perbedaan bahasa. Lebih-lebih lagi yang dipisahkan oleh batas alam (seperti, sungai/laut, gunung, dan hutan)


(46)

atau batas buatan (seperti jalan tol dan lapangan terbang). Demikian pula halnya penutur yang memiliki latar belakang sejarah yang berbeda juga cenderung berbeda bahasa atau dialeknya. Misalnya, bahasa Melayu dialek Batubara yang dipengaruhi bahasa Minangkabau dan dialek Tanjungbalai yang dipengaruhi oleh bahasa Batak (periksa Widayati 1997 dan 2001a). Yang kedua, perbedaan sosial. Penutur ketika berinteraksi dengan mitra tuturnya biasanya memperhatikan “dalil” sosiolinguistik, yaitu siapa yang berbicara, kepada siapa ia berbicara, di mana, kapan, untuk apa, bagaimana, dan tentang topik apa. Dalam istilah Fishmann (1966) disebutkan sebagai ranah yang secara universal digolongkannya sebagai partisipan, topik, dan lokal. Dalil atau ranah ini biasanya dipergunakan bila meneliti pemakaian bahasa dan di sinilah proses variasi bahasa itu timbul. Di sini penutur mengakomodasikan tuturannya menjadi sama atau mirip, atau berbeda dengan mitra tuturnya. Kalau tuturannya sama berarti telah terjadi konvergensi, tetapi kalau tuturannya menjadi tidak sama berarti telah terjadi divergensi.

Asahan yang saat ini terdiri atas tiga wilayah administratif, yaitu Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, dan Kota Tanjungbalai merupakan daerah yang multietnis. Selain etnis Melayu, di Asahan terdapat juga etnis Batak, Jawa, Cina, Minangkabau, Banjar, dan beberapa etnis lainnya. Etnis Melayu pada umumnya berdomisili di wilayah timur Asahan dan mereka masih tetap menggunakan bahasanya dalam berinteraksi. Hasil penelitian terdahulu (lihat


(47)

Widayati 1997) menyebutkan bahwa di wilayah timur Asahan terdapat dua dialek, yaitu dialek Batubara di sebelah utara Asahan (sekarang wilayah dialek itu menjadi wilayah Kabupaten Batubara) dan dialek Tanjungbalai di sebelah selatan (wilayah ini tetap sebagai wilayah Kabupaten Asahan dan Kotamadya Tanjungbalai). Situasi multietnis itu secara tidak langsung membentuk masyarakat yang multilingual atau multidialek pula. Karena masyarakat yang multilingual/multidialek berada dalam wilayah yang penuturnya mayoritas berbahasa Melayu, kondisi ini memacu masyarakat yang bukan penutur Melayu untuk menguasai bahasa Melayu Asahan. Demikian pula sebaliknya, masyarakat Melayu pun berusaha untuk memahami bahasa lain yang ada di sekitarnya. Ini sejalan dengan yang dikatakan Lauder (1993: 3) bahwa pada daerah-daerah yang multilingual masalah sentuh bahasa tidak dapat dihindarkan. Dapat diduga bahwa di daerah yang multilingual masalah kebahasaan akan lebih kompleks dibandingkan dengan daerah yang monolingual.

Etnis Batak dan Jawa merupakan etnis pendatang yang mayoritas menetap di Asahan. Kedua etnis tersebut menjadi sorotan dalam kajian ini selain etnis Melayu Asahan itu sendiri. Menetapnya etnis Batak dan Jawa dalam jangka waktu yang cukup panjang di Asahan menyebabkan terjadinya kontak adat, kontak budaya, dan kontak bahasa, baik antarkedua etnis tersebut maupun dengan etnis Melayu di Asahan. Di antara ketiga kontak tersebut yang paling mudah terjadi penyesuaian adalah kontak bahasa karena adanya pergaulan antaretnis


(48)

dalam frekuensi yang cukup tinggi (band. Dhanawaty 2002: 2). Selain adanya upaya penyesuaian bahasa antarketiga kelompok penutur bahasa itu (Batak, Jawa, dan Melayu), etnis Batak dan Jawa tetap menggunakan bahasanya dalam pergaulan intraetnis. Selain itu, bahasa Indonesia tetap dipergunakan dalam pergaulan sosial antaretnis. Ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu di Asahan dipakai secara berdampingan dengan bahasa Indonesia dan juga dengan bahasa etnis lain.

