Pemodelan ko-eksistensi pariwisata dan perikanan : analisis konvergensi - divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara

(1)

PEMODELAN KO-EKSISTENSI

PARIWISATA DAN PERIKANAN:

ANALISIS KONVERGENSI – DIVERGENSI (KODI)

DI SELAT LEMBEH SULAWESI UTARA

PARWINIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi-Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2007

Parwinia Nrp. P.31600013


(3)

ABSTRAK

PARWINIA. Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan : Analisis Konvergensi – Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara. Dengan komisi pembimbing AKHMAD FAUZI (ketua), DEDI SOEDHARMA, ANDIN H. TARYOTO, MENNOFATRIA BOER (anggota).

Perairan pesisir Sulawesi Utara dikenal di dunia internasional karena keanekaragaman hayatinya, seperti Selat Lembeh di Kota Bitung yang juga dimanfaatkan untuk pelabuhan, perikanan tangkap dan pariwisata.

Perlindungan sebagian kawasan pesisir untuk konservasi dan pariwisata bahari akan memberikan manfaat baik secara ekonomi maupun ekologi. Namun demikian dalam kondisi dimana area yang dilindungi ini tumpang tindih dengan area penangkapan ikan tradisional maka diharapkan kegiatan-kegiatan ini dapat saling ko-eksis.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab issu tersebut melalui pemodelan bio-ekonomi. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah 1) Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata dan kegiatan perikanan sekaligus melakukan analisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan; 2) Menganalisis pola konvergensi / divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi; 3) Melakukan analisis kebijakan terhadap implikasi ko-eksistensi antara wisata dan perikanan

Model ini menunjukkan bahwa Ko-eksistensi antara Pariwisata dan Perikanan akan dimungkinkan ketika manfaat yang diperoleh keduanya menguntungkan. Nilai ekonomi tersebut bagaimanapun belum dapat dimanfaatkan secara utuh karena belum optimalnya pengelolaan sumberdaya alam di Selat Lembeh. Penelitian ini juga menghasilkan empat tipologi interaksi antara konservasi dan perikanan tergantung dari besaran kapasitas ekonomi dan kapasitas biofisik. Beberapa alternative kebijakan untuk melindungi pengelolaan kawasan pesisir yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui kemitraan antara pengelola kawasan konservasi dan wisata dengan nelayan (sebagai guide diving,pemandu wisata).

Analisis dinamik merupakan interaksi antara kegiatan perikanan yang diwakili dengan potensi perikanan dengan kegiatan pariwisata yang diwakili jumlah wisatawan. Konvergensi terjadi pada tahun ke 40 dengan nilai biomasa ikan sebesar lebih kurang 13 ton dengan jumlah tersebut wisatawan sebanyak 119 orang. Sementara itu interaksi dinamik melalui analisis phase line memiliki keseimbangan

stable focus dimana keseimbangan system jangka panjang akan dicapai melalui

penyesuaian antara kedua kegiatan tersebut. Artinya bahwa peningkatan jumlah wisatawan hanya bisa dicapai jika kegiatan perikanan dikurangi.


(4)

ABSTRACT

PARWINIA. Modeling of Co-Existence between Tourism and Fisheries : Convergence-Divergence Analysis in Lembeh Strait North Sulawesi. Under supervision of AKHMAD FAUZI, DEDI SOEDHARMA, ANDIN H. TARYOTO, MENNOFATRIA BOER.

Coastal areas of North Sulawesi are world renowned for their marine biodiversity. Such an area is Lembeh Strait located in the city of Bitung which also serves for other activities such as port, fishing and tourism.

Protecting same coastal areas for conservationand marine tourism will benefit both economically and ecologically. However, when protected areas are intermingle with traditional fishing ground, the question of how these activities could co-exist becomes a crucial point. This study addresses such an issue through a modeling exercise by means of bio-economic modeling. Specifically, the objectives of the study are 1) to determine economic value of marine resource ini Lembeh Strait as well as the scenario if the strait is reserved as marine protected area; 2) to determine convergence-divergence mechanism between tourism and fisheries activities and 3) to analyze policy implication associated with the implementation of MPA (Marine Protecting Area) in the area.

The model shows that there is a significant economic value that could be generated from the Lembeh Strait from fisheries and marine tourism. These values, however, are not yet materialized due to suboptimality in exploiting the resource in the Lembeh Strait. Based on bioeconomic analyses, a co-existence between conservation (marine tourism) and fisheries would be possible once the benefits accrued in both sides are profitable. This study also yields four typologies of interaction between conservation and fisheries depending upon the magnitude of economic capacity and biophysical capacity. Some policy management alternatives for protecting some coastal areas could be proposed. These include partnership between MPA managers and fishermen, engaging community in marine tourism as well as empowering current fisheries activities more to value added rather than just fish for consumption. A phase plane analysis using dynamic model between fisheries (biomass) and tourism shows that a stable focus for long run equilibrium can be achieved with higher rate of tourism at rate of decreasing fisheries activity.


(5)

PEMODELAN KO-EKSISTENSI

PARIWISATA DAN PERIKANAN:

ANALISIS KONVERGENSI – DIVERGENSI (KODI)

DI SELAT LEMBEH SULAWESI UTARA

PARWINIA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(6)

Judul Disertasi : Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan : Analisis Konvergensi - Divergensi (KODI)

di Selat Lembeh Sulawesi Utara

Nama : Parwinia

NIM : P.31600013

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Ketua Anggota

Dr. Ir. Andin H. Taryoto Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr.Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmat dan Karunia NYA disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi dengan judul ”Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi – Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara”. Judul ini berkaitan dengan minat dan perhatian penulis pada aspek pariwisata bahari dan konservasi pesisir dimana secara umum bertujuan mengembangkan model pengelolaan kawasan konservasi untuk wisata bahari yang dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti perikanan, dan secara khusus adalah melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan; melakukan analisis skenario perubahan nilai ekonmi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan; menganalisis pola konvergensi/divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi; dan selanjutnya melakukan analisis kebijakan terhadap implikasi ko-eksistensi antara wisata dan perikanan.

Selat Lembeh sebagai salah satu kawasan yang direncanakan sebagai kawasan konservasi laut merupakan wilayah pesisir dan laut yang memiliki nilai cukup strategis dalam pembangunan ekonomi Kota Bitung. Berbagai kegiatan dilakukan di selat ini diantaranya transportasi, penangkapan ikan, industri, konservasi dan pariwisata. Di kawasan ini terdapat sekitar 20 lokasi tujuan wisata. Nilai strategis tersebut telah direkomendasikan oleh para pakar sebagai kawasan konservasi laut. Untuk menjustifikasi rekomendasi tersebut maka dibutuhkan berbagai penelitian yang salah satunya berkaitan dengan masalah sosial-ekonomi yang dapat menjadi bahan pertimbangan pengelolaan kawasan tersebut.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan karuniaNYA sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tinggi kepada :

1. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc., selaku ketua komisi pembimbing, dengan kesabarannya yang tidak pernah mengenal lelah dan selalu meluangkan waktu untuk memberi semangat, arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Dengan bimbingan beliau, disertasi ini akan menjadi sumbangan ilmu berharga bagi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan khususnya pada sektor pariwisata dan perikanan.

2. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA., selaku anggota komisi pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai.

3. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Andin H. Taryoto, selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memonitor perkembangan penulisan disertasi ini dan meluangkan waktu untuk memberi semangat, arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Kesabaran beliau menghadapai perilaku penulis yang kadang merepotkan, sungguh membuat ketenangan hati dalam penyelesaian disertasi ini.

4. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA., selaku anggota komisi yang telah banyak meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan sumbangan pemikiran dan arahan yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

5. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Penguji Luar Komisi pada saat ujian tertutup pada tanggal 26 Desember 2006 dan selaku


(10)

penguji dari program studi SPL pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007, yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi kesempurnaan disertasi ini

6. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc selaku Penguji dari PS SPL IPB pada saat ujian tertutup tanggal 26 Desember 2006 yang telah memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi kesempurnaan disertasi ini

7. Yang terhormat Bapak Dr. Sapta Nirwandar, selaku Penguji Luar Komisi pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007, yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau sebagai Sekjen Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, telah memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi kesempurnaan disertasi ini

8. Yang terhormat Dr. Suzy Anna, M.Si, selaku penguji informal sekaligus Penguji Luar Komisi pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007. Banyak sekali yang ingin penulis sampaikan kepada beliau, sebagian besar yang ingin dikatakan adalah terimakasih. Terimakasih karena selalu sabar, memberikan semangat, berdiskusi dan membantu dalam penulisan disertasi ini.

9. Ketua dan Sekretaris serta seluruh civitas akademika Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor atas semua bekal ilmu dan bantuan dan kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu di PS-SPL IPB. Khususnya untuk staf administrasi di PS-SPL : Pak Zainal, terimakasih atas segala bantuannya.

10.Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Georgina Maria Tinungki, sahabat yang terus menerus memberi semangat; Ir. Norry Kopojos-sahabat penulis di Tondano yang banyak sekali membantu penulis dalam memperoleh data penelitian; Dr. Desniarti, sahabat setia dalam suka-duka penyelesaian disertasi ini; Dr. Sofyan, Dr. Toni, Indra, Taslim Arifin, Nana dan semua teman yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian disertasi ini.


(11)

PEMODELAN KO-EKSISTENSI

PARIWISATA DAN PERIKANAN:

ANALISIS KONVERGENSI – DIVERGENSI (KODI)

DI SELAT LEMBEH SULAWESI UTARA

PARWINIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi-Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2007

Parwinia Nrp. P.31600013


(13)

ABSTRAK

PARWINIA. Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan : Analisis Konvergensi – Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara. Dengan komisi pembimbing AKHMAD FAUZI (ketua), DEDI SOEDHARMA, ANDIN H. TARYOTO, MENNOFATRIA BOER (anggota).

Perairan pesisir Sulawesi Utara dikenal di dunia internasional karena keanekaragaman hayatinya, seperti Selat Lembeh di Kota Bitung yang juga dimanfaatkan untuk pelabuhan, perikanan tangkap dan pariwisata.

