Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi

POTENSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DI
EKOSISTEM TANAMAN KARET, JAMBI

IRVAN AFIKRI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Irvan Afikri
NIM E44100049

ABSTRAK
IRVAN AFIKRI. Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem
Tanaman Karet, Jambi. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R.
Mikoriza adalah suatu hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan
perakaran tumbuhan. Fungi mikoriza arbuskula merupakan fungi yang
penyebarannya sangat luas di alam, tetapi penelitian FMA di ekosistem tanaman
karet belum pernah dilakukan. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui
keanekaragaman dan potensi FMA di ekosistem tanaman karet. Pengamatan
kolonisasi FMA pada akar Pueraria javanica menggunakan teknik pewarnaan
akar sedangkan isolasi spora dengan menggunakan metode tuang basah.
Penghitungan potensi propagul digunakan metode Most Probable Number (MPN).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah kepadatan spora tidak berpengaruh
terhadap jumlah kolonisasi akar. Dalam penelitian ini ditemukan 3 genus spora
yaitu Glomus sp., Acaulospora sp., dan Gigaspora sp. Genus Glomus merupakan
genus yang paling dominan karena terdapat pada setiap lokasi. Jumlah propagul di

ekosistem tanaman karet daerah Harapan lebih banyak dibandingkan dengan
daerah Bukit Dua Belas.
Kata kunci: fungi mikoriza arbuskula, kolonisasi, potensi propagul

ABSTRACT
IRVAN AFIKRI. Potential of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) in the
Rubber Plantation Ecosystem, Jambi. Supervised by SRI WILARSO BUDI R.
Mycorrhiza is a symbiotic mutualisme association between fungus with the
root of plant. Arbuscular mycorrhizal fungi is wide spread in nature, but AMF
research in rubber plantation ecosystem have not been done. This research is
needed to knowing the diversity and potential of AMF in the rubber plantation
ecosystem. The observation of AMF colonization in Pueraria javanica roots using
staining technique roots, spora isolation from soil samples were done by wet
sieving and decanting method. Calculation of potential propagules used Most
Probable Number (MPN) method. The results of the observations indicated that
there is no effect the spores number to the colonization roots. It has been founded
3 types of Genus namely Glomus sp., Acaulospora sp., and Gigaspora sp. Glomus
is the most dominant because it was founded in all location. The number of
propagules in rubber plantation ecosystem Harapan more higher than Bukit Dua
Belas.

Keyword: arbuscular mycorrhizal fungi, colonization, potential propagules

POTENSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DI
EKOSISTEM TANAMAN KARET, JAMBI

IRVAN AFIKRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman

Karet, Jambi
Nama
: Irvan Afikri
NIM
: E44100049

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian ini ialah Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem
Tanaman Karet, Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R,
MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran
dalam penulisan skripsi. Selanjutnya penghargaan penulis sampaikan kepada
bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScFTrop selaku kepala Laboratorium
Silvikultur yang telah memberikan izin dalam penggunaan Laboratorium
Silvikultur, beserta Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS yang telah membantu atas
perizinan peminjaman laboratorium. Selain itu terima kasih kepada Laboratorium
Mikrobiologi Tanah Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan
khususnya kepada Bapak Sugeng yang telah membantu dalam mengambil gambar
spora. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta
seluruh keluarga atas segala doa dan penyemangat dalam mengerjakan penelitian
ini. Kepada Widya Sadela yang telah memberi dukungan dan kepada teman-teman
Silvikultur 47 khususnya Iki, Dorin, Uci, Wahyu, Zakaria, dan Aji yang telah
memberikan dukungan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Februari 2015
Irvan Afikri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2


Bahan

2

Alat

2

Prosedur dan Analisis Data

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Sifat Kimia Tanah

5


Genus FMA

6

Kelimpahan Spora

9

Frekuensi Spora

10

Kepadatan Spora

11

Persentase Kolonisasi Akar

13


Penghitungan Jumlah Propagul

15

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17


LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis sampel tanah daerah Harapan Karet (HK) dan Bukit Dua
Belas Karet (BK)
2 Genus FMA ekosistem tanaman karet di daerah Harapan dan Bukit Dua
Belas
3 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping
4 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan potensi propagul
5 Hasil analisis regresi antara sifat kima tanah dengan nilai kolonisasi
akar
6 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah
Harapan
7 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah Bukit
Dua Belas

6
6
12
13
15
16
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Spora Glomus sp. yang ditemukan pada tanaman inang P. javanica
Spora Acaulospora sp. yang ditemukan pada tanaman inang P. javanica
Spora Gigaspora sp. yang ditemukan pada tanaman inang P. javanica
Kelimpahan relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet di
daerah Bukit Dua Belas dan Harapan
Frekuensi relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet di
daerah Bukit Dua Belas dan Harapan
Perbandingan jumlah spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet
di daerah Bukit Dua Belas dan Harapan
Persamaan regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping
Infeksi FMA pada akar P. javanica
Persentase kolonisasi akar hasil trapping pada ekosistem tanaman karet
Bukit Dua Belas dan Harapan

7
8
8
9
10
11
12
14
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kriteria sifat penilaian kimia tanah
Penentuan tingkat kolonisasi dan kategori kolonisasi
Nilai Most Probable Number untuk pengenceran 10 kali dan 5 ulangan
Kepadatan spora di ekosistem tanaman karet di daerah Bukit Dua
Belas dan Harapan

