Fenologi Pembungaan Dan Penentuan Masak Fisiologi Benih Pada Tanaman Kecipir (Psophocarpus Tetragonolobus L)

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PENENTUAN MASAK
FISIOLOGI BENIH PADA TANAMAN KECIPIR
(Psophocarpus tetragonolobus L)

ELLYSA DWI GAHARA
A24134007

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fenologi Pembungaan
dan Penentuan Masak Fisiologi Benih pada Tanaman Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus L) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Ellysa Dwi Gahara
A24134007

ii

ABSTRAK
ELLYSA DWI GAHARA. Fenologi Pembungaan dan Penentuan Masak Fisiologi
Benih pada Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L). Dibimbing oleh
TATIEK KARTIKA SUHARSI.
Biji kecipir memiliki kandungan protein tinggi, sehingga kecipir dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti kedelai. Tujuan penelitian, memperoleh
informasi perkembangan bunga dan buah, serta menentukan masak fisiologi benih
kecipir. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak faktor
tunggal yaitu aksesi 1 dan aksesi 2. Studi fenologi pembungaan dilakukan dari

kuncup bunga hingga bunga mekar dan menghasilkan polong, untuk penentuan
masak fisiologi dipanen polong pada umur 24 hingga 69 hari setelah berbunga.
Hasil penelitian menunjukkan perkembangan bunga, polong dan masak fisiologi
benih kecipir pada aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda nyata. Kuncup bunga
muncul 63-73 HST. Waktu muncul kuncup bunga hingga bunga mekar
4-5 hari. Lama bunga mekar hingga bunga layu 6-7 jam. Lama bunga layu hingga
muncul polong 3-5 hari. Masak fisiologi benih kecipir pada kedua aksesi tercapai
pada umur panen 57 HSB. Umur 57 HSB benih kecipir pada aksesi 1 memiliki
berat kering benih 1.68 g, indeks vigor mencapai 98 %, daya berkecambah benih
99 %. Aksesi 2 memiliki berat kering benih 1.67 g, indeks vigor mencapai
95.6 %, daya berkecambah benih 100 %.
Kata kunci: berat kering benih, daya berkecambah, indeks vigor

ABSTRACT
ELLYSA DWI GAHARA. Flowering Phenology and Seed Physiology
Maturation Determination of Winged Bean Plant (Psophocarpus tetragonolobus
L). Supervised by TATIEK KARTIKA SUHARSI.
Winged bean seeds has a high protein content, so winged bean seed can be
used as an alternative subtitute the soybean. This research aims to have
information about development of flower and fruit, also to determine the

physiology maturation of winged bean seed. The experiment used Randomized
Block Design with single factor, namely the accession 1 and accession 2.
Flowering phenology study was observed from bud flower buds to bloom flower
and set pods, to determine the physiology maturation pods were harvested at 24 to
69 days after flowering. The results showed the development of flowers, pods and
physiology maturation of winged bean seed accession 1 and 2 were not
significantly different. Flower bud appears in 63-73 days after planting. Time
appears flower buds to blooms were 4-5 days. Duration from flower blooms until
whitered was 6-7 hours. Duration from withered flower until the pods were
3-5 days. Physiology maturation of winged bean seed in both of accessions was
reached in day of harvest 57 HSB. In 57 HSB winged bean seeds accession 1 has
a dry weight of seed 1.68 g, vigor index reached 98 %, 99 % seed germination.
Accession 2 has a dry weight of seed 1.67 g, vigor index reached 95.6 %, 100 %
germination of seed.
Keywords: dry weight of seeds, germination, vigor index

iv

FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN PENENTUAN MASAK
FISIOLOGI BENIH PADA TANAMAN KECIPIR

(Psophocarpus tetragonolobus L)

ELLYSA DWI GAHARA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

viii


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunianya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Fenologi
Pembungaan dan Penentuan Masak Fisiologi Benih pada Tanaman Kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus L) dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
merupakan bagian dari tugas akhir, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di kebun
percobaan Leuwikopo, serta Laboratorium Teknologi Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada
bulan Februari 2015 hingga Agustus 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah
memperoleh informasi mengenai perkembangan bunga dan buah, serta
menentukan masak fisiologi benih kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L).
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi,
MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai, ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua yang selalu memberikan
dorongan yang tulus baik moril maupun materil, serta teman-teman yang telah
memberikan semangat dan bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi ini
dilaksanakan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Desember 2015
Ellysa Dwi Gahara

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanaman Kecipir
Fenologi Pembungaan Buah dan Biji Kecipir
Masak Fisiologi Benih
METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Pengamatan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kecipir
Fenologi Pembungaan Kecipir
Masak Fisiologi Benih Kecipir
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi

vii
1
1
2
2
2
4
5
6
6
6
6
6
7
10
12
12
14
16
20

29
29
29
29
33
42

xii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Kandungan nutrisi pada 100 g polong dan daun kecipir

Cuaca bulanan di Dramaga Bogor pada bulan Januari 2015 sampai
dengan Agustus 2015
Rekapitulasi hasil analisis ragam fase vegetatif pada dua aksesi kecipir
Rekapitulasi hasil analisis ragam fase generatif pada dua aksesi kecipir
Rekapitulasi hasil analisis ragam terhadap tolok ukur mutu fisiologi
benih kecipir yang dihasilkan
Pengaruh umur panen terhadap berat basah, berat kering, kadar air dan
indeks vigor pada benih kecipir aksesi 1
Pengaruh umur panen terhadap berat basah, berat kering, kadar air dan
indeks vigor pada benih kecipir aksesi 2
Pengaruh umur panen terhadap DB, PTM, KCT, dan KST pada benih
kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

4
12
14
16
21
26
27

28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Pertanaman kecipir di lapang
Benih Kecipir
Hama yang menyerang tanaman kecipir
Tinggi tanaman kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Jumlah daun kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Jumlah cabang kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Perkembangan bunga kecipir
Struktur bunga kecipir (a) aksesi 1 dan (b) aksesi 2
Panjang polong kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Perkembangan polong kecipir pada masing-masing umur panen
Perkembangan benih kecipir pada umur 24-69 HSB
Berat basah benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Berat kering benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Kadar air benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Indeks vigor benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Daya berkecambah benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Potensi tumbuh maksimum benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Kecepatan tumbuh benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Keserempakan tumbuh benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