Perlindungan sebagian kawasan pesisir untuk konservasi dan pariwisata bahari akan memberikan manfaat baik secara ekonomi maupun ekologi. Namun demikian dalam kondisi dimana area yang dilindungi ini tumpang tindih dengan area penangkapan ikan tradisional maka diharapkan kegiatan-kegiatan ini dapat saling ko-eksis.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab issu tersebut melalui pemodelan bio-ekonomi. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah 1) Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata dan kegiatan perikanan sekaligus melakukan analisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan; 2) Menganalisis pola konvergensi / divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi; 3) Melakukan analisis kebijakan terhadap implikasi ko-eksistensi antara wisata dan perikanan

Model ini menunjukkan bahwa Ko-eksistensi antara Pariwisata dan Perikanan akan dimungkinkan ketika manfaat yang diperoleh keduanya menguntungkan. Nilai ekonomi tersebut bagaimanapun belum dapat dimanfaatkan secara utuh karena belum optimalnya pengelolaan sumberdaya alam di Selat Lembeh. Penelitian ini juga menghasilkan empat tipologi interaksi antara konservasi dan perikanan tergantung dari besaran kapasitas ekonomi dan kapasitas biofisik. Beberapa alternative kebijakan untuk melindungi pengelolaan kawasan pesisir yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui kemitraan antara pengelola kawasan konservasi dan wisata dengan nelayan (sebagai guide diving,pemandu wisata).

Analisis dinamik merupakan interaksi antara kegiatan perikanan yang diwakili dengan potensi perikanan dengan kegiatan pariwisata yang diwakili jumlah wisatawan. Konvergensi terjadi pada tahun ke 40 dengan nilai biomasa ikan sebesar lebih kurang 13 ton dengan jumlah tersebut wisatawan sebanyak 119 orang. Sementara itu interaksi dinamik melalui analisis phase line memiliki keseimbangan

stable focus dimana keseimbangan system jangka panjang akan dicapai melalui

penyesuaian antara kedua kegiatan tersebut. Artinya bahwa peningkatan jumlah wisatawan hanya bisa dicapai jika kegiatan perikanan dikurangi.


(14)

ABSTRACT

PARWINIA. Modeling of Co-Existence between Tourism and Fisheries : Convergence-Divergence Analysis in Lembeh Strait North Sulawesi. Under supervision of AKHMAD FAUZI, DEDI SOEDHARMA, ANDIN H. TARYOTO, MENNOFATRIA BOER.

Coastal areas of North Sulawesi are world renowned for their marine biodiversity. Such an area is Lembeh Strait located in the city of Bitung which also serves for other activities such as port, fishing and tourism.

Protecting same coastal areas for conservationand marine tourism will benefit both economically and ecologically. However, when protected areas are intermingle with traditional fishing ground, the question of how these activities could co-exist becomes a crucial point. This study addresses such an issue through a modeling exercise by means of bio-economic modeling. Specifically, the objectives of the study are 1) to determine economic value of marine resource ini Lembeh Strait as well as the scenario if the strait is reserved as marine protected area; 2) to determine convergence-divergence mechanism between tourism and fisheries activities and 3) to analyze policy implication associated with the implementation of MPA (Marine Protecting Area) in the area.

The model shows that there is a significant economic value that could be generated from the Lembeh Strait from fisheries and marine tourism. These values, however, are not yet materialized due to suboptimality in exploiting the resource in the Lembeh Strait. Based on bioeconomic analyses, a co-existence between conservation (marine tourism) and fisheries would be possible once the benefits accrued in both sides are profitable. This study also yields four typologies of interaction between conservation and fisheries depending upon the magnitude of economic capacity and biophysical capacity. Some policy management alternatives for protecting some coastal areas could be proposed. These include partnership between MPA managers and fishermen, engaging community in marine tourism as well as empowering current fisheries activities more to value added rather than just fish for consumption. A phase plane analysis using dynamic model between fisheries (biomass) and tourism shows that a stable focus for long run equilibrium can be achieved with higher rate of tourism at rate of decreasing fisheries activity.


(15)

PEMODELAN KO-EKSISTENSI

PARIWISATA DAN PERIKANAN:

ANALISIS KONVERGENSI – DIVERGENSI (KODI)

DI SELAT LEMBEH SULAWESI UTARA

PARWINIA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(16)

Judul Disertasi : Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan : Analisis Konvergensi - Divergensi (KODI)

di Selat Lembeh Sulawesi Utara

Nama : Parwinia

NIM : P.31600013

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Ketua Anggota

Dr. Ir. Andin H. Taryoto Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr.Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(17)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya


(18)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmat dan Karunia NYA disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi dengan judul ”Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi – Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara”. Judul ini berkaitan dengan minat dan perhatian penulis pada aspek pariwisata bahari dan konservasi pesisir dimana secara umum bertujuan mengembangkan model pengelolaan kawasan konservasi untuk wisata bahari yang dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti perikanan, dan secara khusus adalah melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan; melakukan analisis skenario perubahan nilai ekonmi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan; menganalisis pola konvergensi/divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi; dan selanjutnya melakukan analisis kebijakan terhadap implikasi ko-eksistensi antara wisata dan perikanan.

Selat Lembeh sebagai salah satu kawasan yang direncanakan sebagai kawasan konservasi laut merupakan wilayah pesisir dan laut yang memiliki nilai cukup strategis dalam pembangunan ekonomi Kota Bitung. Berbagai kegiatan dilakukan di selat ini diantaranya transportasi, penangkapan ikan, industri, konservasi dan pariwisata. Di kawasan ini terdapat sekitar 20 lokasi tujuan wisata. Nilai strategis tersebut telah direkomendasikan oleh para pakar sebagai kawasan konservasi laut. Untuk menjustifikasi rekomendasi tersebut maka dibutuhkan berbagai penelitian yang salah satunya berkaitan dengan masalah sosial-ekonomi yang dapat menjadi bahan pertimbangan pengelolaan kawasan tersebut.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan karuniaNYA sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tinggi kepada :

1. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc., selaku ketua komisi pembimbing, dengan kesabarannya yang tidak pernah mengenal lelah dan selalu meluangkan waktu untuk memberi semangat, arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Dengan bimbingan beliau, disertasi ini akan menjadi sumbangan ilmu berharga bagi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan khususnya pada sektor pariwisata dan perikanan.

2. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA., selaku anggota komisi pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai.

3. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Andin H. Taryoto, selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memonitor perkembangan penulisan disertasi ini dan meluangkan waktu untuk memberi semangat, arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Kesabaran beliau menghadapai perilaku penulis yang kadang merepotkan, sungguh membuat ketenangan hati dalam penyelesaian disertasi ini.

4. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA., selaku anggota komisi yang telah banyak meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan sumbangan pemikiran dan arahan yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

5. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Penguji Luar Komisi pada saat ujian tertutup pada tanggal 26 Desember 2006 dan selaku


(20)

penguji dari program studi SPL pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007, yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi kesempurnaan disertasi ini

6. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc selaku Penguji dari PS SPL IPB pada saat ujian tertutup tanggal 26 Desember 2006 yang telah memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi kesempurnaan disertasi ini

7. Yang terhormat Bapak Dr. Sapta Nirwandar, selaku Penguji Luar Komisi pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007, yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau sebagai Sekjen Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, telah memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi kesempurnaan disertasi ini

8. Yang terhormat Dr. Suzy Anna, M.Si, selaku penguji informal sekaligus Penguji Luar Komisi pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007. Banyak sekali yang ingin penulis sampaikan kepada beliau, sebagian besar yang ingin dikatakan adalah terimakasih. Terimakasih karena selalu sabar, memberikan semangat, berdiskusi dan membantu dalam penulisan disertasi ini.

9. Ketua dan Sekretaris serta seluruh civitas akademika Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor atas semua bekal ilmu dan bantuan dan kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu di PS-SPL IPB. Khususnya untuk staf administrasi di PS-SPL : Pak Zainal, terimakasih atas segala bantuannya.

10.Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Georgina Maria Tinungki, sahabat yang terus menerus memberi semangat; Ir. Norry Kopojos-sahabat penulis di Tondano yang banyak sekali membantu penulis dalam memperoleh data penelitian; Dr. Desniarti, sahabat setia dalam suka-duka penyelesaian disertasi ini; Dr. Sofyan, Dr. Toni, Indra, Taslim Arifin, Nana dan semua teman yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian disertasi ini.


(21)

11.Sofi, Citra, Maria, Hera Rusida dan Syarief, terimakasih karena selalu sabar dan membantu penulis memfasilitasi bimbingan dengan komisi pembimbing. 12.Terima kasih yang sangat besar kepada Ayahanda Hadi Hermono (alm) dan

Ibunda Hj. Martidjah serta Bapak-Ibu Mertua: Bapak Drs. H. Rochsjad Dahlan – Hj. Chusniyah, atas restu dan doa-doanya sehingga penulis dapat menimba ilmu dan menyelesaikan disertasi ini.

13.Terimakasih pula penulis sampaikan kepada para pengasuh anak-anak di rumah. Atas jasa dan kehadiran mereka maka penulis dapat merasa lebih ringan dalam menuntut ilmu.

14.Keberhasilan menyelesaikan studi ini tidak terlepas dari dorongan, pengorbanan dan doa dari suami tercinta dr. H. Dharmawan Setiabudi, MARS., dan anak-anak tercinta Andina Lathifah, Andito Mohammad Wibisono dan Adi Mohammad Arief.


(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang 10 Januari 1962 merupakan anak kelima dari enam bersaudara keluarga Bapak Hadi Hermono dan Ibu Hj.Martidjah. Pendidikan sekolah dasar di selesaikan pada tahun 1975 di SD YAPENKA Jakarta, Sekolah Menengah Pertama di selesaikan di Sekolah Indonesia di Singapura pada tahun 1979. Setelah menamatkan SMA pada tahun 1981 di Singapura penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek Perintis II. Pendidikan sarjana diselesaikan pada jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, fakultas Perikanan IPB pada tahun 1985. Pendidikan program master di peroleh dari bidang Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor pada tahun 1994. Pada tahun 2000 penulis mengikuti program doktor pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL).

Sejak tahun 1986 penulis bekerja sebagai staf Kerjasama Luar Negeri pada Departemen Pertanian. Selanjutnya pernah menjabat sebagai kepala subbidang Kemitraan Perikanan - Badan Agribisnis (1994-2000). Saat ini penulis bekerja di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Departemen Pertanian.

Penulis menikah dengan dr. H. Dharmawan Setiabudi, MARS pada tahun 1989 dan dikaruniai tiga orang anak yaitu : Andina Lathifah (Jakarta, 20 Juli 1999), Andito Mohammad Wibisono (Jakarta, 2 Februari 2001) dan Adi Mohammad Arief (Jakarta, 10 Juli 2003).