20
20
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi
dengan perakaran tumbuhan. Istilah mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu
kata “Myces” yang berarti cendawan dan “Rhiza” yang berarti akar (Smith dan
Read 1997). Dalam simbiosis ini fungi mendapatkan unsur karbon dari tumbuhan,
sedangkan tumbuhan mendapat air dan nutrisi terutama P (fosfor) dari fungi.
Interaksi simbiosis mutualisme antara tanaman dengan Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA) akan menghasilkan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik
dan dapat bertahan pada kondisi tanah yang kurang unsur hara tanpa melakukan
pemupukan. Masyarakat cenderung menggunakan pupuk untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, namun jika pemupukan dilakukan dalam skala sangat
besar tentunya mengeluarkan biaya yang besar juga. Oleh sebab itu, perlu
alternatif untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Prihastuti et al. (2010)
menyatakan bahwa mikoriza juga berpotensi untuk menghemat penggunaan
pupuk nitrogen hingga 50%, pupuk fosfat 27% dan pupuk kalium 20%. Menurut
Wilarso (1990), FMA adalah fungi yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman
dan melalui hifa eksternal mampu meningkatkan serapan hara immobil dari dalam
tanah (terutama fosfor), sehingga dapat mengurangi gejala defisiensi dan
menghemat penggunaan pupuk TSP (Triple Super Phosphate) 70-90%.
Fungi mikoriza arbuskula sangat berperan penting bagi penyerapan unsur
hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn) (Imas et al.
1989). Hal ini terjadi melalui pembentukan hifa pada permukaan akar yang
berfungsi sebagai perpanjangan akar terutama di daerah yang kondisinya miskin
unsur hara, pH rendah dan kurang air. Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata
terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada
kondisi tanah yang subur peran fungi ini tidak begitu nyata (Setiadi 2001). FMA
juga berperan untuk tanaman dan tanah untuk peningkatan pertumbuhan, serapan
hara, pengendali hayati berupa perbaikan gizi tanaman, kompetisi hara, pembenah
tanah dan pereduksi stres abiotis.
Penyebaran FMA sangat luas di alam yaitu mulai dari daerah tropis, savana,
hutan hujan, pantai, tanah gambut, tanah asam, tanah salin, tanah bersodium,
tanah kapur, bukit batu, padang pasir, atau daerah-daerah kering lainnya
(Brundrett et al. 1996). Penelitian FMA belum pernah dilakukan di ekosistem
tanaman karet. Oleh sebab itu, penelitian di ekosistem tanaman karet perlu
dilakukan agar mengetahui keanekaragaman dan potensi FMA di ekosistem
tanaman karet tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keanekaragaman dan potensi FMA
di ekosistem tanaman karet.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang
keanekaragaman dan potensi fungi mikoriza arbuskula di ekosistem tanaman karet
di daerah Harapan Kabupaten Batang Hari dan daerah Bukit Dua Belas Kabupaten
Sarolangun, Jambi.

METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan. Penghitungan propagul dan
penangkaran (trapping) dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas
Kehutanan IPB. Analisis akar dan pengamatan spora dilakukan di Laboratorium
Silvikultur Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Identifikasi FMA
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Tanah, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Hutan Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah, tanah steril,
zeolit, benih P. javanica, alkohol, aquades, KOH 2.5%, HCl 0.1 N, trypan blue,
gliserin 50% dan larutan glukosa 60%.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop stereo,
timbangan, botol kaca, cawan petri, saringan bertingkat berukuran 250 µm, 125
µm, dan 63 µm, sentrifuse, oven, tabung reaksi, gelas ukur, sudip, pipet, plastik,
gunting, kamera digital, label, alat tulis, sendok, pinset, spidol permanen, kantong
plastik, sprayer dan pot plastik ukuran 200 mL.
Prosedur Penelitian dan Analisis Data

Pengambilan Sampel Tanah dari Bawah Tegakan Karet
Sampel tanah diambil dari dua lokasi yang berbeda yaitu di Kabupaten
Sarolangun daerah Bukit Dua Belas dan Kabupaten Batang Hari daerah Harapan.
Masing-masing lokasi diambil empat plot dan setiap plot diambil dari rhizosfir
sebanyak tiga pohon. Contoh tanah diambil dari empat sisi yang berbeda dari
setiap rhizosfir pohon karet dan kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel
tanah menggunakan bor, tanah diambil sebanyak ±270 gram.

3
Sampel tanah dari dua lokasi dikompositkan berdasarkan daerah asal,
sehingga dihasilkan sampel Harapan Karet (HK) dan Bukit Dua Belas Karet (BK).
Dua sampel ini dianalisis kimia untuk mengetahui beberapa sifat kimia sampel
tanah seperti N, P, K, KTK dan pH. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah
Balai Penelitian Tanah.
Mengecambahkan Benih Pueraria javanica
Tanaman inang yang digunakan untuk penangkaran yaitu benih P. javanica.
Benih-benih P. javanica direndam dalam air steril selama ±24 jam yang bertujuan
untuk merangsang perkecambahan dan menyeleksi benih yang dapat berkecambah
dengan ciri-ciri benih tenggelam dalam air. Setelah itu, bak plastik yang berukuran
30 x 30 cm diisi dengan zeolit dan ditaburkan benih P. javanica hingga merata pada
permukaan lalu dilapisi lagi dengan zeolit di atasnya.
Pemeliharaan Tanaman Inang
Pemeliharaan tanaman inang dengan cara melakukan penyiraman dan
pengendalian terhadap hama dan penyakit. Penyiraman terhadap tanaman inang
dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yakni pada pagi dan sore hari.
Pengendalian hama penyakit dengan cara membebaskan tanaman dari serangga dan
membuang daun yang masuk kedalam gelas plastik sehingga tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman inang.
Penangkaran Mikoriza (Trapping)
Teknik penangkaran dengan menggunakan gelas plastik yang berukuran
200 mL. Media yang digunakan terdiri dari sampel tanah dari ekosistem tanaman
karet sebanyak 20 gram dan campuran zeolit dengan tanah steril yang telah
disterilisasi terlebih dahulu. Media tersusun atas 3 lapisan yaitu zeolit, sampel
tanah dan zeolit. Penangkaran spora dilakukan untuk merangsang produksi sporaspora baru dari contoh sampel yang digunakan.
Pewarnaan (Staining)
Pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman dilakukan melalui teknik
pewarnaan akar (staining), yang dilakukan dengan metode (Brundrett et al. 1996).
Akar yang telah dipanen dibersihkan terlebih dahulu dengan air yang mengalir.
Akar tersebut direndam dengan alkohol 70% dan akar dibersihkan dengan air
sebelum dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah terisi larutan KOH 2.5%.
Setelah itu, akar dipanaskan di dalam oven dengan suhu 90°C selama 30-40 menit,
sampai warna akar bening jika belum bening, ditambahkan larutan H2O2 kemudian
diaduk hingga larutan tersebut menjadi bening. Larutan H2O2 dibuang kemudian
direndam dengan HCl 0.1 N selama ±10 menit. Setelah perendaman tersebut, cairan
HCl diganti dengan trypan blue dan akar dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
90°C selama 30-40 menit. Setelah pengovenan selesai, larutan trypan blue dibuang,
akar dicuci hingga bersih kemudian direndam dengan larutan gliserin 50% dan akar
siap untuk diamati.

