88
b. Perubahan MDA total
Tabel 41 menunjukkan kadar MDA sebelum dan setelah intervensi. Terlihat bahwa pada kelompok intervensi, terjadi penurunan MDA sebesar 10.4
sementara pada kelompok kontrol terjadi peningkatan sebesar 27.3. Hasil ini sejalan dengan penelitian Azadbakht et al. 2007 yang membuktikan bahwa
intervensi berupa soya protein dan soya nut pada wanita menopause dengan metabolik sindrom berhasil menurunkan MDA sebesar 7.9 dan 9.4.
Intervensi kedelai menghasilkan perubahan yang lebih baik dibandingkan intervensi dalam bentuk protein kedelai.
Lebih tingginya penurunan MDA pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena intervensi yang diberikan berupa matriks makanan yang telah
mengalami fermentasi sehingga mengandung protein nabati, asam lemak tidak jenuh dan isoflavon yang lebih tinggi dan fungsinya sebagai pencegah peroksidasi
lipid menjadi lebih besar. Selain itu tempe sebagai produk fermentasi kedelai mempunyai kandungan genistein yang lebih tinggi dibanding produk non
fermentasi kedelai sehingga kemampuannya sebagai antioksidan juga lebih tinggi. Tabel 41 Kadar MDA sebelum dan setelah intervensi ppm atau mgL
Parameter Fase
Intervensi Kontrol
p-value MDA ppm
Sebelum Setelah
Selisih Selisih
p-value 3.2 + 2.0
2.4 + 1.5 -0.8 + 1.8
-10.4 0.003
2.0 + 1.2 2.8 + 1.6
0.8 + 1.9 27.3
0.006 0.000
Sementara itu hasil penelitian Winarsi 2004 menunjukkan bahwa pemberian susu skim yang difortifikasi dengan 100 mg isoflavon kedelai dan Zn
pada wanita premanopause berhasil menurunkan MDA plasma dari 2.91 nmolml menjadi 1.86 nmolml turun 36. Penelitian Astuti 1997 yang membagi
perlakuan menjadi 5 kontrol, tempe 25, tempe 50, tempe 75, tempe 100 dan diberikan pada tikus hiperlipidemia selama 2 bulan menunjukkan bahwa tikus
yang diberi pakan tempe kadar MDA nya lebih rendah dibanding tikus yang diberi kedelai. Hasil MDA terendah ditunjukkan pada tikus yang diberi tempe 100.
89 Juweni 2000 yang memberi intervensi pada laki-laki dislipidemia berupa
formula tempe sebanyak 100 g selama 42 hari ternyata tidak merubah kadar MDA di akhir penelitian, meskipun pada kelompok kontrol justru terjadi peningkatan
MDA. Dalam hal ini, formula tempe berhasil menahan laju peroksidasi lipid dibanding kelompok kontrol.
Pada penelitian secara in vitro, isoflavon yang tergolong kelas flavonoid dapat menghambat peroksidasi lipid melalui aktivitasnya sebagai free radical
scavenger dengan cara menyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas
sehingga membentuk produk yang lebih stabil Hodgson et al. 1996. Isoflavon bereaksi dengan produk peroksidasi lipid lain seperti radikal peroksil LOO
•
, radikal lipid L
•
dan radikal lipid alkoksil LO
•
sehingga menjadi senyawa yang lebih stabil.
Hasil serupa
dikemukakan oleh
Hwang et
al .
2000 bahwa
fitoestrogenisoflavon yg berlimpah pada tempe akan menstabilkan struktur LDL yang rentan terhadap oksidasi dengan cara menangkap radikal bebas sehingga
menjadi produk yang lebih stabil dan mencegah terjadinya peroksidasi lipid. Selain mengeleminasi radikal bebas, isoflavon juga mencegah reaksi rantai lebih
lanjut sehingga terjadi penurunan pembentukan MDA. Teori tersebut kemudian dikonfirmasi dengan penelitian Wiseman et al. 2000 dimana pemberian protein
kedelai tinggi isoflavon dapat menurunkan kadar F2-isoprostane merupakan marker peroksidasi lipid. Azadbakht et al. 2007 juga menjelaskan bahwa
aktivitas antioksidan dari kedelai kemungkinan berhubungan dengan fitoestrogen atau kandungan asam fitat. Asam fitat pada tempe mengalami penurunan
dibanding kedelai karena saat fermentasi terjadi hidrolisis asam fitat oleh fitase menjadi inositol dan 6 molekul asam fosfat. Asam fitat ini berperan mengikat Zn,
Cu dan Fe, sehingga penurunan kadar asam fitat akan mempertahankan kadar Zn, Cu dan Fe dalam tubuh serta mampu meningkatkan kapasitas antioksidan tubuh.
Asumsi lain tentang peran isoflavon pada penurunan MDA adalah menekan terbentuknya radikal bebas, mengubah radikal bebas menjadi molekul
yang stabil dengan menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas serta memotong rantai peroksidasi Wijaya 1996 dalam Winarsi 2004. Kemungkinan
90 lain adalah peningkatan konsentrasi enzim antioksidan dan stimulasi gen yang
bertanggung jawab terhadap sintesa antioksidan.
Pengaruh Konsumsi terhadap Parameter Darah
Analisis bivariat. Konsumsi pangan yang diterjemahkan dalam zat gizi dapat mempengaruhi status biokimia darah seseorang.
Pada tabel berikut disajikan hasil uji pearson hubungan antara konsumsi dengan perubahan atau delta
biokimia darah. Tabel 42 Uji bivariat konsumsi dengan parameter biokimia
Konsumsi p value
R square Delta
kolesterol Delta
K-LDL Delta
K-HDL Delta
TGA Delta
SOD Delta
Ox-LDL Delta
MDA Energi
P value R square
0.023 0.31
ns ns
ns ns
ns ns
Protein P value
R square 0.024
0.31 ns
ns 0.035
0.29 ns
ns ns
Lemak P value
R Square ns
ns ns
ns ns
ns ns
Karbohidrat P value
R Square 0.035
0.29 ns
ns ns
ns ns
ns Serat
P value R Square
ns ns
ns ns
ns ns
ns Kolesterol
P value R Square
0.015 0.33
ns ns
0.001 0.43
ns ns
ns SAFA
P value R Square
ns ns
0.018 0.32
ns 0.025
0.31 ns
ns MUFA
P value R Square
ns ns
ns 0.043
0.28 ns
ns ns
PUFA P value
R Square ns
ns ns
ns ns
ns ns
Vit E P value
R Square ns
ns ns
ns ns
ns ns
Zn P value
R Square ns
ns ns
ns ns
ns ns
Cu P value
R Square ns
ns ns
ns ns
ns ns
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap kolesterol serum sebelum dan setelah intervensi delta adalah konsumsi energi,
protein, karbohidrat dan kolesterol. Terlihat bahwa semakin tinggi konsumsi energi, protein, karbohidrat dan kolesterol maka semakin kecil penurunan
kolesterol yang terjadi selama fase intervensi. Delta K-HDL dipengaruhi oleh konsumsi SAFA, sementara delta TGA dipengaruhi oleh protein, kolesterol, dan
MUFA; dan delta SOD dipengaruhi oleh SAFA. Sebaliknya delta K-LDL, delta Ox-LDL dan delta MDA dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh konsumsi.
91 Analisis Multivariat. Dari hasil analisis bivariat, maka variabel konsumsi
yang berhubungan dengan delta biokimia, ditambah dengan variabel perlakuan intervensi tempe dan variabel konsumsi yang secara teori mempengaruhi
biokimia darah lemak, kolesterol, SAFA, MUFA, PUFA, serat, vitamin E selanjutnya dimasukkan bersama-sama dalam analisis multivariat. Tabel 43
berikut menyajikan hasil analisis multivariat, dimana variabel independent terdiri dari konsumsi tempe bahan intervensi, lemak, kolesterol, MUFA, PUFA, SAFA,
protein, energi, vit E, dan Zn sedangkan variabel dependent adalah parameter biokimia darah delta, perubahan setelah dengan sebelum.
Tabel 43 Analisis regresi linier antara konsumsi dengan parameter biokimia darah
Biokimia darah var. dependen
R Square Standard
error Coeff B
Partial p value
Pengaruh tempe thd var.dependent
Kolesterol-Total Constant
Tempe Konsumsi protein
0.1530 5.533
3.170 0.142
10.762 12.222
- 0.289 0.355
-0.196 0.000
0.045 12.6
K-LDL Constant
Tempe Asupan SAFA
0.1510 7.468
3.593 0.610
-8.605 11.602
1.664 0.304
0.260 0.001
0.007 9.2
K-HDL Constant
Tempe PUFA
0.1040 1.680
1.226 0.176
-1.386 3.011
0.286 0.236
0.158 0.015
0.108 5.6
TGA Constant
Tempe 0.1050
16.574 10.758
30.716 23.968
0.214 0.028
4.6 SOD
Constant Tempe
Konsumsi MUFA 0.0640
2.826 1.948
0.413 -2.520
-4.017 0.692
-0.199 0.163
0.042 0.096
4
Ox-LDL Constant
Tempe Kolesterol
Vit E 0.1410
7.953 5.394
0.032 2.039
-12.306 17.199
-0.061 3.431
0.301 -0.183
0.164 0.002
0.062 0.095
9.1
MDA Constant
Tempe SAFA
MUFA 0.1910
0.562 0.374
0.061 0.072
-0.826 1.610
-0.123 0.135
0.392 -0.195
0.182 0.000
0.047 0.063
15.4
Analisis yang dilakukan adalah analisis multivariat dengan uji regresi linier karena semua variabel dalam bentuk rasio, kecuali variabel perlakuan
92 kelompok intervensi dan kontrol yaitu dalam bentuk kategori, sedangkan metoda
yang dipakai adalah backward dimana semua variabel inpendent dimasukkan secara bersama dan satu persatu akan dikeluarkan variabel dengan nilai p value
terbesar, sehingga terakhir akan keluar variabel yang dianggap paling berpengaruh terhadap variabel dependent.
Dari tabel 43 di atas dapat diartikan bahwa intervensi tempe selalu mempunyai pengaruh bermakna terhadap variabel dependent.
Sumbangan intervensi tempe terhadap perubahan setiap variabel dependent dihitung dari nilai
partial yang dikuadratkan kemudian dikali 100. Adapun pengaruh intervensi tempe terhadap variasi variabel dependent berturut-turut adalah: 12.6 terhadap
kolesterol-total, 9.2 terhadap K-LDL, 5.6 terhadap K-HDL, 4.6 terhadap TGA, 4 terhadap SOD, 9.1 terhadap Ox-LDL dan 15.4 terhadap MDA.
Generalisasi Penelitian
Generalisasi suatu penelitian atau studi adalah seberapa jauh hasil dari penelitian atau studi tersebut dapat diaplikasikan di tempat lain dengan populasi
yang berbeda. Kriteria inklusi yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan kriteria umum yang berlaku di masyarakat. Selama penelitian, pengumpulan data
dilakukan berdasar standar tertentu untuk menjamin kualitas data dan kepatuhan konsumsi bahan intervensi tergolong tinggi 86.5. Dalam penelitian ini,
pengambilan sampel tidak dilakukan secara random populasi namun random alokasi sehingga semua sampel mendapat kesempatan yang sama untuk mendapat
perlakuan. Adapun kriteria sampel yang ditetapkan merupakan masalah
kesehatan yang prevalensinya cukup besar. Sampel penelitian ini adalah wanita menopause dari golongan sosial
menengah ke bawah di daerah perkotaan. Dari sisi ekonomi, data statistik menyebutkan bahwa kondisi sosial masyarakat di Indonesia yang didekati dengan
pendapatan tidak jauh berbeda dengan pengeluaran per kapita per bulan, sedangkan dari sisi konsumsi maka hasil kecukupan zat gizi sampel penelitian
tidak jauh berbeda dengan beberapa penelitian pada kelompok lanjut usia di daerah lain. Demikian juga dengan pola konsumsi khususnya rendah hewani,
buah dan sayur serta tinggi konsumsi gorengan yang mempunyai kemiripan
93 dengan daerah lain di Indonesia. Hal tersebut dianggap dapat digeneralisasikan
pada kelompok lain di perkotaan maupun pedesaan. Bahan intervensi – tempe – sangat ekonomis murah dan tersedia di pasar
dapat menjadi alternatif pilihan bagi sebagian besar masyarakat berpendapatan rendah. Tempe dapat dijumpai baik di pasar tradisional maupun pasar modern,
bahkan di pelosok desa tempe mudah dijumpai. Tempe berasal dari Jawa, namun bahan pangan tersedia di hampir di semua tempat yang terjangkau oleh
transportasi bahkan di luar jawa. Selain di Indonesia, saat ini tempe mulai digemari oleh masyarakat di luar
Indonesia. Di negara-negara dalam lingkup Asia, tempe relatif mudah ditemukan. Sedangkan di Negara-negara Eropa dan Amerika, tempe dapat diperoleh di China
Town atau toko yang dimiliki oleh warga Asia. Tempe mulai banyak digemari
karena rasa tempe yang relatif lebih ringan sehingga mudah diterima. Jika
dibandingkan dengan Natto – makanan khas Jepang yang mempunyai rasa dan bau tergolong menyengat – maka tempe relatif lebih disukai dan di pilih. Pada
umumnya masyarakat di luar Indonesia mengonsumsi tempe karena mereka mengetahui keunggulan zat gizi dan non gizi tempe serta manfaatnya bagi
kesehatan. Berdasar hal-hal di atas, maka aplikasi penelitian di lapangan sangat mudah
diterapkan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia bahkan di luar Indonesia.
Aplikasi Hasil Penelitian
Masalah memburuknya profil lipid serta faktor risiko PJK tidak lagi hanya mengincar wanita menopause dan kelompok lain di daerah perkotaan dari kelas
ekonomi menengah ke atas namun juga pada kelas sosial ekonomi menengah ke bawah, bahkan mulai meningkat risikonya pada masyarakat di daerah pedesaan.