(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Perumusan Masalah... 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 1.4 Hipotesis………. 1.5 Hasil yang diharapkan………. 2 TINJAUAN PUSTAKA ……… 2.1 Pembangunan Wilayah Pesisir………. 2.2 Ekosistem Wilayah Pesisir………... 2.3 Ekonomi Wisata dan Konservasi WilayahPesisir... 2.4 Kawasan Konservasi dan Pengendalian Perikanan... 2.5 Pemodelan Sumberdaya Pesisir... 2.6 Pemodelan Konservasi, Wisata dan Perikanan... 2.7 Kebijakan Wisata Bahari... 2.8 Pendekatan Welfare (Kesejahteraan)... 2.9 Teori Pertumbuhan dan Konvergensi ... 3 METODE PENELITIAN... 3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian... 3.2 Metode Assessment Konservasi dan Perikanan... 3.3 Model Konservasi dengan Perikanan... 3.4 Pengukuran Dampak Kesejahteraan... 3.5 Pendekatan Konvergensi – Divergensi... 3.6 Model KODI Konservasi – Wisata... 3.7 Parameterisasi Model... 3.7.1 Estimasi Parameter Biofisik... 3.7.2 Kalibrasi Parameter ... 3.8 Pengumpulan Data ... 3.9 Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.10 Pemetaan Penelitian ... 4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 4.1 Gambaran Umum Kota Bitung...

xi xiii xv 1 1 3 5 6 6 7 7 9 11 12 17 18 19 24 26 28 28 29 31 35 36 37 42 42 46 47 47 50 52 52


(24)

Geografis dan Administrasi... 4.2 Kondisi Fisik ... 4.2.1 Topografi... 4.2.2 Iklim ... 4.3 Kondisi Biologis ... 4.3.1 Padang lamun (Sea grass) ... 4.3.2 Hutan Mangrove ... 4.3.3 Terumbu Karang ... 4.3.4 Keanekaragaman Hayati... 4.4 Kondisi Sosial dan Budaya ... Penduduk ... 4.5 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 4.5.1 Kecamatan Bitung Selatan ... 4.5.2 Kecamatan Bitung Timur ... 4.6 Kegiatan Ekonomi ... 4.6.1 Perikanan ... 4.6.2 Peran Sub Sektor Perikanan terhadap

Perekonomian Sulawesi Utara ... 4.6.3 Pariwisata ... 5 ANALISIS TRADE OFF ANTARA KONSERVASI,

WISATA DAN PERIKANAN ………... 5.1 Analisis Regresi ... 5.2 Valuasi Ekonomi Kawasan Konservasi ... 5.3 Dampak Kawasan Konservasi Terhadap Perikanan ... 5.4 Dampak Kesejahteraan ... 5.5 Analisis Sensitivitas ... 5.6 Model KODI Konservasi – Wisata ... 5.7 Analisis Nilai Ekonomi KKL ... 5.7.1 Nilai Ekonomi Ekstraktif ... 5.7.2 Nilai Ekonomi Non-Ekstraktif ... 5.7.3 Nilai Ekonomi Total Selat Lembeh ... 6 IMPLIKASI KEBIJAKAN MODEL KO-DI TERHADAP

KONSERVASI/WISATA ... 6.1 Potensi dan Manfaat Ekonomi Sumberdaya Pesisir

Selat Lembeh ... 6.2 Implikasi bagi Pengembangan Wilayah ...

6.3 Pariwisata Berkelanjutan ... 6.4 Model Tipologi Pengelolaan Kawasan Konservasi/ Wisata – Perikanan ...

6.5 Implikasi bagi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 6.6 Implikasi Operasional ... 6.7 Pola Kemitraan yang dapat Dikembangkan ...

51 55 55 57 58 58 59 60 62 67 67 69 69 70 72 72 77 80 87 87 87 90 95 96 98 104 104 111 113 116 116 119 120 124 125 126 127


(25)

6.8 Logical Framework (LOGFRAME) Analysis untuk Implementasi kebijakan ………. 7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ... 7.2 Saran ... 7.2.1 Saran Operasional Kebijakan ... 7.2.2 Saran Penelitian Lanjutan ...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN ...

129 132 132 134 134 134

136 145


(26)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Standar kebutuhan ruang fasilitas Pariwisata Pantai ... Jarak antara Ibukota Bitung dengan Ibukota Kecamatan …………... Kondisi kemiringan lahan kota Bitung, Sulawesi Utara ... Topografi berdasarkan ketinggian dari permukaan laut ... Lokasi dan kondisi terumbu karang di Selat Lembeh ... Jenis-jenis Biota dasar yang ditemukan di Selat Lembeh

(Pratasik et al. 2002) ... Penduduk dirinci menurut kecamatan di kota Bitung

tahun 1999-2004 ... Kepadatan penduduk kota Bitung menurut Kecamatan

tahun 1999 – 20004... Perkembangan produksi hasil laut berdasarkan kelompok

hasil tangkapan di Kota Bitung tahun 1986 – 2004 ... Perkembangan jumlah unit tangkap perikanan laut

menurut jenis alat tangkap di kota Bitung Tahun 2002-2004... Data industri perikanan di kota Bitung... Jumlah wisatawan yang berkunjung ke kota Bitung

melalui Pelabuhan Bitung Tahun 1992 – 2005 ... Potensi pariwisata di kota Bitung (Pratasik et al. 2002) ... Akomodasi di sekitar Selat Lembeh tahun 2006 ... Titik-titik penyelaman yang terdapat di Selat Lembeh

beserta keunikannya ... Akomodasi dan tarif diving di lokasi: Lembeh Resort tahun 2006 ... Potensi manfaat dan biaya dari KKL ... Hasil Analisis Bioekonomi Perikanan KKL ... Analisis Surplus Produsen ... Sensitivity Analysis terhadap Biaya ... Hasil Simulasi Perubahan Parameter KODI ... Parameter baseline analysis ...

23 55 55 56 62 63 68 69 73 79 80 81 83 84 85 86 89 91 95 96 102 105


(27)

23 24 25 26 27 28 29 30 31

Indikator Ekonomi Ekstraktif per vessel per tahun (dalam juta) ... Matriks skenario manfaat ekonomi KKL ... Parameter Skenario untuk simulasi KKL ... Indikator ekonomi KKL Selat lembeh dalam berbagai skenario ... Net Present Value indikator ekonomi KKL Selat Lembeh ... Nilai Ekonomi Non-Ekstraktif Selat Lembeh ... Nilai Ekonomi Ekosistem di Selat Lembeh ... Nilai Ekonomi Total Selat Lembeh ... Matriks Logframe Pengelolaan kawasan Pesisir di Selat Lembeh ...

105 107 108 109 109 112 113 114 131


(28)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Perumusan masalah penelitian dalam pengelolaan

Sumberdaya pesisir dan lautan... Prinsip Spill Over dari KKL (dimodifikasi dari White 2001)…………. Kurva perkiraan perubahan kesejahteraan ... Pendekatan analisis untuk mengembangkann model

pengelolaan Pariwisata dan Perikanan ... Kurva pertumbuhan logistik ... Kurva produksi lestari-upaya (yield-effort curve) ... Pendekatan analisis melalui Konvergensi-Divergensi ... Beberapa tipologi ko-eksistensi antara

wisata dengan perikanan ... Simulasi dinamika wilayah Selat Lembeh, kota Bitung ……….... Metode assessment untuk mengembangkan pengelolaan

Pariwisata dan perikanan ... Peta Lokasi Penelitian Selat Lembeh ... Pemetaan Proses Penelitian ... Pulau Lembeh, Selat Lembeh dan kota Bitung ... Grafik Perkembangan Penduduk berdasarkan kecamatan

Kota Bitung Tahun 1999 – 2004 ... Persentase Jenis Pekerjaan di Kecamatan Bitung Selatan

Dan Bitung Timur tahun 2005 ... Perkembangan Produksi hasil laut Menurut Jenis hasil

Tangkapan di Kota Bitung Tahun 1986-2004 ... Perkembangan Banyaknya Perahu / Kapal Ikan

di Kota Bitung Tahun 1995-2004 ... Perkembangan Produksi Perikanan dan Nilai Produksi

di Kota Bitung dan Sulawesi Utara Tahun 1986-2004 ... Produksi Perikanan Menurut Jenis (dominan) di Kota Bitung

Selama tahun 1986 – 2004 ... Perkembangan produksi dan nilai perikanan laut berdasarkan-

Jenis Ikan yang dominan di Kota Bitung Tahun 2004 ...

4 13 25 29 32 34 36 38 40 42 49 51 54 68 72 74 74 75 76 76


(29)

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42

Perkembangan PDRB Total dan PDRB Perikanan

Propinsi Sulawesi Utara Tahun 1993 – 2003 ... Perkembangan Jumlah Unit Penangkap Laut Menurut

Jenis Alat Tangkap di Kota Bitung Tahun 2002 – 2004 ... Perkembangan Jumlah Wisatawan yang berkunjung

Ke kota Bitung melalui pelabuhan Bitung tahun 1992 – 2005 ... Nilai produksi, effort dan Rente Optimal pada kondisi tanpa-

dan dengan KKL ... Nilai produksi dan effort pada perikanan open akses kondisi

tanpa dan dengan KKL ... Kurva Yield Effort dengan KKL (0.3) dan tanpa KKL ... Kurva Yield Effort dengan KKL (0.9) dan tanpa KKL ... Perkembangan Harvest, Effort dengan Perubahan Biaya ... Dampak Peningkatan Biaya terhadap Effort dan Harvest

pada Perikanan Open Access ... Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata pada kondisi baseline ... Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata dengan perubahan biaya 0.032,0.050 dan 0.075 ... Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata dengan perubahan sigma 0.3, 0.5 dan 0.8 ... Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata dengan perubahan nilai eta 0.3, 0.5 dan 0.8 ... Grafik Interkasi masing-masing parameter

(Biaya-Sigma-Eta) ... Analisis Phase Plane Model Baseline ... Nilai Ekonomi Perikanan pada empat desa di Selat Lembeh ... Net Present Value manfaat ekonomi Selat Lembeh ... Nilai Ekonomi Selat Lembeh dalam skenario KKL ... Nilai NPV Selat Lembeh dalam skenario KKL ... Peningkatan Present Value dari Diving ... Model tipologi pengelolaan wisata - perikanan... Pola Kemitraan antara Pengusaha Wisata dan usaha kecil Perikanan....

