Pengamatan Uji Daya Berkecambah, Optimalisasi Substrat Perkecambahan dan Pematahan Dormansi Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC)

PENGAMATAN UJI DAYA BERKECAMBAH, OPTIMALISASI
SUBSTRAT PERKECAMBAHAN DAN PEMATAHAN DORMANSI
BENIH KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC)

ANGGIT DWI RAHAYU

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengamatan Uji Daya
Berkecambah, Optimalisasi Substrat Perkecambahan dan Pematahan Dormansi Benih
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dcantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Anggit Dwi Rahayu
NIM A24110161

ABSTRAK
ANGGIT DWI RAHAYU Pengamatan Uji Daya Berkecambah, Optimalisasi Substrat
Perkecambahan dan Pematahan Dormansi Benih Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) DC). Dibimbing oleh TATIEK KARTIKA SUHARSI.
Ketersediaan sayuran indigenous masih terbatas. Pengujian mutu benih menjadi
langkah dasar untuk meningkatkan produksi sayuran indigenous. Penelitian ini
bertujuan untuk pengembangan metode uji daya berkecambah benih kecipir (aspek
penentuan hitungan pertama dan kedua), pemilihan substrat perkecambahan, dan
pemilihan teknik pematahan dormansi benih kecipir. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih IPB selama 5 bulan.
Pengembangan metode uji perkecambahan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu
pengamatan uji daya berkecambah benih kecipir menggunakan alat pengecambah tipe

eco-germinator dilakukan pada hari ke-6 untuk hitungan pertama dan hari ke-8 untuk
hitungan kedua. Kertas cd buram dapat digunakan sebagai substrat kertas alternatif
pada metode UKDdp. Substrat pasir (in sand) merupakan substrat terbaik apabila
pengujian benih tidak menggunakan substrat kertas. Skarifikasi menggunakan amplas
merupakan teknik pematahan dormansi terbaik untuk benih kecipir. Sterilisasi
permukaan benih menggunakan natrium hipoklorit perlu dilakukan sebelum benih
dikecambahkan.
Kata kunci: hitungan pertama, hitungan kedua, kertas CD, amplas, pasir
ABSTRACT
ANGGIT DWI RAHAYU Evaluation of Seeds Germination, Optimization
Germination Substrates and Dormancy Breaking of Winged Bean Seed (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) DC). Supervised by TATIEK KARTIKA SUHARSI.
Availability of indigenous vegetable is still limited. Seed testing become
fundamental to increase production of indigenous vegetable. The objectives of this
research were to evaluate the development of winged bean’s germination methods (first
and final count aspect), selected substrates for germination, and selected dormancy
breaking technique of winged bean seed. This research was conducted at IPB Seed
Storage and Seed Quality Testing Laboratory for five months. Development of
germination test methods which obtained from this research are evaluation on
germination test of winged bean seed used eco-germinator type, performed in 6th days

for the first count and 8th days for the final count. Cd buram paper should be used as an
alternative substrates on UKDdp methods. Sand substrates (in sand) is the best
substrate if the seed testing applied without paper substrates. Scarification with
sandpaper is the best breaking dormancy technique for winged bean seed. Sterilization
seeds surface with sodium hypochlorite need to be done before seed germinated.
Keywords: first count, final count, cd buram paper, sandpaper, sand

PENGAMATAN UJI DAYA BERKECAMBAH, OPTIMALISASI
SUBSTRAT PERKECAMBAHAN DAN PEMATAHAN DORMANSI
BENIH KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC)

ANGGIT DWI RAHAYU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Kegiatan penelitian berjudul
Pengamatan Uji Daya Berkecambah, Optimalisasi Substrat Perkecambahan dan
Pematahan Dormansi Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC) yang
dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 hingga Mei 2015.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi
selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini
2. Dr Ir Faiza Chairani Suwarno, MS dan Juang Gema Kartika, SP MSi selaku dosen
penguji yang telah memberikan koreksi dan saran terhadap karya ilmiah ini
3. Bapak Karjan, Ibu Siti Rahayu, dan adik Rafidan Triadji yang selalu memberikan
kasih sayang, doa, dan dukungannya bagi penulis
4. Semua teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 yang telah membantu

dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan rangkaian kegiatan penelitian ini
serta seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan karya ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015

Anggit Dwi Rahayu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

vi
vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC)


2

Pengamatan Uji Daya Berkecambah

3

Substrat Perkecambahan Benih

4

Dormansi Benih

5

METODE PENELITIAN

5

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian


5

Bahan

5

Alat

6

Prosedur Penelittian

6

Pengamatan

7

Analisis Data


9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kondisi Umum Benih dan Viabilitas Awal

10

Penentuan Hari Pengamatan dalam Uji Daya Berkecambah

11

Optimalisasi Substrat Perkecambahan

15

Pematahan Dormansi


19

KESIMPULAN DAN SARAN

23

Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

23
23
23

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP


30

DAFTAR TABEL
1 Daya berkecambah benih kecipir tanpa skarifikasi
2 Penentuan hitungan pertama pada benih kecipir
3 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh media terhadap tolok ukur vigor
dan viabilitas benih kecipir
4 Nilai rataan tolok ukur viabilitas dan vigor pada pembandingan substrat
kontrol kertas saring
5 Nilai rataan tolok ukur viabilitas dan vigor pada pembandingan substrat
kontrol pasir (in sand)
6 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi
terhadap tolok ukur vigor dan viabilitas benih kecipir
7 Nilai rataan tolok ukur viabilitas dan vigor benih pada perlakuan pematahan
dormansi

13
14
15
16
17
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kriteria kecambah normal benih kecipir
Keragaan benih kecipir lokal Cilacap
Kecambah kecipir pada 14 HST
Jumlah kecambah normal harian selama 14 hari pengamatan tanpa
skarifikasi
Jumlah kecambah normal harian selama 14 hari pengamatan setelah
skarifikasi
Struktur kecambah benih kecipir
Perbandingan kecambah normal yang dihasilkan dari substrat arang sekam
dengan substrat lainnya
Jumlah benih keras (hard seed) pada hitungan keduadari setiap perlakuan

8
10
12
12
14
15
18
22

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam faktor substrat uji perkecambahan
Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam faktor pematahan dormansi