Fenomena di atas mengindikasikan bahwa masyarakat penutur bahasa Batak dan bahasa Jawa di Asahan berusaha menyesuaikan tuturannya dengan penutur Melayu di daerah tersebut. Artinya, telah terjadi akomodasi bahasa/dialek di Asahan. Adanya usaha penutur menyesuaikan tuturannya saat berinteraksi memberi dampak munculnya variasi bahasa/dialek di Asahan. Variasi yang muncul saat mereka berinteraksi diduga akan mendorong munculnya dialek baru di Asahan. Sejauhmana hubungan variasi bahasa yang muncul dibandingkan dengan dialek Melayu yang ada di Asahan tersebut akan dideskripsikan dalam penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Masyarakat di Asahan yang terdiri atas berbagai etnis dan latar belakang sejarah yang berbeda sangat memungkinkan mendorong terjadinya variasi dialek Melayu di Asahan. Selain itu, kecenderungan seseorang yang berbeda dialek


(49)

mengakomodasikan tuturannya ketika berinteraksi akan terjadi konvergensi tuturan atau divergensi tuturan. Kenyataan ini diidentifikasikan untuk merumuskan variasi dialek yang muncul selain dialek Melayu yang ada di Asahan. Konvergensi dan divergensi dalam interaksi antardialek di Asahan akan menghasilkan berbagai wujud yang memungkinkan, misalnya wujud fonologis atau leksikon. Wujud-wujud ini ada yang disesuaikan dengan mitra tuturnya dan ada pula yang tetap dipertahankan, bahkan ada pula yang dimodifikasi antara tuturannya dengan tuturan mitra tuturnya. Dalam hal ini yang disoroti adalah tuturan yang dihasilkan oleh para penutur yang berbeda etnis yang datang menetap di Asahan, yaitu etnis Batak dan Jawa—yang merupakan etnis mayoritas di Asahan selain entik Melayu—ketika berinteraksi. Tuturan-tuturan yang merupakan modifikasi antara dua bahasa/dialek akan menimbulkan variasi dialek baru di Asahan. Adanya bentuk baru ini dianalisis sejauhmana kemiripannya dengan dialek-dialek yang ada di Asahan. Dalam upaya ini penelusuran dokumen diperhitungkan pula tertutama kajian yang bersifat diakronis.

Dari fenomena di atas masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem segmental dialek-dialek di Asahan?

2. Bagaimana variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi?

3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan?


(50)

4. Variasi mana yang merupakan bentuk yang inovatif dan mana yang konservatif bila dikaitkan dengan bahasa Proto Melayu?

1.3Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan sistem segmental dialek-dialek di Asahan.

2. Mendeskripsikan variasi dialek yang muncul di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi.

3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu di Asahan.

4. Mendeskripsikan bentuk inovatif dan konservatif dalam dialek-dialek Melayu Asahan.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

1.4.1 Pengembangan Ilmu Pengetahuan

1. Mengembangkan kajian dialektologi dengan melibatkan dialek sosial karena selama ini kajian dialektologi berfokus pada dialek geografis.

2. Memperkaya model penelitian dialektososiolinguistik dengan menerapkan teori akomodasi.


(51)

3. Memperkaya khazanah kajian dialektososiolinguistik dalam upaya penelusuran munculnya perubahan bahasa dalam lintas temporal.

4. Pembahasan konvergensi dan divergensi dengan teori akomodasi dapat bermanfaat bagi kajian psikologi sosial dan kajian antropolinguistik khususnya yang mempelajari bahasa dengan perilaku sosial.

5. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data bagi penelitian lebih lanjut. 6. Memberikan gambaran lengkap tentang dialek-dialek di Asahan.

1.4.2 Penunjang Pembangunan

1. Menunjang pelaksanaan program pemerintah dalam upaya melestarikan bahasa daerah sebagai salah satu sumber pengembangan korpus bahasa: bahasa Indonesia.

2. Membantu pemerintah dalam penyebarluasan informasi pembangunan ke daerah yang masyarakatnya multietnis.

3. Membantu pemerintah dalam upaya peredaan konflik yang mungkin terjadi akibat ketidaksamaan pemahaman dan setidak-tidaknya mengetahui cara penyampaian informasi yang berhasil dan berdaya guna.

4. Memberi masukan bagi penentuan kebijakan dalam pembinaan masyarakat yang multietnis melalui kebijakan pembinaan bahasa.

5. Melestarikan dan mendokumentasikan dialek-dialek Melayu di Asahan dari kepunahannya dalam usaha pengembangan BMA itu sendiri sebagai bahasa


(52)

pergaulan dan ilmu pengetahuan, baik dalam situasi formal maupun tidak formal.

6. Menggalakkan penelitian bahasa Melayu Asahan agar bahasa ini dapat dikenal sebagai salah satu variasi bahasa Melayu yang ada.

1.4.3 Pengembangan Kelembagaan

1. Mengembangkan minat para linguis untuk mengkaji linguistik lintas teori. 2. Membantu para dosen dalam memahami kajian dialektologi diakronis dan

sosiolinguistik.