4
Isolasi Spora
Isolasi spora FMA dilakukan dengan menggunakan metode tuang basah
sesuai teori Gerdermann dan Nickolson (1963) yang dimodifikasi, dilanjutkan
dengan metode sentrifugasi sesuai dengan teori Brundrett (1996). Sampel tanah
ditimbang terlebih dahulu, tanah tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan
ditambah 2/3 air. Tanah yang ada di dalam gelas ukur tersebut diaduk dengan
menggunakan sudip dan didiamkan selama 1 menit. Tanah tersebut dituangkan
pada saringan bertingkat dengan diameter 250 µm, 125 µm dan 63 µm, pada
proses ini berlangsung pastikan air kran terus mengalir. Penyaringan ini dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan. Tanah yang menempel pada saringan yang berukuran
125 µm dan 63 µm dikumpulkan dalam cawan petri.
Tanah dari dalam cawan petri dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan di
dalamnya dituangkan larutan glukosa 60% sampai terisi 2/3 isi tabung.
Selanjutnya tanah dan larutan glukosa diaduk sebelum dimasukkan kedalam
sentrifuse. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 rpm (revolutions per
minute) selama ±1 menit. Supernatan disedot lalu disaring pada saringan
berukuran 63 µm. Larutan dicuci dengan air yang mengalir yang bertujuan untuk
menghilangkan larutan gula yang masih tertinggal. Spora yang masih
terperangkap di saringan dimasukkan ke dalam cawan petri untuk identifikasi
genus dan dihitung jumlah sporanya di bawah mikroskop.
Penghitungan Potensi Propagul
Jumlah propagul infektif FMA dihitung dengan metode Most Probable
Number (MPN) (Nusantara et al. 2012). Metode MPN bertujuan untuk menduga
kerapatan populasi FMA tanpa harus menghitung cacah aktual dari spora, vesikula,
hifa atau struktur lainnya. Metode ini dilakukan dengan cara mengencerkan
sampel tanah (medium) sampai batas tertentu yang masih menghasilkan kolonisasi
FMA. Setiap lokasi diambil 5 sampel tanah, sehingga jumlah keseluruhan pot
yang diteliti sebanyak 45 setiap lokasi. Penghitungan MPN ini dilakukan
berdasarkan ada atau tidaknya akar yang terinfeksi. Setiap akar yang terinfeksi
diberi tanda positif, jika pada cawan petri telah ditemukan satu infeksi maka tidak
perlu dilakukan pengamatan lagi karena diutamakan adanya minimal satu infeksi
pada akar.
Metode ini dilakukan dengan cara mencampurkan tanah steril dan zeolit
dengan komposisi zeolit 50% dan tanah steril 50%, tanah yang telah dicampur
zeolit ditimbang seberat 90 gram dan dimasukkan kedalam plastik, kemudian
sampel tanah yang diambil di lapangan ditimbang seberat 10 gram kemudian
dicampurkan ke dalam plastik yang telah terisi oleh tanah steril dan zeolit
kemudian diaduk sampai komposit. Setelah itu dikeluarkan dan diambil sebanyak
10 gram dan sisanya dimasukkan kedalam pot plastik. Sampel 10 gram yang
dikeluarkan itu dicampurkan lagi dengan 90 gram tanah campuran zeolit dan
begitu seterusnya sampai pengenceran 10-8.
Cara penghitungan jumlah propagul yaitu dengan memilih tiga seri
pengenceran terakhir yang menghasilkan kolonisasi akar, P1 infeksi tertinggi, P2
dan P3 adalah jumlah yang infeksinya berturut-turut di bawah P1. Nilai P1, P2, dan
P3 dicocokkan dengan angka tabel MPN (Lampiran 3). Hasilnya dibagi dengan
faktor pengenceran pada P2 untuk mendapatkan MPN dari contoh asli, kemudian
dihitung berdasarkan rumus: LogΩa,b = log MPN ± 0.326 (Nusantara et al. 2012).

5

Penghitungan Spora Mikoriza
Rumus penghitungan spora mikoriza (Shi et al. 2004) :

Persentase Kolonisasi Akar
Akar P. javanica yang telah dilakukan proses pewarnaan dipotong kira-kira
1 cm dengan menggunakan gunting, kemudian akar disebar secara merata di atas
cawan petri yang telah dibuat garis grid. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan mikroskop stereo dengan cara menghitung kolonisasi akar pada
garis grid horizontal dan garis grid vertikal, setelah itu dirata-ratakan hasil yang
didapat. Akar yang terinfeksi ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda seperti hifa,
vesikula maupun arbuskula. Rumus persentase akar terinfeksi (Giovannetti dan
Moose 1980), sebagai berikut :

Analisis Data
Pengolahan data hubungan sifat kimia tanah dengan kolonisasi akar,
hubungan kepadatan spora dengan umur trapping dan hubungan kepadatan spora
dengan jumlah propagul dianalisis dengan menggunakan software SPSS
( Statistical Product and Service Solutions).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Kimia Tanah
Safir et al. (1988) menyatakan bahwa sebaran mikoriza dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain jenis dan struktur tanah, unsur hara P dan N dalam tanah,
air dan pH dalam tanah. Hasil analisis tanah pada kedua lokasi pengambilan
sampel disajikan pada Tabel 1.

6
Tabel 1 Hasil analisis sampel tanah daerah Harapan Karet (HK) dan Bukit Dua
Belas Karet (BK)
Ekstrak 1:5
Kode
tanah

pH
H2O KCl

HK
BK

4.1
4.6

3.8
3.8

Terhadap contoh kering 105°C
Bahan organik
HCL 25%
Olsen Bray1
(%)
(mg/100g)
(ppm) (ppm)
C
N
C/N P2O5 K2O
P2O5
P2O5
1.24 0.11
1.52 0.15

11
10

9
7

6
4

-

7.2
6.5

Morgan
(ppm)
K 2O
83.9
76.8

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa tanah daerah Harapan kandungan C
organiknya rendah, N organik nilainya rendah, nilai P sangat rendah sedangkan
pH menunjukkan nilai yang sangat masam yaitu 4.1. Hasil analisis tanah daerah
Bukit Dua Belas terlihat bahwa C organik termasuk ke dalam kelas rendah, N
organik termasuk ke dalam kelas rendah, nilai P sangat rendah, dan pH pada
daerah Bukit Dua Belas menunjukkan nilai masam yaitu 4.6 (Hardjowigeno 1995).
Berdasarkan data analisis tanah di atas dapat diketahui bahwa kandungan P
pada kedua lokasi tergolong sangat rendah. Dalam kondisi kandungan P tidak
tersedia atau rendah, kolonisasi mikoriza lebih cepat terbentuk (Mosse 1981).
Unsur yang paling berpengaruh adalah unsur P, kandungan P yang tinggi di dalam
tanah akan menghambat terjadinya kolonisasi, sama halnya dengan kandungan
nilai N tanah, jika N tanah tinggi juga berpengaruh negatif terhadap
perkembangan dan pertumbuhan mikoriza. Efek tersebut berhubungan dengan
tingkat N yang tersedia. Jumlah N terlarut akan menentukan aktivitas mikoriza di
dalam tanah. Unsur P, N dan K ini mampu diserap oleh tanaman karena adanya
bantuan mikroba tanah, mikroba tanah akan melepaskan ikatan dari mineral tanah
dan kemudian menyediakannya bagi tanaman. Menurut Prihastuti (2011) bahwa
mikroba tanah bermanfaat untuk membantu penyerapan unsur hara, melarutkan
unsur hara dan merangsang pertumbuhan tanaman.