12
13
13
15
15
15
17
17
19
20
21
22
22
23
23
24
25
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

7

8
9
10
11
12
13
14

Daya tumbuh benih dan lama fase vegetatif pada aksesi 1 dan aksesi 2
Tinggi tanaman pada aksesi 1 dan aksesi 2
Jumlah daun pada aksesi 1 dan aksesi 2
Jumlah cabang pada aksesi 1 dan aksesi 2
Jumlah mahkota bunga, jumlah benangsari, panjang tangkai bunga
utama, panjang anak tangkai bunga pada aksesi 1 dan aksesi 2
Jumlah inflorensent pertanaman, jumlah kuncup perinflorensent, jumlah
kuncup mekar perinflorensent, jumlah polong terbentuk perinflorensent,
jumlah kuncup rontok perinflorensent pada aksesi 1 dan aksesi 2
Lama fase kuncup hingga mekar, lama fase mekar hingga layu, waktu
muncul polong, lama muncul polong dari bunga layu, jumlah biji
perpolong, jumlah biji hampa perpolong pada aksesi 1 dan aksesi 2
Perkembangan kuncup pada aksesi 1 dan aksesi 2
Perkembangan panjang polong pada aksesi 1 dan aksesi 2
Perkembangan benih pada aksesi 1 berdasarkan umur panen sebelum
dikeringkan.
Perkembangan benih pada aksesi 2 berdasarkan umur panen sebelum
dikeringkan.
Berat basah benih, berat kering benih dan kadar air benih pada aksesi 1
dan aksesi 2
Indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum pada
aksesi 1 dan aksesi 2
Kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih pada dua
aksesi

34
34
34
34
34

35

35
35
36
37
38
39
40
41

xiv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat, pada
tahun 2013 sebesar 2 590 000 ton, tahun 2014 sebesar 2 646 000 ton, sedangkan
produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2013 hanya sebesar 780 000 ton dan
tahun 2014 sebesar 921 336 ton, sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai,
Indonesia melakukan impor pada tahun 2013 sebesar 1 810 000 ton dan tahun
2014 sebesar 1 724 664 ton (BPS 2014). Kedelai di Indonesia digunakan sebagai
bahan pangan, berupa pangan olahan seperti tahu dan tempe sebesar 88 %,
industri tepung 10 %, dan benih 2 % (Facino 2012).
Tingginya kebutuhan terhadap kedelai dapat dikurangi melalui diversifikasi.
Tanaman yang dapat menjadi alternatif kedelai adalah kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus L). Kecipir merupakan tanaman yang biasa dipanen muda untuk
dijadikan sayuran, dan dipanen tua untuk diambil bijinya (Setyaningrum dan
Saparinto 2012). Kecipir selain digunakan sebagai sayuran dapat juga sebagai
bahan pangan olahan, seperti tempe, tahu (Mattalini 2007), dan tepung (Putri
2010). Biji kecipir yang sudah tua dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan kecap. Kecap kecipir kini sudah diproduksi di beberapa daerah untuk
mengurangi kebutuhan kedelai dalam negeri (Lingga 2010).
Pengembangan kecipir dapat dilakukan melalui perbaikan teknik budidaya,
sehingga produksinya dapat meningkat. Produksi yang tinggi dapat diperoleh
melalui penggunaan benih yang bermutu dari varietas unggul. Varietas unggul
diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman, yaitu persilangan. Pembungaan
merupakan salah satu aspek dari kehidupan tanaman, dimana tanaman
berkembang dari fase vegetatif ke fase generatif. Pembungaan suatu jenis
tumbuhan adalah salah satu karakter penting dalam siklus hidup tumbuhan. Suatu
tumbuhan memiliki perilaku yang berbeda-beda pada pola pembungaan dan
pembentukan buah. Fenologi adalah pengamatan terhadap perkembangan bunga,
buah, dan biji, diawali dengan pemunculan kuncup bunga dan diakhiri dengan
buah masak (Tabla dan Vargas 2004).
Menurut Jamsari et al. (2007) fenologi pembungaan merupakan informasi
yang sangat penting bagi perluasan pengetahuan tentang tanaman untuk
kepentingan perkembangan sains. Menurut Fewless (2006), fenologi adalah ilmu
tentang fase-fase yang terjadi secara alami pada tumbuhan. Berlangsungnya
fase-fase tersebut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya
penyinaran, suhu dan kelembaban udara. Studi fenologi juga berperan penting
untuk perencanaan program pemuliaan tanaman terutama bila akan dilakukan
perakitan varietas unggul melalui hibridisasi. Menurut Widajati et al. (2013),
pembungaan, penyerbukan, dan fertilisasi mempengaruhi produksi dan mutu
benih yang dihasilkan, oleh karena itu pemahaman terhadap proses-proses
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi kendala produksi benih, agar
selanjutnya dapat dicari penanggulangannya.
Masak fisiologi merupakan kondisi saat viabilitas, vigor, dan bobot kering
benih mencapai maksimum. Pada berbagai jenis tanaman jangka waktu mulai
pembungaan hingga menghasilkan benih masak fisiologi lamanya berbeda-beda,

2
sehingga mengetahui saat masak fisiologi sangat penting untuk waktu panen yang
tepat (Justice dan Bass 2002). Penelitian fenologi pembungaan dan penentuan
masak fisiologi benih kecipir merupakan informasi yang penting untuk
menentukan saat yang tepat benih kecipir yang dipanen pada saat masak fisiologi,
viabilitas dan vigor benih kecipir tertinggi.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan mempelajari
perkembangan bunga dan buah, serta menentukan saat masak fisiologi benih
kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L).