3. Membantu para dosen dalam mengajarkan dialektologi sinkronis dan diakronis dan sosiolinguistik.

1.5Batasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dialektologi. Kajian ini memfokuskan pada bidang fonologi dan leksikon dan sedikit menyinggung morfofonemik dan pola kalimat, dengan anggapan bahwa kajian fonologi merupakan kajian yang mendasar terhadap kajian di atasnya. Perbedaan-perbedaan fonologi akan mendorong pada terbentuknya variasi bahasa. Selanjutnya, dapat membentuk variasi pada tataran yang lebih tinggi, misalnya leksikon, morfologi, dan bahkan sintaksis. Karena itu, konsep yang berkenaan dengan fonologi digunakan di sini, yaitu konsep ciri pembeda (distinctive feature).


(53)

Daerah Asahan dipilih sebagai lokasi penelitian karena penutur di daerah tersebut multietnis. Di daerah ini bahasa Melayu digunakan secara berdampingan dengan bahasa Batak dan Jawa. Kajian dialek sosial dalam penelitian ini hanya dibatasi pada variabel keetnisan. Wolfram (1974: 73 dalam Dhanawaty 2002: 8) mengajukan enam variabel utama dalam sosial, yaitu variabel daerah, status, ragam (style), usia, gender, dan keetnisan.

Variabel keetnisan dipilih dengan pertimbangan bahwa etnis lain yang menetap di daerah Melayu (di Asahan) akan berusaha mengakomodasikan tuturannya dengan etnis setempat ketika berinteraksi. Variabel usia tidak dipilih karena tidak menjadi sorotan dalam pemunculan dialek. Usia hanya diperlukan saat penetapan narasumber. Variabel daerah tidak dipilih dalam kajian ini karena dikhawatirkan akan bias dengan variabel dialek geografi. Lebih-lebih lagi dalam kajian ini tidak berupaya memetakan semua gejala kebahasaan yang ditemukan selama penelitian pada wilayah tertentu. Penggambaran daerah penelitian di sini hanya sekadar penetapan secara umum tempat kantong-kantong penutur dialek yang bervariasi akan muncul. Variabel status sosial juga tidak dipilih dalam kajian dialek ini karena penetapan status sosial harus melibatkan dua prosedur stratifikasi sosial, yakni penilaian status sosial secara objektif dan subjektif (band. Dhanawaty 2002: 8). Demikian pula halnya dengan variabel ragam tidak digunakan karena penetapan ragam memerlukan data yang bervariasi dan metode yang berbeda dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Karena


(54)

penelitian ini tidak memandang perbedaan gender, variabel gender tidak diterapkan. Lebih-lebih lagi belum ditemukan adanya perbedaan gender dalam bertutur dalam masyarakat Melayu Asahan.

1.6Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah bahwa konvergensi dan divergensi terjadi karena adanya kecenderungan penutur untuk mengakomodasikan tuturannya pada saat hadirnya penutur lain. Bertolak dari anggapan dasar di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

a. Penutur-penutur dialek di Asahan berkonvergensi dan berdivergensi karena adanya perbedaan dialek dan keetnisan. Sejumlah konvergensi/divergensi diduga akan muncul sebagai hasil interaksi (lihat gambar 1)

b. Hasil dari konvergensi dan divergensi tuturan tersebut berakibat munculnya variasi dialek pada BMA. Sejumlah variasi dialek diduga akan muncul. (lihat tabel 1 dan 2)

Tabel 1 Matriks Interaksi Antaretnis/Intraetnis di Asahan

Interaksi BMA Dialek

Tanjungbalai (A) BMA Dialek Batubara (B) Bahasa Batak (C) Bahasa Jawa (D) BMA Dialek Tnj Balai (A)

-- AB AC AD

BMA Dialek Batubara (B)

AB -- BC BD

Bahasa Batak C) AC BC --- CD


(55)

Tabel 2 Variasi Dialek di Asahan

No. Interaksi Penutur Antaretnis/Intraetnis

Æ Konvergensi/ Divergensi

Variasi Dialek

1. BMA Dialek Tanjungbalai --- BMA Dialek Batubara AB

2. BMA Dialek Tanjungbalai --- Bahasa Batak AC

3. BMA Dialek Batubara --- Bahasa Batak BC

4. BMA Dialek Tanjungbalai --- Bahasa Jawa AD

5. BMA Dialek Batubara --- Bahasa Jawa BD

6. Bahasa Batak --- Bahasa Jawa CD

Gambar 1 Bagan Interaksi antaretnis/Intraetnis di Asahan

1.7Penjelasan Istilah

Dalam penelitian konvergensi dan divergensi ini digunakan sejumlah istilah. Istilah-istilah yang akan dijelaskan berikut ini diharapkan dapat juga memberi gambaran lingkup kajian yang akan dikerjakan.