Penerima manfaat studi ini terutama adalah wanita menopause dengan alasan karena pengaruh hormonal menyebabkan meningkatnya faktor risiko
terhadap PJK. Penyakit ini juga merupakan penyakit dan penyebab kematian
utama pada wanita menopause. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan pada laki-laki yang berisiko terhadap PJK.
Harga tempe yang murah dan ketersediaannya yang luas, menyebabkan tempe dapat dikonsumsi oleh semua
94 kelompok masyarakat tanpa terkecuali, bahkan tempe dapat digunakan sebagai
menu wajib dalam sajian sehari-hari. Hasil penelitian ini juga dapat diterapkan pada katering khususnya pada
katering yang melayani diet pasien atau individu berisiko terhadap penyakit degeneratif. Warung, rumah makan, bahkan restoran mewah dan hotel berbintang
pun dapat memanfaatkan tempe sebagai hidangan sehat untuk mencegah penyakit sekaligus meningkatkan status tempe sebagai makanan tradisional yang
mempunyi manfaat pangan fungsional.
Anjuran Konsumsi Tempe
Intervensi tempe yang diberikan sebesar 160 g setara dengan empat potong tempe ukuran sedang. Jika dikonversi dalam protein, maka setara dengan 26.4 g
protein yang setara dengan anjuran US Food and Drug Administration yang menyebutkan bahwa konsumsi 25 g protein kedelai per hari sebagai bagian dari
diet rendah SAFA dan kolesterol dapat menurunkan risiko penyakit jantung. Kandungan isoflavon 160 g tempe berdasar analisis setara dengan 39.7 mg,
dimana jumlah ini setara dengan konsumsi isoflavon minimal sebesar 35 mg untuk memperbaiki profil lipid darah. Cara pengolahan tempe yang paling baik
adalah dengan pengukusan karena menurunkan paling sedikit kandungan isoflavon dibandingkan perebusan dan penggorengan.
Berdasar hasil penelitian di atas, maka dianjurkan untuk mengonsumsi tempe setiap hari pada jangka waktu yang lama dengan metode pemasakan kukus
yang selanjutnya diberi bumbu sesuai selera.
Keterbatasan Penelitian
1. Metode cross-over yang digunakan dinilai merupakan metoda dalam suatu
penelitian klinis yang dapat menghilangkan efek fisiologis individu sampel. Kelemahan metode ini adalah semakin banyak kelompok perlakuan akan
semakin lama dibutuhkan waktu penelitian karena semua kelompok akan menerima semua perlakuan pada waktu yang berbeda.
2. Penelitian ini hanya menggunakan dua perlakuan intervensi dan kontrol
dengan alasan: sulit memperoleh sampel yang memenuhi kriteria inklusi,
95 pertimbangan waktu yang semakin lama jika melakukan lebih dari dua
perlakuan serta kekhawatiran drop out yang tinggi mengingat intervensi yang diberikan adalah dalam bentuk makanan yang berisiko pada kebosanan
sampel. 3.
Periode wash out diantara waktu perlakuan menambah waktu penelitian. Dengan semakin lama perlakuan semakin tinggi risiko sampel untuk drop
out. 4.
Periode wash out selama 1 bulan dirasa memberatkan sampel karena tidak boleh mengonsumsi bahan intervensi yang sebenarnya merupakan salah satu
menu yang biasa disajikan untuk konsumsi sehari-hari. 5.
Penentuan perlakuan bagi sampel dilakukan secara acak dan tidak memisahkan lokasi,
sehingga dalam satu wilayah Rukun Tetangga terdapat sampel yang mendapatkan perlakuan intervensi dan sampel lain di
wilayah yang sama mendapat perlakuan kontrol. Bentuk intervensi yang berupa makanan dan tidak bisa disamarkan dalam bentuk tablet atau kapsul
mengakibatkan metode penelitian menjadi tidak buta ganda, karena sampel dan petugas lapangan mengetahui jenis perlakuan yang diberikan.
6. Jumlah tempe sebagai bahan intervensi yang harus konsumsi selama satu hari
tergolong cukup banyak, sehingga sampel tidak dapat menghabiskan dalam satu kali makan, namun bertahap dari sejak diberikan hingga sore hari. Hal
ini menyebabkan petugas lapangan tidak dapat menunggu saat sampel mengonsumsi tempe. Oleh karena itu evaluasi konsumsi tempe hanya
dilakukan dengan menanyakan pada keesokan harinya. Kejujuran sampel untuk menjawab seberapa banyak konsumsi yang mampu dihabiskannya
dalam satu hari sangat diperlukan dalam hal ini. 7.
Penghitungan konsumsi zat gizi dilakukan secara kuantitatif dengan food record
yang dilakukan 1xminggu 12 kali pengumpulan food record dan secara kualitatif dengan FFQ 1xbulan. Formulir food record diberikan pada
sampel dan sampel akan menuliskan apa yang dikonsumsi dalam satu hari. Kelemahan metode ini adalah karena peneliti tidak melihat secara langsung
apa yang dimakan dan seberapa banyak makanan dikonsumsi. Meskipun
96 belum ada metode yang dianggap paling baik, namun metode food record
dimaksudkan untuk menghindari sampel lupa apa yang dikonsumsi. 8.
Hasil food record selanjutnya di-input ke dalam program nutrisurvey. Kelemahan program ini adalah tidak memuat semua data kandungan gizi
makanan yang dikonsumsi sampel, sehingga harus di-input berdasar sumber lain atau dengan memilih bahan makanan lain yang hampir serupa.
9. Sampel pada penelitian ini adalah wanita menopause sehingga interpretasi
mungkin lebih menggambarkan keadaan wanita menopause. 10. Sebagian besar sampel berasal dari golongan menengah ke bawah sehingga
kemungkinan kurang dapat menggambarkan keadaan pola konsumsi golongan menengah ke atas.
97
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Hasil analisis kimia tempe 100 g bahan menunjukkan bahwa 1. Kandungan asam amino terbesar pada tempe adalah arginin
2. Kandungan asam lemak terbesar pada tempe adalah asam linoleat disusul asam oleat dan asam linolenat
3. Metode pengolahan kedelai menjadi tempe dengan proses perebusan sebanyak 2 kali meningkatkan kadar isoflavon 58.7 lebih besar dibandingkan dengan
perebusan kedelai sebanyak 1 kali. 4. Proses pemasakan dengan pengukusan menurunkan isoflavon tempe sebesar
13.3 dan merupakan penurunan terendah dibandingkan dengan metoda pemasakan yang lain.
Hasil intervensi 160 g tempe kukus berbumbu yang diberikan setiap hari selama empat minggu pada wanita menopause adalah :
5. Konsumsi tempe dapat memperbaiki profil lipid darah yaitu menurunkan kadar kolesterol total sebesar 6, K-LDL sebesar 5.8 dan TGA sebesar
11.7, namun tidak dapat meningkatkan kadar K-HDL. 6. Konsumsi tempe dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dalam darah
sebesar 56.9 dan meningkatkan kadar Seng dalam darah sebesar 22.27. 7. Konsumsi tempe dapat mempertahankan Ox-LDL darah
8. Konsumsi tempe dapat menurunkan MDA dalam darah sebesar 10.4. 9. Intervensi tempe sangat bermanfaat khususnya pada individu dengan kadar
MDA dan LDL teroksidasi tinggi serta aktivitas enzim SOD rendah dibandingkan dengan individu dengan kadar MDA, LDL teroksidasi dan
aktivitas SOD tergolong “normal”.
Penelitian ini dapat menjawab hipotesa penelitian yaitu intervensi tempe yang diolah dengan pengukusan dan diberikan setiap hari selama 4 minggu pada
wanita menopause berhasil memperbaiki K-total, K-LDL, trigliserida dan meningkatkan aktivitas superoksida dismutase, menurunkan MDA serta
mempertahankan LDL teroksidasi.
98
Saran
Masyarakat 1. Meningkatkan konsumsi tempe dengan cara mengonsumsi tempe setiap
hari secara terus menerus khususnya pada wanita menopause serta kelompok lain yang memiliki risiko tinggi PJK. Jumlah tempe yang
dikonsumsi setiap hari sebaiknya sekitar 150-160 gram atau setara dengan 3-4 potong tempe ukuran sedang, jumlah ini setara dengan 26.4 g
protein dan 39.7 mg isoflavon. US-FDA menyebutkan 25 g protein kedelai per hari sebagai bagian diet rendah SAFA dan kolesterol dapat
menurunkan risiko penyakit jantung, dan berbagai meta analisis menjelaskan isoflavon berperan dalam menurunkan profil lipid jika
diberikan minimal 35 mghr. 2. Tempe sebaiknya diolah dengan cara dikukus karena belum ada bukti
eksperimen bahwa tempe goreng mempunyai efek yang sama baik dengan tempe kukus.
Institusi Kesehatan 1. Mensosialisasikan tempe sebagai makanan yang mempunyai manfaat bagi
kesehatan. 2. Memasukkan tempe dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang PUGS yang
wajib dikonsumsi bagi semua kelompok umur. Institusi Terkait Lainnya
1. Meningkatkan produksi kedelai dalam negeri 2. Meningkatkan sosialisasi cara produksi tempe yang baik untuk
memperoleh isoflavon tempe yang maksimal. Penelitian Lanjut
1. Perlu dilakukan studi intervensi lebih lanjut dengan durasi intervensi yang lebih lama sehingga hubungan antara parameter biokimia darah menjadi
lebih terlihat. 2. Jika waktu intervensi tidak diperpanjang, maka perlu dilakukan penelitian
dengan durasi wash out yang lebih lama dengan tujuan untuk mengetahui
99 durasi yang dibutuhkan hingga kadar biokimia darah yang diteliti dapat
kembali seperti sebelum intervensi dilakukan. 3. Perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan intervensi tempe dengan
intervensi isoflavon saja dan atau protein saja dengan kadar yang setara dengan yang terdapat pada tempe.
4. Perlu dilakukan studi intervensi menggunakan kelompok perlakuan yang lebih banyak dosis pemberian tempe yang lebih beragam serta parameter
biokimia darah yang lebih lengkap misalnya : antioksidan katalase dan glutation peroksidase serta manfaat tempe terhadap gejala atau penyakit
lain hipertensi, diabetes mellitus, asam urat, sindrom menopause. 5. Perlu dilakukan studi intervensi pengaruh berbagai pengolahan tempe
terhadap berbagai kadar biokimia darah.
100
DAFTAR PUSTAKA
AHA American Heart Association. 1999. Heart and stroke statistical update. Dallas, Tex: American Heart Association.
Alrasyid H. 2007. Efek diet indeks glikemik rendah dengan campuran tempe kedelai terhadap konsentrasi tissue-type plasminogen activator t-PA
antigen, plasminogen activator inhibito tipe-1 PAI-1 antigen dan lipid plasma wanita obesitas dewasa.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara .
Ambra R et al. 2006. Genistein affects the expression of genes involved in blood pressure regulation and angiogenesis in primary human endothelial cells.
Nutrition, Metabolism Cardiovascular Diseases 16:35-43.
Anderson JW, Johnstone BM and Cook-Newell ME. 1995. Meta-analysis of the effects of soy protein intake on serum lipids. The New England Journal of
Medicine 333:276-282.
. Anderson J, Anthony M, Messina M, and Garner.
1999. Effects of
phytoestrogens on tissues. Nutrition Research Reviews 12:75-116. Anderson JW. 2003.
Diet first, then medication for hypercholesterolemia. Journal of the American Medical Association
290:531-533. Anderson RL, Wolf WJ. 1995. Compositional changes in trypsin inhibitors,
phytic acid, saponins and isoflavones related to soybean processing. Journal Nutr
125:581S-588S Anthony MS, Clarkson TB, Bullock BC, et al. 1997. Soy protein versus soy
phytoestrogens in
prevention of
diet-induced coronay
artery atherosclerosis of male cynomogus monkeys. Arterioscler Thromb Vasc
Biol 17: 2524-2531.
Arbai, Arsiniati MB. 1994. Efek normolitik “tempe A5” dan “tempe” terhadap profil lipid penderita dislipidemia Disertasi. Surabaya: Program
Pascasarjana, Universitas Airlangga.
Agranoff J and P Markham. 1977. Fatty acid components of tempe and tapeh. Proceeding International Tempe Symposium July 13-15 1997. Reinventing
the hidden miracle of tempe. Indonesian Tempe Foundation, Jakarta :205- 210.
Ahmed N, Maureen D, Chris S and Ed W. 2007. Biology of disease. Tatlor Francis Group.
101 Anouk Geelen A, Jannigje M. Schouten, Claudia Kamphuis, Bianca E. Stam, Jan
Burema, Jacoba M. S. Renkema, Evert-Jan Bakker, Pieter van’t Veer, and Ellen Kampman. 2007.
Fish Consumption, n-3 Fatty Acids, and Colorectal Cancer: A Meta-Analysis of Prospective Cohort Studies. Am J
Epidemiol; 166:1116–1125.
Astuti M. 1992. Iron bioavailability of traditional Indonesian soybean tempe Desertation for the degree PhD. Tokyo: Tokyo University Japan.
Astuti M. 1997. Superoxide dismutase in tempe, an antioxidant enzyme, and its implication on health and disease.
Procedings International Tempe Symposium July 13-15 1997. Reinventing the hidden miracle of tempe.
Indonesian Tempe Foundation , Jakarta.
Astuti M, Meliala A, Dalais FS and Wahlqvist ML. 2000. Tempe, a nutrious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr 9:332-325.
Azadbakht L, Masoud Kimiagar, Yadollah Mehrabi, Ahmad Esmaillzadeh, Frank B. Hu and Walter C. Willett. 2007. Dietary soya intake alters plasma
antioxidant status and lipid peroxidation in postmenopausal women with the metabolic syndrome. British Journal of Nutrition 98:807–813.