28
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran indigenous adalah sayuran lokal/daerah yang diusahakan oleh
masyarakat atau sayuran yang berasal dari introduksi dan sudah dikenal oleh
masyarakat (Diperta Jabar 2012). Saat ini, pemanfaatan sayuran indigenous belum
dikenal secara luas oleh masyarakat dan ketersediaannnya di pasaran masih terbatas.
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC) merupakan salah satu jenis sayuran
indigenous yang dibudidayakan di Indonesia. Kecipir merupakan tanaman legum
potensial yang dapat dibudidayakan di daerah tropis dengan kandungan protein dan
minyak yang tinggi pada bijinya (Mohanty et al. 2013). Kecipir merupakan tanaman
multifungsi karena hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan mulai dari
polong muda, umbi, daun muda, bunga dan bijinya. Komposisi nutrisi yang terdapat
pada polong mudanya setara dengan tanaman kacang-kacangan lainnya (Krisnawati
2010).
Produksi kedelai terus mengalami penurunan sejak tahun 2009 hingga tahun
2012. Penurunan ini mengakibatkan defisit dengan rata-rata sebesar 20.38% per tahun.
Produksi dalam negeri hanya mampu menyediakan 29% dari konsumsi total (Bappenas
2013). Biji kecipir diharapkan dapat menjadi solusi alternatif kesenjangan yang terjadi
antara produksi nasional dan konsumsi nasional kedelai. Biji kecipir telah banyak
diteliti untuk dimanfaatkan sebagai olahan pangan yang menggunakan kedelai sebagai
bahan bakunya namun, budidaya tanaman kecipir masih sangat terbatas pada beberapa
lokasi. Pemahaman proses perkecambahan menjadi dasar yang penting terkait
pemenuhan dan keseimbangan antara kebutuhan produksi untuk konsumsi dan jumlah
populasi untuk mencapai produksi yang maksimum (Copeland dan Donald 2001).
Benih bermutu tinggi dapat berkecambah dengan baik ketika ditanam di lapangan
sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mutu hasil produksi.
Pengujian mutu benih merupakan hal rutin yang dilakukan dalam rangka proses
sertifikasi. Salah satu pengujian rutin yang dilakukan adalah pengujian daya
berkecambah. Pengujian daya berkecambah memerlukan kondisi optimum pada media
perkecambahan, suhu dan kelembaban. Berdasarkan penelitian Susanti (2010) terdapat
perbedaan kecenderungan dari setiap jenis benih tanaman tentang media yang sesuai
untuk perkecambahannya. Berdasarkan rekomendasi ISTA (2014), media yang
digunakan untuk perkecambahan benih adalah media kertas (kertas saring, kertas
blotter, dan kertas towel), pasir dan media organik. Beberapa media terutama media
kertas yang direkomendasikan ISTA menemui beberapa kendala dalam
penggunaannya di Indonesia, di antaranya harga yang cukup mahal dan ketersediaan
yang terbatas. Hal lain yang penting diperhatikan dalam pengujian daya berkecambah
adalah lamanya waktu pengujian. Penelitian Anasthasia (2014) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kondisi untuk perkecambahan benih di Indonesia khususnya pada
alat pengecambah benih IPB 72-1. APB IPB 72-1 bersifat eco germinator yang artinya
proses perkecambahan dalam alat tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti

2

RH dan suhu yang cenderung fluktuatif. Hal ini mengakibatkan perbedaan lamanya
pengujian berdasarkan rekomendasi ISTA dengan pengujian di Indonesia.
Aspek penting yang memengaruhi kualitas benih yang berhubungan dengan
kacang-kacangan adalah adanya benih keras. Beberapa metode telah digunakan untuk
mengatasi permasalahan benih keras, di antaranya mekanik, kimia, dan perlakuan air
panas yang meliputi suhu konstan dan suhu berganti. Tingkat penyerapan air untuk
proses perkecambahan oleh benih-benih yang secara individual berbeda, didasarkan
pada kerusakan kulit benih atau pembukaan strophiole (Argel dan Paton 1999).
Sinhababu dan Banerjee (2013) melaporkan bahwa perlakuan awal benih yang berupa
pematahan dormansi pada empat tanaman legum diperlukan untuk meningkatkan
permeabilitas air ke dalam benih dan menghilangkan penghalang metabolik agar daya
berkecambahnya meningkat. Oleh karena itu, penelitian mengenai penentuan
pengamatan daya berkecambah, optimalisasi substrat perkecambahan, dan pematahan
dormansi penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui kondisi pengujian yang tepat
untuk mengetahui keragaan benih yang akan ditanam di lapangan sehingga dapat
dihasilkan produksi yang maksimal untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu pengembangan metode uji daya berkecambah benih
kecipir pada aspek penentuan pengamatan hitungan pertama dan kedua, pemilihan
substrat alternatif untuk perkecambahan serta menentukan teknik pematahan dormansi
benih kecipir.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pengamatan uji daya berkecambah benih kecipir menggunakan alat
pengecambah benih tipe eco germinator berlangsung lebih cepat dari
rekomendasi pedoman ISTA,
2. Terdapat minimal satu substrat alternatif untuk perkecambahan benih kecipir,
3. Terdapat minimal satu teknik pematahan dormansi yang efektif untuk
mematahkan dormansi benih kecipir.

TINJAUAN PUSTAKA
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC)
Kecipir merupakan salah satu contoh sayuran indigenous selain kemangi, katuk,
gambas/oyong, labu siam, leunca, paria, koro, dan selada air (Soetiarso 2010). Kecipir
merupakan tanaman yang tergolong ke dalam famili Fabaceae (ITIS 2011).
Psophocarpus adalah genus dengan sembilan spesies. Dari seluruh kecipir,
P.tetragonolobus muncul sebagai tanaman indigenous di Afrika. Hanya