DI ASAHAN

BAHASA MELAYU ASAHAN (BMA) BAHASA BATAK (C) BAHASA JAWA (D) BMA DIALEK TANJUNGBALAI (A) BMA DIALEK BATUBARA (B) AC

2 BD

5 BC 3 AD 4 CD 6 AB 1


(56)

Sesuai dengan topik kajian ini, yang pertama perlu dijelaskan adalah tentang konvergensi dan divergensi. Konvergensi dan divergensi yang dimaksud dalam kajian ini dikaitkan dengan teori akomodasi. Akomodasi adalah cara yang dilakukan penutur dalam berinteraksi untuk menyamakan atau membedakan tuturannya dengan mitra tuturnya. Konvergensi dijelaskan sebagai proses dan hasil penyesuaian ke arah penyamaan antara penutur dengan mitra tuturnya saat terjadi interaksi. Penutur di sini berusaha menyamakan dialeknya dengan dialek mitra tuturnya. Sebaliknya, divergensi adalah apabila tidak ada penyamaan tuturan dengan mitra tuturnya. Di sini penutur tetap mempertahankan dialeknya ketika berinteraksi.

Wujud konvergensi dan divergensi adalah variasi bahasa. Dalam penelitian ini wujud konvergensi dan divergensi adalah variasi dialek bahasa Melayu di Asahan. Variasi bahasa secara umum dijelaskan sebagai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bahasa. Istilah variasi bahasa yang dimaksudkan di sini adalah variasi dialek yang muncul karena peristiwa konvergensi dan divergensi dalam berinteraksi antarpenutur dengan latar belakang etnis yang berbeda.

Selanjutnya, istilah dialek dalam penelitian ini dibedakan antara dialek regional dan dialek sosial. Dialek diartikan sebagai variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakaiannya. Apabila pemakaian dialek yang berberbeda-beda itu dilatarbelakangi oleh perbedaan geografis disebut sebagai dialek geografi/dialek


(57)

regional, sedangkan dialek sosial diartikan sebagai variasi bahasa yang dipakai oleh penutur berdasarkan perbedaan daerah, status, ragam (style), usia, gender, dan keetnisan.

1.8Sistematika Penyajian Hasil Penelitian

Mula-mula akan dipaparkan gambaran umum daerah penelitian dalam bab IV yang memuat wilayah daerah penelitian, yakni Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, dan Kotamadya Tanjungbalai; sejarah daerah penelitian, yakni keberadaan etnik Melayu di Asahan, sejarah pemerintahan administratif Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, dan Kotamadya Tanjungbalai; hubungan etnik Melayu dengan etnik yang datang ke wilayah Asahan dan situasi kebahasaan, keadaan penduduk, dan keadaan bahasa. Uraian ini dipandang sebagai gambaran situasi kedaerahan yang multietnik, situasi kebahasaan, dan kesejarahan. Ketiganya dapat menunjang penentuan etnis yang diteliti dan pemahaman dalam kajian diakronis.

Sistem segmental dua dialek Melayu di Asahan, yaitu dialek Tanjungbalai (DTB) dan dialek Batubara (DBB), dan juga dua bahasa daerah yang menjadi objek penelitian, yaitu bahasa Batak (BBT) dan bahasa Jawa (BJW) diuraikan terlebih dahulu dengan ancangan generatif karena dipandang sebagai dasar tumpuan bagi inti pokok yang akan dipaparkan dalam bab-bab analisis selanjutnya. Dengan berpijak pada pola dan sistem segmental yang ditetapkan,


(58)

bunyi-bunyi bahasa yang akan muncul dari tuturan akan dibandingkan dengan pembandingnya, yaitu DTB, DBB, BBT, dan BJW apakah berbeda atau sama.

Bagian inti, yaitu bab VI sampai VIII, berturut-turut memaparkan analisis variasi dialek Melayu di Asahan akibat konvergensi dan divergensi. Analisis ini memuat proses terjadinya variasi bahasa; akomodasi dalam percakapan antarpenutur; variasi dialek-dialek Melayu di Asahan akibat adanya konvergensi dan divergensi. Selanjutnya, dipaparkan faktor penyebab konvergensi dan divergensi, yaitu faktor intralinguistik dan faktor ekstralinguistik. Berbagai proses fonologis yang merupakan analisis intalinguistik dipaparkan secara rinci, sehingga ditemukan beberapa proses penting. Faktor eksternal diuraikan beserta contoh-contohnya. Selanjutnya, analisis konvergensi dan divergensi dipaparkan dari sudut pandang diakronis, yaitu adanya bentuk inovatif dan konservatif. Ketiga bab ini, masing-masing diakhiri dengan simpulan. Selanjutnya, setiap temuan yang diperoleh dalam analisis mulai dari bab V sampai dengan bab VIII dirumuskan kembali dalam bab penutup. Bab ini berisi temuan dan simpulan (bab XI).

Sebagai pelengkap uraian, disertakan pula lampiran setelah daftar kepustakaan. Adapun singkatan-singkatan dan lambang-lambang yang dipergunakan untuk menuliskan kaidah secara formal didaftarkan sesudah daftar isi.