Baker VL, Leitman D, Jaffe RB. 2000. Selective estrogen receptor modulators in reproductive medicine and biology. Obstet Gynecol Surv 55suppl 2:
S21-S47.
Baum JA, Teng H, Erdman JW Jr, et al. 1998. Long-term intake of soy protein improves blood lipid profiles and increases mononuclear cell LDL
receptor messenger RNA in hypercholesterolemic postmenopausal women. Am J Clin Nutr 68:545-551.
Beaglehole R. 1990. International trends in coronary heart disease mortality, morbidity, and risk factor. Epidemiol Rev :12:1-15.
Barnes, S, Jeevan Prasin, Tracy D’alessandro, Chao-Cheng Wang, Huang-Ge Zhang, and Helen Kim. 2006. Soy IIsoflavones. Nutritional Oncology
Chapter 32.
Barnes S. 2003. Phyto-oestrogens and osteoporosis: what is a safe dose? Br J Nutr
89suppl.1:S101-8. Bhathena S and Manuel T Velasques.
2002. Beneficial role of dietary
phytoestroges in obesity and diabetes. Am J Clin Nutr 76:1191-1201. Bisping B, L Hering, U Baumann, I denter, S Keuth and HJ Rehm. 1993. Tempe
fermentation: some aspects of formation of γ-linolenic acid, proteases and vitamins. Bvotech. Ad. Vol: 11:481-493.
102 Bittner V. 2001. Estrogens, lipids and cardiovascular disease: no easy answers.
Journal of the American College of Cardiology ; Vol.37,No.2:431-433.
Blair RM, Robert M Blair, EC Henley and Aaron Tabor. 2006. Soy foods have low glycemic and insulin response indices in normal weight subjects.
Nutrition Journal 5:35 doi:10.11861475-2891-5-35.
Beynen AC. 1990 Comparison of the mechanism proposed to explain the hypocholesterolemic effect of soybean protein versus casein in
experimental animals. J. Nutr. Sci. Vitaminol 36:S87-S93.
Biben A. 2001. Pengaruh suplementasi diet tempe formula terhadap formasi dan resorpsi tulang pada wanita pra dan pasca menopause
Disertasi. Bandung:Program Pascasarjana, Universitas Padjajaran.
British Nutrition Foundation. 1992. Unsaturated fatty acids: nutritional and
physiological significance: the report of the British Nutrition Foundation’s Task Force. London, Chapman Hall for the British Nutrition
Foundation.
Bustan, MN. 2000. Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta, Rineka Cipta. Carpentier Y A, Laurence P, and Willy J Malaisse. 2006. n-3 Fatty acids and the
metabolic syndrome. Am J Clin Nutr ;83suppl:1499S–504S. Cassidy A, Paola Albertazzi, Inge Lise Nielsen, Wendy Hall, Gary Williamson,
Inge Tetens, Steve Atkins, Heide Cross, Yannis Manios, Alicja Wolk, Claudia Steiner and Francesco Branca. 2006. Critical review of health
effects of soyabean phyto-oestrogens in post-menopausal women. Proceedings of the Nutrition Society
65:76–92. Chiechi LM, Secreto G, Vimercati A, et al. 2002. The effects of soy rich diet on
serum lipids: the Menfis randomized trial. Maturitas 41:97-104. Clarkson TB. 2002. Soy, soy phytoestrogens and cardiovascular disease. J. Nutr
132:566S–569S. COMA Committee on Medical Aspects of Food Policy. 1994. Report on
Health and Social Subject No.46 Nutritional Aspects of Cardiovascular
Disease: London. Cook
NC and
Samman S.
1996. Flavonoids-chemistry,
metabolism, cardioprotective effects and dietary sources. J. Nutr. Biothem 7: 66-76.
103 Coraci IS, Lara W. Crock, and Samuel C. Silverstein. 2005. PAF-receptor
antagonists, lovastatin, and the PTK inhibitor genistein inhibit H2O2 secretion by macrophages cultured on oxidized-LDL matrices. J. Leukoc.
Biol 78:1166–1174.
Coward L, Barnes N, Setchell K, and Barnes S. 1993. Genistein, daidzein, and their beta-glycoside conjugates: antitumor isoflavones in soybean food
from American and Asian diets. Journal of Agricultural Food Chemistr 41:1961-1967.
Crouse JR, Morgan TM, Terry J G, Ellis J, Vitolins M, Burke GL. 1999. A randomized trial comparing the effect of casein with that of soy protein
containing varying amounts of isoflavones on plasma concentrations of lipids and lipoproteins. Arch. Intern. Med 159:2070–2076.
Cuevas AM, VL Irribarra, OA Castillo, MD Yanez, and AM Germain. 2003. Isolated soy protein improves endothelial function in postmenopausal
hypercholesterolemic women. European Journal of Clinical Nutrition 57:889-894.
Dardenne M et al. 1982. Contribution of zinc and other metals to biological activity of the serum thymic factor. Proc Natl Acad Sci USA 79: 5370-
5373.
Davis CD, David BM, Forrest HN. 2000. Changes in dietary zinc and cooper affect zinc status indicators of postmenopausal women, notably,
extracellular superoxide dismutase and amyloid precursor protein. Am J Clin Nutr
;713:781-788. Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007.
De Reu JC, Ramdaras D, Rombouts FM and Nout MJR. 1994. Changes in soybean lipid during tempe fermentation. Food Chem 502:171-175.
Dewell A, Clarie B Hollenbeck and Bonnie Bruce. 2002. The effects of soy- derived phytoestrogens on serum hipids and lipoproteins in moderately
hypercholesterolemic postmenopausal women. J Clin Endocrinol Metab 87:118-121.
Dewell A, Piper LW Hollenbeck, and Clarie B Hollenbeck. 2006. Clinical Review: A critical evaluation of the role of soy protein and isoflavone
supplementation in the control of plasma cholesterol concentrations. J Clin Endocrinol Metab
91:772-780.
104 Dijsselbloem N, Wim Vanden Berghe, An De Naeyer, Guy Haegeman. 2004.
Soy isoflavone phyto-pharmaceuticals in interleukin-6 affections Multi- purpose nutraceuticals at the crossroad of hormone replacement, anti-
cancer and anti-inflammatory therapy. Biochemical Pharmacology
68:1171–1185. Djanuwardi B dan Chrisman Silitonga. 1997. Pattern of tempe consumption.
The complete handbook of tempe. The unique fermented soyfood of Indonesia. The American Soybean Association Pub.
Erdman Jr J, Badger T, Lampe J, Setchell KK and Messine M. 2004. Not soy products are created equal: caution needed in interpretation of research
results. The Journal of Nutrition 134:S1229-S1233.
Food and Drug Administration. 1999. Food labelling: health claim for soy protein and coronary artery disease.
Feed Regist
57:699-733. http:www.fda.govbbstopicsANSWERSANS00980.html.
Forsythe WA III. 1995. Soy protein, thyroid regulation and cholesterol
metabolism. J Nutr 125:619S-623S. Fraser GE. 1994. Biyon dietary fats and low densit lipoprotein cholesterol. Am J
Clin Nutr 59:1117s-1123s.
Frei B. 1995. Cardiovascular disease and nutrient antioxidants: Role of low- density lipoprotein oxidation. Crit. Rev. Food Sci. Nutr 35: 83-98.
Fumagalli R, Soleri L, Farini R, et al. 1982. Fecal cholesterol excretion in type II hypercholesterolemic patients treated with soybean protein diet.
Atherosclerosis 43:341-353.
Garcia Raquel, Marta Benet, Catalina Arnau, Erik Cobo. 2004. Efficiency of the cross-over design: an empirical estimation. Statistics in medicine 23:3773-
3780.
Ganong WF. 1999. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Geissler C and Hilary Powers Ed. 2005. Human Nutrition elevent edition. Elsevier Churchill Livingstone
. Gibney MJ, Marinos Elia, Olle Ljungqvist, Julie Dowsett ed. 2005. Clinical
Nutrition. Blackwell Publishing. Gibson Rosalind S. 2005. Principles of Nutritional Assessment, 2
nd
edition. Oxford University Press.
105 Ghozali DS. 2008. Pengaruh diet tempe terhadap kesembuhan luka pada tikus
diabetes yang diinduksi streptozotocin STZ Skripsi. Bogor: Program studi GMSK, Faperta, Institut Pertanian Bogor.
Giroux I, Elzbieta M. Kurowska, and Kenneth K Carroll. 1999. Role o dietary lysine, methionine, and arginine in the regulation of hypercholesterolemia
in rabbits. J. Nutr. Biochem 10:166-171.
Glazier M, Gina MB, Bowman MA. 2001. A review of the evidence for use of phytoestrogens as a replacement for traditional estrogen replacement
therapy. Arch Int Med 161:1161-72.
Griffin BA. 1999. Cholesterol-lowering effects of high-protein soy milk. British Journal Nutrition
82:79-80. Gropper SS, Jack L Smith, James L. Groff. 2005. Advanced nutrition and human
metabolism, fourth edition. Thomson Wadsworth. USA. Grundy SM. 2008. Multifactorial etiology of hypercholesterolemia. Implication
for prevention of coronary heart disease. Arterioscler, Thromb, Vasc, Biol 11:1619-1635.
Guthrie H A and Mary F P. 1995. Human Nutrition. Mosby A Times Mirror Company -Year Book Inc, St Louis Missouri.
. Ham JO, Chapman KM, Essex-Sorlie, D, Bakhit RM, Prabhudesa M, Winter L,
Erdman, JW Jr. Potter SM. 1993. Endocrinological response to soy protein and fiber in mildly hypercholesterolemic men. Nutr. Res 13:873-
884.
Halliwel, B and JMC Guteridge. 1991. Free radical in biology and medicine. Oxford:Clarendon Press
. Harper A, Kerr D, Gescher A. and Chipman J. 1999. Antioxidant effects of
isoflavonoids and lignans, and protection against DNA oxidation. Free Radical Research
31:149-160. Harper’s Biochemistry. 1993. A lange medical. Book Twenty Second Edition
Prentice Hall International Inc 25 Van Zant Sheet
East Normalk Connectute.
Harris W S. 1997. n-3 fatty acid and serum lipoproteins: human studies. Am J Clin Nutr
; 65: 1645S-1654S. Hegsted D M, Mc Grandy R B, Myers M L, Stare F J. 1965. Quantitative effects
of dietary fat on serum cholesterol in man. Am J Clin Nutr;17:281-195.
106 Hering LB, Bisping and H.J. Rehm. 1990. Fatty acid composition during tempe
fermentation, dalam Hermana, Mien K Mahmud dan Darwin Karyadi penyunting Second Asian Symposium on Non-Salted Soybean
Fermentation February 13-15th. Puslitbang Gizi Depkes RI. Bogor
Hermana, Karmini M, and Karyadi D. 1999. Composition and nutritional value of tempe: its role in the improvement of the nutritional value of food. Dalam
“The complete handbook of tempe”. The American Soybean Association.
Hermana and Karmini M. 1999. The development of tempe technology. . Dalam “The complete handbook of tempe”. The American Soybean
Association .
Hesseltine CW. 1985. Genus Rhizopus and tempeh microorganisms. Asian Symposium Non-salted soybeand fermentation
, Tsukuba, Japan, Juli 14- 16, 1985.
Hills, M , P.Armitage. 1979. The two-period cross-over clinical trial. Br. J. clin. Pharmac 8:7-20.
Honore´ EK, Williams JK, Anthony MS Clarkson TB. 1997. Soy isoflavones enhance vascular reactivity in atherosclerotic female macaques. Fertil.
Steril 67:148–154.
Hoppe Markus B, Hem Chandra Jha and Heinz Egge. 1997. Structure of an antioxidant from fermented soybeans Tempeh. JAOCS 74:477-479.
Hopper Le, Paul A Kroon, Eric B Rimm, Jeffrey S Cohn, Ian Harvey, Kathryn A Le Cornu, Jonathan J Ryder, Wendy L Hall and Aedin Cassidy. 2008.
Flavonoids, flavonoid-rich foods, and cardiovascular risk: a meta-analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr 88:38-50.
Howe JC. 1990.
Postprandial response of calcium metabolism in post menopausal women to meals varying in protein levelsource. Metabolism
39:1246-52.
Hu Chih-Chieh, Ching-Huang Hsiao, Sin-Yi Huang, Sheng-Hwa Fu, Chih-Chia Lai, Tzu-Ming Hong, Hwei-Hsien Chen, and Fung-Jou Lu. 2004.
Antioxidant Activity of Fermented Soybean Extract. J. Agric. Food Chem 52
18:5735–5739. Hodgson JM, Kevin D Croft, Ian B. Puddey, Trevor A. Mori, and Lawrie J.
Beilin. 1996. Soybean isoflavonoids and their metabolic products inhibit in vitro lipoprotein oxidation in serum. J. Nutr. Biochem 7:664-669.
Huff MW .Carroll KK. 1980. Effects of dietary protein on turnover, oxidation, and absorption of cholesterol, and on steroid excretion in rabbits. J. Lipid
Res 21: 546-558.
107 Hwang J, Alex Sevanian, Howard N.Hodis, and Fulvio Ursini. 2000. Synergistic
inhibition of LDL oxidation by phytoestrogens and ascorbic acid. Free Radical Biology Medicine
Vol 29:1: 79–89. IPB Institut Pertanian Bogor. 2008. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah, Edisi
kedua. Bogor: IPB Juweni. 2000. Pengaruh intervensi formula tempe terhadap kadar malondialdehida
dan F2-isoprostan pada penderita hiperkolesterolemia Thesis. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Jha HC, S Bockemuhl and H Egge. 1990. Adriamicyn-induced mitochondrial lipid peroxidation and its inhabitation by tempe isoflavonoids and their
derivative, dalam Hermana, Mien K Mahmud dan Darwin Karyadi penyunting Second Asian Symposium on Non-Salted Soybean
Fermentation February 13-15th. Puslitbang Gizi Depkes RI. Bogor
Jobgen Wenjuan Shi, Susan K Fried, Wenjiang J Fu, Cynthia J Meininger, Guoyao Wu. 2006. Regulatory role for the arginine-nitric oxide pathway
in metabolism of energy substrates. Journal of Nutr. Bioc 17:571-588.
Karmini, M. 1987. Penggunaan makanan bayiformula tempe dalam diit bayi dan anak balita sebagai upaya penanggulangan masalah diare.
Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Karmini M, dkk. 1997. The inhibitory effect of tempe on Escherichia coli infection.
Reinventing the hidden miracle of tempe. Proceedings
International Tempe Symposium, Juli 1997. Kasaoka S, Mary Astuti, Mariko Uehara, Kazuharu Suzuki and Shiro Goto. 2007.
Effect of Indonesian Fermented Soybean Tempeh on Iron bioavailability and lipid peroxidation in anemic rats. J.Agric.Food Chem 451:195-198.
Kapiotis S, Hermann M, Held I, et al. 1997. Genistein, the dietary-derived
angiogenesis inhibitor, prevents LDL oxidation and protects endothelial cells from damage by atherogenic LDL. Artherioscler Thromb Vasc Biol
17:2868-2874.
Kawada T. 2002. Body mass index is a good predictor of hypertention and hyperlipidemia in a rural Japanese population. International Journal of
Obesity ; 26:725-729.
Khosla P, Samman S .Carroll K. 1991 Decreased receptor mediated LDL catabolism in casein-fed rabbits precedes the increase in plasma
cholesterol levels. J. Nutr. Biochem 2:203-209.
108 Kerry Nicole and Mavis Abbey. 1998. The isoflavone genistein inhibits copper
and peroxyl radical mediated low density lipoprotein oxidation in vitro. Atherosclerosis
140:341–347. Kiers Jeroen L. 2001. Effects of fermented soya bean on digestion, absorption
and diarrhoea Disertation. Wageningen:Wageningen Universiteit,
Netherland. Kinoyama Maki., Hayami Nitta., Shinsuke Hara, Akiharu Watanabe and Kunihisa
Shirao. 2007. Journal of Health Science 535:608-614. Kiriakidis Serafim, Oliver Ho¨gemeier, Susanne Starcke, Frank Dombrowski,
Jens Claus Hahne, Michael Pepper, Hem Chandra Jha and Nicolas Wernert. 2005. Novel tempeh fermented soyabean isoflavones inhibit in
vivo angiogenesis in the chicken chorioallantoic membrane assay. British Journal of Nutrition
93: 317–323. Komisi Nasional Indonesian Society of Hipertention. 2007. “Seperti di belahan
dunia lain, hipertensi juga menjadi beban berat bagi biaya kesehatan di Indonesia.
http:www.majalah-farmacia.com 22 Pebruari 2010.
Kris-Etherton, Penny M., Kari D. Hecker, Andrea Bonanome, Stacie M. Coval, Amy E. Binkoski, Kirsten F. Hilpert, Amy E. Griel, Terry D. Etherton,
2002. Bioactive Compounds in Foods: Their Role in the Prevention of Cardiovascular Disease and Cancer. Am J Med 1139B:71S–88S.
Kuiper G, Lemmen J, Carlsson B, Corton JSS, Van der Saag P, Van der Berg, B and Gustafsson
J. 1998.
Interaction of estrogenic chemicals and phytoestrogens with estrogen receptor
. Endocrinology 139:4252-4263. Kurowska EM and Carroll KK. 1994. Hypercholesterolemic responses in rabbits
to selected groups of dietary essential amino acids. J Nutr 124:364-370. Kurzer M and Xu X. 1997. Dietary phytoestrogens. Annual Reviews in Nutrition
17:353-381. Kushi L H, Lew R A, Stare F J et al. 1985. Diet and 20-year mortality from
coronay heart disease. The Ireland-Boston Diet Heart Study. N Eng J Med;312:811-8
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI
. 2007 Larkin Theresia, William E. Price and Lee Astheimer. 2008. The key importance
of soy isoflavone bioavailability to understanding health benerfits. Critical Reviews in Food Science and Nutrition
48:538-552.
109 Lee Jeong-Sook. 2006. Effects of soy protein and genistein on blood glucose,
antioxidant enzyme activities, and lipid profile in streptozotocin-induced diabetic rats. Life Sciences 79:1578:1584.
Lelana RP Agus. 1997. Pengaruh tempe terhadap aterogenesis pada monyet ekor panjang Thesis. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Leonard V P. Linda H C and Jean Y Liu. 1971. Antioxidant potential of tempeh as compared to tocopherol. Journal of Food Science; 36:798-799
Lichtenstein AH. 1998. Soy protein, isoflavones and cardiovascular disease risk. The Journal of Nutrition
128:1589-1592. Lichtenstein A H , Nirupa R Matthan, Susan M Jalbert, Nancy A Resteghini,
Ernst J Schaefer, and Lynne M Ausman. 2006. Novel soybean oils with different fatty acid profiles alter cardiovascular disease risk factors in
moderately hyperlipidemic subjects. Am J Clin Nutr; 84:497–504.
Lichtman Ronnie. 1996.
Perimenopausal and postmenopausal hormone replacement therapy Part 2. Hormonal Regimens and Complementary and
Alternative Therapies. Journal of Nurse-Midwifery 41:3.
Lovati MR, Manzoni C, Canavesi A, Sirtori M, Vaccarino V, Marchi M, Caddi G Sirtori CR. 1987.
Soybean protein diet increases low density lipoprotein.receptor
activity in
mononuclear cells
from hypercholesterolemic patients. J. Clin.Invest 80:1498-1502.
Lovati MR, Manzoni C, Corsini A, et al. Low density lipoprotein receptor activity is modulated by soybean globulins in cell culture.
J Nutr 122:1971-1978.
Mackey R, Eden J. 1998. Phytoestrogens and the menopause. Climateric 1: 302- 8.
Madani S, Lopez S, Blond JP and Belleville J. 1998. Highly purified soy bean protein is not hypocholesterolemic in rats but stimulates cholesterol
synthesis and excretion an reduces polyunsaturated fatty acid biosynthesis. Am Soc Nutr Sci
22:1084-1091. Mann, Jim and A. Stewart Truswell ed. 2007. Essentials of human nutrition
Third edition. Oxford University Press. Marks Dawn B, Allan D Marks and Colleen M. Smith. 2000. Basic medical
biochemistry: a clinical approach. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Matsuo M. 1990. Development of high fiber food stuff by fermentation with
Rhizopus oligosporus, dalam Second Asian Symposium on Non Salted Soybean Fermentation. Puslitbang Gizi Depkes RI.
110 Matthan Nirupa R, Susan M Jalbert, Lynne M Ausman, Jeffrey T Kuvin, Richard
H Karas, and Alice H Lichtenstein. 2007. Effect of soy protein from differently processed products on cardiovascular disease risk factors and
vascular endothelial function in hypercholesterolemic subjects. Am J Clin Nutr
85:960–6. Merz-Demlow BE, Duncan AM, Wangen KE, Xu X, Carr TP, Phipps WR
Kurzer M S. 2000 Soy isoflavones improve plasma lipids in normocholesterolemic, premenopausal women. Am. J. Clin. Nutr
71:1462–1469.
Mesink R P and Katan M B. 1989. Effect of a diet inriched with UFA or PUFA on levels of low-density and high-density lipoprotein cholesterol in
healthy women and men. N Eng J Med; 321:436-41.
Messina M. 1990. Legumes and soybeans: overviews of their of their nutritional profiles and health effects.
American Journal of Clinical Nutrition 70:S439-S450.
Messina M, Messina V. 2003. Provisional recommended soy protein and isoflavone intakes for health adults: rationale. Nutr Today 38:100-9.
Moeljopawiro S, ML Fields and D Gordon. 1988. Bioavailability of zinc in fermented soybeans. Journal of Food Science Volume 53 No.2:460-463.
Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1993. Biokimia: Suatu pendekatan berorientasei kasus. Jilid 2 Ed ke 4. Terjemahan M. Ismadi.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Moon YJ, Xiaodong Wang, Marilyn E. Morris. 2006. Dietary flavonoids: Effects on xenobiotic and carcinogen metabolism. Toxicology in Vitro 20:187–
210.
Morito K, Hirose T, Kinjo J, et al. 2001. Interaction of phytoestrogens with estrogen receptors
and . Biol Pharm Bull 24:352-356. Murase H, Nagao A, Terao J. 1993. Antioxidant and emulsifying activity of n-
long-chain-acyl histidine and n-long-chain-acyl carnosine. J Agric Food Chem
41:1601-1604. Murata K, H Ikehata and T Miyamoto. 1967. Studies on the nutritional value of
tempeh. J Food Science 32:580-586. Nagata Y, Ishiwaki N, Sugano M. 1982 Studies on the mechanism of the
antihypercholesterolemia action of soy protein and soy protein-type amino acid mixtures in relation to their casein counterparts in rats. J. Nutr
112:1614-1625.
111 Nagata C, Takatsuka N, Kurisu Y, Shimizu H. 1998. Decreased serum total
cholesterol concentration is associated with high intake of soy product in Japanese men and women. J Nutr 128:209-213
Nahas Eliana Eguiar Petri and Jorge Nahas-Neto. 2006. The Effects of Soy Isoflavones in Postmenopausal Women: Clinical Review. Current Drug
Therapy 1:31-36.
Naim M, Gestetner B, Bondi A, Birk Y. 1976.
Antiooxidative and antiohemolytic activity of soybean isoflavones. J. Agric Food Chem
24:1174-77.
Nasr A, Breckwoldt M. 1998. Estrogen replacement therapy and cardiovascular protection: lipid mechanisme are the tip of an iceberg.
Gynecol Endocrinol
12:43-59. Nelse, David L and Michael M. Cox.
2005. Lehninger, Principles of
biochemistry. W.H. Freeman and Company. New York. Nestel PJ, Yamashita T. Sasahara T, et al. 1997. Soy isoflavones improve
systemic arterial compliance but not plasma lipids in menopausaland perimenopausal woman. Arterioscler Thromb Vasc Biol 17:3392-3398.
Nix Staci. 2005. Williams’ Basic Nutrition Diet Therapy. Twelfth edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Ou, B, Huang D, Hampsch-Woodill M, Flanagan JA, Deemer EK. 2002.
Analysis of antioxidant activities of common vegetables employing oxygen radical absorbance capacity ORAC
and ferric feducing antioxidant power FRAP assays: A comparative study. J.Agric.Food.
Chem 50:3122-3128.
Packett LV, Linda H Chen and Jean Y Lu. 1971. Antioxidant potential of tempeh as compared to tocopherol. Juurnal of Food Science 36:798-799.
Palanisamy N, Periyasamy Viswanathan, Carani Venkataraman Anuradha. 2008. Effect of Genistein, a Soy Isoflavone, on Whole Body Insulin Sensitivity
and Renal Damage Induced by a High-Fructose Diet. Renal Failure 30:645–654.
Patel RP, Brenda J. Boersma, Jack H. Crawford, Neil Hogg, Marion Kirk, Balaraman Kalyanaraman, Dale A. Parks, Stepen Barnes, Victor Darley
Usmar. 2001. Antioxidant mechanism of isoflavones in lipid systems: Pardoxical effects of peroxyl radical scavenging. Free Radical Biology
Medicine
Vol.31 No.12: 1570–1581. Patel, Chandra. 1995. Fighting heart disease A practical self-help guide to
prevention and treatment. London: Dorling Kindersley Publishers Limited.
112 Patel S, Kent K. 1998. Risk Factors and Their Role in the Diseases of the Arterial
Wall. Seminars in Vascular Surgery 11:156. Pawiroharsono S. 1997. Prospect of Tempe as Functional Food. Reinventing
The Hidden Miracle of Tempe. Indonesia Tempe Foundation. Pawiroharsono S 1999. Microbiological Aspects of Tempe. The complete
handbook of tempe, the unique fermented soy food of Indonesia. The American Soybean Association.
PERSAGI Persatuan Ahli Gizi. 2009. Tabel komposisi pangan Indonesia.
Jakarta. Philibert A, Claire Vanier, Nadia Abdelouahab, Hing Man Chan, and Donna
Mergler. 2006. Fish intake and serum fatty acid profiles from freshwater fish. Am J Clin Nutr ;84:1299 –307.
Potter S, Bakhit RM, Essex-Sorlie DL, Weingartner KE, Chapman KM, Nelson RA, Prabhudesai M, Savage WD, Nelson AL, Winter LW. 1993.
Depression of plasma cholesterol in men by consumption of baked products containing in soy protein. Am J Clin Nutr 58:501-506.
Potter SM. 1995. Overview of proposed mechanism for hypocholesterolemic effect of soy. J.Nutr 125:606S-611S.
Potter SM, Baum J, Teng H, Stillman R, Shay N and Jr, J.E. 1998. Soy protein and isoflavones; their effects on blood lipids and bone density in
postmenopausal women. American Journal of Clinical Nutrition 68:S
1375-1379. Purba MB, Wijaya Lukito, Wahlqvist ML, Kouris-Blazos A. Hadisaputro S,
Lestiani L, Wattanapenpaiboon N, Sudiyanto K. 1999. Food intake and eating patterns of Indonesian elderlubefore the 1998 economic crisis. Asia
Pacific J Clin Nutr 8: 200-206.
Purwantyastuti. 2000.
Relation of lipid peroxides to food habits, selected coronary heart disease risk factors and vitamin E supplementation the
elderly. Disertation. Post graduate program. University of Indonesia.
Purwantyastuti. 2007. The relation of tempeh consumption and plasma lipid peroxides
in the
elderly. Majalah
kedokteran Indonesia
; Volume:57,Nomor:10.
Pratt DE and Birac PM. 1979. Source of antioxidant activity of soybeans and soy products. J.Food Scr 44:1720-22.
113 Ratnam DV, DD Ankola, V Bhardwaj, DK Sahana, MNV Ravi Kumar. 2006.
Role of antioxidants in prophylaxis and therapy: A pharmaceutical perspective
. Journal of Controlled Release
113:189 –207.
Reynolds K, Ashley Chin, Karen A. Lees, Aline Nguyen, Deborah Bujnowski, and Jiang He. 2006.
A Meta-Analysis of the effect of soy protein supplementation on serum lipids. Am J Cardiol 98:633– 640.
Rimbach G, Christine Boesch-Saadatmandi, Jan Frank, Dagmar Fuchs, Uwe Wenzel, Hannelore Daniel, Wendy L Hall, Peter D. Weinberg. 2007.
Dietary isoflavones in the prevention of cardiovascular disease – A molecular perspective. Food and Chemical Toxicology 46:1308-1319.
Roda E, Mazella G, Cornia GL, et al. 1983. Effects of soybean protein-rich diet on biliary lipid composition. ElsevierNorth Holland Biochemical Press
309-312.
Rosadi, GN. 1996. Efektivitas kacang merah dan tempe sebagai sumber asam amino berantai cabang terhadap pencegahan progresivitas sirosis hati pada
tikus wistar Disertasi.
Bandung:Program Pascasarjana, Universitas Padjajaran.
Sanchez A. Hubbard RW. 1991. Plasma amino acids and the insulinglucagon ratio as an explanation for the dietary protein modulation of
atherosclerosis. Med. Hypotheses 35:324- 329.
Sarkar PK, Jones LJ, Craven GS, Somerset SM Palmer C. 1997. Amino acid profiles of kinema, a soybean-fermented food. Food Chemistry 59:69-75.
Schlenker, ED and Sara Long. 2007. Willianms’Essentials of Nutrition and diet therapy, Ninth Edition. Mosby Elsevier.
Setchell KDR and Adlercreuts H. 1988. Mammalian lignans and phytoestrogens. Recent studies on their formation, metabolism and biological role in health
and disease. InRole and of the Gut Flora in Toxicity and Cancer; ed. IR Rowland, pp.315-45. London: Academic
Setchell KDR and Aedin Cassidy. 1999. Dietary isoflavones: biological effects and relevance to human health. J Nutr 129:758S-767S.
Setchell KDR, Brown N, Desai P, Zimmer-Nechimias L, Wolfe B, Brashear W, Kirshner A, Cassidy A and Heubi J. 2001.
Bioavailability of pure isoflavones in healthy humans and analysis of commercial soy isoflavone
supplements. Journal of Nutrition 131:S1362-S1375.
Setchell KDR, Brzezinski A, Brown NM, 2005. et al. Pharmacokinetics of a slow- release formulation of soybean isoflavones in health postmenopausal
women. J Agric Food Chem 53: 1938-44.
114 Simatupang P, Marwoto, Dewa Swastika. 2005. Pengembangan kedelai dan
kebijakan penelitian di Indonesia. Dalam lokakarya Pengembangan kedelai dan lahan sub optimal. Balitkabi, Malang. 26 Juli 2005.
Sirtori CR, Galli G, Lovati MR, Carrara P, Bosisio E Kienle MG. 1984. Effects of dietary proteins on the regu lation of liver lipoprotein receptors
in rats. J. Nutr. 114: 1493-1500.
Sirtori CR, Lovati MR, Manzoni C, et al. 1995.
Soy and cholesterol reduction:clinical experience. J Nutr 125:598S-605S.
Shorey RL, Day PJ, Willis RA, et al. 1985. Effects of soybean polysacharide on plasma lipids. J Am Diet Assoc 85:1461-1465.
Soeatmaji, D W. 1998. Peran stress oksidatif dalam pathogenesis angiopati mikro dan makro DM. Medica;524:318-125.
Squadrito F, Altavilla D, Squadrito G, Saitta A, Cucinotta D, Minutoli L, Deodato B, Ferlito M, Campo GM, Bova A Caputi AP. 2000.
Genistein supplementation and estrogen replacement therapy improve endothelial
dysfunction induced by ovariectomy in rats. Cardiovasc. Res 45:454–462.
Stahl H D and R J Sims. 1985. Tempeh OiI-Antioxidant?. JAOCS; Vol 63, no. 4.
Steinberg F, Guthrie N, Villablanca A, Kumar K and Murray M. 2003. Soy protein with isoflavones has favorable effects on endothelial function that
are independent of lipid and antioxidant affects in healthy postmenopausal women. American Journal of Clinical Nutrition 78:123-130.
Steinkraus KH, Lee CY and Buck PA. 1965. Soybean fermentation by the onchom mold Neurospora. Food Techno 19:119.
Stillings BR and LR Hackles. 1965. Amino acid studies on the effect of
fermentation time and heat processing of tempe. Cornell University. Suarsana I N. 2009. Aktivitas hipoglikemik dan antioksidatif ekstrak metanol
tempe pada tikus diabetes Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sudarmadji S and Pericles M. 1977
. The Phytate and phytase of soybean tempeh. J. Sci. Fd Agric
28:381-383. Sudarmadji S and P Markakis. 1978. Lipid and other changes occurring during
the fermentation and frying of tempeh. Fd. Chem:3.
115 Sugyarto. 1990. Pengaruh tempe kedele terhadap profil lipid penderita-penderita
hiperkolesterolemia yang berobat di bagian ilmu penyakit dalam FK UIRSCM Jakarta tesis.
Jakarta:Fakultas Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Survei Kesehatan Rumah Tangga. 2002. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Susianto. 2011.
Peran formula tempe sebagai sumber vitamin B12 dan implementasinya untuk diet vegetarian. Disertasi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Sutar AC, Banavalikar MM, Biyani MK. 2001. Pharmacological activities of genistein, an isoflavone form soy Glycine max: part II-anti-cholesterol
activity, effects on osteoporosis menopasal symptoms. Indian J Exper Biol
39:520-525. Sutardi and K.A.Buckle. 1985. Reduction in phytic acid levels in soybeans during
tempeh production, storage and frying. Journal of Food Science 50:260- 261.
Suzuki T, Kohno H, Hasegawa A, Toshima S, Amaki T, Kurabayashi M, et al. 2002.
Diagnostic implications of circulating oxidized low density lipoprotein levels as a biochemical risk marker of coronary artery disease.
Clin Biochem ; 35:347-53.
Taher Achmad. 2003. Peran fitoestrogen kedelai sebagai antioksidan dalam penanggulangan aterosklerosis Thesis. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Taku K, Keizo Umegaki, Yoko Sato, Yuko Taki, Kaori Endoh and Shaw Watanabe 2007. Soy isoflavones lower serum total and LDL cholesterol
in humans: a meta-analysis of 11 randomized controlled trials. Am J Clin Nutr
85:1148-56. Tanaka Y, Shiozawa S, Morimoto I, Fujita T. 1989. Zinc inhibit pokeweed
mitogen-induced development of immunoglobulin-secreting cells through augmentation of CD4 and CD8 cells. Int J Immunopharmacol 116: 673-
679.
Tamura Y, Takenaka S, Sugiyama S, Nakayama R. 1998. Occurrence of anserine as an antioxidative dipeptide in a red alga, porphyra yezoensis. Biosci
Biotechnol Biochem 62:561-563.
Tasker,T. Potter, S.M. 1993 Effects of dietary protein sourceon plasma lipids, HMG CoA reducÃaseactivity, and hepalic glutathione levels in gerbils. J.
Nutr. Biochem 4:458-462.
116 Teede, Helena., Fabien S. Dalais, Dimitra Kotsopoulos, Yu-Lu Liang, Susan
Davis and Barry P. 2001. McGrath. 2001. Teran Francis co Ruiz and J David Owens. 1999. Fate of oligosaccharides during
production of soya bean tempe. J Sci Food Agric 79:249-252. Teresa Sonia de Pascual et al. 2006. Absorption of isoflavones in humans:
effects of food matrix and processing. Journal of Nutritional Biochemistry 17:257-264.
Tham, D., Gardner, C. and Haskell, W. 1998. Potential health henefits of dietary phytoestrogens: a review of the clinical, epidemiological, and mechanistic
evidence. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 83:223- 2235.
Thompson, GR. 1990. A hand book of hiperlipidemia. MSD Current Science Ltd.
London, 89-94. Toshima S, Hasegawa A, Kurabayashi M, Itabe H, Takano T, Sugano J, et al.
2000. Circulating oxidized low density lipoprotein levels. A biochemical risk marker for coronary heart disease. 2000. Arterioscler Thromb Vasc
Biol ; 20:2243-7.
Tsukamoto, C., Shimada, S., Igata, K., Kudou S., Kokubun, M., Okubo K dan Kitamura, K. 1995. Factors afecting isoflaones content in soybean seeds
changes in isoflavones, saponins, and composition of fatty cid at different temperatur during seed development. J. Agric. Food Chem 43:1184-
1192.
Torres N, Ivan Torre-Villalvaso, Armando R. Tovar. 2006. Regulation of lipid metabolism by soy protein and its implication in diseases mediated by
lipid disorders. Journal of Nutritional Biochemistry 17: 365-373.
Tsai AC, Mott EL, Owen GM, et al. 1993. Effects of soy polysaccharide on gastrointestinal functions, nutrient balance, steroid excretions, glucose
tolerance, serum lipids and other parameters in human. Am J Clin Nutr 38:505-511.
US Development of Agriculture Nutrient Data Laboratory, USDA-Iowa State University database on the isoflavone content of foods, release 1.3. 2002.
Internet: http:www.nal.usda.govfnicfoodcompdataisoflavisoflav.html.
Valtin Heinz. 2002. Drink at least eight glasses of water a day. Really?? Is there scientific evidence for 8x8? Am J Physiol Regulatory Integrative Comp
Pysiol ;283:993-1004.
Vina Jose et al. 2008. Modulation of longevity-associated genes by estrogens or phytoestrogens. Biol. Chem 389:273-277.
117 Vinson JA, Dabbagh YA, Serry MM, and Jang J. 1995. Plant flavonoids,
especially tea flavonols, are powerful antioxidants using an in vitro oxidation model for heart disease. J. Agric. Food Chem 43:2800-2802.
Vouldoukis I, Sivan V, Vosenin MC, Kamate C, Calenda A, Mazier D and Dugas B.
2000. Fc-receptor-mediated intracellular delivery of CuZn-
Superoxide Dismutase SOD1 protects againts redox-induced apoptosis through a nitric oxide dependent mechanism. Mol.Med 6:1042-1053.
Vouldoukis I, Lacan, Kamate C, Coste P, Calenda A, Mazier D, Conti M and Dugas B.
2004. Antioxidant and anti-inflammatory properties of a
curcumis melo LC. Extract rich in superoxide dismutase activity. J.Ethnopharmacol
94:67-75. .
Vouldoukis I, Conti M, Kolb JP, Calenda A, Mazier D and Dugas B. 2003. Induction of Th1-dependent immunity by orally effective melon
superoxide dismutase extract. Curr.Trends Immunol 5:141-145.
Wagenknecht AC, LR Mattick, LM Lewin, DB Hand and KH Steinkraus. 1960. Changes in Soybean Lipids During Tempeh Fermentation Presented at the
Twentieth Annual Meeting of the Institute of Food Technologists, San Francisco
May 18, 1960. Wang C and Kurzer M. 1998. Effects of phytoestrogens on DNA synthesis in
MCF-7 cells in the presence of estradiol or growth factors. Nutrition and cancer
31:90-100. Wang HL, EW Swain, LL Wallen and DC Hesseltine. 1975. Free fatty acids
identified as antitryptic factor in soybeans fermented by rhyzopus
aoligosporus. J.Nutr 105:1351-1355. Wang HJ and Murphy PA. 1994A. Isoflavone content in commercial soybean
foods. J Agric Food Chem 42: 1666-73. Wang HJ and Murphy PA. 1994B. Isoflavone composition of American and
Japanese soybeans in Iowa: effects of variety, crop year, and location. Journal of Agricultural and Food Chemistry
42:1674-1677. Wang HL, Doris I Ruttle, CW Hesseltine. 1996. Protein Quality of Wheat and
Soybeans After Rhizopus oligosporus Fermentation. J. Nutrition 109-114. Wangen KE, Duncan AM, Xu X. Kurzer MS. 2001. Soy isoflavones improve
plasma lipids in normocholesterolemic and mildly hypercholesterolemic postmenopausal women. Am. J. Clin. Nutr 73: 225–231.
Wardani N. 2000. Pengaruh formula tempe terhadap kadar kolesterol total dan apolipoprotein B penderita hiperkolesterolemia
Thesis. Jakarta:
Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
118 Wei H, Bowen R, Cai Q, Barnes S, Wang Y.
1995. Antioxidant and
antipromotional effects of the soybean isoflavone genistein. Proc. Soc. Exp. Biol. Med.
208 1: 124-30. Winarno FG. 1985. Tempe: peningkatan mutu dan statusnya di masyarakat,
dalam dalam Hermana, dan Darwin Karyadi penyunting. Simposium Pemanfaatan Tempe dalam Peningkatan Upaya Kesehatan dan Gizi.
Puslitbang Gizi Depkes RI . Bogor
Winarsi H. 2004. Respons hormonal dan imunologis wanita premenopause terhadap minuman fungsional berbahan dasar susu skim yang
disuplementasi dengan isoflavon kedelai dan Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wolters M and Hahn A. 2004. Soy isoflavones: a therapy for menopausal symptoms? Wien Med Wochenschr 154:334-41.
Wooleet L A and Dietschy. 1994. Effect of long-chain fatty acids on low-density lipoprotein cholesterol metabolism. Am J Clin Nutr: 60;991S-996S.
Xu Jiaqiong, Sigal Eilat-Adar, Catherine Loria, Uri Goldbourt, Barbara V Howard, Richard R Fabsitz, Ellie M Zephier, Claudia Mattil, and Elisa T
Lee. 2006. Dietary fat intake and risk of coronary heart disease: the Strong Heart Study. Am J Clin Nutr ; 84:894 –902.
Wu X, Beecher GR, Holden JM, Haytowitz DB, Gebhardt SERL. 2004.
Lipophilic and hydrophilic antioxidant capacities of common foods in the United States. J.Agric.Food.Chem 52:4026-4037.
Xu X, Wang JJ, Murphy PA, Hendrich S. 2000. Neither background diet nor type of soy food affects short-term isoflavone bioavailability in women. J Nut
130:798-801.
Yeung John and Tak-fu Yu. 2003. Effects of isoflavones soy phyto-estrogens on serum lipids: a meta-analysis of randomized controlled trials. Nutrition
Journal 2:15
Zamora RG and Veum TL. 1988. Nutritive value of whole soybeans fermented with Aspergillus oryzae or Rhizopus oligosporus as evaluated by neonatal
pigs. Journal of Nutrition 118:438-444.
Zhan S and Suzanne CH. 2005. Meta-analysis of the effects of soy protein containing isoflavones on the lipid profile. Am J Clin Nutr 81:397-408
1
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah 2x4 minggu cross-over paralel group, RCT randomized control triall dengan washout. Cross-over merupakan suatu cara
untuk membandingkan beberapa perlakuan pada sampel yang sama di waktu yang berbeda, sehingga akan diperoleh hasil yang lebih tepat dengan jumlah sampel
yang lebih sedikit dibandingkan dengan metode paralell group trials Hills Armitage 1979; Garcia et al. 2004. Untuk mengurangi carryover effect maka
diterapkan satu periode washout selama 4 minggu.
Dalam pelaksanaan
penelitian, peneliti tidak mengetahui jenis perlakuan yang diterima oleh setiap sampel, hanya petugas lapangan dan sampel yang mengetahui perlakuan apa yang
diberikan. Protokol pelaksanaan penelitian sudah mendapatkan Persetujuan Etik dari
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia No: LB.03.04KE66932009.
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di Kota Bogor. Sampel yang diambil berasal dari beberapa posbindu yang menjadi binaan Dinkes Kota Bogor. Dasar pemilihan
lokasi adalah keaktifan posbindu sehingga mempermudah operasional penelitian di lapangan
. Lokasi penelitian terpilih berasal dari Kelurahan Tanah Sareal,
Pondok Rumput, Ciwaringin, Ciomas dan Sindang Sari. Penapisan sampel mulai dilakukan sejak bulan Maret hingga April 2009,
sedangkan intervensi dilakukan mulai Mei hingga Agustus 2009. Penelitian ini
dibagi menjadi 2 fase, dimana fase I pengambilan darah dilakukan pada 26 Mei 2009 sebelum intervensi dan 24 Juni 2009 setelah intervensi, sedangkan fase II
dilakukan pada 22 Juli 2009 sebelum intervesi dan 20 Agustus 2009 setelah intervensi. Selanjutnya analisis serum darah dilakukan sejak April 2009 hingga
Januari 2010.
2
Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Target Target populasi pada penelitian ini adalah wanita yang telah menopause
antara 1 hingga 5 tahun dan tinggal di wilayah Kota Bogor. Populasi studi adalah wanita menopause antara 1 hingga 5 tahun yang menjadi binaan posbindu terpilih.
Selanjutnya populasi tersebut harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.
2. Sampel Sampel harus memenuhi kriteria penerimaan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, antropometri, dan hasil penapisan pemeriksaan darah. Berdasar hasil penapisan terpilih sampel yang selanjutnya akan dijelaskan tujuan
penelitian, perlakuan penelitian yang akan dilakukan, manfaat dan kerugian menjadi sampel penelitian. Jika sampel bersedia, maka akan menandatangani
formulir persetujuan tertulis terhadap tindakan media yang dilakukan. 3. Penentuan Jumlah Sampel
Penelitian ini menggunakan rumus sampel desain cross over Sd
N = 10.5 -----
2
D 10.5
= 90, P 0,05
Sd = standar deviasi kolesterol total = 34.6 mmdL Alrasyid 2007
D = perbedaan atau efek yang diharapkan =19.6 mmdL Alrasyid
2007 N
= 33 Banyaknya sampel yang diperlukan dengan power 90 dan p 0,05
berdasar hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Alrasyid 2007 minimal dibutuhkan 33 sampel. Mengingat waktu penelitian yang relatif lama 3.5 bulan
dan untuk mengantisipasi drop out selama penelitian, maka jumlah minimal sampel ditambah 100, sehingga jumlah sampel di awal penelitian diambil
sebanyak 67 sampel.
3 Sampel terpilih akan dibagi secara random untuk menentukan kelompok
perlakuan. Random dilakukan menggunakan tabel acak. Proporsi jumlah sampel terbagi rata pada 2 kelompok perlakuan. Pengacakan dilakukan oleh personil
yang tidak turut dalam kegiatan penelitian dan tidak disaksikan sampel dan peneliti peneliti tidak mengetahui sampel terpilih untuk masing-masing
perlakuan.
Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Pengeluaran
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sampel adalah. Kriteria Inklusi
- Wanita menopause, masa menopause antara 1 tahun hingga 5 tahun
- Menopause terjadi secara alami
- Bersedia menjadi responden dan mematuhi peraturan yang dibuat selama
penelitian dengan mengisi surat pernyataan -
Salah satu profil lipid darah tidak normal kolesterol 200 mgdL, kolesterol-LDL 130 mgdL trigliserida 150 mgdL, kolesterol-HDL
40 mgdL atau mengalami hipertensi sistolik 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg
Kriteria eksklusi -
Mempunyai riwayat atau sedang mengalami penyakit hati, ginjal, gangguan tiroid, kanker, PJK, stroke, diabetes mellitus dan penyakit
lainnya -
Rutin mengkonsumsi suplemen -
Rutin mengkonsumsi obat hipoglikemi, fitofarmaka, hipolipid. -
Penganut vegetarian -
Menggunakan terapi estrogen Kriteria Pengeluaran
- Pada saat masuk dalam fase perlakuan, sampel tidak mengonsumsi tempe
selama 3 hari berturut-turut -
Indikasi kriteria eksklusi ditemukan pada sampel sewaktu penelitian berlangsung
- Sampel tidak menjalani pemeriksaan darah secara lengkap
4
Alur Penelitian
Setelah ditentukan sampel yang memenuhi kriteria inklusi maka penelitian dapat dilaksanakan. Penelitian ini di bagi menjadi empat fase, dimulai dari fase
run-in , dan selanjutnya diikuti dengan fase 1 dan fase 2 yang diselingi dengan fase
washout .
Run in phase Fase 1
Washout Fase 2
2 mgg 4 mgg
4 mgg 4 mgg
Darah 1 Darah2
Darah 3 Darah 4
Darah 5 penapisan
Gambar 13 Alur penelitian. Run-in phase
: -
2 minggu -
home diet mengonsumsi makanan dari rumah seperti biasa
- Record konsumsi 2 hari untuk mengetahui pola konsumsi base line.
- Responden tidak diperbolehkan mengonsumsi kedelai dan hasil olahnya
- Responden tidak diperkenankan konsumsi semua jenis suplemen dan obat
Treatment tempe -
4 minggu -
Home diet + tempe 160 g tempehr
- Tempe diberikan 6 hrmgg.
Kontrol -
4 minggu -
Home diet -
Responden tidak mengonsumsi kedelai dan hasil olahnya Washout
- 4 minggu
- Home diet
- Responden tidak mengkonsumsi kedelai dan hasil olahnya
Tempe Kontrol
Kontrol Tempe
5 Responden mempersiapkan seluruh kebutuhan makannya sendiri kecuali
tempe yang disiapkan oleh peneliti. Tahap pertama penapisan adalah mendaftar semua ibu menopause dengan
masa menopause 12 bln – 59 bln. Calon sampel diundang untuk mendapat penjelasan tentang penelitian meliputi tahapan penelitian serta kerugian dan
keuntungan menjadi sampel. Calon sampel yang bersedia mengikuti tahapan penelitian diwajibnya mengisi form persetujuan. Form persetujuan merupakan
dasar untuk dimulainya penelitian yaitu tahap run in. Sebelum run in, dilakukan pemeriksaan spesimen darah dan antropometri
sebagai pengukuran dasar base line untuk penapisan sampel. Calon sampel wajib puasa sekitar 10-12 jam sebelum dilakukan pengambilan darah.
Pengambilan darah serentak dilakukan pada hari yang sama dimulai jam 6.30 WIB hingga jam 9.00 WIB, selanjutnya darah di bawa ke laboratorium untuk
dipisahkan serum nya dan serum disimpan dalam suhu -20 C sebelum dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Parameter yang diukur pada tahap tersebut meliputi: kolesterol total, K-LDL, K-HDL, trigliserida dan tekanan darah. Individu yang
memenuhi kriteria inklusi akan dimasukkan sebagai sampel penelitian. Sampel terpilih akan menjalani run in phase, dimana mereka mulai
menghindari konsumsi tempe, produk kedelai, maupun suplement yang biasa dikonsumsi selama minimal 2 minggu. Fase run in dilakukan selama 2 minggu
untuk membersihkan kadar isoflavon dalam darah sampel dan merupakan tahap sosialisasi sebelum masuk pada tahap intervensi.
Setelah run in selesai atau sebelum fase 1 dimulai, maka dilakukan pengambilan darah ke 2. Selanjutnya secara random, sampel dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok perlakuan intervensi tempe dan kelompok kontrol. Diakhir fase 1 dilakukan kembali pengambilan darah yang ke 3, diikuti dengan
washout selama 4 minggu. Selesai washout kemudian dilakukan pengambilan
darah ke 4, setelah itu masuk fase 2 yaitu fase cross over, dimana sampel yang pada fase 1 masuk pada kelompok intervensi, maka pada fase ke 2 masuk ke
kelompok plasebo, begitu juga sebaliknya. Fase 2 juga dilakukan selama 4 minggu. Setelah 4 minggu fase 2 berakhir, maka dilakukan pengambilan darah
terakhir ke 5.
6 Fase Intervensi diberikan selama 4 minggu berdasar hasil berbagai
penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa minimal intervensi protein kedelai maupun isoflavon dilakukan selama 2 minggu, dan dalam selang waktu tersebut
dapat dilihat perubahan pada parameter yang diukur. Penelitian terdahulu yang memberikan protein kedelai maupun isoflavon terhadap profil lipid juga
menunjukkan hasil bahwa perubahan dapat dilihat setelah pemberian selama 2 minggu. Besarnya perubahan parameter sangat tergantung dari besarnya dosis,
bentuk intervensi, lama intervensi dilakukan, serta kondisi pre test sampel perlakuan. Adapun wash out diberlakukan selama 4 minggu dengan alasan untuk
memberikan kesamaan waktu antara intervensi dan wash out, dan dari penelitian yang pernah dilakukan bahwa kadar isoflavon akan bersih dalam darah setelah 2
minggu fase wash out serta untuk menghilangkan pengaruh intervensi yang telah diterima sampel sebelumnya. Jumlah sampel dari awal hingga akhir penelitian
disajikan dalam Gambar 14.
Gambar 14 Jumlah sampel dari awal hingga akhir penelitian.
123 orang Penapisan
Sampel
Fase I 67 orang
30 orang 30 orang
Pos-test 29 orang
30 orang
29 orang 27 orang
27 orang 26 orang
Pos-test Pre-test
Pre-test
Fase II 440 orang
7 Sampel total terpilih sebanyak 67 orang, namun yang hadir pada saat
pengambilan darah pre-test hanya 60 orang. Sebanyak 7 orang tidak hadir karena bekerja di tempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk diberi
intervensi. Dari 60 orang yang mengikuti awal intervensi, terdapat 53 orang yang mengikuti semua prosedur penelitian secara lengkap. Terjadi drop out sebanyak
7 orang disebabkan karena 1 orang sakit tetanus, 1 orang tidak hadir saat pengambilan darah terakhir, dan 5 orang tidak bersedia melanjutkan intervensi
dengan alasan non medis. Untuk setiap pengambilan darah ke 1 hingga ke 5 dilakukan prosedur yang
sama, diawali dengan puasa selama 10-12 jam sebelumnya dan pengambilan darah dilakukan serentak pada hari yang sama dimulai pukul 6.30 hingga selesai.
Darah selanjutnya dibawa ke laboratorium dan dipisahkan serumnya, dibagi ke dalam beberapa cuvet kecil dengan volume sesuai dengan jenis pemeriksaan.
Serum disimpan pada suhu -20 C sebelum didistribusikan ke laboratorium yang
akan melakukan analisis lebih lanjut.
Intervensi
Tempe yang digunakan sebagai bahan intervensi berasal dari satu produsen tempe yang ada di Kota Bogor, hal tersebut untuk menjamin
keseimbangan kandungan isoflavon yang dihasilkan karena menggunakan prosedur yang selalu sama saat pembuatannya. Kedelai sebagai bahan dasar
pembuatan tempe adalah merek Americana, sedangkan ragi yang digunakan diproduksi oleh PT. Aneka Fermentasi Industri, Bandung BPOM RI. MD
262628001051. Teori yang ada menunjukkan bahwa kandungan isoflavon tempe akan
lebih tinggi pada tempe yang mengalami 2 kali perebusan. Berdasar hal tersebut, peneliti menunjuk satu produsen dengan proses pembuatan melalui perebusan 2
kali. Sebelum ditentukan produsen tempe yang akan diambil sebagai pemasok, dilakukan analisa isoflavon pada 2 tempat pembuatan tempe, dimana kedua
tempat tersebut mengerjakan pembuatan tempe dengan proses yang berbeda. Hasil analisis yang dilakukan sebanyak 3 kali uji isoflavon menunjukkan
bahwa 160 g tempe mentah basah mengandung rata-rata 49.3 mg isoflavon.
8 Kandungan protein dalam 160 gr tempe mentah 26.4 g yang masih dianggap aman
untuk diberikan setiap harinya. Intervensi tempe yang diberikan sebanyak 160 g per hari, 6 hari dalam
seminggu selama 4 minggu. Selama fase intervensi, setiap hari jam 06.00 WIB produsen tempe mengantar tempe mentah ke peneliti.
Proses pemasakan membutuhkan waktu sekitar 1 jam dan proses pengemasan membutuhkan waktu
sekitar 30 menit. Sekitar jam 09.00 WIB tempe matang yang telah dikemas siap didistribusikan ke sampel, dan tiba dirumah sampel sekitar pukul 09.30 WIB
hingga 11.00 WIB. Tempe tidak harus dihabiskan pada satu saat tertentu, namun diminta untuk dihabiskan dalam
satu hari. Untuk mengontrol kepatuhan
konsumsi tempe, maka setiap hari petugas pengantar tempe menanyakan konsumsi tempe sehari sebelumnya.
Tempe diberikan sebanyak 160 g atau setara dengan 4 potong tempe ukuran sedang. Menu tempe yang diberikan diganti setiap hari dengan ragam
jenis masakan : 1. Panggang rempah
2. Oseng 3. Bumbu kencur
4. Panggang opor 5. Sukiyaki
6. Semur 7. Bumbu kacang
8. Kari kemangi 9. Bacem
10. Sambal kencur 11. Botok
Instrumen Penelitian
Formulir yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Formulir karakteristik sampel usia, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran,
suku, lama menopause, kebiasaan Olah Raga dan merokok 2. Formulir pengetahuan gizi
3. Formulir pemeriksaan darah
9 4. Formulir IMT
5. Formulir antropometri BB, TB 6. Formulir kesehatan tekanan darah, status kesehatan saat pemeriksaan
7. Formulir konsumsi : Food Frequency Quesioner FFQ dan food record.
Peralatan dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan meliputi 1. Timbangan BB merek seca dengan ketelitian 0,1 kilogram
2. Pengukur TB microtoise dengan ketelitian 0,1 centimeter 3. Pengukur tekanan darah sphygmomanometer dengan ketelitian 1,0 mmHg
4. Peralatan pengambil darah: syringe 10cc, kapas, alkohol, plester, tabung 5. Peralatan laboratorium: tube, sentrifuse, freezer, lemari es, shaker, printer,
spectrophotometer UV-1601 dengan panjang gelombang 200-800 nm untuk pemeriksaan MDA , ELISA reader untuk pemeriksaan SOD dan OxLDL,
Hitachi 902 analyzer enzymatic colorimetric test untuk pemeriksaan profil lipid, AAS untuk pemeriksaan Zn.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi karakterisik responden yang terdiri dari: nama, tanggal lahir, menstruasi terakhir, lama menopause, suku
bangsa, status pernikahan, frekuensi kehamilan, jumlah anak, keikutsertaan KB, jenis KB yang digunakan.
Identitas responden dikumpulkan di awal tahap penelitian. Data sosial ekonomi meliputi : pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
pengeluaran, jumlah anggota keluarga dalam satu rumah. Data aktivitas fisik meliputi aktivitas di rumah dan olah raga lama, jenis, dan frekuensi.
Data status kesehatan yang dikumpulkan meliputi riwayat penyakit,
konsumsi obat, kebiasaan konsumsi suplement. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter yang meliputi pemeriksaan fisik, anamnesa, keluhan dan riwayat
penyakit. Pemeriksaan kesehatan dilakukan setiap kali akan dilakukan
pengambilan darah. Data antropometri meliputi: BB dan TB. Pengukuran TB dilakukan di
awal penelitian sedangkan pengukuran BB dilakukan bersamaan dengan setiap
10 kali dilakukan pengambilan darah. Pengukuran TB menggunakan Microtoise
dengan ketelitian 0.1 cm, pengukuran BB menggunakan timbangan injak merek seca ketelitian 0.1 kg, dan pengukuran tekanan darah menggunakan alat ukur
tekanan darah tensimeter raksa. Tabel 9 Variabel penelitian
Variabel Sebelum
run-in Sebelum
fase 1 Setelah
fase 1 Sebelum
fase 2 Setelah
fase 2 Karakteristik sampel
Sosial Ekonomi
Profil Lipid
-Total kolesterol
-Kolesterol-HDL
-Kolesterol-LDL
-Trigrliserida
SOD
Zn
Ox-LDL
MDA
Pemeriksaan Kesehatan
Tekanan Darah -Sistolik
-Diastolik
Sindrom Menopause
BB
TB
Record 1xmg
FFQ 1xbl
Data biokimia darah meliputi: profil lipid, SOD, Zn, OxLDL, MDA. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 5 kali.
Data konsumsi meliputi : pencatatan konsumsi makanan food record dan FFQ. Food record dilakukan 1
minggu sekali, sehingga total selama penelitian diperoleh 14 food record untuk setiap sampel, sedangkan FFQ diambil sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan saat
11 penelitian untuk melihat perubahan frekuensi konsumsi. Dari hasil food record
dianalisis konsumsi energi, karbohidrat, lemak, kolesterol, PUFA, MUFA, SAFA, protein, vitamin E, Se, Zn, Cu dan Fe serta serat. Kepatuhan konsumsi tempe
ditanyakan setiap hari pada keesokan harinya, bersamaan dengan pemberian tempe pada sampel.
Tabel 10 Indikator dan metode pengumpulan data
Variabel Indikator Kunci
Metode
Karakteristik responden
Umur, lama menopause, frekuensi kehamilan, alat KB yang pernah
digunakan Wawancara berdasar kuesioner
Sosial ekonomi Pengeluaran per kapitabulan
Pekerjaan Pendidikan
Wawancara berdasar kuesioner
Status kesehatan Pernahtidak pernah sakit, kebiasaan
minum obat, pemeriksaan fisik kesehatan
Pemeriksaan dan Wawancara
Riwayat penyakit Jenis penyakit yang pernah diderita
Wawancara berdasar kuesioner Konsumsi
Food record FFQ
Konsumsi per hari Frekuensi dalam 1 bulan terakhir
Pengisian formulir food record Wawancara berdasar kuesioner
Antropometri BB, TB
Pengukuran BB dan TB Biokimia darah
Kolesterol total K-LDL
K-HDL Trigliserida
SOD MDA
Ox-LDL Zn
Analisis laboratorium
Zat gizi dan non gizi pada tempe
Protein dan Asam amino Lemak dan asam lemak
Zn, Fe, Cu Isoflavon
Analisis laboratorium
Kepatuhan Jumlah tempe yang dimakan per hari
Wawancara
12 Pengambilan sampel darah dilakukan 5 kali 1 kali penapisan dan 4 kali
saat perlakuan. Sampel darah diambil sebanyak 8 ml dimasukkan dalam tabung tanpa koagulan dan kemudian diputar dengan sentrifuse untuk diambil serumnya.
Serum di bagi menjadi 7 5 untuk variabel dan 2 cadangan. Serum disimpan dalam freezer -20
C sebelum dilakukan analisis. Kandungan gizi dan non gizi tempe yang dianalisis adalah : protein, asam amino, lemak, asam lemak, Zn, Cu,
dan isoflavon total.
Pengendalian Kualitas Data
Tim peneliti direkruit dengan seleksi sehingga memenuhi kriteria tertentu dengan tujuan agar penelitian menghasilkan data yang berkualitas.
Kriteria petugas lapangan adalah sebagai berikut:
- perempuan - lulusan S-1 gizi
- mempunyai pengalaman dalam mewawancarai responden - mempunyai pengalaman di lapangan
- dapat berkomunikasi dengan baik - tertarik dengan penelitian ini
- disiplin - mempunyai komitmen untuk menyelesaikan pekerjaan
- mempunyai kapasitas untuk membuat laporan kegiatan lapangan - mampu bekerja sendiri maupun sebagai tim
Semua calon petugas lapanganpewawancara dilatih selama 1 hari di dalam ruangan dan 1 hari di lapangan. Materi yang diberikan selama pelatihan
adalah latar belakang dan tujuan penelitian survei, desain penelitian, metode pemilihan sampel, bagaimana menghadapi responden, penguasaan kuesioner,
proses wawancara, teknik wawancara pendekatan, pelaksanaan, probing, penyelesaian masalah dan simulasi praktek di kelas. Hari kedua akan dilakukan
ujicoba wawancara di lapangan dengan kriteria responden mirip dengan responden penelitian.
Setelah pelatihan maka modifikasiperbaikan manual dilakukan sesuai dengan pengalaman saat uji coba di lapangan.
Uji coba kuesioner dilaksanakan untuk mencatat berapa lama waktu
dibutuhkan untuk wawancara, menilai alur pertanyaan dan format kuesioner serta
13 jawaban yang kemungkinan belum tercantum sebagai pilihan di kuesioner. Selain
itu juga untuk memastikan bahwa kuesioner telah dipahami dengan baik oleh pewawancara dan menghindari aspek sensitif.
Reliabilitas pertanyaan dikendalikan
untuk menjaga konsistensi pertanyaan yang diberikan oleh pewawancara. Hal ini dilakukan terhadap sub
sampel dari setiap pewawancara dengan cara wawancara ulang yang dilakukan oleh peneliti dan dibandingkan dengan jawaban responden sebelumnya.
Pertemuan rutin petugas dilakukan untuk memastikan data telah terkumpul dengan baik dan untuk mengetahui masalah serta penyelesaiannya di lapangan.
Petugas lapangan secara rutin dikumpulkan bersama-sama setiap hari untuk mendiskusikan hal tersebut. Hasil wawancara akan diperiksa oleh pewawancara
lain dan di periksa kembali oleh peneliti, hal tersebut untuk memastikan semua kuesioner sudah dijawab dengan lengkap oleh sampel.
Pemilihan tempat analisis serum berdasarkan kemampuan peralatan dan tenaga laboratorium yang berpengalaman mengalanisis parameter tertentu. Hal
tersebut menyebabkan analisis tidak dapat dilakukan di satu laboratorium namun menyebar menjadi beberapa tempat. Tabel berikut berisi tempat analisis serum
dilakukan,. Tabel 11 Laboratorium analisis biokimia darah
No. Jenis pemeriksaan
Tempat pemeriksaan 1.
Profil lipid Lab. Patologi Klinik FK – UI
2. SOD
Lab. Biokimia FMIPA Universitas Brawijaya 3.
MDA Lab. Biokimia FMIPA Universitas Brawijaya
4. Ox-LDL
Lab. Biokimia FMIPA Universitas Brawijaya 5.
Zn Lab. Biokimia Puslibang Gizi dan Makanan
Kemenkes RI 6.
Isoflavon tempe Lab. Bioprospeksi Bidang Mikrobiologi LIPI
7. Protein asam amino tempe
Lab. Terpadu IPB 8.
Lemak asam lemak tempe Lab. Terpadu IPB
9. Zn, Cu dan Fe tempe
Lab. Terpadu IPB
14 Penilaian terhadap proses pengumpulan data dilakukan di lapangan oleh
supervisor untuk memeriksa apakah pewawancara mengumpulkan data dengan tepat. Selain itu juga untuk mengetahui masalah yang ditemukan di lapangan.
Penilaian kualitas data entry dilakukan minimal 10 dari total data. Entry ulang akan dilakukan jika terdapat inkonsistensi. Pengukuran antropometri dilakukan
oleh tenaga terlatih dan alat ukur yang digunakan timbangan, microtoise telah dikalibrasi sebelum digunakan.
Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga ahli sedangkan analisis sampel darah dilakukan di beberapa laboratorium yang sudah terstandarisasi.
Pengambilan darah selalu dilakukan serentak mulai jam 6.30 WIB hingga 9.00 WIB. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan variasi hari dan cuaca serta
kondisi lain yang dikhawatir mempengaruhi spesimen darah.
Metode Pemeriksaan Laboratorium
Secara rinci prosedur kerja analisis spesimen darah dimuat dalam lampiran. Berikut secara ringkas adalah reagent yang digunakan dalam analisis
tersebut. 1. Profil lipid
- Kolesterol total: diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric test “cholesterol CHOD-PAP Roche, 2007. No Katalog 11489232-216
- Trigliserida: diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric test “triglycerides GPO-PAP Roche, 2007. No Katalog 11488872-216
- Kolesterol-LDL: diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric test “LDL-cholesterol CHOD-PAP Roche, 2007.
- Kolesterol-HDL diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric test “HDL-cholesterol CHOD-PAP Roche, 2007. No Katalog 04713184-190
2. Aktifitas SOD diperiksa dengan metode activity assay menggunakan reagent merk Northwest NWK-SOD02
3. OxLDL diperiksa dengan metode enzyme immunoassay menggunakan reagent merk Mercodia, Swedia
4. MDA diperiksa dengan spektrofotometer, bahan yang digunakan antara lain TCA, Na Thio, dan HCl
5. Zn diperiksa dengan Atomic Absorption Spectrophotometer AAS
15
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara bertahap, dimulai dari data yang terkumpul di lapangan hingga data siap dianalisis. Data yang terkumpul di
lapangan akan diperiksa oleh peneliti, jika terdapat kekurangan data pewawancara akan melengkapi dengan wawancara ulang kepada sampel. Jawaban pertanyaan
dikoding oleh pewawancara sehingga mempermudah proses input data. Selanjutnya data diinput ke komputer.