77 79 82 92 93 93 94 97 97 99 100 101 101 103 103 106 107 110 110 112 124 129


(30)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Produksi Perikanan Kota Bitung (Tahun 1986 s/d Tahun 2004 ……… 145 2. Data Effort Berdasarkan Alat Tangkap di

Kota Bitung Tahun 1986-2004 ... 146 3. Data Catch Per Unit Effort Selat Lembeh Berdasarkan Alat Tangkap,

Kota Bitung, Tahun 1986 – 2004 ... 147 4. MAPLE Output untuk Optimal Produksi dan Effort dengan

Beberapa luasan KKL di Selat Lembeh ... 148 5. Minitab Output untuk Regresi ... 152 6. Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Makawide-Bitung Timur ... 154 7 Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Aertembaga-Bitung Timur ... 155 8. Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Binuang-Bitung Selatan ... 156 9. Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Paudean-Bitung Selatan ... 157 10. Tabulasi aspek Ekonomi desa Aertembaga-Bitung Timur... 158 11.

12.

Tabulasi aspek Ekonomi desa Makawide- Bitung Timur ... Framework Kesimpulan Penelitian ...

163 164


(31)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya, sehingga menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya. Di sisi lain, sumberdaya alam pesisir ini sering bersifat multi-guna dimana berbagai kegiatan memiliki hak atas akses dan pemanfaatan sumberdaya di kawasan ini. Kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat beraktifitas untuk penangkapan ikan dan juga kawasan ini merupakan ruang untuk melakukan aktivitas pariwisata bahari. Peranan yang besar itu menjadikan wilayah ini sangat rentan dari berbagai masalah, baik itu yang menyangkut masalah dari aspek fisik dan biologi maupun masalah yang menyangkut aspek sosial, ekonomi maupun budaya. Permasalahan ini terutama menyangkut sumberdaya alam sebagai kendala yang merupakan ekosistem penting bagi keberlanjutan hidup baik manusianya sendiri, maupun sumberdaya alam dan lingkungannya secara keseluruhan.

Untuk banyak negara, baik berkembang maupun sedang berkembang, pariwisata merupakan sumber paling penting sebagai sumber pendapatan dan penyedia kerja. Pertumbuhan yang diharapkan dalam sektor pariwisata dan meningkatnya kebergantungan dari banyak negara sedang berkembang pada sektor ini sebagai penyedia kerja dan kontributor utama bagi perekonomian lokal, regional dan nasional mendorong pemerintah untuk memberi perhatian khusus pada hubungan antara konservasi dan perlindungan lingkungan dengan pariwisata yang berkelanjutan (UN 2001 diacu dalam Noronha, 2003). Sebenarnya, kualitas lingkungan – baik yang alami dan yang buatan manusia – penting bagi pariwisata dan aktivitas ini sangat bergantung pada kekuatan daya tarik dari sumberdaya di tempat tujuan.

Kebijakan pemerintah saat ini yang menjadikan pariwisata sebagai sasaran praktis untuk meningkatkan perekonomian masih bersifat sektoral. Akibatnya banyak pembangunan pariwisata yang hanya mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan lingkungannya, melestarikan alam bahkan


(32)

2

mengesampingkan keberadaan masyarakat setempat. Sementara di lain pihak, sektor perikanan juga merupakan salah satu sektor yang diharapkan menjadi tumpuan bagi bangsa Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis yang berlangsung sejak tahun 1997. Dalam situasi seperti ini, kebijakan pemerintah hendaknya dapat mengatur keberadaan suatu kegiatan di kawasan pesisir yang dapat memberikan manfaat kepada kegiatan-kegiatan tersebut. Permasalahan dasarnya adalah dalam pengelolaannya. Selama ini pemerintah belum memiliki bentuk pengelolaan yang tepat bagi wilayah pesisir maupun lautnya. Hal ini bisa di lihat dari kondisi wilayah ini yang tidak lebih baik dari hari ke hari. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini masyarakat pesisir di Indonesia adalah masyarakat yang masih dililit kemiskinan dengan pendapatan per kapita yang jauh di bawah standard World Bank. Kenyataan juga menunjukkan bahwa wilayah dengan kondisi kekayaan alam yang relatif tinggi ternyata memiliki tingkat pertumbuhan yang rendah.

Selat Lembeh yang terletak di Kota Bitung, Sulawesi Utara merupakan wilayah perairan pesisir yang unik dan memiliki nilai cukup strategis dalam pembangunan ekonomi kota Bitung, baik dalam pemanfaatan ekonomi maupun ekologinya. Dalam pengelolaannya diperlukan keterpaduan antar berbagai kegiatan dalam koordinasi dan mengarahkan berbagai kegiatan yang ada di wilayah pesisir Selat Lembeh tersebut. Hal ini dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terpogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara berbagai kepentingan agar terpelihara lingkungan dan tercapainya pembangunan ekonomi.

Pariwisata merupakan salah satu sektor tumpuan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi yang sedang dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Utara. Oleh karenanya pembangunan di sektor ini terus ditingkatkan dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi wisata yang memang unggul di propinsi ini. Keunggulan ini dapat dilihat dari dua sisi,

pertama, sebagai daerah tujuan wisata yang memiliki potensi wisata bahari yang ditunjang oleh keindahan lingkungan alam dan sumberdaya alam yang melimpah, terdapat beberapa obyek wisata bahari seperti wisata pantai dan wisata alam bawah laut yaitu Taman Nasional Bunaken dan Selat Lembeh; kedua, sebagai


(33)

3

pintu gerbang pariwisata regional karena posisinya yang strategis sebagai pintu masuk/pintu keluar di kawasan Timur Indonesia belahan utara ke pasar pariwisata global, khususnya di kawasan Asia Pasifik.

Pengelolaan wilayah pesisir dan laut khususnya sektor pariwisata bahari di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karenanya perlu adanya peningkatkan kepedulian, keterlibatan dan kemampuan dalam mengelola dan melestarikan potensi-potensi wisata bahari, khususnya melibatkan partisipasi aktif secara seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Masyarakat diletakkan sebagai faktor utama, yang memiliki kepentingan berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi serta pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat setempat, kemitraan dengan pihak swasta dan sewa lahan atau sumber daya lainnya baik oleh masyarakat maupun kerja sama dengan swasta.

Kawasan konservasi laut selama ini dipandang sebagai kawasan konservasi dengan menitik beratkan pada fungsi ekologinya semata. Padahal di dalam kawasan koservasi tersebut tersimpan nilai-nilai ekonomi dan sosial yang sangat potensial. Ketimpangan pandangan tersebut selain karena kurangnya informasi mengenai pentingnya kawasan konservasi laut, juga dilatar belakangi oleh minimnya informasi mengenai nilai ekonomi yang diperoleh dari kawasan tersebut serta ketiadaan pengetahuan mengenai pendanaan yang berkelanjutan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi laut.

Untuk itulah penelitian ini dibuat dalam rangka mengembangkan Model Pengelolaan Kawasan Wisata, Kawasan Konservasi Pesisir dan Perikanan secara ko-eksistensi melalui analisis Konvergensi dan Divergensi di Selat Lembeh, Sulawesi Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Kebijakan yang menjamin bertahannya industri pariwisata dalam jangka waktu yang lama memang sulit tanpa adanya pengaruh terhadap lingkungan. Oleh karenanya, industri wisata perlu dikelola dengan baik dan benar dalam rangka memelihara kelestarian ekosistem dan menjamin keberlanjutannya. Pada dasarnya akar permasalahan dari pengembangan pariwisata bahari adalah


(34)

4

pengelolaannya yang belum optimal. Pemanfaatan lahan di daerah pesisir terus meningkat dan mendesak sampai pada lahan-lahan yang seharusnya sebagai daerah konservasi, hal ini disebabkan karena lemahmya keterpaduan antar sektor yang terlibat di daerah pesisir. Kelemahan ini berkaitan dengan rendahnya pemahaman masyarakat pesisir tentang potensi yang terkandung pada sumberdaya pesisir dan laut itu sendiri. Selain itu, adanya konflik kepentingan dan lemahnya informasi sebagai landasan pengelolaan, juga menjadi akar permasalahan dalam mencapai tujuan akhir keterpaduan pengelolaan pariwisata .di daerah pesisir. Lembaga pemerintah dan swasta masih belum optimum dalam memberdayakan masyarakat di daerah wisata bahari. Akibatnya terjadi pengelolaan sumberdaya pariwisata bahari yang belum terintegrasi. Gambar 1 dibawah ini menjelaskan usulan pemecahan masalah untuk menjawab kelemahan pengelolaan wisata bahari yang sekaligus menjadi kawasan konservasi.

SDA Pesisir

dan Laut

PERMASALAHAN KONDI SI I DEAL

Potensi Barang Potensi Jasa Pariwisata Perikanan Potensi I ntrinsik Ekso-genous Endo-genous Kendala I nfrastruktur Makro/ Political System Kendala SD Konflik Akses Karakteristik intrinsik Penge-lolaan SD Wisata yang belum optimal dan Terinte-grasi Opsi Pengelolaan dan Solusi Permasalahan melalui Pendekatan Analitis dan Pemodelan KO DI KO Tipo-Logi Penge Lolaan Pari-Wisata Dan Per-ikanan Analisis Dinamika I nstitusi USULAN PEMECAHAN MASALAH Konservasi SDA Pesisir dan Laut PERMASALAHAN KONDI SI I DEAL

Potensi Barang Potensi Jasa Pariwisata Perikanan Potensi I ntrinsik Ekso-genous Endo-genous Kendala I nfrastruktur Makro/ Political System Kendala SD Konflik Akses Karakteristik intrinsik Penge-lolaan SD Wisata yang belum optimal dan Terinte-grasi Opsi Pengelolaan dan Solusi Permasalahan melalui Pendekatan Analitis dan Pemodelan KO DI KO Tipo-Logi Penge Lolaan Pari-Wisata Dan Per-ikanan Analisis Dinamika I nstitusi USULAN PEMECAHAN MASALAH Konservasi

Gambar 1 Perumusan masalah penelitian dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan.


(35)

5

Pertanyaan Penelitian

Atas dasar rumusan masalah dalam Gambar 1 di atas, maka beberapa pertanyaan yang muncul adalah :

1) Bagaimana suatu kawasan konservasi yang ditujukan untuk wisata bahari dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi lainnya seperti perikanan ?

2) Apakah memungkinkan terjadinya konvergensi atau divergensi antara wisata di daerah konservasi dengan kegiatan perikanan ?

3) Bagaimana pengelolaan suatu kawasan yang bersifat multiple use dapat dilakukan dalam suatu pendekatan modeling ?

4) Bagaimana implikasi kebijakan dari penerapan pengelolaan seperti diuraikan pada poin-poin diatas ?