Genus FMA
Genus Glomus merupakan genus terbanyak ditemukan pada sampel yang
diamati. Hasil identifikasi yang dilakukan terdapat 3 genus spora FMA, yaitu:
Glomus, Acaulospora, dan Gigaspora dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Genus FMA ekosistem tanaman karet di daerah Harapan dan Bukit Dua
Belas
Lokasi
Ulangan
Genus FMA
1
2(Glomus, Acaulospora)
Harapan Karet
2
3(Glomus, Acaulospora, Gigaspora)
(HK)
3
3(Glomus, Acaulospora, Gigaspora)
1
3(Glomus, Acaulospora, Gigaspora)
Bukit Dua Belas
2
2(Glomus, Acaulospora)
Karet (BK)
3
2(Glomus, Acaulospora)

7
Hasil identifikasi genus FMA Tabel 2 pada ekosistem tanaman karet di
daerah Harapan dan Bukit Dua Belas menunjukan bahwa genus Glomus dan
Acaulospora terdapat pada kedua lokasi dari semua ulangan yang dilakukan.
Genus Gigaspora hanya terdapat pada daerah Harapan ulangan kedua dan ketiga
dan daerah Bukit Dua Belas pada ulangan pertama.
Tabel 2 menunjukkan bahwa genus Glomus mendominasi disemua lokasi,
hal ini dikarenakan genus Glomus lebih tinggi penyebarannya dibandingkan
dengan genus yang lain. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa genus
Glomus merupakan genus yang paling mendominasi dalam suatu ekosistem.
Rengganis (2013) meneliti keanekaragaman genus di bawah perakaran jabon di 9
lokasi yang berbeda menunjukkan bahwa setiap lokasi yang diteliti terdapat genus
Glomus. Fauziah (2013) membuktikan juga bahwa genus Glomus memiliki
tingkat keragaman yang tinggi, dari 3 lokasi yang diteliti menunjukkan bahwa dari
semua lokasi terdapat genus Glomus.
Genus Glomus
Glomus sp. merupakan genus mikoriza dari family Glomaceae. Genus
Glomus memiliki ciri-ciri yaitu terdapat hypal attachment, berbentuk globos sub
globos, avoid, dan obovoid berwarna hyaline sampai kuning, coklat, merah
kecoklatan dan hitam, dinding spora terdiri dari satu lapis, berukuran 20-80
(INVAM 2013). Glomus berkembang dengan baik pada pH 5.5 sampai 6.5
(Sastrahidayat 2011). Spora Glomus sp. dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Spora Glomus sp. yang ditemukan pada tanaman inang
P. javanica (kiri perbesaran 200 x dan kanan perbesaran 400 x)

8
Genus Acaulospora
Acaulospora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili
Acaulosporaceae. Genus ini memiliki ciri-ciri antara lain yaitu memiliki 2-3
dinding spora, berbentuk globos hingga elips, berwarna hyaline, kuning, ataupun
merah kekuningan, spora terbentuk di sisi samping leher soporiferous saccule dan
berukuran antara 100-400 µm (INVAM 2013). Spora Acaulospora sp. dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Spora Acaulospora sp. yang ditemukan pada tanaman inang
P. javanica (kiri perbesaran 200 x dan kanan perbesaran 400 x)

Genus Gigaspora
Genus Gigaspora memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk bulat besar, coklat
kehitaman berukuran rata-rata 300 µm dan tidak dapat terlihat perbedaan antara
dinding spora dengan germination wall, serta memiliki ciri khusus yaitu Bulbous
suspensor. Spora Gigaspora sp. dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Spora Gigaspora sp. yang ditemukan pada tanaman inang
P. javanica (kiri perbesaran 200 x dan kanan perbesaran 400 x)

9
Kelimpahan Spora

Persentase kelimpahan relatif spora ekosistem tanaman karet di daerah
Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 4.

Kelimpahan relatif (%)

80

65.85

60.00

60.00

60
40.00
40

40.00

31.71

20
2.44

0.00

80

75.00
60.00

52.17

60
35.00

40

43.48

25.00
20

0.00

0

Glomus
Acaulospora
Gigaspora

100
Kelimpahan relatif (%)

Glomus
Acaulospora
Gigaspora

100

0.00

5.00

4.35

0
BK1

BK2
BK3
Kode sampel
(a)

HK1

HK2
HK3
Kode sampel
(b)

Gambar 4 Kelimpahan relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet
daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan. (1) panen pertama umur
trapping 6 minggu, (2) panen kedua umur trapping 8 minggu, (3)
panen ketiga umur trapping 10 minggu

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa Glomus memiliki kelimpahan
tertinggi. Hal ini dikarenakan Glomus merupakan genus yang mempunyai tingkat
adaptasi yang cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan dan memiliki
sebaran yang luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan kelimpahan relatif Glomus di
daerah Bukit Dua Belas dan Harapan yang menunjukkan nilai masing-masing
sebesar 65.85%, 60%, 60%, 75%, 60% dan 52.17%. Tingkat Glomus yang tinggi
dikarenakan Glomus mempunyai genus yang paling banyak dibandingkan dengan
genus lainnya, sedangkan genus Gigaspora memiliki nilai kelimpahan yang
paling sedikit.

10

Frekuensi Spora
Frekuensi spora berkaitan dengan penyebaran spora pada lokasi tempat
pengambilan sampel tanah. Frekuensi spora pada ekosistem tanaman karet daerah
Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 5.
Glomus
Acaulospora
Gigaspora

Frekuensi relatif (%)

120
100.00

100.00

80
60

66.67

66.67

48.15

40
20

120

100.00

100

3.70

0.00

0.00

BK1

BK2

BK3

0
Kode sampel
(a)

Glomus
Acaulospora
Gigaspora

140

Frekuensi relatif (%)

140

100.00 100.00 100.00
100

83.33

80
58.33
60
40

33.33

20

0.00

0.33

8.33

0
HK1
HK2
HK3
Kode sampel
(b)

Gambar 5 Frekuensi relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet
daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan

Genus Glomus memiliki frekuensi paling tinggi dengan frekuensi relatif di
setiap lokasi dengan nilai sebesar 100%, hal ini menunjukkan bahwa setiap
sampel yang diamati ditemukan genus Glomus. Genus Acaulospora mempunyai
frekuensi yang paling rendah bahkan di kode BK2, BK3 dan HK1 sama sekali
tidak ditemukan genus Gigaspora. Glomus adalah jenis FMA yang mempunyai
penyebaran paling dominan, karena 10 dari 14 yang didapatkan adalah tipe
Glomus (Hartoyo et al. 2011).
Dominannya genus Glomus yang ditemukan mengindikasikan bahwa genus
Glomus merupakan genus yang paling banyak penyebarannya dan adaptasi dari
genus ini sangat baik jika dibandingkan dengan genus lainnya. Glomus
merupakan genus yang dominan ditemukan di berbagai penelitian yang telah
dilakukan, seperti di bawah tegakan tanaman jabon di Pemalang Jawa Tengah
(Amelia 2013) dan di jati Ambon (Karepesina 2007).