(59)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengantar

Dalam kajian pustaka ini diuraikan penelitian yang terkait dengan disertasi ini. Konsep dasar yang digunakan dalam menganalisis konvergensi dan divergensi ini adalah konsep konvergensi dan divergensi, konsep variasi bahasa, konsep pemahahaman timbal balik (mutual intelligibility), konsep ciri pembeda, konsep korespondensi dan variasi, dan konsep inovasi dan retensi. Selanjutnya, kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori dialektologi generatif, akomodasi, migrasi bahasa, dan linguistik historis komparatif.

2.2 Penelitian yang Terkait

Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan teori akomodasi dan yang mengkaji masalah konvergensi dan divergensi linguistik, antara lain Giles dkk, Masinambow, Thakerar, Platt dkk, Trudgill, dan peneliti lainnya yang mengkaji masalah yang mirip.

H. Giles, Donald M. Taylor dan Richard Bourhis (1973) dalam “Towards a Theory of Interpersonal Accommodation through Language: Some Canadian Data” menyimpulkan bahwa terdapat empat belas kategori akomodasi tutur dalam penutur English-Canadian (EC) dalam bentuk pesan-pesan yang direkam.


(60)

Fluent English, Mix-mix, dan French. Kategori akomodasi yang penting mencakup istilah orientasi penyesalan pendengar (listener-oriented regrets)”. Bentuk akomodasi ini terjadi ketika penutur EC mengekspresikan permintaan maaf pada pendengar French-Canadian (FC) dalam bentuk sebuah rekaman. Dalam hal ini kemampuan berbahasa Prancis penutur EC tidak cukup baik untuk mendeskripsikan pernyataan tersebut. Pada penelitian tersebut dibedakan empat jenis akomodasi yang digunakan oleh EC dalam menyampaikan pesan antara lain, dua pesan EC yang alami dalam empat kondisi (Nonfluent English, Fluent English, Mix-mix, dan French), yaitu akomodasi pesan (accommodating messages) dan bukan akomodasi pesan (nonaccomodating messages); dua akomodasi pesan EC yang alami dalam tiga kondisi (Nonfluent English, Fluent English, dan French), yaitu akomodasi pesan yang sempurna (fully accommodated messages) (mis, berbicara dalam bahasa Prancis) dan akomodasi pesan yang parsial (partially accommodated messages).

Pada sisi lain Masinambow (1977) mengkaji masalah konvergensi dalam disertasinya yang berjudul Konvergensi Etnolinguistis di Halmahera Tengah. Pembahasan yang dilakukannya berkenaan dengan konvergensi urutan konstituen sintaksis dari bahasa Tobelo dan bahasa Melayu Halmahera. Istilah yang digunakan adalah “konvergensi ke (arah), tidak ada konvergensi, dan konvergensi dengan”. Istilah “konvergensi ke (arah)” hanya digunakan jika menyangkut dua bahasa yang berbeda jenis dan salah satu tidak mengikuti urutan konstituen yang


(61)

sesuai dengan konstituen yang khas bagi jenis bahasa yang kedua. Istilah “konvergensi dengan” digunakan menurut sudut pandang bahasa yang kedua itu, yaitu bersama-sama dengan kasus-kasus mengenai bahasa sejenis yang memperlihatkan urutan konstituen yang sama dan sesuai dengan jenisnya itu. Istilah “tidak ada konvergensi” digunakan jika salah satu bahasa tidak sesuai urutan konstituennya dibandingkan dengan urutan konstituen kedua bahasa yang lain.

Kajian akomodasi kembali diulas oleh J. Platt (1980) dalam “The Relation between Accommodation and Code Switching in a Multilingual Society: Singapore”. Disimpulkan bahwa dalam ranah campuran antara keluarga dan teman terutama yang jelas berbeda verbal reportoar di antara para partisipannya dibutuhkan strategi yang dapat memecahkan konflik yang muncul akibat berbedanya keperluan berakomodasi. Strategi ini selalu ditandai dengan alih kode, baik yang spontan maupun yang diminta (langsung atau tidak langsung). Tipe strategi ini bisa berbeda menurut situasi dan keberhasilannya dan selalu bergantung pada pencapaiannya, paling tidak sementara, yaitu suatu sisi pendekatan sebuah kondisi yang seolah-olah mirip dalam verbal reportoar.

Pada tahun 1984 John Platt dan Heidi Weber kembali membahas akomodasi dalam “Speech Convergence Miscarried: an Investigation into Inappropriate Accommodation Strategies” dan menyimpulkan bahwa adanya interferensi dari latar belakang bahasa dan dari strategi budaya dalam komunikasi


(62)

antarkelompok etnik di Singapura yang berbeda menjadi alasan gagalnya akomodasi dalam pertukaran tuturan terutama antara imigran dan penutur Inggris asli. Selain itu, tidak adanya pengetahuan yang cukup dalam strategi komunikatif dan variasi gaya dalam variasi bertutur terutama bagi mereka yang telah menanggalkan kewarganegaraannya (ekspatriatis) dan berdomisili di Singapura. Misalnya, seorang ekspariatis yang edukatif menggunakan bahasa percakapan Inggris Singapura yang rendah (colloquial basilect) dalam situasi informal atau menggunakan bahasa percakapan itu dengan penutur yang berbahasa rendah (basilektal). Kesalahan konvergensi adalah ketika orang-orang Singapura menggunakan bahasa Inggris formal, bergaya sastra, atau arkais dalam percakapan kepada para turis atau ekspatriatis; dan pekerja imigran menggunakan bahasa percakapan Australia yang arkais ketika berbicara dengan sesama pekerja Australia.