Berdasarkan uraian di atas, pokok permasalahan yang terdapat pada kawasan konservasi dimana sekaligus sebagai kawasan wisata bahari adalah belum adanya model pengelolaan kawasan wisata bahari yang ko-eksis dengan kawasan perikanan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pengelolaan kawasan konservasi untuk wisata bahari yang dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti perikanan. Secara khusus penulisan ini bertujuan untuk :

1) Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan.

2) Melakukan analisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan.

3) Menganalisis pola konvergensi / divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi.

4) Melakukan analisis kebijakan terhadap implikasi ko-eksistensi antara wisata dan perikanan.


(36)

6

1.4 Hipotesis

Mengacu pada permasalahan yang dihadapi maka disusun hipotesis sebagai berikut :

1) Diduga bahwa pemanfaatan suatu kawasan untuk menjadi kawasan konservasi laut dan dimanfaatkan untuk kepentingan wisata bahari tidak akan menurunkan nilai ekonomi kawasan tersebut.

2) Pemanfaatan kawasan konservasi dan wisata akan memberikan nilai tambah pada kegiatan perikanan

3) Diduga dalam jangka panjang akan terjadi pola konvergensi antara kegiatan wisata dan perikanan di kawasan konservasi

1.5 Hasil yang diharapkan

Secara umum penelitian ini akan menghasilkan model pengelolaan yang mengakomodasi ko-eksistensi antara kepentingan konservasi (ekologi) dan pemanfaatan ekonomi. Lebih khusus lagi bahwa dari penelitian ini akan diperoleh:

1) Nilai ekonomi (indikator) dari kawasan konservasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata

2) Model multi-guna konservasi dan wisata di kawasan Selat Lembeh, Sulawesi Utara

3) Model tipologi pengelolaan kawasan konservasi – wisata. 4) Implikasi Kebijakan bagi pengembangan wisata dan konservasi


(37)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Wilayah Pesisir

Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik potensi hayati maupun non hayati. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki pulau-pulau dengan jumlah sebesar 17 500 dengan total panjang garis pantai mencapai 81 000 km serta memiliki luas wilayah laut yang mencakup 70% dari total luas wilayah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi sumberdaya ikan dengan potensi lestari mencapai lebih kurang 6.2 juta ton/tahun, di luar sumber keragaman hayati lainnya seperti rumput laut, terumbu karang, dan lainnya (DKP 2001). Di sisi sumber daya tidak terbarukan, Indonesia memiliki sumber bahan tambang misalnya minyak dan gas bumi, pasir kuarsa, timah. Sumber daya pesisir juga memiliki potensi sebagai jasa lingkungan untuk pariwisata, perhubungan laut dan jasa-jasa lainnya. Disamping itu, peningkatan permintaan konsumsi domestik dan pasar ekspor terhadap produk perikanan laut Indonesia merupakan potensi besar yang bisa dimanfaatkan dalam pembangunan sektor kelautan.

Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas dan terletak di jalur utama transportasi laut internasional sangat beruntung karena memiliki potensi untuk mengembangkan sarana dan prasarana bagi kegiatan bongkar-muat kapal perdagangan internasional, sekaligus membuka peluang bagi pembangunan ekonomi melalui kegiatan ekspor dan impor produk-produk yang potensial Indonesia. Namun potensi sumberdaya pesisir yang kaya tersebut tidak diikuti dengan pemanfaatan yang baik. Sampai saat ini tingkat pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut masih jauh dari tingkat optimal dan berkelanjutan. Hal ini terjadi karena kebijakan nasional selama ini bias terhadap sektor lain sehingga lebih berorientasi pada ekonomi daratan. Sektor-sektor yang terkait dengan pesisir belum menjadi prioritas utama untuk ditumbuhkembangkan secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi nasional. Selain itu wilayah pesisir Indonesia di beberapa daerah sudah mengalami kerusakan dikarenakan kesadaran


(38)

8

publik yang masih rendah atas apa yang berlangsung pada sumberdaya pesisir (Dahuri 2000).

Secara geologis terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada suatu kawasan suatu ekosistem pesisir, cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Selain itu biasanya dalam suatu kawasan pesisir terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan, yang memungkinkan terjadinya pemanfaatan multiguna.

Dilihat dari sudut ekologi, wilayah pesisir dan laut merupakan lokasi beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan produktif. Begitu pula apabila dipandang secara ruang arsitektural, wilayah ini dikenal sebagai suatu bentukan lanskap yang tinggi kualitasnya terutama karena secara dinamis terus menerus mengalami perubahan bentukan dalam musim dan tahun, serta akibat interaksinya dengan manusia. Dinamika perubahan wajah alam ini yang disertai dengan kekuatan karakter lanskap pesisir menjadi salah satu daya tarik yang kuat untuk dikembangkan sebagai daerah yang pantas dikunjungi dan dinikmati. Keragaman bentukan dan struktur ruang dengan keragaman ekosistem utamanya, diantaranya hutan mangrove, terumbu karang, pantai, baik pantai berbatu maupun berpasir, dan pulau-pulau kecil, juga merupakan nilai tinggi yang dimilikinya (Cicin Sain and Knecht 1998).

Keunikan dan keragaman bentang alam dan juga apa yang terkandung di dalamnya menjadikan wilayah pesisir sebagai suatu kawasan yang memiliki prospek yang tinggi untuk di kembangkan sebagai kawasan wisata. Namun demikian pemanfaatan potensi pariwisata ini banyak terkendala oleh karena kurangnya perhatian terhadap pengelolaan yang berkelanjutan.

Banyak negara sedang berkembang menganggap pariwisata sebagai sumber pendapatan devisa yang potensial, namun keahlian untuk merencanakan suatu industri yang berkelanjutan dan dikelola dengan baik masih kurang. Meskipun potensi pariwisata yang dimiliki suatu negara sangat variatif, seperti wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, dan lain-lain namun hal tersebut tidak dapat


(39)

9

dijadikan satu-satunya faktor andalan untuk menarik wisatawan. Hal ini mengingat keunggulan suatu tempat wisata tidak hanya dinilai dari segi fisiknya saja. Banyak faktor pendukung lain yang turut menentukan marketable atau tidaknya suatu tempat wisata, termasuk infrastruktur dan lingkungan budaya setempat (UN 2001 diacu dalam Noronha et al. 2003).

2.2 Ekosistem Wilayah Pesisir

Kawasan pesisir selama ini dianggap merupakan suatu kawasan yang unik karena merupakan pertemuan antara daratan dan lautan serta menjadi tantangan dalam pengelolaannya. Transisi antara daratan dan lautan menghasilkan ekosistem yang beragam dan produktif dimana secara historis sangat membantu bagi tempat hunian manusia. Kombinasi antara pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan nilainya sebagai basis perdagangan antar negara telah diketahui sejak dahulu mengakibatkan daerah ini sangat berharga. Dan sebaliknya daerah ini juga mendapat tekanan keras sebagai akibat dari berbagai dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia sehingga daerah ini juga sangat rentan terhadap kerusakan ekosistem yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup signifikan.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat bersifat alami (natural) atau buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir diantaranya adalah (Dahuri 2003) :

a. Terumbu karang (coral reefs), yaitu ekosistem yang ditandai atau didominasi oleh keberadaan endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organismme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat.

b. Padang lamun (seagrass beds), yaitu ekosistem yang ditandai atau didominasi oleh keberadaan tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut (lamun atau


(40)

10

c. Hutan Bakau (Mangrove), ekosistem ini ditandai atau di dominasi oleh keberadaan beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dalam perairan asin. d. Rumput laut (Sea weeds), yaitu ekosistem yang ditandai atau didominasi

oleh kebanyakan tumbuhan laut golongan Thallophyta tanpa daun, akar, rongga, baik yang susunannya tunggal/monosekuler maupun multiselular. e. Estuaria, yaitu ekosistem yang terletak di teluk di pesisir yang sebagian

tertutup tempat air tawar dan air asin bertemu dan bercampur.

f. Pantai pasir (Sandy beach), ekosistem ini ditandai oleh keberadaan pasir kwarsa dan berada di daerah dimana pergerakan air yang kuat mengangkut partikel-pertikel yang halus dan ringan

g. Pantai berbatu (Rocky beach), ekosistem ini ditandai oleh keberadaan pantai yang berbatu-batu, memanjang ke laut dan terbenam di air.

h. Pulau-pulau kecil (Small island), ekosistem yang berada di pulau-pulau berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland).

Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa sawah pasang surut, tambak, kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman.

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia yang tidak ternilai harganya. Menurut Soedharma (1999), keunggulan ekosistem ini antara lain adalah pertama, ekosistem ini sangat khas dan hanya ada di perairan tropis yang biasanya bersama dengan ekosistem sekelilingnya seperti mangrove dan sea grass yang saling berinteraksi positif;

kedua, memiliki kekayaan jenis organisma dengan lebih 400 jenis coral dan 500 jenis ikan perairan karang; ketiga, merupakan spawning habitat yang berfungsi sebagai jembatan kehidupan dari siklus hidup organisma; keempat, merupakan habitat yang sangat baik bagi organisma lain seperti avertebrata antara lain molusca, bintang ular, star fish dan plankton serta vertebrata laut misalnya mamalis laut jenis dugong yang biasanya hidup di sea grass; dan kelima, merupakan store house atau gen pool atau sumberdaya genetik karena keragaman organisma yang hidup di terumbu karang, juga adanya mikro organisma seperti mikro algae, bakteri dan fungi.


(41)

11

Fungsi terumbu karang lainnya yang menonjol secara fisik adalah ekosistem ini memproteksi garis pantai karena keberadaanya yang terus menerus dihantam ombak mengakibatkan terjadi patahan karang yang membentuk tanggul dan mampu meredam ombak. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, keberadaan terumbu karang misalnya, bukan saja menguntungkan bagi konservasi wilayah pesisir namun juga dapat dijadikan aset bagi pengembangan wisata.

2.3 Ekonomi Wisata dan Konservasi Wilayah Pesisir

Konservasi adalah upaya perlindungan sumberdaya alam dan ekosistemnya yang dilakukan secara sadar, bijaksana, bertanggung jawab dan bermakna oleh manusia, sehingga kualitas dan nilai keanekaragaman tetap terpelihara dan kesinambungan, pemanfaatan persediaanya tetap terjamin dan berkelanjutan untuk pembangunan dan kesejahteraan manusia (Soedharma 1999). Disamping itu, konservasi berperan dalam menuntun rencana pengelolaan sumberdaya alam dengan skala prioritas maupun dalam pemanfaatan sumberdaya sesuai dengan karakteristik suatu wilayah.