11
Kepadatan Spora

Kepadatan spora merupakan jumlah seluruh spora yang ditemukan pada
masing-masing contoh tanah. Perbandingan jumlah spora pada ekosistem tanaman
karet daerah Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 6.

180

180

140
120

160

142

99

100

100
80
60

Jumlah spora/5 gram

Jumlah spora/5 gram

160

140
120

80
60
40

20

20

0

0
BK2
BK3
Kode sampel
(a)

116

100

40

BK1

100

108

HK1

HK2
Kode sampel
(b)

HK3

Gambar 6 Perbandingan jumlah spora hasil trapping dari ekosistem tanaman
karet daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah spora per 5 gram tanah pada
ekosistem tanaman karet daerah Bukit Dua Belas yaitu 99-142 spora dan pada
ekosistem tanaman karet daerah Harapan yaitu 100-116. Hasil ini jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan penelitian Fauziah (2013) yang menemukan 32-58
spora/ 10 gram tanah di bawah tegakan tanaman agroforestri jabon di Purwakarta
Jawa Barat.
Gambar 6 menunjukkan bahwa kepadatan spora ditiap lokasi memiliki
jumlah spora yang berbeda. Perbedaan jumlah spora ini dimungkinkan karena
adanya perbedaan lingkungan seperti jenis tanah, cahaya, tinggi tempat dan hara
tanaman (Rainiyati 2007). Menurut Patriyasari (2006) jumlah spora juga
dipengaruhi oleh akumulasi beberapa faktor yaitu mikoriza itu sendiri, varietas
tanaman inang dan kondisi lingkungan, seperti cahaya dan suhu. Cahaya matahari
berperan dalam pembentukan karbohidrat melalui asimilasi karbon. Menurut
Delvian (2003) bahwa adanya perubahan kepadatan spora dalam setiap
pengamatan karena setiap jenis FMA membentuk spora pada saat yang berbeda,
tergantung responnya terhadap tanaman inang.

12
Gambar 6 menunjukkan juga bahwa kepadatan spora pada tanaman inang P.
javanica meningkat dari umur 6 minggu sampai umur 10 minggu penelitian. Hal
ini dikarenakan akar tanaman semakin tumbuh dan berkembang akan memberi
reaksi terhadap perkembangan spora dan produksi spora akan semakin banyak
setelah tanaman inang menjadi dewasa bahkan mendekati tua (Suhardi 1989).
Oleh sebab itu, diperlukan analisis regresi linier untuk mengetahui hubungan
antara umur trapping dengan kepadatan spora. Hasil analisis regresi antara
kepadatan spora dengan umur trapping dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping
Lokasi
Umur trapping
Persamaan
BK
6-10 minggu Nilai kepadatan spora = 25.16 + 10.84 *umur
trapping, R2 = 68 %
HK
6-10 minggu Nilai kepadatan spora = 76.56 + 3.76 * umur
trapping), R2 = 91%

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa koefisien
determinasi (R2) di daerah Bukit Dua Belas sebesar 68% artinya kepadatan spora
memiliki tingkat hubungan yang sedang terhadap umur trapping. Umur trapping
mempengaruhi sebesar 68% sedangkan 32% ditentukan oleh faktor lain. Koefisien
determinasi di daerah Harapan lebih tinggi dari daerah Bukit Dua Belas dengan
nilai sebesar 91% yang artinya kepadatan spora di daerah Harapan lebih memiliki
tingkat hubungan yang tinggi dengan umur trapping. Semakin besar umur
trapping akan menghasilkan nilai kepadatan spora yang semakin tinggi karena
adanya pengaruh positif dari persamaan yang dihasilkan. Persamaan regresi antara
kepadatan spora dengan umur trapping dapat dilihat pada Gambar 7.

y = 25.16 + 10.84x
R² = 68%

160
Jumlah spora/ 5 gram

140

kepadatan BK
kepadatan HK

120
y = 76.56 + 3.76x
R² = 91%

100
80
60
40
20
0
0

1

2
3
Umur trapping

4

Gambar 7 Persamaan regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping (1 =
umur trapping 6 minggu; 2 = umur trapping 8 minggu; 3 = umur
trapping 10 minggu)

13
Kepadatan spora tidak hanya ditentukan oleh umur trapping tetapi
ditentukan juga oleh potensi propagul yang ditemukan. Hasil analisis regresi
antara kepadatan spora dengan potensi propagul dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan potensi propagul
Lokasi
Potensi propagul
Persamaan
8
BK
1.32-5.93 x 10
Nilai kepadatan spora = 79.85 + 8.32
*potensi propagul, R2 = 77 %
HK
7.55-33.89 x 108
Nilai kepadatan spora = 95.16 + 0.62
* potensi propagul, R2 = 100%

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa koefisien
determinasi (R2) potensi propagul di daerah Bukit Dua Belas sebesar 77% artinya
kepadatan spora memiliki tingkat hubungan yang tinggi terhadap potensi propagul.
Potensi propagul mempengaruhi sebesar 77% sedangkan 23% ditentukan oleh
faktor lain. Koefisien determinasi di daerah Harapan lebih tinggi dari daerah Bukit
Dua Belas dengan nilai sebesar 100% yang artinya kepadatan spora di daerah
Harapan lebih memiliki tingkat hubungan yang sangat tinggi dengan potensi
propagul. Semakin tinggi potensi propagul akan menghasilkan nilai kepadatan
spora yang semakin tinggi karena adanya pengaruh positif dari persamaan yang
dihasilkan.

Persentase Kolonisasi Akar
Infeksi akar merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi mikoriza
arbuskula dengan akar, yaitu dengan adanya struktur-struktur yang dihasilkan oleh
FMA diantaranya hifa, arbuskula dan vesikula (Setiawan 2011). Hifa adalah akarakar rambut yang berfungsi menyerap air serta hara dalam tanah, kemudian
memberikan kepada tanaman (Fakuara 1988). Arbuskula adalah struktur hifa yang
bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil, berfungsi sebagai tempat pertukaran
nutrisi antara tanaman inang dengan jamur (Dewi 2007). Vesikula merupakan
suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat, mengandung cairan lemak, yang
berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan (Dewi 2007). Jika salah satu dari
struktur FMA ini ditemukan, dapat dikatakan bahwa telah terjadi asosiasi oleh
FMA terhadap tanaman P. javanica. Bentuk-bentuk struktur kolonisasi akar yang
ditemukan dari hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8.