Teori akomodasi juga telah dipergunakan Trudgill (1986) dalam Dialect and Contact. Dia meneliti tentang kecenderungan penutur memodifikasi tuturannya. Sebelumnya, Trudgill (1983) dalam “Language Contact in Greece” juga secara tersirat sebenarnya telah menggunakan teori akomodasi, hanya saja ketika meneliti proses pembentukan bahasa pidgin dan kreol, dia menggunakan istilah reduction, simplification, stability, dan unintelligibility. Keempat istilah tersebut sebenarnya muncul karena adanya kecenderungan seseorang untuk berakomodasi. Demikian juga halnya dengan Hamers dan Blanc (1989) dalam


(63)

Bilinguality and Bilingualism dan Holnecht (1994) dalam artikelnya “The Mechanism of Language Change in Labu”. Asmah (1996) juga menggunakan teori akomodasi dalam “Beberapa Persoalan Teoretis mengenai Bahasa Standard dan Penstandardan Bahasa”. Dikatakannya bahwa akomodasi sebagai proses penyesuaian berlaku apabila penutur mencoba menyesuaikan bahasanya dengan mitra tuturnya. Penyesuaian ini dapat terjadi pada aspek fonologi, tatabahasa, dan leksikal.

Dhanawaty (2002) dalam disertasinya yang berjudul “Variasi Dialektal Bahasa Bali di Daerah Transmigrasi Lampung Tengah” mencoba mengaitkan teori akomodasi dalam penelitian dialektologi.Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa bahasa Bali di Lampung tengah secara fonologis berbeda dengan bahasa Bali di daerah asalnya di Bali. Keberbedaan ini tercermin pada variasi distribusi dan realisasi fonem. Variasi-variasi itu sebagian besar muncul karena adanya kecenderungan berakomodasi pada penutur bahasa Bali di Lampung Tengah. Kecenderungan berakomodasi tertinggi di daerah itu terdapat pada penutur lek Nusa Penida, kelompok usia muda, di desa Rama Dewa. Perilaku akomodatif mereka menyebabkan terjadinya suatu perbedaan terbesar yang terdapat di antara kelompok usia muda di desa Rama Dewa dan lek Nusa Penida di daerah asal. Arah akomodasi antarlek paling banyak tertuju ke lek Karangasem, sedangkan arah akomodasi antarbahasa paling banyak tertuju kepada bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada saat akomodasi, pewicara memodifikasi tuturannya secara


(1)

Situasi percakapan antara dukun (berdialek Tanjungbalai) dan pasien (berbahasa Indonesia).

Dukun : Mangapo nyo…… (sambil berkeluh kesah)

Aku ini agak manyosak, mule malam tadi. Pasien : Kuraso angin itu nek.

Dukun : Manonyo yang sakit Pasien : Ini anakku Nek.

Bakarojo aku samalam, begitu aku balek kulihat panas badan anak ni.

Dukun : Kito tengok dulu yo? (sambil membaca mantera)

Ado nan ondak dikasi ayahnyo samo dio tapi bolum kasampean. Ado ini hajat ayahnyo ka dio.

Pasien : Apa pula ya keinginan ayahnya ini sama dia? Nantilah kutanya.

Percakapan 5:

(situasi di kelas, mahasiswa penutur bahasa tanjung balai)

Mhs.A : Bagaimana menurut ibu cara mengajarkan mengarang di kelas? Supaya anak-anak dapat mengarang dan kita tau bakat mereka

(konvergensi dengan dosen) (beberapa mahasiswa agak ribut)

Mhs A: diam, kamu dulu. Kamu donga⊗kan dulu panjolasan ibuk ni. Supayo tau kito mano nang elok dan mano nan tak elok

(konvergensi dengan teman dan membuat divergensi dengan dosen) Dosen : (menjawab dalam bahasa Indonesia)

Percakapan 6:

(mahasiswa tanjung balai dengan dosen di luar kelas) Mhs A: pulang samo siapo ibu? Ado nam manjoput?

Dosen : entahlah sepertinya tak ada. Biasanya jam segini sudah datang kakak saya. Mhs A: moh lah buk, saya anta⊗. Ibuk ka samananjung kan?

(Terjadi divergensi dengan mempertahankan dialeknya masing-masing) Dosen : tak merepotkan?

Mhs A : tidak lah buk. Saarahnya kita. Lagipun dekatnya ibuk.

(terjadi konvergensi, mahasiswa menyesuaikan tuturannya dengan dosen dengan berbahasa Indonesia tak baku)


(2)

Percakapan antara penutur dialek Tanjungbalai, dan berbahasa Batak. (BP Mandoge)

A (Penutur berdialek Tanjungbalai) bertanya tentang alamat rumah pada B (Penutur berbahasa Batak)

A : Kami manca⊗i Rumah Tuan Naring, ma⊗ga Manurung. B : Marga Manurung, Tuan Naring?

(Sambil bertanya pada temannya) Tuan Naring, kepala desa, iya…

A : Iya

B : Torus aja dari pasar itam jalan. Ada simpang-simpang kan. Yang batingkat itulah rumahnya. Hamu marga aha? ‘kamu marga apa’ (teman si B menyela)

C : Parjolo hami da?

B : olo

A : Manurung

B : O…. marhula-hula hami to hamu da.. Au Sinurat

Manurung sian dia? A : Tanjungbale

B : Sebaiknya tanya kamulah di sana. rumahnya yang ada tipi-tipi itu. A : O…. reparasi?

B : Olo… Iyolah. Ayo kamu lah … Percakapan 8:

Di kecamatan sei balai (desa Gajah) Penutur mayoritas batak Penanya : lae, dari sini bisa ke batu bara

Penduduk (btk): dari mana Bapak?

Dari pasar hitam lebih dekat kE batubaro.

Torus saja bapak, ado titi belok kiri lalu belok kanan Percakapan 9:

(di pasar tanjung balai, penjual suku Batak, pembeli Melayu) Pembeli : seperempat berapa ni Gelleng.

(penjual tidak mendengar, diteruskan oleh penjual lain yang juga suku batak) Pembeli : tak didongaRnyo, iyo

Penjual lain : Gelleng kunyit saparoppat Penjual : saribu…..saribu Percakapan 10:

A (penutur berdialek Tanjungbalai) bertamu ke rumah B (penutur berdialek Batubara) A : Tak jadi ba⊗angkat ka Medan?


(3)

Tapi tadi tak dibilang tak ado duit. Kami bilanglah ado tamu… A : Untung jugo yo datang kami. Ado alasan ha….ha…

B : Itulah kalo tongah tak be⊗andai ni. Kalo be⊗andai bisalah isi ⊗antang. Teingat odan ondak kemano kamu ni? A : Ka Pangkalan Dodek

B : M↔ngapo jauh bonā ke sano? Percakapan 11: (dialek batubara) Pembeli : ado ba⊗aΝ tu?

Penjual : tak ado, mahal bona⊗ kuagak Percakapan 12:

(desa Guntung,kec.lima puluh) Ayah : Bak an kolIh ‘coba kulihat’

Payah bono: budak ni ‘payah kali anak ini’ Tak tontu bono: budak ni

Anak : pinsil odan tak ado yang codak ‘pinsil ku tidak ada yang bagus’ Ayah : tak ngoti budak tu do, kalo tongah tak baduit odan.

Percakapan 13:

A (pembeli menggunakan bahasa Indonesia) : berapa sekilo cabe ini? Penjual (B) : dua puluh ribu

A : seperempat aja sama aku Percakapan 14:

(penjual menyapa pembeli) Penjual (jawa) : cari apa bu? Pembeli : tak ada

Penjual : ini, tempe ada, kentang ada. Ibu cari apa Pembeli :tidak terima kasih

Percakapan 15:

(Interaksi Antara Penutur DBB dengan Penutur Berbahasa Jawa di Tanjung Tiram) Penutur DTB (A) : ado ba⊗aΝ tu? ‘ada barang itu’

Penutur DBB (B) : tak ado, mahal bona⊗ kuagak ‘tidak ada kurasa terlalu mahal’

Penutur Berbahasa Jawa (C) : ondΗak mmbΗoli apo ‘mau membeli apa’ A : odan beposan cabai, ado pulo aca⊗o ‘aku memesan cabai acara’

C : tempat pak Torus tu adΗo kulihat cabe, banyak. Moh lah ke sano. Rame orang di sana, agaknya murah ‘tempat pak Torus itu ada kulihat banyak cabai. Ayolah ke sana. Banyak orang di sana, mungkin murah’


(4)

A : copeklah sikit ‘cepatlah sedikit’ C : sekojap

Percakapan (16)

Percakapan di pasar Tradisional Batubara antara penjual berbahasa Batak dan pembeli berdialek DBB.

Pembeli (A) : Daon sop be⊗apo? ’berapa harga daun sop’ Penjual (B) : empat ribu ’empat ribu’

A : buncis b⊗apo ’buncis berapa’

B : buncis ampat, buk ’buncis empat ribu, bu’ ...