Sejalan dengan maksud tersebut, secara global, tujuan dan kegiatan konservasi diarahkan untuk (1) menjaga proses ekologis penting sebagai penyangga sistem kehidupan (perlindungan sistem penyangga kehidupan): (2) melestarikan keanekaragaman sumberdaya genetik dan ekosistemnya yang penting bagi pembangunan dan pengembangan IPTEK, budidaya, medis, pendidikan dan industri (pengawetan keanekaragaman jenis); (3) menjamin pemanfaatan pendayagunaan jenis dan ekosistemnya untuk mendukung kehidupan manusia dan menopang pembangunan (pemanfaatan jenis dan ekosistem secara lestari).

Sejumlah ahli konservasi telah menyatakan bahwa yang perlu menjadi sasaran utama bagi upaya konservasi adalah komunitas dan ekosistem, sedangkan spesies dapat menjadi sasaran sekunder (McNaughton 1989; Scott et al. 1991; Reid 1992; Grumbine 1994b diacu dalam Primack 1997). Kawasan konservasi laut selama ini dipandang sebagai kawasan konservasi dengan menitikberatkan pada fungsi ekologinya semata. Padahal di dalam kawasan konservasi tersebut tersimpan nilai-nilai ekonomi dan sosial yang sangat potensial. Ketimpangan


(42)

12

pandangan tersebut selain karena kurangnya informasi mengenai pentingnya kawasan konservasi laut, juga dilatar belakangi oleh minimnya informasi mengenai nilai ekonomi yang diperoleh dari kawasan tersebut serta ketiadaan pengetahuan mengenai pendanaan yang berkelanjutan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi laut. Padahal jika kawasan ini dikelola dengan baik dengan mengetahui nilai ekonomi yang dapat ditingkatkan akan memberikan manfaat yang tinggi.

2.4 Kawasan Konservasi dan Pengendalian Perikanan

Pandangan umum selama ini melihat bahwa penutupan suatu kawasan laut menjadi kawasan konservasi akan merugikan kegiatan ekonomi lainnya. Padahal kawasan konservasi dapat juga dijadikan sebagai instrumen pengendalian perikanan untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan.

Awal tahun 1990-an mulai diperkenalkan instrumen yang didisain langsung pada pengendalian sumberdaya alam, yaitu berupa penentuan suatu kawasan sebagai kawasan konservasi laut (KKL) atau marine reserve atau Marine Protected Area (MPA). Pada kawasan ini input dan output pada produksi perikanan diatur dengan menutup sebagian kawasan untuk daerah perlindungan. Walaupun mulai berkembang pada tahun 1990-an, sebenarnya pemerintah Finlandia telah membangun kawasan seperti ini pada tahun 1800-an. Namun demikian, kita tahu bahwa penetapan Kawasan Konservasi Laut ini masih menjadi bahan perdebatan baik di kalangan para akhli maupun stakeholders. Ada berbagai tanggapan yang berbeda baik pro dan kontra, pandangan optimis maupun pandangan pesimis mengenai manfaat dari sisi ekonomi pengelolaan berbasiskan konservasi atau MPA ini (Sanchirico et al. 2002).

Sebenarnya terdapat banyak dukungan empiris yang menyatakan bahwa KKL akan meningkatkan dan memperbaiki kondisi ekologi yang mencakup peningkatan komposisi umur maupun ukuran dari stok ikan dan tingkat stok yang lebih tinggi untuk perbaikan habitat. Lebih lanjut para ilmuwan lain juga telah mempertegas bahwa banyak manfaat tambahan yang diperoleh dari adanya kawasan konservasi ini termasuk untuk keperluan pendidikan, pariwisata dan konservasi biodiversitas laut (Bohnsack 1993 diacu dalam Sanchirico et al. 2002).


(43)

13

Gell dan Robert (2002) bahkan mengatakan bahwa manfaat perikanan dari suatu kawasan yang dilindungi dapat diperoleh dengan cepat. Dalam beberapa kasus manfaat tersebut dapat diperoleh dalam kurun waktu lima tahun melalui perubahan pola perikanan (fishing patern). Dalam beberapa kasus produksi perikananmeningkat lebih cepat daripada tanpa kawasan konservasi.

Prinsip dari MPA adalah spill over effect (Gambar 2)atau dampak limpahan dimana pada kawasan yang dilindungi, stok ikan akan tumbuh dengan baik dan limpahan dari pertumbuhan ini akan mengalir ke wilayah di luar kawasan yang kemudian dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengurangi sumber pertumbuhan di daerah yang dilindungi. MPA memiliki banyak manfaat yang signifikan yang akan membantu pengelolaan sumberdaya kelautan dalam jangka panjang. Li (2000) merinci manfaat kawasan konservasi laut sebagai berikut: manfaat biogeografi, keaneka ragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat penangkapan, peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan, perlindungan pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan-ikan juvenil (juvenile by catch), dan peningkatan produktifitas perairan (productivity enchancement).

Sumber : (Fauzi dan Anna, 2005)

Gambar 2 Prinsip Spill over dari Kawasan Konservasi Laut (dimodifkasi dari White 2001).


(44)

14

Manfaat-manfaat tersebut di atas sebagian merupakan manfaat langsung yang bisa dihitung secara moneter, sebagian lagi merupakan manfaat tidak langsung yang sering tidak bisa dikuantifikasi secara moneter. Namun demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kawasan konservasi laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang tidak hanya bersifat tangible (terukur) namun juga manfaat ekonomi yang tidak terukur (intangible). Manfaat yang terukur biasanya digolongkan kedalam manfaat kegunaan baik yang dikonsumsi maupun tidak, sementara manfaat yang tidak terukur berupa manfaat non-kegunaan yang lebih bersifat pemeliharaan ekosistim dalam jangka panjang (Fauzi & Anna 2005).

Sebagai suatu kawasan yang sifatnya ”Spill over”, beberapa kalangan meragukan manfaat KKL terhadap peningkatan biomass untuk kegiatan perikanan. Namun demikian sebagaimana yang ditunjukkan oleh Halpern (2003) penetapan suatu kawasan konservasi rata-rata telah meningkatkan kelimpahan (abundance) sebanyak dua kali lipat, dengan peningkatan biomass ikan dan keanekaragaman hayati tiga kali lipat. Akibat peningkatan ini maka terjadi pula peningkatan produktifitas perikanan. Studi yang dilakukan Cesar (1996) misalnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rasio Catch Per Unit Effort (CPUE) antara 30% sampai 60% di beberapa daerah konservasi seperti di Apo Island Filipina dan George Bank di Amerika Serikat.

Pemanfaatan suatu kawasan konservasi laut menjadi kawasan wisata dan kegiatan perikanan dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Cesar (1996) mengemukakan bahwa hasil studi White dan Cruz Trinidad di Apo Island, Filipina menunjukkan bahwa KKL mampu membangkitkan nilai ekonomi hampir 400 ribu US$ dari sektor wisata dan perikanan. Nilai ini akan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan nilai sesaat yang diperoleh dari kegiatan perikanan yang destruktif (bom dan sianida) serta kegiatan wisata yang tidak ditunjang oleh lingkungan konservsi yang baik. Selain manfaat ekonomi, KKL juga dapat memberikan manfaat sosial dimana keterbatasan masyarakat dalam memelihara lingkungannya akan semakin meningkat karena ditunjang oleh kepastian ketersediaan sumber daya ikan di wilayah tersebut.

Fauzi dan Anna (2005) mengemukakan beberapa model yang dapat digunakan untuk menghitung manfaat ekonomi dari pengelolaan berbasiskan


(45)

15

KKL ini, diantaranya adalah : model valuasi ekonomi dan model bioekonomi. Dalam kondisi data yang tidak memadai biasanya kedua model tersebut dapat digunakan dengan penyesuaian-penyesuaian. Selain untuk mengevaluasi KKL, model valuasi ekonomi penting digunakan dalam perencanaan pembangunan kawasan konservasi laut, diantaranya adalah: 1) Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya value/nilai dari sumber daya alam yang ada di lokasi tersebut sebagai justifikasi bagi pembangunan Kawasan Konservasi Laut tersebut, 2) Sebagai bahan masukan bagi stakeholders apakah worth it (bernilai) membangun suatu KKL di kawasan tersebut.

Studi literatur mengenai implementasi kawasan konservasi laut di Indoensia memang masih sangat terbatas. Namun demikian Fauzi dan Anna (2005) telah mencoba melakukan analisis ekonomi untuk kawasan Selat Lembeh di Sulawesi Utara. Kawasan Selat Lembeh, adalah salah satu daerah pesisir dan laut yang memiliki permasalahan tipikal kawasan ini. Dengan potensi yang luar biasa, kawasan ini dimanfaatkan secara berlebihan dan dikhawatirkan tidak mampu mempertahankan kelestarian dari sumber daya alam dan lingkungannya. Walaupun pemanfaatan dari kawasan ini diatur dengan berbagai kebijakan baik tingkat nasional maupun tingkat lokal, namun tampaknya kondisi kawasan ini tidak juga membaik, malah cenderung memiliki laju degradasi dan deplesi yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini dapat dibuktikan dari data-data yang ada yang menyangkut produktifitas catch per unit effort sumber daya alam terutama sumber daya ikan yang menurun dari tahun ke tahun. Penurunan produktifitas ini akan terus berlanjut, karena input yang semakin meningkat baik dari legal fishing

maupun illegal fishing tanpa pengendalian, dan berbagai tindakan merusak seperti pengeboman terumbu karang maupun peracunan ikan dari masyarakat sekitar.

Sebagai kawasan dengan kekayaan biodiversity yang cukup tinggi, kemudian juga sebagai daerah yang dikenal berfungsi spawning ground, namun dimanfaatkan secara multi-use, dikhawatirkan akan berdampak penurunan baik kualitas maupun kuantitas sumber daya alam dan lingkungannya, juga dikhawatirkan akan kehilangan beberapa spesies penting di wilayah ini. Kondisi ini mendesak pemerintah untuk berbuat sesuatu untuk tujuan perlindungan kawasan ini melalui penentuan KKL. Untuk menentukan kawasan ini sebagai


(46)

16

Kawasan Konservasi Laut, diperlukan penelitian yang mendalam berkaitan dengan perhitungan nilai ekonomi kawasan ini melalui valuasi ekonomi.