14

b

a

Gambar 8 Infeksi FMA pada akar P. javanica :(a) Hifa, (b)Vesikula

80

80

70

70

60
50

34.80

36.63

42.78

40
30
20
10

Kolonisasi akar (%)

Kolonisasi akar (%)

Kolonisasi akar pada tanaman P. javanica yang ditanam di sampel tanah
dari ekosistem tanaman karet daerah Bukit Dua Belas didapatkan hasil yang
bervariasi yaitu 34.8±8.6 pada tanaman berumur enam minggu, 36.63±8.8 pada
tanaman berumur delapan minggu dan 42.78±6.8 pada tanaman berumur sepuluh
minggu. Tanaman berumur enam minggu hingga umur tanaman sepuluh minggu
menunjukkan hasil kolonisasi yang meningkat, hal ini menunjukkan bahwa pada
tanaman berumur sepuluh minggu tanaman inang sudah dewasa sehingga tingkat
kolonisasi akar juga meningkat. Tingkat kolonisasi dari ketiga waktu yang
berbeda termasuk kriteria sedang.
Kolonisasi akar pada tanaman P. javanica di sampel tanah dari ekosistem
tanaman karet daerah Harapan didapatkan hasil yang bervariasi yaitu 34.9±10.2
pada tanaman berumur enam minggu, 42.43±10.3 pada tanaman berumur delapan
minggu dan 39.68±5.34 pada tanaman berumur sepuluh minggu. Tingkat
kolonisasi dari ketiga waktu yang berbeda termasuk kriteria sedang. Klasifikasi
banyaknya infeksi akar dapat dilihat pada (Lampiran 2). Persentase kolonisasi
akar di daerah Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 9.

60
50

42.43
34.90

39.68

HK1

HK2
HK3
Kode sampel
(b)

40
30
20
10

0
BK1

BK2
BK3
Kode sampel
(a)

0

Gambar 9 Persentase kolonisasi akar hasil trapping pada ekosistem tanaman
karet daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan

15
Perbedaan tingkat kolonisasi pada masing-masing tempat dan waktu ini
diakibatkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi mikoriza terhadap
tanaman yaitu dilihat dari keefektifan isolat, ketergantungan tanaman terhadap
mikoriza dan kondisi nutrisi terhadap unsur P (Setiadi 1995). Hasil penelitian ini
dapat diketahui bahwa nilai kolonisasi akar tidak berbanding lurus dengan
kepadatan spora. Hal ini sesuai dengan penelitian Tuheteru (2003) bahwa antara
infeksi akar dan jumlah spora yang dihasilkan tidak memiliki korelasi yang erat,
sehingga infeksi akar yang tinggi belum tentu diakibatkan oleh jumlah spora yang
banyak karena persentase kolonisasi adalah faktor bebas dari jumlah spora yang
ada di tanah. Setiap jenis FMA mempunyai kemampuan untuk menginfeksi akar
yang berbeda (Delvian 2003). Hasil analisis regresi antara sifat kimia tanah
dengan nilai rata-rata infeksi akar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis regresi antara sifat kimia tanah dengan nilai kolonisasi akar
Sifat kimia tanah
Persamaan
C-org
Nilai kolonisasi akar = 43.13 - (3.33 * C-org), R2 = 2%
N-total
Nilai kolonisasi akar = 40,301 - (14,875 * N total), R2= 0.7%
pH
Nilai kolonisasi akar = 46.65 - (1.876* pH), R2 =2%
P
Nilai kolonisasi akar = 29.40 + 1.33 * P, R2 =2%
C = karbon; N = nitrogen; P= fosfor
Hasil analisis regresi sifat kimia tanah dengan tingkat kolonisasi akar
menunjukkan bahwa persamaan regresi antara kandungan karbon, fosfor dan
kandungan pH dengan nilai kolonisasi akar menghasilkan koefisien determinasi
(R2) sebesar 2% yang artinya C organik, fosfor dan pH memiliki tingkat hubungan
yang sangat rendah terhadap infeksi akar karena kandungan karbon, fosfor dan pH
mempengaruhi hanya sebesar 2% sedangkan 98 % ditentukan oleh variabel lain.
Nilai koefisien determinasi (R2) N terhadap nilai kolonisasi akar sebesar 0.7%
artinya N memiliki hubungan yang sangat rendah karena hanya dipengaruhi oleh
0.7 % sedangkan 99.3 % dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis sifat kimia
tanah yang diuji menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai C, N dan pH maka nilai
kolonisasi akan semakin rendah. Nilai P semakin besar maka nilai kolonisasi
semakin tinggi. Pengaruh dari keempat sifat kimia yang diuji tidak terlalu
signifikan karena nilai R2 yang kecil.

Penghitungan Potensi Propagul
Penghitungan potensi propagul dilakukan dengan cara pengenceran,
menggunakan metode Most Probable Number (MPN), metode ini menentukan
jumlah propagul infektif dengan beberapa pengenceran yang berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kolonisasi akar pada
ekosistem tanaman karet daerah Harapan hampir ditemukan pada setiap seri
pengenceran kecuali pada seri pengenceran 10-8 pada sampel ulangan ke dua yang
tidak mengalami kolonisasi. Kolonisasi akar setiap seri pengenceran daerah
Harapan dapat dilihat pada Tabel 6.

16
Tabel 6 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah Harapan
Ulangan
Jumlah
Seri pengenceran
kolonisasi
HK1 HK2 HK3 HK4 HK5
100
+
+
+
+
+
5
-1
10
+
+
+
+
+
5
10-2
+
+
+
+
+
5
-3
10
+
+
+
+
+
5
10-4
+
+
+
+
+
5
10-5
+
+
+
+
+
5
-6
10
+
+
+
+
+
5
10-7
+
+
+
+
+
5
-8
10
+
+
+
+
4
+ = infeksi; - = tidak ada infeksi