B : tujuh setΕngah samo duo ribu, sembilan satΕngah

’tujuh setengah dengan dua ribu menjadi sembilan setengah’ ...

A : Ado meninjo? Nah, sibu sajo. ’ada melinjo. Nah, seribu saja’ B : ini palastik nah, ka⊗ang bacici⊗an

Nah, ini pelastik, nanti bertaburan’

A : Alah, sudahlah tak palah itu, adonyo ke⊗anjang ’sudahlah tidak perlu itu, karena ada keranjang’ Percakapan 17:

(penutur melayu, bertamu)

Tamu : apo kabaRnyo si Rusli? Tuan rumah : sehat dio

Tamu : jadi dikasinyo dulu anaknyo itu duit Tuan rumah : iyo jadi

Dulu anaknyo itu bakaRojo di jakaRta, tapi dilawannya pulak tokenyo. Dipocat dio. Itulah tak bisa dio diuRus

Percakapan 18

Kec Sei balai (melayu)

Penanya : Botul ini jalan ke BatubaRo

Penduduk : Botul,kanapo tak dari pasar hitam Bapak. Pananyo : indak, mau jalan-jalan sajo

Kalo dari Batu bara sakali itu aku sakojap sajo dah sampe, tapi kinin nan lamolah kuRaso.

Penduduk : adolah 10 kilometer lagi. Bapak bajalan nanti nampak ujung kubu

Percakapan 19: Pulau Raja


(5)

Penduduk (melayu) : kakak terus aja, belok ke kanan jumpa kantor camat Sampe simpang si anam yang ado bok itulah rumahnya Penduduk : dari mana kakak ini?

Penanya : dari Tanjung Bale

Penduduk : ke Bandar Pulo ondak ka tompat siapo? Penanya : tak ado, jalan-jalannya kami

Penduduk : Kalo rumah bang Aman itu hah… gampang mancaRinyo. Dari pasaR itu dokat bok, nampaklah Rumahnyo yang cat putih itu. Penanya : dah lamo Orang tu pindah ka situ

Penduduk : DaRi dulu itu dah di sanalah oRang itu Penanya : ini anak si Tholib kan

Penduduk : indak oi.. tak ondak dio dibilang bagitulah. Penanya : kakak yang punya kede ini?

Penduduk : iyo

Penanya : adanya bang aman di rumah?

Penduduk : adonyo orang tu di Rumah. Kak Diana juga di Rumahnyo. ………

Penanya : ini adiknya buk mus ya Penduduk : indak, kakanyo

Penanya : buk mus kawanku korjo di sana Ibuk udah lama di sini?

Penduduk : udah lama kami di sini ah

Dari kocik-kocik kami udah di sini. Percakapan 20

Bandar Pulau

Penanya (A Jawa) : ke sana ke mana itu?

Penduduk : o itu ka simonang-monang (air terjun) Penanya : kira-kira berapa jam ke sana

Penduduk : kira-kira satu jam

Penanya (B TB): macammana jalan ke sanan sekarang? Penduduk : katonyo udah dibangun,

Penanya (A) : ado titi?

Penduduk : antah. Tapi sekarang tak tau aku. Penduduk (A) : kalo ari minggu rame di sana ya? Penduduk : ya rame jugolah

Penanya : udah mudah jalan ke sana ya?

Percakapan 21

Pembeli (Melayu) : ado kacang asin


(6)

Pembeli : berapa satu itu

Penjual : gopek

Pembeli : tak ado yang besar Penjual : tak ado

Pembeli : kasi lima lah. Peyek ni? Penjual : gopek jugo

Pembeli : ini mak, baRapo samuonyo? Penjual : samuonyo lapan Ribu. ………..

Penjual : ibu naik mobil ya bu? Pembeli : naek karetonyo kami baya?

Ini cucu ibu?

Penjual : tidak, anak, yang laki-laki ikut ayahnyo ka ladang Percakapan 22

Bandar pasir mandoge

Penanya : daerah mandoge ini banyak Batak ya bu? Penduduk : tidak, banyak jawa

Penanya : yang asli di mana ini (maksudnya suku Melayu) Penduduk : tidak ada lagi, pendatangnya semua di sini. Percakapan 23

Pembeli (melayu) : timun ba⊗apo, Di Penjual (Melayu) : satu satεΝah Pembeli : besok tahan ini? Penjual : tigo ari pun tahan ini Pembeli lain (jawa) : sawi eneng, Di? Penjual : sawi nggak eneng, Bik. Percakapan 24

(dikereta api, antara penutur bahasa tanjung balai dengan penutur bahasa Indonesia) A (Melayu TB) : nan nomo⊗ ba⊗apo ini

B (Indonesia) : nomor dua A : oh adeknya si Uli itu. ………

A : pukul ba⊗apo ba⊗angkat kareto api ni B : jam tujuh lima belas

A : sudah ba⊗ubah jam ka⊗eto ini yo?