Masalah utama dalam pengalokasian suatu kawasan konservasi adalah menetapkan batas ekologis yang dapat digunakan untuk mencapai suatu kawasan konservasi. Selama ini batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan (batas daratan dan lautan), batas administratif (nasional, provinsi atau kabupaten), atau biaya (lokasi yang lebih kecil memerlukan biaya

yang lebih kecil untuk melindungi atau mempertahankan keberadaannya). Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar untuk menentukan batas kawasan konservasi, namun alasan ekologis yang tepat haruslah digunakan menentukan batas dan zonasi kawasan konservasi. Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan rancangan dari suatu kawasan konservasi. Namun demikian secara umum terhadap 2 (dua) kategori kawasan konservasi, yakni : kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil), dan kategori kawasan agregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran besar). Setiap kategori ukuran memiliki keunggulan sendiri. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya zonasi, maka pemanfaatan sumber daya alam dapat dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi

.

Pada dasarnya, keberhasilan dari diciptakannya KKL tentu saja tergantung pada tujuan awalnya. Literatur manajemen perikanan menyatakan bahwa ”keamanan stok” merupakan motivasi penting bagi pengelola kawasan konservasi laut sebagai alat kebijakan. Bila memang demikian maka pengelola perikanan telah menilai bahwa kenaikan dalam biomasa agregat akibat penutupan kawasan laut tersebut merupakan kebijakan yang baik. Namun apabila tujuan penutupan sebagian kawasan untuk meningkatkan manajemen/pengelolaan perikanan maka tentu pengkajiannya lebih berfokus kepada dampak-dampak terhadap industri perikanan (Lauck et al. 1998 diacu dalam Sanchirico et al. 2000).


(47)

17

2.5 Pemodelan Sumberdaya Pesisir

Menurut Jeffers 1978 diacu dalam Grant et al. 1997, suatu model merupakan abstraksi dari kenyataan. Model adalah deskripsi formal dari faktor-faktor penting dalam suatu masalah. Karena faktor-faktor-faktor-faktor penting dalam suatu masalah merupakan faktor-faktor yang didefinisikan untuk menjadi system of interest maka model dapat digunakan sebagai deskripsi formal dari system of interest. Deskripsi tersebut dapat bersifat fisik, matematik ataupun verbal. Model bermanfaat dalam beberapa hal dan salah satu yang paling penting adalah bahwa model membantu dalam melakukan konseptualisasi, mengorganisir dan mengkomunikasikan fenomena yang rumit. Dengan kata lain model adalah representasi suatu realitas dari seorang pemodel, model sebagai jembatan antara dunia nyata dan dunia berpikir untuk memecahkan suatu masalah. Dapat dikatakan bahwa pemodelan merupakan proses berpikir melalui sekuen yang logis.

Model dibangun atas proses berpikir dari dunia nyata yang kemudian di interpretasikan melalui proses berpikir, sehingga menghasilkan pengertian dan pemahaman mengenai dunia nyata. Pemodelan juga dapat dikatakan sebagai proses menerima, memformulasikan, memroses, dan menampilkan kembali persepsi dunia luar. Di dalam proses interpretasi dunia nyata tersebut ke dalam dunia model, berbagai proses transformasi atau bentuk model bisa dilakukan. Ada model yang lebih mengembangkan interpretasi verbal (bahasa), ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa simbolik, seperti bahasa matematik sehingga menghasilkan model kuantitatif. Untuk menjembatani dunia nyata yang dalam persepsi manusia bersifat kualitatif menjadi model yang bersifat kuantitatif diperlukan proses transformasi berupa alat pengukuran dan proses pengambilan keputusan. Model kuantitatif yang kokoh dapat dibangun apabila pengukurannya jelas. Oleh karenanya, pengukuran dalam membangun model sangat penting karena dapat menentukan seberapa jauh model yang dibangun dapat dikendalikan dan dikelola.

Pemodelan pengelolaan sumberdaya pesisir pada dasarnya dibuat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga. Dengan


(48)

18

demikian pemanfaatan optimal sumberdaya pesisir harus mengakomodasi berbagai disiplin ilmu.

Untuk sumber daya pesisir seperti ikan, pemodelan yang menyangkut bagaimana mengelola sumber daya ini secara optimal dan berkelanjutan sudah relatif “Well established”. Dimulai dengan model Gordon-Schaefer (Gordon 1954) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Clark dan Munro (1976), model-model pengelolaan sumber daya ikan sudah relatif banyak diterapkan dan dikembangkan secara lebih kompleks dengan mengakomodasi berbagai kompleksitas yang sebelumnya diabaikan.

Demikian juga untuk sumber daya lainnya seperti mangrove dan terumbu karang serta pulau-pulau kecil, belakangan sudah relatif banyak dikembangkan untuk menentukan bagaimana sumber daya alam tersebut dapat dikelola secara optimal dan berkelanjutan. Namun demikian masih relatif sedikit yang mengembangkan keterkaitan antara suatu kawasan konservasi yang dimanfaatkan sebagai suatu kawasan wisata dengan kegiatan ekonomi lainnya seperti perikanan, khususnya perikanan pesisir.

2.6 Pemodelan Konservasi, Wisata dan Perikanan

Sebagaimana dikemukakan di atas, pemodelan yang menyangkut interaksi antara kawasan konservasi, wisata dan perikanan masih relatif sedikit. Meski Casagandri dan Rinaldi (2002) telah mengembangkan model wisata yang telah mengadopsi model bioekonmi perikanan, model tersebut belum sepenuhnya mengintegrasikan kepentingan lain dan tidak mengakomodasikan konvergensi maupun divergensi antara kegiatan-kegiatan tersebut.

Fauzi dan Anna (2005) mengembangkan model valuasi ekonomi untuk menentukan apakah suatu kawasan konservasi dapat dijadikan sebagai kawasan wisata dan sekaligus kawasan perikanan dengan membandingkan nilai ekonomi yang dapat dibangkitkan dari kawasan tersebut. Selain dengan pendekatan valuasi ekonomi, Fauzi dan Anna (2005) juga mengembangkan model pengelolaan kawasan konservasi tersebut melalui pendekatan bioekonomi dan pendekatan

multiple use yang mengakomodasi berbagai kepentingan ekonomi di kawasan tersebut. Dalam penelitian ini kedua model yang dikembangkan oleh Fauzi dan


(49)

19

Anna (2005) tersebut akan dijadikan sebagai basis untuk mengembangkan model wisata, konservasi dan perikanan dengan melihat konvergensi dan divergensi dari setiap aktivitas yang ada.

2.7 Kebijakan Wisata Bahari

Dalam suatu kawasan pariwisata di wilayah pesisir pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan/keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda, sebagai nelayan, petani, pendamping wisatawan, industri dan kerajinan rumah tangga dan sebagainya. Di lain pihak sangat sukar atau hampir tidak mungkin untuk mengubah kesenangan bekerja sekelompok orang yang telah secara mentradisi menekuni suatu bidang pekerjaan.

Kawasan wisata di pesisir umumnya merupakan sumberdaya milik bersama

(common property resources) yang dimanfaatkan oleh semua orang (open access).

Setiap pengguna sumberdaya pesisir, dalam hal ini industri pariwisata, biasanya berprinsip memaksimalkan keuntungan. Oleh karenanya wajar jika pencemaran,

over-exploited sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang seringkali terjadi di kawasan pesisir. Aspek sosial ini sangat berkaitan dengan aspek ekonomi.

Dalam konteks pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan, khususnya dalam konteks pengembangan wisata bahari aspek sosial perlu mendapat perhatian khusus mengingat kegiatan wisata perlu adanya keterlibatan masyarakat, yang merupakan wadah kehidupan bersama. Adanya kegiatan wisata di suatu wilayah pesisir dan lautan tentunya menimbulkan interaksi sosial pada subsistem kehidupan fisik. Bahwa untuk membangun masyarakat di wilayah pesisir dan laut diperlukan pemahaman sosiologi masyarakat pesisir. Sosiologi masyarakat pesisir berbeda dengan sosiologi pertanian yang basisnya pada kegiatan pertanian di darat, sosiologi masyarakat pesisir ini direkonstruksi dari basis sumberdaya. (Satria et al. 2002).

Pariwisata memiliki efek stimulasi terhadap ekonomi regional. Dalam hal ini, ada dua fase pengembangan pariwisata : pertama adalah fase pembangunan, dimana investasi pada konstruksi meningkatkan permintaan barang dan jasa pada kawasan secara temporer. Kedua, selama fase operasional dari pariwisata, pengeluaran turis mengalir ke dalam ekonomi. Pengeluaran dari turis ini memiliki


(50)

20

efek stimulasi yang lebih permanen. Perusahaan pariwisata menyediakan pekerjaan ekonomi regional dan konsekwensinya mereka membayar upah. Sektor pariwisata adalah industri yang relatif labour intensive. Artinya adalah bahwa dengan stok modal yang relatif rendah menyediakan sejumlah pekerjaan yang pasti. Selanjutnya permintaan akan pekerja berfluktuasi tergantung dari musim turis, sehingga pekerjaan yang ada adalah seringkali pekerjaan paruh waktu yang dicirikan dengan status dan gaji yang rendah. Efek dari pariwisata ini tidak hanya terbatas pada efek langsung.

Aktifitas ekonomi regional yang menyediakan industri turisme dihadapkan pada permintaan yang meningkat. Lebih lanjut, permintaan konsumen akan berkembang sebagai konsekwensi dari pendapatan regional yang meningkat. Akhirnya pemerintah nasional maupun regional akan mendapatkan manfaat ketika

revenue dari berbagai bentuk pajak ( seperti turis, pendapatan dan added value

dari pajak), meningkat. Disamping itu, tingkat pengangguran akan berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah pekerjaan. Fenomena dimana ekspenditur turis tidak terbatas ke perusahaan dimana uang disimpan, disebut sebagai efek multiplier dari tourist expenditure. Efek multiplier ini adalah rantai dari efek yang mengikuti perubahan dari tourist expenditure. Efek dari industri turis regional itu sendiri disebut sebagai efek langsung, sedangkan efek pada perusahaan regional yang diakibatkan sektor turisme dan berbagai konsekwensi perubahan dalam permintaan intermediate adalah efek tidak langsung. Efek induksi adalah efek dari peningkatan permintaan untuk barang-barang konsumsi sebagai konsekwensi dari peningkatan pendapatan masyarakat di wilayah ini.