Jika proses input data telah selesai, dilakukan proses pembersihan data dengan cara melihat sebaran data setiap
variabel. Data ekstrim akan dicek kembali ke kuesioner. Data yang telah
dibersihkan selanjutnya dianalisis secara diskriptif dan statistik menggunakan soft ware
statistik. Sebelum dilakukan uji statistik lanjut semua data disajikan dalam bentuk statistik elementer minimal, maksimal, rata-rata dan standar deviasi.
Data kuantitatif konsumsi pangan food record yang diambil 1xmgg direkapitulasi untuk mengetahui berbagai jenis pangan dan ukuran gram yang
dikonsumsi sampel. Untuk bahan makanan khususnya jajanan yang tidak lazim, peneliti membeli bahan makanan tersebut di warung sekitar tempat tinggal
responden. Terindikasi ada sekitar 20 jenis jajanan yang dibeli dan digunakan untuk mengetahui bahan asal dan berat makanan. Daftar ini digunakan sebagai
panduan dalam memasukkan jenis makanan ke dalam soft ware. Semua jenis makanan dan berat makanan kemudian dimasukkan dalam soft ware Nutrisurvey
untuk dihitung energi, karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, MUFA, SAFA, PUFA, serat, vitamin E, Seng dan Cu. Hasil tersebut kemudian dibandingkan
dengan AKG WKNPG 2004 untuk mengetahui kecukupan zat gizi setiap sampel. Data kualitatif konsumsi pangan FFQ merupakan data pendukung
kuantitatif di ambil 1xbln direkapitulasi dan dikonversi dalam hari atau minggu untuk menggambarkan frekuensi konsumsi responden.
Analisis data yang pertama dilakukan adalah pengukuran diskriptif terhadap beberapa parameter seperti karakteristik individu dan sosial ekonomi.
Beberapa ukuran yang dianalisis antara lain: mean rata-rata, median, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimal. Uji statistik parameter biokimia
darah dilakukan melalui beberapa tahap.
Tahap pertama adalah menguji distribusi sebaran normalitas data dengan menggunakan Uji Kosmogorov-
16 Smirnov dan Uji homogenitas varian menggunakan Lavena test. Jika p0.05
maka sebaran data tergolong terdistribusi normal dan varians data tergolong homogen.
Untuk mengetahui perubahan kadar parameter biokimia darah sebelum dan setelah intervensi serta membandingkan antara kelompok perlakuan
dan kontrol K-T, K-LDL, K-HDL, trigliserida, SOD, Zn, Ox-LDL dan MDA digunakan Anova design repeated measurement atau GLMRM general linier
model repeated measurement .
Untuk mengetahui hubungan masing-masing konsumsi zat gizi terhadap perubahan kadar setiap parameter biokimia darah dilakukan uji bivariat dengan uji
pearson jika data terdistribusi normal dan uji sperman jika data tidak terdistribusi normal.
Selanjutnya analisis regresi linier multivariat digunakan untuk mengetahui faktor konsumsi zat gizi yang paling mempengaruhi perubahan
parameter darah setelah perlakuan.
Definisi Operasional
Definisi operasional berisi definisi dari setiap parameter atau variabel yang diukur disertai dengan alat ukur yang digunakan, cara mengukur dan hasil
ukurnya. Selengkapnya disajikan pada Tabel 12 berikut.
17 Tabel 12 Definisi operasional
Variabel Definisi Operasional
Alat Ukur Cara Ukur
Hasil Ukur Usia
Usia dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir
Kuesioner Wawancara
50 thn 51 – 55 thn
55 thn Pendidikan
Lama sekolah yang berhasil diselesaikan responden
Kuesioner Wawancara
Lulus SD Lulus SMP
Lulus SMA Lulus AkdS-1
Pekerjaan Aktivitas di dalam atau
diluar rumah yang menghasilkan uang
Kuesioner Wawancara
Bekerja Tidak bekerja
Pengeluaran Besarnya rupiah yang
dikeluarkan perkapita per bulan
Kuesioner Wawancara
rata-rata rata-rata
Suku Asal daerah orang tua
Kuesioner Wawancara
Sunda Jawa
Minang, dll Lama menopause
Dihitung sejak terakhir kali menstruasi hingga saat
penelitian dimulai Kuesioner
Wawancara Lama nya
menopause dalam tahun
Pengetahuan gizi Nilai yang diperoleh setelah
menjawab pertanyaan tentang gizi
Kuesioner Wawancara
Kurang 60 benar
Sedang 60-80 benar
Baik 80 benar
Konsumsi Jumlah dan jenis makanan
yang dikonsumsi dalam satu hari yang disajikan dalam
persentase total dari Angka Kecukupan Gizi
Form food record
Pengisian AKG
AKG
Status Gizi IMT Rasio antara berat badan
dalam kg dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Rumus
: BB kgTB
2
m Timbangan
BB SECA dan pengukur
tinggi microtoise
Menimbang BB responden dengan
timbangan SECA dan TB dengan
microtoise Kurus: 18.5
Normal: 18.5 – 25
Gizi lebih: 25 – 27
Obesitas: 27
18
Variabel Definisi Operasional
Alat Ukur Cara Ukur
Hasil Ukur Tekanan darah
Hasil pengukuran sistolik dan diastolic yang dilakukan pada
posisi duduk setelah beristirahat minimal 10 menit
Tensi meter Mengukur
tekanan darah pada lengan
bagian atas Hipertensi: sistolik
140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg
Non hipertensi: sistolik 140 mmHg
dan diastolik 90 mmHg
Genetik Penyakit yang diturunkan dari
salah satu orang tua atau saudara yang lebih tua
Kuesioner Wawancara
Ada: jika salah satu keluarga yang lebih
tua mengalami salah satu jenis pyk
degeneratif Tidak ada: jika tidak
ada anggota keluarga yang terkena pyk
degeneratif Merokok
Kebiasaan merokok yang dilakukan sehari-hari
Kuesioner Wawancara
Ya: jika saat penelitian sampel
terbiasa merokok Tidak: jika saat
penelitian sampel tidak merokok
Aktivitas fisik Kegiatan olah raga yang
dilakukan secara rutin dalam satu minggu
kuesioner Wawancara
Jarang 3xmg Sering 3xmg
K-Total Kadar kolesterol dalam serum
darah Analisis
laboratorium Pengambilan
darah lewat vena dan
dianalisis di Lab
Rasio
K-LDL Kadar LDL dalam
serum darah Analisis
laboratorium Pengambilan
darah lewat vena dan
dianalisis di Lab
Rasio
K-HDL Kadar HDL dalam
serum darah Analisis
laboratorium Pengambilan
darah lewat vena dan
dianalisis di Lab
Rasio
19
Variabel Definisi Operasional
Alat Ukur Cara Ukur
Hasil Ukur Trigliserida
Kadar trigliserida dalam serum darah
Analisis laboratorium
Pengambilan darah lewat vena
dan dianalisis di Lab
Rasio
SOD Kadar enzim superoksida
dismutase dalam serum darah Analisis
laboratorium Pengambilan darah
lewat vena dan dianalisis di Lab
Rasio
Zinc Kadar Zn dalam serum darah
Analisis laboratorium
Pengambilan darah lewat vena dan
dianalisis di Lab Rasio
MDA Kadar MDA dalam
serum darah Analisis
laboratorium Pengambilan darah
lewat vena dan dianalisis di Lab
Rasio
Oksidasi LDL Kadar oksidasi LDL dalam
serum darah Analisis
laboratorium Pengambilan darah
lewat vena dan dianalisis di Lab
Rasio
SUPEROXIDE DISMUTASE Kit by Northwest, Vancouver
Prinsip Metoda ini di dasarkan pada monitoring laju auto-oksidasi dari hematoxilin,
dengan modifikasi untuk meningkatkan robustness dan reliability. Adanya enzim SOD pada pH spesifik, laju auto-oksidasi dihambat dan persentase dari hambatan
adalah linier pada jumlah SOD yang ada pada kisaran spesifik. Prinsip dasar dari pengukuran dirumuskan sebagai berikut.
SOD O2 + HTH2
XX H2O2 + HT Abs 560
↑ Alat yang dibutuhkan
- Cuvet semi-midro 1.0 mL
- Tabung mikrosentrifugas
- Botol
- Pipet 0.0 – 1.0 mL
- Tips pipet
Prosedur 1. Tambahkan 230 µL assay buffer dalam well sampel
2. Tambahkan 10 µL assay buffer untuk blanko atau 10 µL sampel. Mix dan inkubasi 2 menit
3. Tambahkan 10 µL hematoxylin reagent untuk memulai reaksi. 4. Mix dengan cepat menggunakan shaker dan segera mulai pembacaan
dengan panjang gelombang 560 nm setiap 10 detik atau interval waktu yang pendek, setidaknya 5 menit.
Catatan : Laju reaksi seharusnya akan linier sekitar 10 menit. Penghitungan aktivitas SOD menggunakan rumus sebagai berikut :
1. Y = aX + b 2. Rate
Abs
560nm
min = Y2 – Y1X2 – X1 3. Ratio
sb
= Rate
s
Rate
b
4. Inhibition = 1 – Ratio
sb
100 5. SOD UmL
s
= 1.25 inhibition 6. SOD UmL
os
= SOD UmL
s
Sample dilution factor
Kolesterol
Kolesterol total diperiksa dengan menggunakan monotest Cholesterol CHOD-PAP, dengan metoda enzimatik kolorimetrik dengan batas normal 200
mgdl. Kolesterol ditentukan secara enzimatik menggunakan kolesterol esterase dan kolesterol oksidase. Sampel di tuang dalam kuvet kecil ditambah reagent
kolesterol, diletakkan dalam alat dan pembacaan dimulai, nilai akan keluar secara digital.
Trigliserida
Trigliserida diperiksa dengan menggunakan pemeriksaan enzimatik kolorimetrik “trigliserida GPO-PAP” dengan batas normal 150 mgdl. Sampel
di tuang dalam cuvet, dan ditambahkan buffer4-chlorophenolenzymes dan
pembacaan dimulai serta nilai akan keluar secara digital.
K-HDL
Pemeriksaan K-HDL dilakukan dengan menggunakan metoda HDL Cholesterol, no pretreatment, secara homogeneous enzymatic colorimetric dengan
batas normal 40 mgdl. Sampel dituang dalam cuvet dan ditambahkan R1 dan R2 PEG-modified enzymes4-amino-antipyrinebuffer dan pembacaan dimulai, nilai
akan keluar secara digital.
K-LDL
Pemeriksaan K-LDL dilakukan dengan menggunakan metoda LDL cholesterol CHOD-PAP dengan atas normal 130 mgdl. Sampel dituang dalam
cuvet dan ditambahkan reagent K-LDL dan pembacaan dimulai, nilai akan keluar secara digital.
ANALISIS ISOFLAVON INA Method 118.000
Prinsip Contoh diekstrak pada suhu 65
o
C selama 2 jam dengan alcoholmethanol 80 dan dilakukan penyabunan pada temperature ruang dengan NaOH 2N selama 10 menit
kemudian reaksi dihentikan dengan penambahan asam acetat glacial, kemudian hasil ekstrak disaring, diencerkan dan di sentrifus. Dianalisis dengan HPLC
kolom C18, dengan fase gerak methanol air dan asam asetat. Contoh dibaca pada panjang gelombang 260 nm.
Persiapan contoh: Untuk sampel yang konsentrasi proteinnya tinggi, diusahakan penimbangan 1
gram protein.
Timbang 300 mg contoh ke dalam tabung centrifuge, tambahkan 40 ml methanol 80 , tutup, kocok pada suhu 65
o
C selama 2 jam. Dinginkan pada temperatur ruang, tambahkan 3 ml NaOH 2N, tutup dan kocok selama 10 menint pada orbital
sheaker, tambahkan 1 ml asam asetat glacial, putar agar tersuspensi. Encerkan menjadi 20 ml dengan methanol. Pusingkan selama 10 menit dengan kecepatan
2000 rpm. Dengan standar 40 isoflavon, ambil 1 ml encerkan ke dalam 10 ml methanol 80.
Kondisi alat HPLC detector UV 260 nm
Flow rate 0.8 mlmenit Coloum temperature 30
o
C Coloum C18, gradiant, injection volume 10 µL
OXIDIZED LDL ELISA Kit by Mercodia, Swedia
PRINSIP PENGUKURAN
Mercodia Oxidized LDL ELISA merupakan pengukuran imunologi dari 2 sisi enzim dalam fase padatan. Pengukuran ini didasarkan pada tehnik direct
sandwich, dimana 2 antibodi monoclonal digunakan untuk memisahkan titik antigenic pada molekul oxidized apolipoprotein B. Selama inkubasi oxidized LDL
dalam sampel bereaksi dengan antibody anti-oxidized LDL microtitration well. Setelah pencucian, yang mana menghilangkan komponen-komponen plasma non-
reaktif, antibody peroxidaxe conjugated anti-human apolipoprotein B mengenali fase padatan dari oxidized LDL. Setelah inkubasi kedua dan tahapan pencucian
berikutnya yang menghilangkan antibody enzim terlabel yang tidak terikat, ikatan konjugat dideteksi oleh reaksi dengan TMB. Reaksi dihentikan dengan
penambahan asam untuk memberikan titik akhir kolorimetrik, selanjutnya dibaca dengan spektrofotometer.
ALAT DAN BAHAN
Mikropipet 25 μL dengan disposable tips
Pipet 50, 100, 200, 1000 μL
Gelas kimia dan silinder untuk preparasi sampel H
2
O steril Test tubes dengan tutup 3.5 mL
Microplate reader filter 450 nm
Shaker Microplate washing device
Vortex
REAGENT
Setiap Mercodia Oxidized LDL ELISA kit mengandung reagent untuk 96 wells, tersedia untuk 40 sampel, 2 kontrol, dan 1 kurva calibrator duplo.
a. Coated Plate – 1 plate, 96 wells, ready to use