Kolonisasi akar pada ekosistem tanaman karet daerah Bukit Dua Belas
menunjukkan hasil yang hampir sama, hampir semua ulangan dan pengenceran
terinfeksi oleh FMA kecuali ulangan ke dua pada pengenceran 10-7,10-8 dan
ulangan ke lima pada pengenceran 10-8. Kolonisasi akar setiap seri pengenceran
daerah Bukit Dua Belas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah Bukit
Dua Belas
Ulangan
Jumlah
Seri pengenceran
kolonisasi
BK1 BK2 BK3 BK4 BK5
100
+
+
+
+
+
5
-1
10
+
+
+
+
+
5
10-2
+
+
+
+
+
5
-3
10
+
+
+
+
+
5
10-4
+
+
+
+
+
5
10-5
+
+
+
+
+
5
-6
10
+
+
+
+
+
5
10-7
+
+
+
+
4
-8
10
+
+
+
3
Berdasarkan rumus MPN bahwa kisaran jumlah propagul antara kedua
ekosistem menunjukkan hasil yang berbeda. Daerah Harapan didapatkan kisaran
jumlah propagul 7.55 − 33.89 x 108 per gram tanah kering atau bahan dan daerah
Bukit Dua Belas didapatkan kisaran jumlah propagul 1.32 − 5.93 x 108 per gram
tanah kering atau bahan. Perbedaan ini dikarenakan karena sifat kimia pada dua
lokasi menunjukkan nilai yang berbeda. Daerah Harapan menunjukkan jumlah
propagul yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah Bukit Dua Belas. Tanah
pada daerah Harapan tanahnya lebih buruk (tidak subur) jika dibandingkan
dengan daerah Bukit Dua Belas. Tanah daerah Harapan dengan nilai pH 4.1
sedangkan ekosistem karet daerah Bukit Dua Belas dengan nilai pH 4.6. Semakin
subur tanah maka infeksi FMA akan semakin sedikit dan semakin kritis tanah
maka infeksi FMA akan lebih banyak.

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Genus yang ditemukan di ekosistem tanaman karet di Jambi khususnya
daerah Harapan dan Bukit Dua Belas ada 3 genus yaitu Glomus, Acaulospora dan
Gigaspora. Genus yang mendominasi pada berbagai lokasi yaitu genus Glomus.
Jumlah propagul lebih banyak ditemukan di daerah Harapan karena daerah
Harapan kandungan pH lebih kecil dari pH daerah Bukit Dua Belas menandakan
bahwa tanah daerah Harapan kurang subur dibandingkan dengan daerah Bukit
Dua Belas.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji efektivitas FMA dalam
meningkatkan pertumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia T. 2013. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula di bawah tegakan
tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)[skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Brundrett M, Boucher N, Dell NB, Gove T, Malajczuk N. 1996. Working with
Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): Australian Centre
for International Agriculture Research.
Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza
arbuskula (CMA) di hutan pantai [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Dewi RI. 2007. Peran, prospek dan kendala dalam pemanfaatan endomikoriza
Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.
Fakuara Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaannya dalam Praktik. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Fauziah L. 2013. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula di bawah tegakan
tanaman agroforestri jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)[skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Gendermann JW, Nicolson TH. 1963. Spores of mycorrhizal endogene spesies
extracted from soil by wet sieving and decanting. Trans Brit Mycol Soc.
46:235-244.
Giovaneetti M, Moose B. 1980. An evaluation of techniques for measuring
vesicular-arbuscular mycorrhizal infection in roots. New Phytol. 84:489-500.
Hardjowigeno S. 1995. Ilmu tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

18
Hartoyo B, Ghulamadhi M, Darusman LK, Azis SA, Mansur I. 2011.
Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada rizosfer tanaman
pegagan. Jurnal Littri 17(1):32-40.
Halvorson HO, Ziegler NR. 1933. Aplication of statistics to problems in
bacteriology. I. A means determining bacterial population by the delution
method. J Bacteriol. 25:101-121.
Imas, Tedja RS, Hadioetomo HW, Gunawan dan Setiadi Y. 1989. Mikrobiologi
Tanah. Jilid II. Pusat Antar Universitas dan LSI IPB. Bogor. 117 hal.
[INVAM] International culture collection of (vesikular) arbuscular mycorrhizal
fungi. 2013. Reference cultures of spesies (vesikular) arbuscular
mycorrhizal fungi [Internet]. [diunduh 2014 Jul 12]. Tersedia pada
http://invam.caf.wvu.edu/Myco-info/Taxonomy/classification. htm.
Karepesina S. 2007. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula dari bawah
tegakan jati Ambon (Tectona grandis Linn. F) dan potensi
pemanfaatannya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mosse B. 1981. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza Research for Tropica.
Agricultural Ress. Bull. Hawai. Inst. Tropica Agricultural and Human
Resources.
Nusantara AD, Bertham YH, Mansur I. 2012. Bekerja Dengan Fungi Mikoriza
Arbuskula. Bogor (ID) : SEAMEO BIOTROP.
Patriyasari T.
2006. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula terhadap
pertumbuhan dan produktivitas Cynodon dactylon (L) Pers yang diberi
level salinitas berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Prihastuti, Sudaryono, Handayanto E. 2010. Keanekaragaman jenis mikoriza
vesikular arbuskular dan potensinya dalam pengelolaan kesuburan lahan
ultisol. Di dalam: Prihastuti, Sudaryono, Handayanto, editor. Seminar
Nasional Biologi. [24-25 Sept 2010, Yogyakarta]. Yogyakarta (ID):
Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.
Prihastuti. 2011. Struktur komunitas mikroba tanah dan implikasinya dalam
mewujudkan sistem pertanian. El Hayah 4(1):174-181.
Rainiyati. 2007. Status dan keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA)
pisang raja nangka dan potensi pemanfaatannya untuk peningkatan
produksi pisang asal kultur jaringan di Kabupaten Merangin, Jambi
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rengganis D. 2013. Studi keanekargaman genus fungi mikoriza arbuskula di
sekitar perakaran pohon jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.)
Alami[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Safir GR, Duniway JM. 1988. Evaluation of plant response to colonization by
vesicular-arbuscular mychorrhizal fungi. Environmental variables. The
American Phytopathological.
Sastrahidayat IR. 2011. Rekayasa Pupuk Hayati Mikoriza. Malang (ID):
Universitas Brawijaya.
Setiadi Y. 1995. The pratical application of arbuscular mycorrhizae fungi for
reforestation in Indonesia [tesis]. Kent (UK): Research School of
Biosciences, University of Kent.