Dilain pihak, permasalahan di suatu kawasan yang masih belum banyak di perhatikan adalah yang berkaitan dengan issue pemanfaatan sumberdayanya yang bersifat multi guna (multiple use). Konflik multi-user pada sumberdaya perikanan non tropis misalnya adalah disebabkan oleh adanya alokasi yang tidak efisien diantara aktivitas pemanfaatan sumberdaya tersebut (Huat 1980 diacu dalam Fauzi & Anna 2003). Lebih lanjut Hardin (1968) juga menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya common property secara bersama-sama merupakan konflik yang sulit dipecahkan. Dalam kondisi seperti ini, individu akan mengabaikan biaya yang timbul akibat aktivitas mereka terhadap orang lain,


(1)

Lampiran 7. Tabulasi Tingkat Rumah Tangga Nelayan Desa Aertembaga Kecamatan Bitung Timur

Status Tanggungan No Responden Umur Pendidikan Pekerjaan (kawin/belum

kawin) Keluarga 1.

Buang

Sahadi 28 SMP Nelayan Belum Kawin - 2.

Sem

Sompotan 53 SMP -"- Kawin 3 3. Rauf Tulis 41 SMP -"- -"- 3 4. Albert Puasa 48 SMP -"- -"- 3 5. Verry Mambu 40 SD -"- -"- 2 6.

Vanrhy

Sumual 35 SD -"- -"- 4

7.

Jonas

Makawatak 54 SD -"- -"- 4 8.

Jakcson

Papona 56 SMP -"- -"- 4 9. Jefri Tuasa 57 SMP -"- -"- 4

10.

Ridwan

Sundu 54 SMP -"- -"- 3

11. Maurits K 36 SMP -"- -"- 3 12.

Joce

Salindeho 45 SMP -"- -"- 3 13. Semuel R 36 SMP -"- -"- 2 14. Romel Ihu 39 SD -"- -"- 3 15. Novy Suatan 44 SD -"- -"- 4


(2)

Lampiran 8. Tabulasi Tingkat Rumah Tangga Nelayan Desa Binuang Kecamatan Bitung Selatan

Status Tanggungan No Responden Umur Pendidikan Pekerjaan (kawin/belum

kawin) Keluarga 1. Supardjo 38 SD Nelayan Kawin 3

2. Denny 37 SMP Nelayan Kawin 3 3. Sukardi 38 SMP Nelayan Kawin 4 4. Efraim 48 SMP Nelayan Kawin 3 5. Ananias 48 SD Nelayan Kawin 4 6. Harsono 43 SMP Nelayan Kawin 3 7. Aser 43 SMP Nelayan Kawin 4 8. E. Mangemba 45 SMP Nelayan Kawin 3 9. D. Sambaka 36 SD Nelayan Kawin 3 10. S. Jakob 24 SMA PNS Belum Kawin 2 11. Sulu 39 SD Nelayan Kawin 3 12. Udin 38 SD Nelayan Kawin 3 13. Jim S 30 SMP Nelayan Kawin 2 14. Podras 41 SMP Nelayan Kawin 3 15. Ariffin 36 SD Nelayan Kawin 3 16. Sasan 30 SD Nelayan Kawin 3 17. Antu 48 SMP Nelayan Kawin 4 18. Esron 38 SMP Nelayan Kawin 3 19. Dawel 30 SMP Nelayan Kawin 2 20. Bastian 32 SMP Nelayan Kawin 3


(3)

Lampiran 9. Tabulasi Tingkat Rumah Tangga Nelayan Desa Paudean Kecamatan Bitung Selatan

Status Tanggungan No Responden Umur Pendidikan Pekerjaan

(Kawin/belum Keluarga

kawin)

1. Jalmar S 48 SD Nelayan Kawin 4 2. Mukdar 52 SMP Nelayan Kawin 3 3.

H.

Solongga 50 SMA Nelayan Kawin 2 4. Awat P 47 SD Nelayan Kawin 4

5. Paulus 48 SD Nelayan Kawin 3 6. Soleman T 42 SD Nelayan Kawin 4 7. Baharudin 42 SD Nelayan Kawin 4 8. Badarudin 40 SMP Nelayan Kawin 4 9. Sapar P 45 SMP Nelayan Kawin 4 10. Set A 38 SD Nelayan Kawin 4 11. Nanan 35 SMP Nelayan Kawin 2 12. Natsir L 32 SMP Nelayan Kawin 2 13. Unis 30 SD Nelayan Kawin 3 14. Ikran 30 SD Nelayan Kawin 3 15. Ramahdan 31 SMP Nelayan Kawin 2 16. Tursaki 40 SMP Nelayan Kawin 3 17. Husen 42 SD Nelayan Kawin 3 18.

Harun

Natsir 40 SD Nelayan Kawin 4

19. Jilman 47 SMP Nelayan Kawin 3 20. Nusir 48 SMP Nelayan Kawin 4


(4)

Lampiran 10. Tabulasi Aspek Ekonomi Desa Aertembaga Kecamatan Bitung Timur

Jenis Status Harga Alat Sarana Jenis No Responden

Alat Tangkap Alat Tangkap Tangkap/Unit

Alat Tangkap

Motor Tempel

1. Buang Sahadi Gill Net Milik sendiri 95,000,000 Perahu Katinting

2. Sem

Sompotan Noru Milik orang lain 95,000 -"- Katinting

3. Rauf Tulis -"- -"- 105,000 -"- -"-

4. Albert Puasa -"- -"- 100,000 -"- -"-

5. Verry Mambu -"- -"- 95,000 -"- -"-

6.

Vanrhy

Sumual -"- -"- 95,000 -"- -"-

7.

Jonas

Makawatak -"- -"- 100,000 -"- -"-

8.

Jakcson

Papona Handline Milik orang lain 90,000 -"- -

9. Jefri Tuasa -"- Milik sendiri 95,000 -"- -

10. Ridwan Sundu Small Pursein Milik orang lain 250,000,000

Perahu

Pajeko Yamaha

11. Maurits K -"- -"- 225,000,000 -"- -"-

12. Joce

Salindeho -"- -"- 250,000,000 -"- -

13. Semuel R -"- -"- 250,000,000 -"- -

14. Romel Ihu -"- -"- 225,000,000 -"- -"-

15. Novy Suatan -"- -"- 225,000,000 -"- -"-

16. 0

17. 0

18. 0

19. 0


(5)

Lampiran 11. Tabulasi Aspek Ekonomi Desa Makawide Kecamatan Bitung Timur

Jenis Status Harga Alat Sarana Jenis No Responden Alat

Tangkap Alat Tangkap Tangkap/Unit Alat Tangkap

Motor Tempel 1. A. Kasehu Handline Milik sendiri 85,000 Perahu - 2. Y. Ishak

Smal Pursein

Milik orang

lain 120,000,000 Perahu Pajeko Yamaha

3. Y. Bulanta -"- -"- 175,000,000 -"- -"-

4. J. Senduk -"- -"- 250,000,000 -"- -"-

5. K. Bawile -"- -"- 250,000,000 -"- -"-

6. Josias L -"- -"- 250,000,000 -"- -"-

7. H. Lihondatu -"- -"- 250,000,000 -"- -"-

8. Tasman B Gill Net

Milik orang

lain 115,000,000 Pelang Yamaha

9. Ch. Mare Noru Milik sendiri 120,000 Perahu Katinting

10. D. Papehe -"- -"- 125,000 -"- -"-

11. John Laribe -"- -"- 120,000 -"- -"-

12. George Frans Jubi -"- 75,000 -"- -

13.

Denish

Menang Jubi -"- 65,000 -"- -

14. Decky Bawole Gill Net

Milik orang

lain 120,000,000 Pelang Yamaha


(6)

Pertanyaan Penelitian Implikasi Kebijakan Hasil Penelitian Tujuan Penelitian (?) BgmKKL /wisata dpt

Ko-eksis dan perikanan Analisis Skenario prbhan Nilai ekonomi Analisis komprtf Nilai ekon wsta, Konsrvs & pikanan

Belum ada kbjakan yg Terintegrasi mengenai Kwsan yg brsifat Multi use di daerah, blm ada perda ttg hal tsb.

Smakin > biaya & Sgma : smakin cepat konvergensi, biomas & wstwan Smakin >> Penetapan KKL mem-berikan manfaat ekonm per vessel/th

Memperkuat SDaya kelembagaan pesisir melalui pola kemitraan

Pola kbjakan melalui adaptive mnjemn dmn prbhan2 prmter bio-fisik/ekonm yg diper-oleh hrs adaptive thp pola KODI

Tipologi pengelolaan yg ideal :kndsi kapstas Ekonm & biofisik tnggi, Shg dpt trjdi konver-gensi

Hasil nilai ekon yg (+) Tdk trjdi zero sum game Mnujukan bhw wsta Dpt ko-eksis

Pngndalian pikanan hrs mhatikan triple-track approach

Analisis Kebijakan Terhadap implikasi Ko-eksis antara Wisata dan perikanan

Membuat &manalisis pola KO-DI

antr wsta-prikanan di daerah konservasi (?) Bgm pengelolaan Dgn pendekatan modeling (?) Bgm Implikasi Kebijakan (?) Apakah mungkin terjadi konvergensi

Lampiran 12. Framework Kesimpulan Penelitian

Pertanyaan Penelitian Implikasi Kebijakan Hasil Penelitian Tujuan Penelitian (?) BgmKKL /wisata dpt

Ko-eksis dan perikanan Analisis Skenario prbhan Nilai ekonomi Analisis komprtf Nilai ekon wsta, Konsrvs & pikanan

Belum ada kbjakan yg Terintegrasi mengenai Kwsan yg brsifat Multi use di daerah, blm ada perda ttg hal tsb.

Smakin > biaya & Sgma : smakin cepat konvergensi, biomas & wstwan Smakin >> Penetapan KKL mem-berikan manfaat ekonm per vessel/th

Memperkuat SDaya kelembagaan pesisir melalui pola kemitraan

Pola kbjakan melalui adaptive mnjemn dmn prbhan2 prmter bio-fisik/ekonm yg diper-oleh hrs adaptive thp pola KODI

Tipologi pengelolaan yg ideal :kndsi kapstas Ekonm & biofisik tnggi, Shg dpt trjdi konver-gensi

Hasil nilai ekon yg (+) Tdk trjdi zero sum game Mnujukan bhw wsta Dpt ko-eksis

Pngndalian pikanan hrs mhatikan triple-track approach

Analisis Kebijakan Terhadap implikasi Ko-eksis antara Wisata dan perikanan

Membuat &manalisis pola KO-DI

antr wsta-prikanan di daerah konservasi (?) Bgm pengelolaan Dgn pendekatan modeling (?) Bgm Implikasi Kebijakan (?) Apakah mungkin terjadi konvergensi