3

P.tetragonolobus dan P.palustris yang digunakan sebagai makanan. Spesies lannya
hampir tidak pernah dibudidayakan. Bahkan P.palustris adalah yang tersisa dari
tanaman semi liar yang digunakan di Afrika Barat terutama saat kondisi kelaparan
(NRC 1981).
Koleksi-koleksi kecipir di Asia yang berbeda pada beberapa bagian telah
ditunjukkan secara luas pada berbagai tampilan fisik: bentuk dan ukuran daun; warna
bunga; panjang, bentuk dan warna polong; tekstur permukaan dan bentuk sayap; warna,
ukuran dan bentuk biji; waktu yang diperlukan benih untuk berkecambah, terbentuknya
bunga, terbentuknya polong, kematangan biji, dan terbentuknya umbi. Terdapat variasi
pada protein, minyak, dan komponen-komponen lainnya pada biji dan bagian lain pada
tanaman. Banyak tipe dari kecipir yang belum tercatat di kawasan Asia, termasuk
Bangladesh, Sri Lanka, Thailand dan Indonesia. Koleksi-koleksi terbaru dari kecipir
terdapat lebih dari 500 tipe kecipir di Thailand, 200 di Bangladesh, dan lebih dari 100
di Indonesia (NRC 1981).
Kecipir dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu kecipir berbunga biru dan
kecipir berbunga putih. Perbedaan antara keduanya terletak pada panjang buah dan
ukuran biji. Kecipir berbunga putih memiliki buah lebih panjang sekitar 30-40 cm
dengan biji yang kecil, sedangkan kecipir berbunga ungu memiliki buah lebih pendek
yaitu 15-20 cm dan berbiji besar. Kecipir dapat ditumbuh baik pada dataran rendah
maupun dataran tinggi (Kusmana et al. 2008). Polong seluruhnya berwarna hijau, tetapi
pada kultivar tertentu memiliki polong berwarna ungu. Polong bersisi empat dan
sepanjang polong terdapat sayap tipis yang tidak rata. Keragaman yang cukup banyak
dari kecipir ditemukan di daerah Papua Nugini. Daerah pantai timur Afrika merupakan
daerah yang diperkirakan daerah asal dari tanaman kecipir. Tidak menutup
kemungkinan bahwa kecipir berasal dari daerah Asia Tropika. Asia Selatan, Asia
Tenggara dan beberapa Kepulauan Pasifik lainnya adalah daerah yang menjadi tempat
penyebaran tanaman kecipir (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
Perkembangbiakan tanaman kecipir biasanya dengan benih tetapi bisa juga
melalui stek batang. Suhu optimum rata-rata untuk tumbuh bagi tanaman ini adalah 57 hari pada suhu 25 0C. Dalam satu polong terdapat 5-20 biji. Benih kecipir berbentuk
bulat, diameternya sekitar 1 cm, rata-rata berat benih sekitar 250 mg. Biji berwarna
putih atau hitam, tetapi terkadang ada yang berwarna coklat atau kuning (Rubatzky dan
Yamaguchi 1999). Tanaman kecipir tidak terikat oleh musim dan tahan terhadap lahan
kering sehingga cocok untuk dibudidayakan sebagai tanaman pagar atau tanaman
pekarangan (Akhadiarto 1997).
Pengamatan Uji Daya Berkecambah
Perkecambahan merupakan suatu proses terbentuknya komponen kecambah
yang diakibatkan dari adanya proses metabolisme dalam benih. Potensi
perkecambahan maksimal dari suatu lot benih dapat ditentukan dari pengujian
viabilitas benih. Hasil dari pengujian viabilitas benih dapat digunakan untuk
membandingkan kualitas benih dari lot yang berbeda dan memperkirakan hasil jika
benih tersebut ditanam di lapangan. Pengujian daya berkecambah benih dilakukan pada

4
kondisi lingkungan yang optimum. Hal lain yang menjadi ciri dari pengujian daya
berkecambah benih adalah evaluasi yang dilakukan dua kali (Irawan 2014). Benih yang
dikecambahkan dalam alat pengecambah benih (APB) diamati dua kali untuk
menumbuhkan kecambah secara optimal. Optimasi ini dilakukan untuk
menghindarkan benih-benih lain dari benih yang terlampau kuat sehingga menyaingi
perkecambahannya dan membuang benih-benih busuk yang biasanya dikerubuti jasad
mikro (Sadjad 1994). Menurut Widajati (2012), tujuan dari pengamatan pertama yaitu
untuk menjaga kondisi lingkungan perkecambahan tetap optimum selama periode
pengujian, menghitung dan mengeluarkan kecambah yang sudah normal, membuang
benih yang busuk dan bercendawan, dan menambah kelembaban media jika media
kering. Pengamatan kedua bertujuan untuk mengevaluasi seluruh kecambah baik
kecambah normal, kecambah abnormal, benih mati, dan benih segar tidak tumbuh serta
menghitung daya berkecambah.
Waktu pengamatan ditentukan berdasarkan kurva kuadratik untuk
bertambahnya persentase perkecambahan normal yang terjadi setiap hari. Hal ini
dilakukan dengan menghitung pada saat terjadinya Y maksimum dari fungsi kuadratik
tersebut. Hari yang menunjukkan persentase tambahan kecambah normal maksimum
ditentukan sebagai pengamatan pertama. Pengamatan kedua ditentukan saat hari
akumulasi persentase perkecambahan mencapai maksimum (Sadjad 1994).
Substrat Perkecambahan Benih
Media yang digunakan untuk pengujian perkecambahan adalah produk yang
menyediakan cukup ruang pori untuk udara dan air, untuk sistem pertumbuhan akar
dan untuk kontak dengan larutan (air) yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Beberapa hal yang menjadi spesifikasi untuk seluruh media perkecambahan dan harus
dipenuhi adalah komposisi media, karakter retensi air, pH, konduktivitas, kebersihan
dan bebas dari zat toksik, dan penggunaan ulang substrat (disarankan untuk digunakan
hanya satu kali) (ISTA 2014).
Substrat atau media perkecambahan benih dapat berupa substrat kertas, substrat
pasir atau substrat organik lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Purbojati dan
Suwarno (2006) menunjukkan bahwa kertas stensil dapat digunakan sebagai substrat
alternatif kertas saring dan kertas merang untuk benih yang dikecambahkan dengan
metode UDK (Uji Diatas Kertas). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian
Tambunan (2013) yang dilakukan pada benih kakao. Kertas stensil/koran memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap panjang plumula benih kakao dibandingkan dengan
kertas merang. Kertas stensil/koran dapat menggantikan penggunaan kertas merang
untuk pengujian benih kakao di laboratorium. Substrat kertas lain digunakan sebagai
pengganti kertas merang karena terdapat kendala yaitu kesulitan untuk mendapatkan
kertas merang.
Penelitian lain mengenai media perkecambahan yang dilakukan oleh Gasparin
et al. (2013) memberikan kesimpulan bahwa substrat pasir dapat memberikan
persentase perkecambahan tertinggi pada pengujian benih tanaman hutan
Parapiptadenia rigida (Benth.) dibandingkan dengan media lainnya yaitu kertas

5

/blotter, vermikulit, dan kertas. Pada media pasir pengujian dapat berlangsung lebih
cepat dan mencegah serta mengurangi infeksi patogen. Hal serupa ditunjukkan pula
oleh penelitian Rusmin et al. (2014) pada benih purwoceng yang dikecambahkan pada
media pasir. Benih yang ditanam pada media pasir memiliki bobot kering kecambah
normal tertinggi pada suhu perkecambahan 23-250C. Hal ini disebabkan karena pasir
mengandung sedikit zat hara terutama fosfor dan lebih steril.
Dormansi Benih
Benih memerlukan kelembaban, kecocokan suhu dan pada banyak kasus
memerlukan atmosfer aerob yang sesuai. Apabila satu atau lebih dari syarat ini tidak
terpenuhi maka perkecambahan akan gagal. Kondisi ini disebut dengan dormansi
(Bradbeer 2013). Berdasarkan Finkelstein et al. (2008), dormansi disebabkan oleh
terhalangnya beberapa proses yang dibutuhkan dalam perkecambahan seperti keadaan
istirahat, mobilisasi cadangan nutrisi, adanya jaringan-jaringan di sekeliling yang
menjadi penghalang, mulainya perpanjangan, pembelahan, dan perkembangan sel.
Dormansi primer terjadi apabila benih yang terbentuk dari tanaman telah dalam
kondisi dorman. Benih yang terbentuk dari tanaman dalam kondisi yang tidak dorman
tetapi akan mengalami dormansi jika kondisi lingkungan untuk berkecambah tidak
cocok disebut dengan dormansi sekunder. Terdapat dua tipe dormansi benih yang telah
dikenali, yaitu dormansi akibat kulit benih dan dormansi embrio. Dormansi kulit benih
adalah dormansi yang terjadi pada embrio akibat adanya kulit benih dan jaringanjaringan yang menghalangi seperti endosperm, pericarp atau organ-organ ekstrafloral.
Ada lima mekanisme dasar dari dormansi kulit benih, yaitu pencegahan pengambilan
air, pembatas mekanik, gangguan pertukaran gas, adanya simpanan inhibitor, dan
produksi inhibitor. Tipe kedua dari dormansi benih adalah dormansi embrio, yaitu
dormansi yang hanya terjadi pada bagian embrio tanpa adanya pengaruh dari kulit
benih atau jaringan lain di sekelilingnya (Taiz dan Zeiger 2010).

METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu Benih dan
Penyimpanan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari sampai dengan Mei 2015.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kecipir yang diperoleh
dari petani di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, kertas saring, kertas merang,
kertas cd buram/koran putih, pasir, arang sekam sebagai substrat perkecambahan,

6
natrium hipoklorit, kalium nitrat (KNO3), label, amplop kertas, amplas kasar, selotip
dan plastik PE.
Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain spiral separator, alat pengecambah benih
tipe IPB 72-1 (APB IPB 72-1), alat pengepres kertas tipe IPB 75-1, autoklaf, oven,
gunting stek, saringan pasir, stoples kaca, glass jar (berdiameter 5.9 cm), wadah
plastik, pemanas air, termohigrometer, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Persiapan pendahuluan
Pelaksanaan percobaan diawali dengan sortasi benih kecipir menggunakan
spiral separator agar ukuran benih seragam. Benih yang telah disortasi kemudian
diukur kadar airnya menggunakan metode oven suhu rendah. Selanjutnya untuk benih
yang akan dikecambahkan dilakukan sterilisasi permukaan benih dengan merendam
benih menggunakan natrium hipoklorit 1.5% selama 5 menit. Setelah itu benih
dikeringanginkan kemudian dilakukan skarifikasi benih menggunakan amplas kasar.
Skarifikasi dilakukan dengan cara menggosok bagian punggung dan pinggir benih.
Benih yang telah diskarifikasi direndam kembali dalam natrium hipoklorit selama 10
detik.
Percobaan 1. Penentuan hari pengamatan dalam uji daya berkecambah
Percobaan 1 dilakukan dengan mengecambahkan 400 butir benih kecipir pada
media kertas saring. Pengecambahan menggunakan kertas saring dilakukan dengan
metode uji kertas digulung didirikan dilapisi plastik (UKDdP). Benih ditanam pada
kertas saring yang telah dilembabkan menggunakan akuades. Benih yang ditanam
sebanyak 25 butir pada setiap gulung. Setelah itu benih dikecambahkan pada alat
pengecambah benih tipe IPB 72-1.
Percobaan 2. Optimalisasi substrat perkecambahan benih kecipir
Benih dikecambahkan pada empat macam substrat perkecambahan, yaitu
substrat kertas merang, substrat kertas cd buram, substrat pasir (metode penanaman top
of sand), dan substrat arang sekam dan 2 substrat sebagai kontrol, yaitu substrat kertas
saring dan substrat pasir (metode penanaman in sand). Pada perlakuan yang
menggunakan substrat pasir atau arang sekam, dilakukan perlakuan pendahuluan
berupa sterilisasi substrat menggunakan autoklaf pada suhu 1210C pada tekanan 17.5
psi selama 60 menit. Substrat pasir disaring menggunakan saringan dengan ukuran 1
mm dan arang sekam dengan ukuran 2 mm. Baik pasir maupun arang sekam yang telah
steril dimasukkan ke dalam wadah plastik perkecambahan.

7

Benih yang dikecambahkan sebanyak 25 butir untuk setiap ulangan. Untuk
substrat pasir perlakuan kontrol, benih ditanam dengan metode in sand, yaitu menanam
benih dengan cara ditekan ke dalam pasir kemudian bagian atas benih dilapisi kembali
dengan pasir lapisan tipis. Pengecambahan untuk perlakuan substrat pasir (non kontrol)
dilakukan dengan metode top of sand, yaitu menanam benih hanya dengan menekan di
permukaan media saja. Benih yang telah dikecambahkan dalam wadah plastik
diletakkan pada rak dalam laboratorium benih untuk diamati proses
perkecambahannya.
Perlakuan pengecambahan benih pada substrat kertas saring, kertas merang, dan
kertas cd buram dilakukan dengan metode uji kertas digulung didirikan dilapisi plastik
(UKDdp). Kertas dilembabkan menggunakan aquades kemudian ditiriskan. Bagian
bawah kertas dilapisi plastik kemudian diletakkan 3 lembar kertas lembab. Benih
dikecambahkan sebanyak 25 butir untuk setiap ulangan. Bagian atas ditutup kembali
dengan 3 kertas lembab kemudian digulung dan diberi label. Selanjutnya seluruh
perlakuan subsrat kertas dikecambahkan dalam alat pengecambah benih tipe IPB 72-1.
Percobaan 3. Pematahan dormansi benih kecipir
Pematahan dormansi dilakukan dengan skarifikasi digosok dan kimia.
Perlakuan terdiri atas empat taraf, yaitu kontrol (tanpa skarifikasi), skarifikasi dengan
amplas, direndam dengan KNO3 0.5% selama 24 jam dan direndam dengan air panas
bersuhu 50oC selama 30 menit. Sebelum diberi perlakuan, dilakukan sterilisasi
permukaan benih terlebih dahulu menggunakan natrium hipoklorit 1.5%. Penggosokan
menggunakan amplas kasar dilakukan pada bagian pinggir benih dan punggung benih.
Pada setiap bagian benih dilakukan penggosokan sebanyak 3 kali. Perendaman benih
dalam KNO3 0.5% dilakukan dengan cara melarutkan 5 gram KNO3 ke dalam 1 L
akuades, kemudian benih direndam dalam larutan KNO3 selama 24 jam. Skarifikasi
menggunakan air panas dilakukan dengan cara merendam benih dalam air panas
bersuhu 50oC selama 30 menit. Setelah mendapat perlakuan, benih dikecambahkan
pada media kertas cd buram.
Pengamatan
Percobaan 1. Penentuan hari pengamatan dalam uji daya berkecambah
Pengamatan yang dilakukan pada percobaan 1 yaitu mengamati jumlah
kecambah normal yang tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Tipe
perkecambahan benih kecipir tergolong tipe hipogeal. Kriteria kecambah normal yang
digunakan adalah memiliki akar primer dan sekunder, kotiledon, epikotil dan plumula
(ISTA 2014) dengan panjang kecambah dua kali panjang benih (Gambar 1).