19
Setiadi Y. 2001. Peranan mikoriza arbuskula dalam reboisasi lahan kritis di
Indonesia. Seminar Penggunaan CMA dalam Sistem Pertanian Organik
dan Rehabilitasi Lahan. 2001 April 21-23: Bandung, Indonesia.
Setiawan A. 2011. Studi status fungi mikoriza arbuskular di areal rehabilitasi
pasca penambangan nikel (studi kasus PT INCO Tbk. Sorowako, Sulawesi
Selatan) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shi ZY, Chen YL, Feng G, Liu RG, Christie P, Li XL. 2004. Arbuscular
Mychorrhizal Fungi Assosiated With the Meliace on Hainan Island, China.
College of Resources and Enviromental Science. China Agricultural
University. China.
Smith SE, Read DJ. 1997. Mychorrhizal Symbiosis. Academic press. London.
Suhardi. 1989. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). Yogyakarta (ID):
Universitas Gadjah Mada.
Tuheteru FD. 2003. Aplikasi asam humat terhadap sporulasi CMA dari bawah
tegakan alami sengon [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Wilarso S. 1990. Peranan Endomikoriza dalam kehutanan. Kerjasama Antara
PAU Bioteknologi IPB dengan PAU Bioteknologi UGM. Bogor (ID) :
Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

20
LAMPIRAN

Lampiran 1 Kriteria penilaian sifat kimia tanah
Sangat
Sifat tanah
Rendah
Sedang
rendah
Karbon (%)
6.5

Lampiran 2 Penentuan tingkat kolonisasi dan kategori kolonisasi
Persen kolonisasi
Kelas
Kategori
(%)
1
0-25
Rendah
2
26-50
Sedang
3
51-75
Tinggi
4
76-100
Sangat tinggi
*Sumber: Setiadi (1992)

21
Lampiran 3 Nilai Most Probable Number untuk pengenceran 10 kali dan 5
ulangan ( Halvorson & Ziegler 1933 )
Kode
Pengenceran
P1
P2
0
0
0
1
0
2
0
3
0
4
0
5
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
2
0
2
1
2
2
2
3
2
4
2
5
3
0
3
1
3
2
3
3
3
4
3
5
4
0
4
1
4
2
4
3
4
4
4
5
5
0
5
1
5
2
5
3
5
4
5
5

P3
0
0.018
0.037
0.056
0.075
0.094
0.020
0.040
0.061
0.083
0.110
0.130
0.045
0.068
0.093
0.120
0.150
0.170
0.078
0.110
0.140
0.170
0.210
0.250
0.130
0.170
0.220
0.270
0.340
0.410
0.230
0.330
0.490
0.790
1.300
2.400

1
0.018
0.036
0.055
0.074
0.094
0.110
0.040
0.061
0.082
0.100
0.130
0.150
0.068
0.092
0.120
0.140
0.170
0.200
0.110
0.140
0.170
0.210
0.240
0.290
0.170
0.210
0.260
0.330
0.400
0.480
0.310
0.460
0.700
1.100
1.700
3.500

2
0.036
0.055
0.074
0.093
0.110
0.130
0.060
0.081
0.100
0.130
0.150
0.170
0.091
0.120
0.140
0.170
0.200
0.230
0.130
0.170
0.200
0.240
0.280
0.320
0.210
0.260
0.320
0.390
0.470
0.560
0.430
0.640
0.950
1.400
2.200
5.400

3
0.054
0.073
0.092
0.110
0.130
0.150
0.080
0.100
0.120
0.150
0.170
0.190
0.120
0.140
0.170
0.200
0.230
0.260
0.160
0.200
0.240
0.280
0.320
0.370
0.250
0.310
0.280
0.450
0.540
0.640
0.580
0.840
1.200
1.800
2.800
9.200

4
0.072
0.091
0.110
0.130
0.150
0.170
0.100
0.120
0.150
0.170
0.190
0.220
0.140
0.170
0.190
0.220
0.250
0.290
0.200
0.230
0.270
0.310
0.360
0.410
0.300
0.360
0.440
0.520
0.620
0.720
0.760
1.100
1.500
2.100
3.500
16.00

5
0.090
0.110
0.130
0.150
0.170
0.190
0.120
0.140
0.170
0.190
0.220
0.240
0.160
0.190
0.220
0.230
0.280
0.320
0.230
0.270
0.310
0.350
0.400
0.450
0.360
0.420
0.500
0.590
0.690
0.810
0.950
1.300
1.800
2.500
4.300
-

22
Lampiran 4 Kepadatan spora di ekosistem tanaman karet di daerah Bukit Dua
Belas dan Harapan
Kode
BK 1b 1
BK 1b 2
BK 1b 3
BK 1c 1
BK 1c 2
BK 1c 3
BK 2b 1
BK 2b 2
BK 2b 3
BK 2c 1
BK 2c 2
BK 2c 3
BK 3a 1
BK 3a 2
BK 3a 3
BK 3c 1
BK 3c 2
BK 3c 3
BK 4a 1
BK 4a 2
BK 4a 3
BK 4b 1
BK 4b 2
BK 4b 3
BK 4c 1
BK 4c 2
BK 4c 3

Umur trapping
1
2
90
95
111
113
85
120
101
85
115
96
117
99
96
73
102
86
88
80
71
101
80
114
82
96
92
83
117
95
131
101
56
99
76
104
80
89
113
76
123
89
105
101
124
121
131
104
127
90
63
76
89
80
100
97

3
167
159
195
111
120
135
164
237
200
156
163
154
101
123
117
96
108
112
109
127
130
181
170
155
114
111
121

Kode
HK 1a 1
HK 1a 2
HK 1a 3
HK 1b 1
HK 1b 2
HK 1b 3
HK 1c 1
HK 1c 2
HK 1c 3
HK 2b 1
HK 2b 2
HK 2b 3
HK 3a 1
HK 3a 2
HK 3a 3
HK 3b 1
HK 3b 2
HK 3b 3
HK 4b 1
HK 4b 2
HK 4b 3
HK 4c 1
HK 4c 2
HK 4c 3

Umur trapping
1
2
3
138
96
121
120
102
130
107
11
145
130
93
96
139
97
99
109
111
87
169
86
113
145
98
126
125
116
137
77
103
83
85
112
96
63
98
107
92
86
107
88
93
89
57
117
96
120
211
140
108
180
150
114
176
176
56
76
71
96
89
89
119
101
114
71
66
145
57
90
130
26
89
125

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bukittinggi pada tanggal 12 Maret 1991 dari ayah
Jon Ismedi dan ibu Nurlaili. Penulis adalah putra kedua dari lima bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ampek Angkek dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen
Silvikultur Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis menjadi asisten praktikum Silvikultur
pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif berorganisasi sebagai anggota
departemen kewirausahaan BEM FAHUTAN IPB tahun 2012 dan Ketua Project
Division tahun 2013. Selain itu penulis aktif juga di berbagai kepanitiaan seperti
Leadership and Entrepreneurship School (LES) BEM KM IPB dan aktif juga di
kepanitiaan Tree Grower Community in Action (TIA). Penulis melaksanakan
magang profesi di BIOTROP, melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem
Hutan (PPEH) di Gunung Ciremai-Indramayu, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH)
di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan Bulan Februari –
Mei 2014 melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT Aneka Tambang Unit
Bisnis Pertambangan Emas Pongkor. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Potensi Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi” di bawah bimbingan Prof
Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS.