Determinasi Berat Jenis Zat Kayu

KARYA TULIS

DETERMINASI BERAT JENIS ZAT KAYU

ARIF NURYAWAN
NIP. 132 303 839

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2008

Arif Nuryawan : Determinasi Berat Jenis Zat Kayu, 2008
USU e-Repository © 2008

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di Indonesia tumbuh kurang lebih 4000 jenis pohon berkayu. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor menyimpan contoh kurang
lebih 3233 jenis yang mencakup 785 marga dari 106 suku. Namun hingga saat ini

pohon yang dikenal hanya 400 jenis, tercakup dalam 198 marga dan 68 suku.
(Mandang & Pandit, 1997).
Dari sekian banyak kayu tersebut ternyata memiliki sifat yang bervariasi,
baik arah vertikal (menurut ketinggian) maupun arah horizontal (menurut
kedalaman), baik antar jenis maupun di dalam jenis itu sendiri. Namun demikian
menurut Wahyudi & Coto (2003), walaupun ada variasi sifat (fisis, mekanis,
kimia/ keawetan), secara umum ada 4 sifat yang dimiliki kayu, yaitu : (1)
dihasilkan oleh batang pohon yang sebagian besar elemen penyusunnya tersusun
secara vertikal, (2) berstruktur seluler yang terdiri atas sel-sel sebagai penyusun,
yang secara kimia terdiri atas selulosa, karbohidrat non selulosa (hemiselulosa),
dan lignin, (3) bersifat anisotropis, dan (4) bersifat higroskopis.
Ditambahkan oleh Tsoumis (1991) secara umum kerapatan zat kayu
besarnya konstan sekitar 1,50 g/ cm3 karena kayu sebagian besar tersusun oleh
sel-sel mati, yang terdiri atas dinding dan rongga sel. Dengan demikian, praktis
besarnya Berat Jenis (BJ) zat kayu sama dengan 1,50 karena nilai kerapatan zat
kayu tersebut dibagi dengan kerapatan benda standar (dalam hal ini air) yang
besarnya 1 g/ cm3.
Determinasi/ pengukuran BJ zat kayu ini sebenarnya merupakan salah satu
upaya untuk mem-verifikasi atau membuktikan besarnya nilai zat kayu yang ada
pada berbagai jenis kayu, seperti yang telah dibuktikan juga oleh Walker (1993)

dengan menggunakan bantuan alat piknometer.

Tujuan
Tujuan determinasi BJ ini adalah :
1. Menghitung besarnya nilai BJ zat kayu pada berbagai jenis kayu.
2. Mengevaluasi nilai BJ zat kayu yang dihasilkan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kerapatan dan Berat Jenis Kayu
Kayu merupakan bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur tersebut
memberikan kayu sifat-sifat dan cirri-ciri yang unik. Kerapatan kayu berhubungan
langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Kerapatan
didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Ini biasanya dinyatakan
dalam kilogram per meter kubik (Haygreen & Bowyer, 1996).
Lebih lanjut Haygreen & Bowyer (1996) mendefinisikan berat jenis
sebagai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada 40C. Air
memiliki kerapatan 1 g/ cm3 pada suhu standar tersebut. Perhitungan berat jenis

banyak disederhanakan dalam sistem metrik karena 1 cm3 air beratnya tepat 1
gram. Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat
dalam gram dengan volume dalam cm3. Dengan angka, maka kerapatan dan berat
jenis adalah sama. Namun berat jenis tidak mempunyai satuan karena berat jenis
adalah nilai relatif.

Berat Jenis Zat Kayu
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kayu hampir sebagaian besar tersusun
atas sel-sel yang mati, yang terdiri atas dinding sel dan rongga sel. Berat jenis zat
kayunya memiliki nilai konstan 1,5 sedangkan kerapatan dan berat jenis (BJ) kayu
besarnya berbeda-beda berkisar 0,1 (kayu balsa) hingga 1,3 (Guaiacum
officinale). Pernyataan ini didukung oleh Green, et.al (1999) dan Walker (1993)
yang berpendapat bahwa berat jenis zat kayu untuk semua tumbuhan berkayu
besarnya berkisar 1,5.
Brown, et.al (1952) mempertegas bahwa secara umum BJ dinding sel (zat
kayu) untuk semua jenis kayu adalah sama besar yaitu ± 1,46-1,53. Nilai 1,46
diperoleh jika menggunakan media zat cair yang tidak dapat masuk microvoid,
seperti benzene dan toluene. Sedangkan nilai 1,53 diperoleh jika media zat cair
polar yang digunakan untuk menghitung BJ, dalam hal ini air dapat masuk ke
dalam microvoid. Walker (1993) kemudian melengkapi bahwa berat jenis zat


3

kayu yang diukur dengan menggunakan silicon besarnya 1,465; dengan air 1,545;
dan dengan hexane 1,533.

Deskripsi Kayu Balsa (Ochroma sp.)
Balsa termasuk famili Bombacacea, memiliki kelas awet V, kelas kuat IIIIV, menurut Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan Bogor memiliki sifat
perngerjaan tergolong mudah dikerjakan, dan memiliki BJ kering udara minimal
0,09 dan maksimal 0,31 sehingga rataannya 0,16 (YAP, 1984).

Deskripsi Kayu Jati (Tectona grandis L.f.)
Jati memiliki kerapatan medium (0,60-0,75 gram/ cm3), kekuatan dan
dimensinya stabil (Chandrasekharan, 2003 dalam Amoako, 2004). Martawijaya,
et al (1981) menyebutkan secara umum warna kayu teras coklat muda, coklat
kelabu sampai coklat merah tua atau merah-coklat. Sedangkan gubal berwarna
putih atau kelabu kekuning-kuningan. Untuk kelas kuat tergolong kelas II dan
kelas awet tergolong kelas II juga.

Deskripsi Kayu Keruing (Dipterocarpus spp.)

Keruing tersebar di seluruh Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, karena itu
memiliki spesies yang beraneka ragam dan memiliki beberapa ratus nama daerah.
Secara umum kelas awetnya III-IV dan kelas kuat I-II karena itu cocok untuk
bahan konstruksi bangunan, lantai, dan bantalan kereta api. Berat jenis bervariasi
0,58-1,10 (Martawijaya, et al.,1981).

Deskripsi Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh.et de Vr.)
Pinus dikenal juga dengan nama tusam, memiliki terkstur halus, dan bau
khas terpentin. Struktur kayu pinus tidak berpori dengan parenkim melingkari
saluran damar, memiliki BJ rata-rata 0,55 (terendah 0,40 tertinggi 0,75), tergolong
kayu kelas kuat III dan kelas awet IV. Kayu pinus dilaporkan sebagai jenis kayu
yang mudah dipotong dan dibelah namun sukar digergaji dan diserut karena
mengandung banyak damar (Martawijaya, et al., 1989).

4

Deskripsi Kayu Albizia (Albizzia falcataria Backer)
Albizia atau Sengon (Bahasa Jawa) atau Jeunjing (Bahasa Sunda)
termasuk famili Mimosaceae, memiliki kelas awet V, kelas kuat IV-V, menurut
Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan Bogor memiliki sifat pengerjaan

tergolong mudah dikerjakan, retak-retaknya sedikit, dan kembang susutnya juga
sedikit. BJ kering udara berkisar 0,24 - 0,49 sehingga rataannya 0,33 (Yap, 1984).

Deskripsi Kayu Gmelina (Gmelina moluccana (Blume) Backer)
Abdurrohim, et al (2004) mencirikan kayu Gmelina dengan warna teras
kekuning-kuningan dan gubal putih. BJ rataannya 0,42 (0,33-0,51), termasuk
kelas kuat III-IV, kelas awet V, dan keterawetan III. Kayu Gmelina memiliki sifat
pengerjaan baik-sangat baik, meliputi penyerutan 72,20 (baik-II), pembentukan
81,37 (sangat baik-I), pembubutan 75,05 (baik-II), pengeboran 71,22 (baik-II),
dan pengamplasan (sangat baik-II).

Deskripsi Kayu Rasamala (Altingia exelca Noronha)
Martawijaya, et al (1989) menyebutkan bahwa kayu teras Rasamala
berwarna merah daging, coklat merah sampai coklat hitam. Kayu gubal berwarna
lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, memiliki
tekstur halus, struktur pori seluruhnya soliter, diameter 75-90µm, frekuensi 20-45
per mm2, berisi tilosis, dan berbau asam. BJ rataan kayu ini 0,81 (terendah 0,61
dan tertinggi 0,90), termasuk kelas kuat II dan kelas awet II – (III). Kayu rasamala
termasuk sulit dan lambat mongering serta mudah mengalami pencekungan,
pemilinan, dan pecah pada mata kayu, terutama pada kayu yang seratnya

berombak. Kayu harus dikeringkan secara hati-hati dan ditumbuk dengan baik.

Deskripsi Kayu Sawo Kecik (Manilkara kauki (L) Dub.)
Sawo Kecik termasuk pohon yang bergetah putih karena itu digolongkan
dalam famili Sapotaceae. Kelas awetnya I, kelas kuat I, dan menurut Lembaga
Pusat Penyelidikan Kehutanan Bogor memiliki sifat pengerjaan tergolong sedang,
retak-retaknya sedikit, dan kembang susutnya tergolong sedang. BJ kering
udaranya tinggi mencapai 0,97- 1,06 sehingga rataannya 1,03 (Yap, 1984).

5

BAHAN DAN METODA

Alat dan Bahan
̇

Alat yang digunakan :

Picnometer, neraca analitis, cawan alumunium, oven, vakum, plastik atau
alumunium foil.

̇

Bahan yang digunakan :

Aquades, serbuk kayu ukuran 40-60 mesh dari berbagai jenis kayu, yaitu : balsa
(Ochroma sp.), jati (Tectona grandis), keruing (Dipterocarpus spp.), pinus (Pinus
merkusii), albizia (Albizzia falcataria Backer), gmelina (Gmelina moluccana),
rasamala (Altingia excelsa), dan sawo kecik (Manilkara kauki).

Metode Penentuan Berat Jenis (BJ) Zat Kayu
̇

Penentuan Berat Kering Tanur zat kayu (BKT zk)

A. 1. Timbang picnometer kering = P (g)
2. Ambil sekitar 2 g serbuk kayu lalu masukkan ke dalam picnometer,
timbang picnometer + serbuk = PS (g)
3. Tentukan berat serbuk dalam picnometer = S (g)
S = PS - P


B. 1. Timbang cawan alumunium = C (g)
2. Timbang sekitar 2 gr serbuk kayu dari jenis yang sama dengan A,
masukkan ke dalam cawan dan timbang = CS (g)
3. Kering tanurkan dan timbang = CSKT (g)
4. Tentukan KA serbuk dan BKT zk

KA serbuk = (CS – C) – (CSKT – C) x 100 %
(CSKT – C)

BKT zk = SKT =

S
1 + KA/100

6

̇
1.

Penentuan Volume Serbuk

Basahkan serbuk (A.2), tutup dengan plastik atau alumunium foil dan
diamkan selama 24-48 jam

2.

Tambahkan air sampai sekitar 2/3 dari piknometer

3.

Jenuhkan dengan memvakum berulang-ulang

4.

Tambahkan air sampai tanda tera dan timbang = PSKT A’ (g)

5.

Kosongkan piknometer, bilas sampai tidsak ada serbuk yang tersisa

6.


Isi air sampai tanda tera dan timbang = PA (g)

7.

Tentukan volum serbuk dan BJ zk

Vol.serbuk = (PA –P) – (PSKT A’ – P – SKT)

BJ zat kayu = BKT zat kayu
Vol.serbuk

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Seperti yang dicantumkan pada Bab Bahan dan Metode, untuk menghitung
BKT

zk

diperlukan perhitungan kadar air (KA). Oleh karena itu, berikut disajikan

hasil perhitungan KA yang disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Hasil Perhitungan Kadar Air (KA)
Kayu
Balsa
Jati
Keruing
Pinus

P
(g)
42,87
43,27
25,50
34,16

PS
(g)
44,81
45,29
27,49
36,20

C
(g)
7,97
6,49
7,09
6,26

CS
(g)
9,95
8,52
9,12
8,30

CSKT
(g)
9,75
8,33
8,88
8,07

CS-C
(g)
1,98
2,03
2,03
2,04

CSKT-C
(g)
1,78
1,84
1,79
1,81

KA
(%)
11,24
10,33
13,41
12,71

Balsa
Jati
Keruing
Pinus

32,62
32,17
30,67
24,60

34,67
34,21
32,85
26,64

6,99
7,88
6,56
6,36

9,15
10,25
9,67
8,96

8,95
10,04
9,32
8,66

2,16
2,37
3,11
2,60

1,96
2,16
2,76
2,30

10,20
9,72
12,68
13,04

Balsa
Jati
Keruing
Pinus

33,97
36,86
37,16
28,87

36,01
38,87
39,18
30,84

7,94
8,08
8,32
6,35

9,94
10,08
10,32
8,35

9,74
9,89
10,15
8,11

2,00
2,00
2,00
2,00

1,80
1,81
1,83
1,76

11,11
10,50
9,29
13,64

Albizia
Gmelina

37,34
35,04
37,00
35,27

39,35
36,97
39,00
37,27

8,31
7,90
6,91
7,94

10,31
9,91
8,93
9,98

10,12
9,31
8,61
9,74

2,00
2,01
2,02
2,04

1,81
1,41
1,70
1,80

10,50
42,55
18,82
13,33

43,66
43,24
43,29
36,89

45,66
45,29
45,27
38,90

6,94
7,94
8,24
7,95

8,94
9,97
10,25
9,94

8,71
9,32
9,92
9,70

2,00
2,03
2,01
1,99

1,77
1,38
1,68
1,75

12,99
47,10
19,64
13,71

36,91
33,66
28,97
23,93

38,92
35,66
30,98
25,95

6,43
6,18
6,90
6,81

8,43
8,18
8,90
8,81

8,21
7,60
8,57
8,57

2,00
2,00
2,00
2,00

1,78
1,42
1,67
1,76

12,36
40,85
19,76
13,64

Rasamala

S. Kecik
Albizia
Gmelina
Rasamala

Sawo
Kecik
Albizia
Gmelina
Rasamala

S.Kecik

8

Pada Tabel 2 disajikan data hasil pengukuran BJ zat kayu
Tabel 2. Hasil Perhitungan BJ Zat Kayu
Kayu