8

Plumula
Epikotil
Kotiledon
Akar sekunder
Akar primer
Gambar 1 Kriteria kecambah normal benih kecipir
Percobaan 2 dan 3. Optimalisasi substrat perkecambahan benih kecipir dan
pematahan dormansi benih kecipir
Pengamatan pada percobaan 2 dan 3 dilakukan terhadap empat peubah yaitu
viabilitas total dengan tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM), viabilitas
potensial dengan tolok ukur daya berkecambah (DB) dan berat kering kecambah
normal (BKKN) serta vigor benih dengan indeks vigor (IV), keserempakan tumbuh
(KST) dan kecepatan tumbuh (KCT).
1. Viabilitas Total
Pengujian viabilitas total benih dilakukan dengan tolok ukut potensi tumbuh
maksimum (PTM). PTM dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada hitungan
pertama dan jumlah kecambah normal serta abnormal pada hitungan kedua.
PTM =

kecambah normal I+kecambah normal dan abnormal II
jumlah total benih yang ditanam

x 100

2. Viabilitas Potensial
Pengujian benih pada peubah viabilitas potensial dilakukan dengan tolok ukur
daya berkecambah (DB) dan berat kering kecambah normal (BKKN). Daya
berkecambah dihitung berdasarkan persentase kecambah normal hitungan pertama (Ʃ
KN I) dan kecambah normal pada hitungan kedua (Ʃ KN II) terhadap total jumlah benih
yang ditanam. Hitungan pertama dan kedua dilakukan berdasarkan hasil dari percobaan
I. Rumus yang digunakan dalam menghitung DB sebagai berikut:
DB =

Ʃ KN I+ Ʃ KN II
total jumlah benih yang ditanam

x 100%

Berat kering kecambah normal dihitung dengan cara mengeringkan seluruh
kecambah normal yang terdapat pada hitungan pertama dan kedua kemudian
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 600C selama 3 x 24 jam. Kecambah
normal yang telah diperoleh dari hitungan pertama disimpan di dalam kulkas pada suhu
≤ 50C agar tidak layu untuk kemudian digabung dengan kecambah normal hitungan
kedua lalu dikeringkan menggunakan oven.

9

3. Vigor Benih
Pengujian vigor benih dilakukan dengan tolok ukur indeks vigor (IV),
keserempakan tumbuh (KST) dan kecepatan tumbuh (KCT). Indeks vigor diamati
dengan cara menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh pada hitungan
pertama (Ʃ KN I) terhadap total benih yang ditanam, dengan rumus:
IV =

Ʃ KN I
total jumlah benih yang ditanam

x 100%

Kecepatan tumbuh (KCT) dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal yang
dapat tumbuh setiap satu etmal (24 jam), dengan rumus:
KCT =∑i=n
1=0 % Kecambah normal/etmal.
Keserempakan tumbuh (KST) dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal
yang tumbuh diantara hitungan pertama dan hitungan kedua (Ʃ KN antara). Hitungan
pertama dan kedua yang digunakan berdasarkan hasil dari percobaan 1.
KST =

Ʃ KN antara
total jumlah benih yang ditanam

x 100%

Analisis Data
Penelitian dibagi ke dalam tiga percobaan. Percobaan 1 yaitu menghitung
jumlah kecambah normal yang tumbuh setiap hari selama 14 hari. Data yang telah
didapatkan pada percobaan 1 dianalisis menggunakan software Microsoft Excel 2013
untuk memperoleh puncak grafik. Puncak pertama pada kurva persentase tambahan
perkecambahan setiap hari ditentukan sebagai hitungan pertama. Puncak pertama pada
kurva persentase kumulatif perkecambahan setiap hari ditentukan sebagai hitungan
kedua (Sadjad 1994). Selain analisis grafik, uji lain yang dilakukan adalah uji-t pada
taraf 5% menggunakan software Minitab 16.
Percobaan 2 yaitu optimalisasi substrat dilakukan menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) faktor tunggal menggunakan 4 substrat perkecambahan (kertas
merang, kertas cd buram, pasir (top of sand), dan arang sekam) dan 2 substrat sebagai
kontrol (kertas saring dan pasir (in sand)). Setiap perlakuan terdiri atas 4 ulangan
sehingga menghasilkan 24 satuan percobaan.
Rumus umum model rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yij = µ + τi + Ԑij
Yij
= respon pengamatan perlakuan substrat ke-i, ulangan ke-j (1, 2, 3, 4)
µ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh perlakuan substrat ke-i
Ԑij
= pengaruh galat percobaan perlakuan subsrat ke-i, ulangan ke j (1, 2, 3, 4)
Percobaan ketiga merupakan percobaan pematahan dormansi. Percobaan ini
menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 4
ulangan dan 4 perlakuan (kontrol, penggosokan amplas, perendaman KNO3 0.5%

10
selama 24 jam, dan perendaman air panas 50oC 30 menit) sehingga menghasilkan 16
satuan percobaan.
Rumus umum model rancangan percobaan yang akan digunakan adalah:
Yij = µ + τi +βj+ Ԑij
Yij
= respon pengamatan perlakuan pematahan dormansi ke-i, ulangan ke-j (1, 2,
3, 4)
µ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh perlakuan pematahan dormansi ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
Ԑij
= pengaruh galat percobaan perlakuan pematahan dormansi ke-i, kelompok ke
-j
Data yang diperoleh pada percobaan 2 dan 3 dianalisis menggunakan uji F,
karena hasil berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut t-Dunnett pada taraf
5%. Analisis data menggunakan software SAS 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Benih dan Viabilitas Awal Benih Kecipir
Benih kecipir yang digunakan merupakan benih genotipe lokal Cilacap yang
berasal dari petani produsen di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Benih yang
digunakan berwarna coklat muda dengan bentuk bulat (Gambar 2a). Bagian tengah
benih terdapat lingkaran oval berwarna coklat muda dengan bagian tengah berwarna
lebih gelap adalah hilum dari benih. Bagian ujung hilum terdapat titik kecil hitam yang
menunjukkan mikrofil benih (Gambar 2b). Benih yang digunakan merupakan benih
hasil panen pada bulan Oktober tahun 2014. Benih dipanen dalam bentuk polong kering
kemudian dikupas dan disortasi dari kotoran secara manual. Sortasi bentuk dilakukan
menggunakan alat spiral separator. Benih yang telah disortasi disimpan dalam ruang
penyimpanan benih.

hilum
mikrofil

(a)
(b)
Gambar 2 Keragaan benih kecipir lokal Cilacap
(a) Benih berwarna coklat muda dan berbentuk bulat;(b) Hilum dan mikrofil

11

Pengukuran kadar air benih dilakukan sebelum penyimpanan. Kondisi awal
benih kecipir memiliki kadar air rata-rata sebesar 11.7% setelah mengalami proses
pengeringan menggunakan sinar matahari selama satu hari. Kondisi ini tergolong
kondisi kadar air yang aman untuk penyimpanan benih kecipir yang termasuk ke dalam
kelompok benih ortodoks. Berdasarkan penelitian Indartono (2011) pada benih kedelai
yang tergolong benih ortodoks, benih yang memiliki kadar air diatas 13% akan
mengalami kemunduran lebih cepat. Benih memerlukan kadar air optimum untuk
penyimpanannya. Sebagian besar benih memiliki kadar air optimum penyimpanan 611%. Purba et al. (2013) menyatakan bahwa kemunduran benih selama masa
penyimpanan disebabkan oleh kadar air benih yang semakin tinggi. Hal ini
mengakibatkan laju respirasi semakin cepat sehingga semakin banyak CO2 dan panas
yang dihasilkan. Aktifitas fisiologis ini dapat ditekan melalui kadar air penyimpanan
yang ideal sehingga daya berkecambah benih masih dapat dipertahankan hingga
waktunya benih dikecambahkan.
Ruang penyimpanan benih yang digunakan merupakan ruangan dengan suhu dan
kelembaban terkontrol. Suhu ruang simpan berkisar antara 17-220C dengan
kelembaban berkisar antara 54-62%. Penyimpanan benih bertujuan untuk
mempertahankan viabilitas benih agar tetap tinggi sampai benih tersebut ditanam.
Wadah yang digunakan untuk penyimpanan benih adalah toples kaca. Toples kaca
dipilih sebagai wadah penyimpanan benih karena kedap udara sehingga dapat
mempertahankan kadar air benih selama masa penyimpanan. Benih disimpan sejak
bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Desember 2014. Alat pengecambah benih
tipe IPB 72-1 yang digunakan memiliki kisaran suhu 27-28.5 oC dengan kelembaban
relatif sebesar 92% dan kondisi ruangan laboratorium memiliki suhu rata-rata sebesar
27.8oC dengan kelembaban relatif lebih rendah yaitu 70.8%.
Daya berkecambah benih kecipir pada pengujian awal sebesar 62%. Hal ini
dikategorikan daya berkecambah benih yang rendah. Standar daya berkecambah yang
tergolong tinggi untuk hampir seluruh benih adalah ≥ 80%. Daya berkecambah benih
yang rendah disebabkan oleh proses imbibisi yang tidak serempak pada benih sehingga
pertumbuhan benih menjadi kecambah normal tidak serempak dan banyaknya serangan
cendawan saat benih dikecambahkan. Timbulnya banyak cendawan kemungkinan
diakibatkan oleh mikroorganisme terbawa benih karena substrat perkecambahan, alat
pengecambah benih, dan air yang digunakan sudah dikondisikan dalam kondisi steril.
Ghangaokar dan Kshirsagar (2013) mengemukakan bahwa mikroorganisme yang
merupakan seedborne disease paling banyak ditemukan pada benih yang tidak
mendapatkan perlakuan benih. Infestasi mikroorganisme membuat vigor dan daya
berkecambah benih menjadi rendah.
Penentuan Hari Pengamatan dalam Uji Daya Berkecambah
Pengamatan pertama atau hitungan pertama untuk benih kecipir dilakukan pada
hari ke-4 dan pengamatan kedua atau hitungan kedua dilakukan pada hari ke-14 (ISTA
2014). Pengujian dalam penelitian ini dilakukan pada media kertas saring

12
menggunakan benih sebanyak 100 butir dan dikecambahkan dalam alat pengecambah
benih (APB) IPB tipe 72-1. Pengujian menunjukkan hasil bahwa pada hari ke-4 belum
ada kecambah normal yang muncul pada setiap ulangan.
Pengamatan hari ke-4 memperlihatkan struktur kecambah yang muncul hanya
radikula. Pada hari ke-14 semua struktur kecambah normal mulai dari radikula,
epikotil, hipokotil dan plumula sudah muncul. Namun, ukuran dari semua struktur
kecambah normal sudah terlampau tinggi. Terdapat hipokotil yang sudah
mengeluarkan cabang dan beberapa sudah mulai layu (Gambar 3). Ukuran kecambah
normal yang terlampau tinggi dan hampir menyerupai ukuran bibit menunjukkan
adanya ketidaksesuaian hari pengamatan yang direkomendasikan oleh ISTA pada
media dan suhu perkecambahan yang sama. Oleh karena itu dilakukan pengujian
dengan hitungan pertama dan hitugan kedua yang berbeda dengan ketentuan ISTA
dalam uji daya berkecambah.

layu
bercabang

Gambar 3 Kecambah kecipir pada 14 HST
Penentuan hari pengamatan dalam uji daya berkecambah benih kecipir dilakukan
menggunakan 400 butir benih dengan media kertas saring. Benih dikecambahkan
dalam APB IPB tipe 72-1. Setelah 14 hari dikecambahkan, kecambah normal baru
muncul pada hari ke-7 tetapi jumlahnya masih sangat sedikit. Kecambah normal
terbanyak terdapat pada hari ke-8. Pada hari ke-9 dan hari ke-10 masih cukup banyak
muncul kecambah normal namun jumlahnya lebih sedikit dari hari ke-8. Jumlah
kecambah normal mulai menurun pada hari ke-11 hingga hari ke-14 (Gambar 4).
Kecambah normal

30
25
20
15
10
5
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Hari pengamatan

Gambar 4 Jumlah kecambah normal harian selama 14 hari pengamatan tanpa
skarifikasi

13

Daya berkecambah benih yang diuji masih dikategorikan rendah yaitu 71.25%
(Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh banyaknya kecambah abnormal dan benih keras.
Kecambah abnormal yang terdapat pada setiap ulangan masih berpotensi untuk
menjadi kecambah normal, namun keterlambatan imbibisi mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan kecambah sehingga di akhir pengamatan masih belum dapat
dikategorikan sebagai kecambah normal.
Tabel 1 Daya berkecambah benih kecipir tanpa skarifikasi
Ulangan
1
2
3
4

Kecambah
normal
68
67
70
80

Abnormal
11
12
6
8
Rata-rata

Benih
keras
18
17
19
7

BSTT
1
3
2
2

Benih
mati
2
1
3
3

DB
(%)
68
67
70
80
71.25

Keterangan: BSTT = Benih Segar Tidak Tumbuh

Benih keras yang jumlahnya cukup tinggi diakibatkan oleh permasalahan pada
proses imbibisi. Benih kecipir memiliki kulit yang cukup keras sehingga proses
imbibisi pada sebagian benih terhambat. Hambatan yang terjadi pada benih kecipir ini
disebut dengan dormansi fisik. Dormansi fisik atau yang dikenal dengan sifat
impermeabel kulit benih terhadap air berkaitan dengan penampilan jaringan dari kulit
benih. Sejak masalah dormansi ini memberikan perbedaan waktu dan rentang terhadap
proses perkecambahan, mekanisme dormansi ini menjadi penting secara ekologi. Tiga
spesies tanaman akasia (famili Fabaceae) yaitu, Acacia aroma, Acacia.
caven and Acacia atramentaria memiliki dormansi fisik. Dormansi ini disebabkan oleh
kulit benihnya yang sangat tebal dan padat, parenkima bersklerenkim yang lebar dan
water gap untuk pengambilan air. Impermeabilitas kulit benih pada spesies ini
utamanya karena terdapat karakteristtik berupa epidermis berlignin (Venier 2012).
Metode pematahan dormansi fisik diperlukan agar dapat mempermudah proses
imbibisi.
Pengujian penentuan hari pengamatan yang selanjutnya dilakukan dengan
jumlah benih, media, dan alat pengecambah yang sama. Metode pematahan dormansi
dilakukan pada pengujian ini yaitu dengan skarifikasi fisik menggunakan amplas kasar.
Benih di amplas pada bagian punggung benih dan pinggir sehingga tidak mengenai
bagian embrio. Benih diamplas menggunakan amplas kasar sebanyak tiga kali gosokan
pada setiap bagiannya hingga terdapat sedikit luka dan warna kulitnya pudar. Proses
imbibisi yang terjadi pada benih lebih serempak setelah dilakukan proses skarifikasi.
Pada hari kedua setelah tanam semua benih telah mengalami proses imbibisi.
Kecambah normal muncul lebih cepat yaitu pada hari ke-5 namun jumlahnya
masih sedikit pada setiap ulangan. Puncak kecambah normal terjadi pada hari ke-6 dan
hari ke-7. Pada hari ke-8 masih cukup banyak terdapat kecambah normal yang muncul

14

Kecambah normal (%)

namun jumlahnya tidak sebanyak hari ke-6 dan hari ke-7. Setelah hari ke-8 jumlah
kecambah normal terus mengalami penurunan hingga hari ke-14 (Gambar 5). Daya
berkecambah pada pengujian ini jauh lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan
skarifikasi yaitu menjadi 96.5%.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Hari pengamatan
Kurva persentase tambahan perkecambahan setiap hari
Kurva persentase kumulatif perkecambahan setiap hari

Gambar 5 Jumlah kecambah normal harian selama 14 hari pengamatan setelah
skarifikasi
Berdasarkan hasil uji-t, dua puncak kecambah normal pada hari ke-6 dan hari ke7 tidak berbeda nyata (Tabel 2) sehingga dapat diambil hari pengamatan pertama atau
hitungan pertama adalah hari ke-6. Hari pengamatan kedua atau hitungan dua yaitu
pada hari ke-8 karena pada hari ke-8 telah mencapai akumulasi persentase
perkecambahan maksimum (Sadjad 1994).
Tabel 2 Penentuan hitungan pertama pada benih kecipir
Hari pengamatan
6
7

Jumlah kecambah normal
40 tn
39.5 tn

Keterangan: tn = tidak nyata berdasarkan uji-t pada taraf 5%

Terdapat hal menarik yang ditemukan dalam penelitian ini. Pada pengamatan
kecambah normal harian, ditemukan beberapa kecambah poliembrioni (Gambar 6a).
Pada umumnya struktur kecambah normal yang muncul adalah hanya satu kecambah
normal dari satu benih yang terdiri atas akar primer dan sekunder, kotiledon, epikotil
dan plumula (Gambar 6b). Dari satu benih yang sama muncul dua sampai tiga
kecambah normal. Namun jumlah benih poliembrioni tidak banyak, hanya 6 benih dari
400 benih yang dikecambahkan.

15

a

b

Gambar 6 Struktur kecambah benih kecipir
(a) Struktur kecambah normal; (b) struktur kecambah normal poliembrioni

Optimalisasi Substrat Perkecambahan
Hasil analisa sidik ragam pengaruh substrat perkecambahan terhadap semua
peubah yang diamati disajikan pada Tabel 3. Hasil sidik ragam pengaruh substrat
perkecambahan terhadap semua peubah yang diamati secara lengkap disajikan pada
Lampiran 1. Faktor tunggal substrat perkecambahan berpengaruh sangat nyata
terhadap hampir seluruh tolok ukur vigor dan viabilitas yang diamati yaitu daya
berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh
(KST), dan berat kering kecambah normal (BKKN). Hanya pada tolok ukur potensi
tumbuh maksimum (PTM) saja substrat berpengaruh nyata.
Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh subsrat perkecambahan terhadap
tolok ukur vigor dan viabilitas benih kecipir
Tolok Ukur
PTM (%)
DB (%)
BKKN (g)
IV*) (%)
KCT (% etmal-1)
KST (%)

Substrat
96.33*
82.67**
0.88**
37.33**
12.74**
71.83**

Keterangan: ** = sangat nyata; * = nyata berdasarkan uji t-Dunnett pada taraf 5%. PTM=
Potensi tumbuh maksimum, PTM= Potensi tumbuh maksimum, DB= daya
berkecambah, BKKN= Berat kering kecambah normal, IV= Indeks vigor, K CT=
Kecepatan tumbuh, KST= Keserempakan tumbuh; *) = data ditransformasikan ke
√� + 0.5.

Hal tersebut menunjukkan bahwa substrat perkecambahan sangat memengaruhi
mutu fisiologis benih yang diuji. Substrat perkecambahan merupakan faktor penting

16
yang mendukung proses perkecambahan karena mensuplai air yang diperlukan selama
proses perkecambahan berlangsung. Sadjad (2008) menyatakan bahwa media
perkecambahan baik waktu maupun kondisi lingkungan perkecambahan harus optimal
untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan benih sehingga sesuai dan
merepresentasikan pertumbuhan potensial dari benih pada kondisi lapang yang
optimum.
Hasil pembandingan subsrat uji dengan substrat kontrol menunjukkan hasil
bahwa pada tolok ukur daya berkecambah, substrat arang sekam berbeda nyata lebih
rendah dari substrat kertas saring. Berdasarkan nilai rataan benih yang dikecambahkan
pada substrat arang sekam memiliki daya berkecambah terendah dibandingkan dengan
empat substrat uji lainnya. (Tabel 4). Indeks vigor yang baik dihasilkan oleh substrat
pasir (in sand), kertas cd buram, dan kertas merang dibandingkan dengan kertas saring.
Hasil uji tolok ukur kecepatan tumbuh menunjukkan bahwa substrat pasir (in sand) dan
substrat kertas cd buram berbeda nyata lebih tinggi dengan substrat kertas saring
dengan nilai rata-rata sebesar 18.7% dan 14.77% (Tabel 4). Substrat pasir (in sand),
kertas merang, dan kertas cd buram berbeda nyata lebih tinggi dengan substrat kontrol
kertas saring untuk keserempakan tumbuh.
Hasil pembandingan substrat uji terhadap substrat kontrol kertas saring
menunjukkan bahwa substrat kertas cd buram berbeda nyata lebih tinggi pada tolok
ukur IV, KCT, dan KST. Hal ini menunjukkan bahwa substrat kertas cd buram dapat
digunakan sebagai substrat alternatif dalam pengujian benih kecipir apabila ingin
menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp).
Tabel 4 Nilai rataan tolok ukur viabilitas dan vigor pada pembandingan substrat kontrol
kertas saring

Substrat
Kertas saring
Pasir (in sand)
Kertas merang
Kertas cd buram
Arang sekam
Pasir (TS)

PTM
(%)
97
100tn
100tn
97tn
88tn
96tn

DB
(%)
90
100tn
93tn
94tn
27**
92tn

BKKN
(g)
0.96
0.95tn
0.95tn
1.06tn
0.30**
1.09tn

Tolok ukur
IV*)
(%)
8
98**
35**
44**
6tn
33tn

-1

KCT (% etmal )
11.36
18.70**
14.09tn
14.77**
3.99**
13.50tn

KST
(%)
57
100**
86**
89**
22**
77tn

Keterangan: **= berbeda nyata dengan perlakuan kertas saring berdasarkan hasil uji t Dunnett
pada taraf 5%; tn= tidak berbeda nyata dengan perlakuan kertas saring
berdasarkan hasil uji t Dunnett pada taraf 5%. PTM= Potensi tumbuh maksimum,
DB= daya berkecambah, BKKN= Berat kering kecambah normal, IV= Indeks
vigor, KCT= Kecepatan tumbuh, KST= Keserempakan tumbuh, TS = top of sand;
*) = data ditransformasikan ke √� + 0.5.

17

Selama proses perkecambahan berlangsung, kertas cd buram cukup mampu
mempertahankan kelembaban. Hal ini sejalan dengan penelitian Suwarno dan Hapsari
(2008) yang mengemukakan bahwa kertas cd memiliki kemampuan yang baik dalam
kecepatan penyerapan air (2.5 cm/5 menit), mempertahankan air (jumlah air yang
hilang selama 7 hari sebanyak 1.27 g air/unit media), dan menyerap air (28.14 g air/unit
media). Kertas cd buram juga merupakan substrat yang lebih baik jika dibandingkan
dengan kertas merang. Jika dibandingkan dengan kertas saring, kertas merang hanya
memberikan hasil indeks vigor dan keserempakan tumbuh yang lebih tinggi sedangkan
kertas cd buram memberikan hasil indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan keserempakan
tumbuh yang lebih tinggi. Penelitian Suwarno dan Santana (2009) menunjukkan bahwa
penggunaan kertas cd sebagai substrat perkecambahan benih besar menghasilkan
tingkat kesamaan 100% jika dibandingkan dengan kertas kertas merang pada tolok
ukur daya berkecambah dan memiliki tingkat kesamaan 80% pada peubah berat kering
kecambah normal.
Pembandingan dengan substrat pasir (in sand) menunjukkan bahwa kertas saring
dan arang sekam memiliki nilai rataan terendah pada tolok ukur keserempakan tumbuh.
Sama halnya dengan tolok ukur kecepatan tumbuh, tidak ada satu pun substrat uji yang
menghasilkan indeks vigor yang lebih tinggi dari substrat pasir (in sand). Seluruh
substrat uji berbeda nyata lebih rendah dengan perlakuan substrat kontrol pasir (in
sand). Nilai indeks vigor yang dihasilkan pada perlakuan ini sebesar 98% (Tabel 5).
Tabel 5 Nilai rataan tolok ukur viabilitas dan vigor pada pembandingan substrat
kontrol pasir (in sand)

Substrat
Pasir (in sand)
Kertas saring
Kertas merang
Kertas cd buram
Arang sekam
Pasir (TS)

PTM
(%)
100
97tn
100tn
97tn
88**
96tn

DB
(%)
100
90tn
93tn
94tn
27**
92tn

Tolok ukur
BKKN
IV*)
(g)
(%)
0.95
98
tn
0.96
8**
0.95tn
35**
tn
1.06
44**
0.30**
6**
1.09tn
33**

-1

KCT (% etmal )
18.70
11.36**
14.09**
14.77**
3.99**
13.50**

KST
(%)
100
57**
86tn
89tn
22**
77tn

Keterangan: **= berbeda nyata dengan perlakuan pasir (in sand) berdasarkan hasil uji t
Dunnett pada taraf 5%. PTM= Potensi tumbuh maksimum, DB= daya
berkecambah, BKKN= Berat kering kecambah normal, IV= Indeks vigor, K CT=
Kecepatan tumbuh, KST= Keserempakan tumbuh, TS= top of sand; *) = data
ditransformasikan ke √� + 0.5.

Nilai IV ini memperlihatkan bahwa benih kecipir yang dikecambahkan pada
substrat pasir dengan metode in sand memiliki vigor yang sangat baik karena didukung
lingkungan eksternalnya, dalam hal ini substrat, yang mampu mendukung proses
perkecambahan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa substrat pasir dengan metode
in sand merupakan substrat terbaik untuk perkecambahan benih kecipir. Benih yang

18
dikecambahkan dengan metode in sand dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan
metode top of sand karena kelembaban dalam substrat lebih terjaga. Benih
mendapatkan kelembaban dari dua bagian, yaitu pasir lapisan bagian atas dan pasir
lapisan bagian bawah. Pasir juga merupakan substrat yang porous sehingga mudah
ditembus oleh akar kecambah.
Murniati dan Suminar (2006) mengemukakan bahwa setiap spesies benih
memiliki media perkecambahan yang optimum dan spesifik untuk dapat mendukung
proses perkecambahannya. Dalam penelitian ini, substrat pasir memiliki nilai yang
cukup tinggi pada seluruh peubah pengamatan, namun hasil penelitian Yuniarti et al.
(2000) menunjukkan bahwa benih tisuk yang dikecambahkan pada subsrat pasir
memiliki daya berkecambah paling rendah jika dibandingkan dengan substrat
vermikulit, sabut kelapa, tanah, dan campuran tanah + pasir. Berdasarkan hasil uji
terhadap seluruh substrat perkecambahan, tidak ada substrat yang berbeda nyata
dengan substrat kertas saring dan pasir (in sand) pada tolok ukur potensi tumbuh
maksimum. Hanya arang sekam saja yang potensi tumbuh maksimumnya berbeda
nyata lebih rendah dari substrat pasir (in sand). Hal ini disebabkan tolok ukur PTM
hanya mengukur kemampuan benih untuk dapat tumbuh saja walaupun belum
berkecambah normal, sehingga kurang menunjukkan perbedaan yang nyata dalam
evaluasi hasil pengujian.
Arang sekam adalah perlakuan dengan hasil berat kering kecambah normal yang
paling rendah jika dibandingkan dengan substrat pasir. Kecambah normal yang
dihasilkan dari perlakuan substrat arang sekam berukuran lebih kurus terutama pada
bagian radikula dan jumlahnya lebih sedikit (Gambar 7).

A

D

B

E

C

F

Gambar 7 Perbandingan kecambah normal yang dihasilkan dari substrat arang sekam
dengan substrat lainnya
(A) substrat kertas saring; (B) substrat arang sekam; (C) subsrat pasir (in sand);
(D) substrat kertas CD; (E) substrat kertas merang; (F) substrat pasir (top of sand)

19

Substrat aran