P
(g)

PS
(g)

PA
(g)

PSKT
(g)

BKT
(g)

(PA-P) =
a (g)

(PSKT-PBKT) = b (g)

Volzk =
a-b (g)

BJ Zat
Kayu

Balsa
Jati
Keruing
Pinus

42,87
43,27
25,5
34,16

44,81
45,29
27,49
36,2

92,65
92,98
75,16
83,82

92,78
93,46
75,7
84,36

1,74
1,83
1,75
1,81

49,78
49,71
49,66
49,66

48,17
48,36
48,45
48,39

1,61
1,35
1,21
1,27

1,08
1,36
1,44
1,43

Balsa
Jati
Keruing
Pinus

32,62
32,17
30,67
24,6

34,67
34,21
32,85
26,64

82,03
81,85
80,27
73,65

82,24
82,44
81,04
74,3

1,86
1,86
1,93
1,80

49,41
49,68
49,60
49,05

47,76
48,41
48,44
47,90

1,65
1,27
1,16
1,15

1,13
1,46
1,66
1,56

Balsa
Jati
Keruing
Pinus

37,97
36,86
37,16
28,87

36,01
38,87
39,18
30,84

83,66
86,64
86,92
78,5

83,69
87,1
87,46
79,13

1,84
1,82
1,85
1,73

49,69
49,78
49,76
49,63

47,88
48,42
48,45
48,53

1,81
1,36
1,31
1,10

1,02
1,34
1,41
1,57

Albizia
Gmelina
Rasamala
S.Kecik

37,34
35,04
37
35,27

39,35
36,97
39
37,27

87,17
84,8
86,75
85,05

87,74
85,3
87,26
85,56

1,82
1,35
1,68
1,76

49,83
49,76
49,75
49,78

48,58
48,91
48,58
48,53

1,25
0,85
1,17
1,25

1,46
1,59
1,43
1,41

Albizia
Gmelina
Rasamala
S.Kecik

43,66
43,24
43,29
36,89

45,66
45,29
45,27
38,9

93,43
92,97
93,03
86,63

94,03
93,54
93,56
87,24

1,77
1,39
1,65
1,77

49,77
49,73
49,72
49,74

48,60
48,91
48,62
48,58

1,17
0,82
1,10
1,16

1,51
1,69
1,50
1,53

Albizia
Gmelina
Rasamala
S.Kecik

36,91
33,66
28,97
23,93

38,92
35,66
30,98
25,95

89,36
83,36
78,67
73,56

90,05
83,77
79,29
74,1

1,79
1,42
1,68
1,78

52,45
49,70
49,70
49,63

51,35
48,69
48,64
48,39

1,10
1,01
1,06
1,24

1,63
1,41
1,59
1,44

Pembahasan
Data pada Tabel 1 menunjukkan kadar air serbuk terendah ada pada serbuk
jati dan tertinggi ada pada serbuk gmelina. Diduga kayu jati yang digunakan untuk
serbuk sudah kering, sebaliknya kayu gmelina masih dalam kondisi segar. Di
hubungkan dengan hasil perhitungan BJ zat kayu, gmelina relatif mendekati 1,53
(berturut-turut nilainya 1,59; 1,69; 1,41 dengan rataan 1,56) dibandingkan jati
(berturut-turut nilainya 1,36; 1,46; 1,34; dengan rataan 1,39) diduga karena
rongga ataupun mikrovoid jati belum sepenuhnya terisi air sehingga menimbulkan
kesalahan perhitungan volume serbuk jati yang didapat lebih besar dari yang

9

seharusnya dan pada akhirnya mempengaruhi hasil akhir perhitungan BJ zat kayu
jati menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.
Pada Tabel 2 terlihat variasi nilai BJ zat kayu yang dihasilkan. Pada
umumnya hampir mendekati nilai 1,5, hal ini sesuai dengan pernyataan Tsoumis
(1991), Green, et.al (1999) dan Walker (1993) yang berpendapat bahwa berat
jenis zat kayu untuk semua tumbuhan berkayu besarnya berkisar 1,5. Namun
demikian ternyata ada hasil pengukuran BJ zat kayu yang besarnya