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanaman Kecipir
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) merupakan tanaman yang
polongnya dipanen muda untuk dijadikan sayuran, pecel, maupun lalapan.
Tanaman kecipir yang banyak ditanam adalah jenis lokal yang dapat tumbuh baik
di dataran rendah maupun dataran tinggi. Kecipir berasal dari Papua Nugini,
Mauritus, Madagaskar, dan India. Pusat keanekaragaman terbesar terdapat di
Papua Nugini dan Indonesia (Setyaningrum dan Saparinto 2012). Menurut
Krisnawati (2010) koleksi aksesi kecipir terbanyak terdapat di Thailand yaitu 500
aksesi, lalu Bangladesh 200 aksesi. Keragaman kecipir di Indonesia cukup banyak,
diperkirakan tidak kurang dari 100 aksesi, namun hingga kini belum dilakukan
koleksi.
Menurut Krisnawati (2010) plasma nutfah kecipir di berbagai wilayah di
Asia memiliki keragaman sifat agronomis pada karakter ukuran dan bentuk daun,
warna bunga, ukuran dan warna polong, ukuran dan tekstur permukaan sayap,
warna dan bentuk biji, ukuran umbi, dan warna batang. Keragaman sifat
fisiologinya meliputi waktu yang dibutuhkan biji untuk berkecambah, umur
berbunga, umur masak, dan lama pembentukan umbi. Variasi juga ditemukan
pada kandungan protein, minyak, dan nutrisi pada biji dan tanaman kecipir.
Menurut Handayani (2013) keberadaan kecipir tersebar dibeberapa wilayah di
Indonesia diantaranya Sumedang, Garut, Kuningan, Bandung, Sukabumi, Cianjur,
Majalengka, Cilacap, Lampung. Jenis-jenis yang dijumpai pada daerah-daerah
tersebut bervariasi, mulai dari pertumbuhan tanaman, bentuk dan helai daun,
warna bunga, warna sayap polong, bentuk polong, dan warna biji. Seperti menurut
Nusifera et al. (2011) dari 12 aksesi kecipir yang berasal dari wilayah adaptasi
yang berbeda-beda, hanya aksesi 8.20 asal NTT, 8.16 asal Yogyakarta, 8.29 asal
Sleman, 8.10 asal Cileunyi Bandung, dan 8.6 asal Sumedang yang berpotensi
menghasilkan umbi, karena menghasilkan umbi dengan diameter lebih dari 2 cm.
Menurut Krisnawati (2010) keragaman kecipir di Indonesia cukup banyak,
namun karakterisasi plasma nutfah kecipir di Indonesia belum dilakukan, hingga
saat ini belum ada varietas kecipir yang dilepas oleh pemerintah. Identifikasi

3
koleksi plasma nutfah kecipir lokal, yang dilanjutkan dengan karakterisasi dan
evaluasi merupakan langkah awal untuk menghasilkan varietas kecipir di
Indonesia.
Tanaman kecipir tumbuh merambat, dapat mencapai ketinggian 3 sampai
dengan 5 m bila diberi penyangga, jika ditanam tanpa penyangga, tanaman kecipir
menjadi tanaman penutup tanah. Akarnya tunggang dengan akar lateral yang
panjang dan menebal serta mampu membentuk umbi. Karakter perakaran tersebut
menyebabkan tanaman kecipir dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai
kondisi lingkungan dan tanah yang kering. Daun tanaman kecipir merupakan daun
trifoliat yaitu daun majemuk yang beranak daun tiga, dengan anak daun umumnya
berbentuk deltoid dengan ujung lancip. Batang kecipir berbentuk silindris,
berwarna hijau, memiliki ruas yang banyak (Hidayat et al. 2006).
Bunga kecipir merupakan bunga kupu-kupu, dengan warna sayap bervariasi
yaitu biru muda, biru, ungu muda atau ungu. Bunga kecipir menyerbuk sendiri,
pada satu bunga terdapat putik, benang sari, mahkota, kelopak bunga, dan tangkai
bunga. Menurut Kusmana et al. (2008), kecipir dikelompokkan ke dalam dua jenis
yaitu kecipir berbunga biru dan kecipir berbunga putih. Perbedaan antara
keduanya terletak pada panjang buah dan ukuran biji. Kecipir berbunga putih
memiliki buah lebih panjang sekitar 30-40 cm dengan biji yang kecil, sedangkan
kecipir berbunga ungu memiliki buah lebih pendek yaitu 15-20 cm dan berbiji
besar.
Polong kecipir terdiri dari empat sisi dan setiap sisinya memiliki sayap yang
tidak sejajar atau bergerigi, semakin tua polong sayapnya semakin tidak terlihat.
Polong kecipir yang masih muda berwarna hijau muda hingga umur 2 minggu
setelah berbunga, kemudian polong berwarna hijau tua dan berserat, Polong yang
dipanen untuk digunakan sebagai sayur sebaiknya dipanen sebelum polong
berwarna hijau tua karena polong telah berserat. Pada jenis tertentu ada yang
berwana hijau keunguan (Hidayat et al. 2006). Polong yang berasal dari bunga
berwarna ungu memiliki warna polong hijau keunguan dan menghasilkan biji
berwarna hitam, sedangkan polong yang berasal dari bunga berwarna biru pucat
menghasilkan polong berwarna hijau keseluruhan dan menghasilkan biji berwarna
coklat muda. Panjang polong sekitar 5 sampai dengan 35 cm, dan lebar 2 sampai
dengan 5 cm. Polong yang telah tua dan siap untuk menjadi benih yaitu berwarna
coklat kehitaman dan mengering. Jumlah biji dalam satu polong 5 sampai dengan
20 biji.
Benih berbentuk bulat dan berkulit sangat keras, benih tua berwarna krem,
coklat atau hitam. Benih kecipir yang berasal dari polong yang masih muda
berwarna hijau dan berukuran kecil, kemudian semakin tua polong benih
membesar tetapi benih mudah ditekan dan sulit untuk dipisahkan dari polong,
namun benih tetap berwarna hijau hingga umur 48 hari setelah berbunga, setelah
itu benih kecipir berubah warna menjadi coklat muda namun tetap dapat ditekan.
Polong yang berumur lebih dari 54 hari setelah berbunga memiliki benih
berwarna coklat dan telah keras, selain itu benih mudah dipisahkan dari polong.
Tanaman kecipir dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1 sampai
dengan 1 600 m dpl. Tanaman kecipir cocok ditanam pada semua jenis tanah
dengan pH 4.3 sampai 5.5. Suhu udara yang dibutuhkan untuk tanaman kecipir
sekitar 18 sampai dengan 32 oC (Setyaningrum dan Saparinto 2012). Kelembaban
udara 50 sampai dengan 90 %, curah hujan tahunan 2 500 mm, dan sinar matahari

4
penuh. Kecipir merupakan tanaman semusim tetapi umumnya dibiarkan menjadi
tahunan dengan cara dipangkas (Hidayat et al. 2006).
Kecipir adalah sayuran yang banyak mengandung protein. Bagian yang
banyak mengandung protein terdapat di bagian polong. Kandungan protein pada
polong kecipir muda sebesar 2.9 mg 100 g-1. Kandungan protein tersebut akan
meningkat sejalan dengan pertambahan umur polong, selain itu sebagai sumber
lemak nabati. Kecipir bermanfaat untuk menjaga kesehatan pencernaan, menjaga
kesehatan sel dan kulit, dan anti kanker. Kandungan nutrisi pada 100 g polong dan
daun kecipir seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kandungan nutrisi pada 100 g polong dan daun kecipir
Komponen gizi
Satuan
Polong kecipir Daun kecipir
Energi
kkal
35.0
47.0
Protein
g
2.9
5.0
Lemak
g
0.2
0.5
Karbohidrat
g
5.8
8.5
Kalsium
mg
6.3
134.0
Fosfor
mg
37.0
81.0
Zat Besi
mg
0.3
62.0
Vitamin A
mg
595.0
5 240.0
Vitamin B1
mg
0.2
0.2
Vitamin C
mg
19.0
29.0
Air
g
90.4
85.0

Sumber : Lingga (2010)

Fenologi Pembungaan Buah dan Biji Kecipir
Fenologi adalah ilmu yang mempelajari fase-fase yang terjadi secara alami
pada tumbuhan, karena dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, seperti
lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban udara (Fewless 2006). Menurut
Widajati et al. (2013) pembungaan dapat terinduksi oleh beberapa faktor yaitu
respon tanaman terhadap panjang hari atau disebut fotoperiodisme, suhu rendah
atau vernalisasi, zat pengatur tumbuh, dan nutrisi.
Menurut Krisnawati (2010) kecipir sebagai tanaman tropis sangat rentan
terhadap suhu rendah, dan genangan air. Kecipir merupakan tanaman hari pendek
yang hanya berbunga jika panjang hari kurang dari masa kritis yaitu 12 jam.
Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010) tanaman hari pendek atau short day
plant yaitu tanaman yang hanya berbunga apabila siang hari pendek, misalnya
pada musim dingin. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) sebagian kultivar
kecipir adalah tanaman hari pendek dengan pembungaan tidak terbatas, kultivar
kecipir yang ada sekarang mendekati hari netral. Menurut Darmawan dan
Baharsjah (2010) tanaman netral atau day neutral yaitu tanaman yang tidak peka
terhadap panjang hari.
Panjang hari kritis berbeda-beda menurut jenis tanaman dan bahkan varietas.
Tanaman kedelai termasuk tanaman hari pendek yang apabila ditumbuhkan pada
hari panjang akan menghasilkan banyak karbohidrat dan protein yang digunakan

5
untuk perkembangan batang dan daun, sehingga pertumbuhan vegetatif lebih
dominan, selain itu tidak mampu membentuk bunga dan buah. Panjang hari sering
menjadi faktor pembatas di daerah sub tropis, namun di daerah tropis bukan faktor
pembatas, karena relatif konstan yaitu 12 jam perhari (Sutoyo 2011). Namun
menurut Noviani (2011) tanaman kacang tunggak yang ditanam diluar musim
yaitu pada bulan Oktober, hingga umur 3 bulan tanaman tidak menghasilkan biji,
karena satu hari lama penyinaran lebih dari titik periode kritis, sehingga dilakukan
tumpang sari dengan jagung dengan jarak tanam 25 cm x 60 cm, sehingga waktu
muncul bunga pada kacang tunggak yaitu 65 hari setelah tanam. Menurut Yunnita
(2013) jumlah bunga kacang tanah dipengaruhi oleh pemberian GA3, namun tidak
berpengaruh terhadap waktu muncul bunga.

Masak Fisiologi Benih
Benih tanaman merupakan tanaman atau bagian tanaman yang digunakan
untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman (UU RI No. 12
tahun 1992). Masak fisiologi benih merupakan suatu titik pada periode
perkembangan benih dengan ciri viabilitas benih maksimum, vigor benih
maksimum, berat kering benih maksimum, kadar air benih rendah. Viabilitas
benih merupakan daya hidup benih yang ditunjukkan oleh fenomena pertumbuhan
benih atau gejala metabolismenya (Widajati et al. 2013).
Menurut Ilyas (2012) masak fisiologi merupakan stadia pertumbuhan
penting bagi tanaman karena biasanya berhubungan dengan akumulasi maksimum
bahan kering benih dan hasil yang maksimum. Indikator visual masak fisiologi
akan sangat bermanfaat bagi peneliti dan produsen. Mutu benih mencapai
maksimum pada saat masak fisiologi yang dicirikan oleh bobot kering benih
maksimum karena cadangan makanan benih sudah terbentuk sempurna dan vigor
benih maksimum. Benih yang belum masak sudah dapat berkecambah, tetapi
vigornya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang
sudah mencapai masak fisiologi.
Menurut Waemata dan Ilyas (1989) masak fisiologi benih buncis tercapai
pada 30 hari setelah berbunga, dengan berat kering benih 5.610 g, viabilitas
optimum 98.67 %, dan vigor maksimum yaitu 48.44 % etmal-1. Menurut
KEMENTAN (2013) masak fisiologi kacang tanah umumnya tercapai pada 90
sampai 100 hari setelah tanam, dengan ciri-ciri kulit polong mengeras, berserat,
bagian dalam polong berwarna coklat, dan jika ditekan polong mudah pecah. Pada
kacang merah menurut Kristiani (2014) masak fisiologi benih pada tiga aksesi
tercapai pada 30 hari setelah berbunga dengan tolok ukur indeks vigor 45.35 %,
selanjutnya pada umur 35 dan 40 hari setelah berbunga indeks vigor menurun,
seperti menurut Ilyas (2012) benih yang dipanen setelah lewat masak fisiologi,
vigor benih akan menurun karena mengalami deteriorasi di lapang.

6

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo, dan Laboratorium
Pengujian Mutu Benih dan Penyimpanan Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.
Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari 2015 sampai dengan Agustus
2015.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kecipir aksesi lokal
Cilacap yang berwarna hitam (aksesi 1), benih kecipir aksesi lokal Cilacap yang
berwarna coklat muda (aksesi 2), pupuk kandang, urea, SP-36, KCL, insektisida
berbahan aktif profenofos, fungisida berbahan aktif propineb 70 % dan mankozeb,
label, tali rafia, benang, polibag, pasir, natrium hipoklorit, amplas kasar, plastik
PE, plastik wrap, alkohol, akuades.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ajir untuk menompang
tanaman, sprayer untuk penyemprotan insektisida dan fungisida, autoclaf untuk
sterilisasi media pasir, oven untuk mengukur kadar air benih, saringan pasir
dengan diameter 1 mm, stoples kaca untuk menyimpan benih, wadah plastik
untuk menguji mutu fisiologi benih, alat pengecambah benih tipe IPB 72-1 (APB
IPB 72-1), termohigrometer, tang untuk ekstraksi benih kecipir, timbangan,
alat-alat pertanian, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian
1. Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan seluas 157.25 m2. Persiapan lahan dilakukan dengan
membuang gulma yang tumbuh di areal pertanaman dan mengolah tanah dengan
mencangkul areal pertanaman hingga gembur. Lahan dibuat guludan dengan
ukuran 1 m x 3.5 m, jarak antar guludan 0.5 m, terdiri dari 24 guludan. Guludan
diberi pupuk kandang sebanyak 10 ton ha-1 pada saat pengolahan, kemudian
guludan diratakan, dan didiamkan selama satu minggu.
2. Penanaman
Benih kecipir sebelum ditanam disterilisasi permukaan, dengan merendam
benih dalam larutan natrium hipoklorit 1.5 % selama 5 menit, kemudian dibilas
dengan akuades sebanyak tiga kali. Setelah itu benih dikering anginkan, kemudian
dilakukan skarifikasi menggunakan amplas kasar. Menurut Rahayu (2015)
skarifikasi menggunakan amplas kasar meningkatkan daya berkecambah.

7
Skarifikasi dilakukan dengan cara menggosok bagian punggung dan pinggir benih.
Benih yang telah diskarifikasi direndam kembali dalam natrium hipoklorit selama
10 detik dan dibilas kembali dengan akuades tiga kali, setelah itu benih direndam
dalam larutan fungisida 2 g l-1 selama 5 menit. Benih ditanam di bagian tengah
guludan, setiap guludan hanya untuk satu baris tanaman, dalam satu baris terdiri
dari 10 lubang tanam. Jarak tanam antar lubang yaitu 35 cm. Lubang tanam dibuat
dengan menggunakan tugal se dalam 3 cm, setiap lubang ditanam 1 benih kecipir,
sehingga dibutuhkan 120 benih kecipir untuk masing-masing aksesi. Lubang
tanam ditutup tanah tipis-tipis, setelah itu dilakukan penyiraman.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan diantaranya penyiraman, pemasangan ajir,
penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan pengikatan
tanaman pada ajir. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari.
Pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman kecipir sudah tumbuh dengan
ketinggian 10 cm yaitu pada 5 minggu setelah tanam, ajir menggunakan bambu,
dengan panjang 2 m, setiap tanaman dipasang satu ajir. Ajir ditancapkan di bagian
samping tanaman, kemudian batang kecipir diikat menggunakan tali rafia pada
ajir.
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali dengan membuang gulma yang
tumbuh disekitar tanaman dan saluran irigasi. Dilakukan juga penggemburan
tanah, dan mengangkat tanah yang longsor ke atas guludan. Pemupukan urea,
SP-36, dan KCL dilakukan pada 1 MST, 4 MST dan selanjutnya selang satu bulan.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan melakukan penyemprotan
menggunakan insektisida dan fungisida, penyemprotan dilakukan setiap minggu,
pada pagi hari sebelum pukul 08.00 WIB. Pengikatan dilakukan setiap dua hari
sekali agar tanaman tidak menjalar pada tanaman lain.
4. Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman telah menghasilkan polong, dengan
umur polong 24 hari setelah berbunga (HSB), 27, 30, 33, 36, 39, 42, 45, 48, 51, 54,
57, 60, 63, 66, 69 HSB. Pada setiap umur panen dilakukan pengujian mutu
fisiologi benih kecipir.

Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu :
1. Pengamatan mutu fisiologi benih sumber
Pengamatan mutu fisiologi benih sumber dilihat dari daya tumbuh benih di
lapangan. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 hari setelah
tanam (HST) dengan menghitung rasio antara jumlah benih yang tumbuh dengan
jumlah benih yang ditanam.
Daya tumbuh benih =

8
2. Pengamatan karakter vegetatif
a. Tinggi tanaman, pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai 2 minggu
setelah tanam (MST) hingga tanaman mulai berbunga, setiap 2 minggu
sekali. Pada 10 tanaman sampel perulangan.
b. Jumlah daun, dihitung setiap 2 minggu sekali mulai dari 2 MST sampai
tanaman berbunga. Pada 10 tanaman sampel perulangan.
c. Jumlah cabang, dihitung 4 minggu sekali sampai tanaman berbunga. Pada
10 tanaman sampel perulangan.
d. Lama waktu fase vegetatif, dihitung sebelum masuk fase generatif, pada
saat populasi tanaman 50% muncul kuncup.
3. Pengamatan karakter generatif tanaman kecipir
1. Fase kuncup bunga sampai bunga mekar
a. Waktu muncul kuncup bunga, pengamatan pada 10 tanaman sampel
perulangan.
b. Perkembangan kuncup bunga hingga mekar sempurna, diamati
perubahan panjang dan warna kuncup. Kuncup bunga yang diamati,
masing-masing 1 kuncup pertanaman sampel pada saat kuncup bunga
berukuran 1 cm, pada 10 tanaman sempel perulangan.
c. Jumlah mahkota bunga, jumlah benang sari, warna mahkota bunga,
warna tangkai bunga, warna benang sari, warna putik, panjang tangkai
bunga utama, panjang anak tangkai bunga. Pengamatan dilakukan pada
saat bunga mekar sempurna, setiap tanaman sampel diamati 1 bunga
pertanaman, pada 10 tanaman sampel di bagian pinggir baris perulangan.
d. Lama fase kuncup bunga hingga bunga mekar sempurna. Dihitung pada
saat bunga kuncup 1 cm sampai bunga mekar sempurna. Waktu bunga
mekar 50 % dari setiap ulangan. Pengamatan pada 10 tanaman sampel
perulangan, setiap tanaman sampel diamati 1 bunga.
e. Waktu dari saat bunga mekar sempurna sampai bunga layu. Diamati pada
1 bunga pertanaman sampel, pada 10 tanaman sampel perulangan.
2. Fase bunga layu sampai masak fisiologi benih
a. Waktu muncul polong, dan lama fase muncul polong dari bunga setelah
layu. Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel perulangan.
b. Perkembangan polong, dilihat dari perubahan panjang dan warna polong.
Pengamatan dilakukan pada 1 polong pertanaman sampel, pada
10 tanaman sampel per ulangan. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali
setelah muncul polong.
c. Jumlah biji per polong, dilakukan dengan menghitung jumlah biji pada
satu polong. Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel perulangan.
d. Jumlah biji hampa, pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah
biji pada satu polong pada 10 tanaman sampel perulangan.
4. Pengamatan mutu fisiologi benih
Pengujian tolok ukur indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh
maksimum, kecepatan tumbuh benih, dan keserempakan tumbuh benih,
pengecambahan menggunakan media pasir dengan metode in sand. Menurut
Rahayu (2015), substrat pasir dengan metode in sand merupakan substrat

9
terbaik untuk perkecambahan benih kecipir. Pasir yang digunakan dalam
pengujian ini dilakukan penyaringan menggunakan saringan dengan ukuran
1 mm dan perlakuan pendahuluan berupa sterilisasi menggunakan autoclaf
pada suhu 121 oC pada tekanan 17.5 psi selama 60 menit, kemudian
dimasukkan ke dalam wadah plastik.
Benih yang dikecambahkan sebelumnya dilakukan sterilisasi permukaan
benih dengan merendam benih dalam larutan natrium hipoklorit 1.5 % selama
5 menit, kemudian dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali, setelah itu benih
dikering anginkan, kemudian dilakukan skarifikasi menggunakan amplas kasar.
Skarifikasi dilakukan dengan cara menggosok bagian punggung dan pinggir
benih. Benih yang telah diskarifikasi direndam kembali dalam larutan natrium
hipoklorit selama 10 detik, dan dibilas kembali dengan akuades tiga kali, dan
dikering anginkan.
Pengamatan mutu fisiologi benih dilakukan dengan mengamati tolok
ukur berat basah benih, berat kering benih, kadar air, daya berkecambah,
indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, keserempakan
tumbuh benih, pada setiap umur panen.
a. Berat basah benih (BB)
Pengujian berat basah benih dilakukan dengan menimbang sebanyak 5
butir benih perulangan, setelah panen.
b. Berat kering benih (BKB)
Pengujian berat kering benih dilakukan dengan menggunakan 5 butir
benih perulangan, kemudian benih dikeringkan menggunakan oven pada suhu
60 ○C selama 3 kali 24 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama
30 menit, kemudian ditimbang dengan rumus:

Keterangan :
M1 = Bobot cawan (g)
M3 = Bobot contoh kerja dan cawan setelah dioven (g)
c. Kadar air (KA)
Pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan 5 butir benih
perulangan kemudian mengiris benih kecipir dengan menggunakan pisau,
setelah itu benih diukur kadar airnya menggunakan oven pada suhu 103 ± 2 ○C
selama 17 jam. Benih yang telah dioven kemudian dimasukkan ke dalam
desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air benih
dengan rumus:

Keterangan :
M1 = Bobot cawan (g)
M2 = Bobot contoh kerja dan cawan sebelum dioven (g)
M3 = Bobot contoh kerja dan cawan setelah dioven (g)

10
d. Daya berkecambah (DB)
Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan mengecambahkan
10 butir benih perulangan pada media pasir. Daya berkecambah dihitung
berdasarkan persentase kecambah normal pada hitungan pertama yaitu hari ke
6 dan kecambah normal pada hitungan kedua yaitu hari ke 8 (Rahayu 2015),
terhadap jumlah benih yang ditanam. Perhitungan daya berkecambah
menggunakan rumus:
x 100 %

DB (%) =

e. Indeks vigor (IV)
Pengujian indeksi vigor dilakukan dengan menghitung persentase
kecambah normal yang tumbuh pada hitungan pertama terhadap jumlah benih
yang ditanam, dengan rumus:
x 100%

IV =

f. Potensial tumbuh maksimum (PTM)
Pengujian potensial tumbuh maksimum dilakukan dengan menghitung
jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dan jumlah benih normal
serta abnormal pada hitungan kedua, dengan rumus:
PTM =

g. Kecepatan tumbuh (KCT)
Pengujian kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah kecambah
normal yang dapat tumbuh setiap satu etmal (24 jam), dengan rumus:
KCT =
h. Keserempakan tumbuh (KST)
Keserempakan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal
yang tumbuh diantara hitungan pertama dan hitungan kedua, dengan rumus:
KST=

Analisis Data
Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktor tunggal yaitu aksesi, menggunakan 2 aksesi, yaitu aksesi lokal
Cilacap dengan benih berwarna hitam (A1), aksesi lokal Cilacap dengan benih
berwarna coklat muda (A2). Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga
diperoleh 6 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 40 tanaman

11
sehingga terdiri dari 240 tanaman. Masing-masing aksesi terdiri dari 120 tanaman.
Model aditif linier untuk percobaan ini menurut Gomez dan Gomez (1995).
Yij= µ + αi + βj + εijk
Yijk
µ
αi
βj
εijk

=
=
=
=
=

Respon pengamatan aksesi benih kecipir ke-i dan ulangan ke-j
Nilai tengah populasi
Pengaruh aksesi benih kecipir ke-i
Pengaruh ulangan ke-j
Pengaruh galat percobaan

Data dianalisis menggunakan uji T dan uji F pada taraf α = 5%. Analisis
data menggunakan software SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kondisi umum tempat pertanaman berdasarkan data BMKG wilayah
Dramaga Bogor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Curah hujan selama bulan
Maret 2015 hingga Agustus 2015 berkisar antara 90.2-374.3 mm, dengan suhu
minimum berkisar antara 21.8-23.2 oC, suhu maksimum berkisar antara
29.8-33.1 oC, selain itu memiliki kelembaban nisbi berkisar antara 74-86 %, dan
lama penyinaran matahari berkisar antara 42.3-91 %. Kebun percobaan
Leuwikopo Dramaga terletak pada ketinggian 240 m dpl.
Tabel 2 Cuaca bulanan di Dramaga
dengan Agustus 2015
Unsur
Jan
Feb
Maret
Suhu max
28.6
28.3
29.8
Suhu min
23.3
22.9
23.2
Suhu
25.2
25.0
25.6
rata-rata
CH
250.6 345.6 374.3
RH
87.0
87.0
85.0
LPM
31.0
32.0
42.3

Bogor pada bulan Januari 2015 sampai
April
31.7
22.9

Mei
32.5
22.3

Juni
31.5
22.6

Juli
31.9
22.2

Agust
33.1
21.8

25.8

26.3

26.2

26.1

26.2

206.1
86.0
43.3

201.9
82.0
64.0

90.2
79.0
66.8

1.6
74.0
90.0

112.4
75.0
91.0

Keterangan : CH=curah hujan, RH=kelembaban relatif, LPM=lama penyinaran matahari.
Satuan suhu (oC), curah hujan (mm), kelembaban relatif (%), lama penyinaran
matahari (%).

Menurut Setyaningrum dan Saparinto (2012), tanaman kecipir dapat tumbuh
dengan baik pada ketinggian tempat 1-1 600 m dpl, selain itu suhu udara yang
dibutuhkan untuk tanaman kecipir sekitar 18-32 oC, kelembaban udara 50 sampai
dengan 90 %, curah hujan tahunan 2 500 mm, jika dibandingkan dengan data
iklim wilayah Dramaga Bogor, lokasi penelitian termasuk lingkungan yang
optimum untuk pertumbuhan kecipir, kondisi umum tempat pertanaman seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1. Tingginya curah hujan pada fase generatif
menyebabkan kuncup bunga dan bunga yang telah mekar menjadi rontok.
Menurut Ilyas (2012) curah hujan berlebih mempengaruhi polinasi sehingga
pembuahan gagal, selain itu berakibat pada tingginya serangan hama dan penyakit.

(a)
(b)
Gambar 1 Pertanaman kecipir di lapang
(a) tanaman pada fase vegetatif; (b) tanaman pada fase generatif

13
Benih kecipir yang digunakan merupakan benih aksesi lokal Cilacap yang
berasal dari petani di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Benih yang
digunakan berwarna hitam (aksesi 1) dengan bentuk bulat, bagian tengah benih
berwarna coklat muda yang merupakan hilum dan bagian bawah benih terdapat
garis corak berwarna coklat. Benih berwarna coklat muda (aksesi 2) dengan bentuk
bulat, bagian tengah benih terdapat hilum yang berwarna lebih gelap, dan pada
ujung hilum terdapat titik kecil yang merupakan mikrofil, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2. Benih yang digunakan merupakan benih hasil panen pada bulan
Oktober dan penanaman dilakukan pada bulan Maret 2015.

Gambar 2 Benih Kecipir
(a) aksesi 1; (b) aksesi 2
Hama yang menyerang tanaman kecipir selama penelitian di lapang
diantaranya belalang (Dissosteira carolina), ngengat (Opodiphthera eucalypti),
ulat penggerek polong (Etiella sp), ulat jengkal (Hyposidra talaca Wlk), kutu
daun (Aphis gossypii Clover), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Belalang
menyerang tanaman pada fase vegetatif pada bagian daun, menyebabkan daundaun berlubang. Ulat jengkal dan ulat penggerek menyerang tanaman kecipir pada
fase generatif, sehingga banyak polong yang rusak dan membusuk, selain itu larva
ngegat merusak daun tanaman kecipir. Pengendalian dengan melakukan
penyemprotan, menggunakan insektisida dan fungisida satu minggu sekali.

(a)

(b)

(c)

(d)
(e)
(f)
Gambar 3 Hama yang menyerang tanaman kecipir
(a) belalang; (b) ngengat; (c) ulat gerayak; (d) ulat
penggerek polong; (e) ulat jengkal; (f) kutu daun

14
Pengujian viabilitas benih menggunakan media pasir dengan metode in sand.
Menurut Rahayu (2015) benih yang dikecambahkan dengan metode in sand dapat
tumbuh lebih baik dibandingkan dengan metode top of sand karena kelembaban
dalam substrat lebih terjaga. Benih mendapatkan kelembaban dari dua bagian,
yaitu lapisan pasir bagian atas dan lapisan pasir bagian bawah. Pasir juga
merupakan substrat yang porous sehingga mudah ditembus oleh akar kecambah.
Pasir dimasukkan ke dalam wadah plastik, dengan kondisi ruangan memiliki suhu
rata-rata 27.5 oC dengan kelembaban relatif 61.7 %.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kecipir
Hasil pengamatan pada fase vegetatif untuk kedua aksesi pada tolok ukur
daya tumbuh benih, tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang tidak
berbeda nyata antara aksesi 1 dan aksesi 2. Tolok ukur lama fase vegetatif pada
aksesi 1 dan aksesi 2 berbeda nyata, aksesi 1 memiliki lama fase vegetatif lebih
pendek, yang berarti aksesi 1 lebih cepat berbunga dibandingkan dengan aksesi 2
yang memiliki fase vegetatif lebih lama, seperti yang tertera pada Lampiran 1, 2, 3
dan 4. Tabel 3 merupakan hasil rekapitulasi analisis ragam fase vegetatif pada dua
aksesi kecipir.
Tabel 3 Rekapitulasi hasil analisis ragam fase vegetatif pada dua aksesi kecipir
Perlakuan
Tolok ukur
Aksesi
Daya tumbuh benih
tn
Lama fase vegetatif
*
Tinggi
2 MST
tn
tanaman
4 MST
tn
6 MST
tn
8 MST
tn
Jumlah daun
2 MST
tn
4 MST
tn
6 MST
tn
8 MST
tn
Jumlah cabang
4 MST
tn
8 MST
tn
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2, MST = minggu
setelah tanam

Benih kecipir yang ditanam di lahan mulai tumbuh pada 7 hari setelah
tanam (HST), namun daya tumbuh hanya 21.6 % untuk kedua aksesi, dan pada 14
HST daya tumbuh benih telah mencapai 93.5 % pada aksesi 1, dan 90.8 % pada
aksesi 2. Daya tumbuh benih dapat tumbuh serempak karena sebelumnya telah
dilakukan proses skarifikasi benih untuk pematahan dormansi sehingga air lebih
mudah mengimbibisi ke dalam benih, dengan menggunakan amplas. Tipe
perkecambahan kecipir yaitu hipogeal. Hipogeal yaitu perkecambahan dimana
kotiledon tidak terangkat ke atas tanah, sehingga bagian-bagian kecambah yang di
atas tanah yaitu epikotil dan plumula.

15
Tanaman kecipir tumbuh menjalar, memanjat, dan membelit ke arah kiri.
Batang kecipir berwarna hijau berbentuk silindris dan memiliki banyak ruas.
Tinggi tanaman hingga minggu ke 8 mencapai 285 cm untuk kedua aksesi seperti
ditunjukkan pada Gambar 4. Tinggi tanaman melebihi tinggi ajir bambu yang
hanya 200 cm, sehingga tanaman dibelokkan kembali ke bagian bawah dan diikat.
Tinggi tanaman (cm)

300
250
200
150

Aksesi 1

100

Aksesi 2

50
0
2 MST

4 MST

6 MST

8 MST

Umur tanaman (MST)

Gambar 4 Tinggi tanaman kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

Jumlah daun (Helai)

Bentuk anak daun pada kedua aksesi yaitu deltoid, daun majemuk trifoliat,
tulang anak daun menyirip, berwarna hijau. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah
daun pada minggu ke 8 pada kedua aksesi berbeda yaitu 60 helai pada aksesi 1
dan 68 helai pada aksesi 2 namun tidak berbeda nyata secara statistik, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5.
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Aksesi 1
Aksesi 2

2 MST

4 MST

6 MST

8 MST

Umur tanaman (MST)

Gambar 5 Jumlah daun kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

Cabang

Cabang tanaman mulai muncul pada 5 MST pada kedua aksesi. Berdasarkan
hasil pengamatan jumlah cabang pada minggu ke 8 menunjukkan aksesi 1 dan
aksesi 2 tidak berbeda nyata yaitu memiliki 10 cabang, seperti ditunjukkan pada
Gambar 6.
12
10
8
6
4
2
0

Aksesi 1
Aksesi 2
4 MST

8 MST
Umur tanaman (MST)

Gambar 6 Jumlah cabang kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

16
Lama fase vegetatif pada kedua aksesi menunjukkan aksesi 1 lebih cepat
pada pemunculan kuncup bunga yaitu 72 HST dan aksesi 2 yaitu 77 HST.
Lamanya masa vegetatif pada aksesi 2 dapat disebabkan karena tanaman pada
aksesi 2 memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, hal ini ditunjukkan
dengan jumlah daun pada minggu ke 8 lebih banyak meskipun tidak berbeda
nyata, sehingga diduga energi yang berada pada tanaman digunakan untuk
pertumbuhan vegetatif, sehingga munculnya kuncup terhambat, sedangkan pada
aksesi 1 energi pada tanaman lebih difokuskan ke pertumbuhhan generatif,
sehingga jumlah daun sedikit namun kuncup cepat muncul. Pertumbuhan vegetatif
pada kedua aksesi tidak berbeda nyata hal tersebut dapat disebabkan karena kedua
aksesi memiliki pertumbuhan yang sesuai pada kondisi lahan di Dramaga Bogor,
selain itu kedua aksesi berasal dari wilayah yang sama yaitu Cilacap, sehingga
tidak menunjukkan sifat yang berbeda.

Fenologi Pembungaan Kecipir
Hasil pengamatan fenologi pembungaan aksesi 1 dan aksesi 2 pada tolok
ukur jumlah mahkota bunga, jumlah benang sari, panjang tangkai bunga utama,
panjang anak tangkai bunga, jumlah inflorensent pertanaman, jumlah kuncup
perinflorensent, jumlah kuncup mekar perinflorensent, jumlah polong terbentuk
perinflorensent, jumlah kuncup rontok perinflorensent, lama fase kuncup hingga
mekar, lama fase mekar hingga layu, waktu muncul polong, lama muncul polong
dari bunga layu, jumlah biji perpolong, jumlah biji hampa perpolong tidak
berbeda nyata secara statistik dengan uji T pada taraf 5 % seperti yang
ditunjukkan pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8. Tabel 4 adalah rekapitulasi hasil
analisis ragam pada fase generatif pada aksesi 1 dan aksesi 2.
Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis ragam fase generatif pada dua aksesi kecipir
Perlakuan
Tolok ukur
Aksesi
Jumlah mahkota bunga
tn
Jumlah benang sari
tn
Panjang tangkai bunga utama
tn
Panjang anak tangkai bunga
tn
Jumlah inflorensent pertanaman
tn
Jumlah kuncup perinflorensent
tn
Jumlah kuncup mekar perinflorensent
tn
Jumlah polong terbentuk perinflorensent
tn
Jumlah kuncup rontok perinflorensent
tn
Lama fase kuncup hingga mekar
tn
Lama fase mekar hingga layu
tn
Waktu muncul polong
tn
Lama muncul polong dari bunga layu
tn
Jumlah biji perpolong
tn
Jumlah biji hampa perpolong
tn
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2

17
Bunga kecipir termasuk bunga majemuk, dalam satu inflorensent terdapat
4-5 kuncup, warna kuncup pada aksesi 1 berwarna ungu dalam satu tanaman dan
berwarna hijau dalam satu tanaman. Pada aksesi 2 warna kuncup seragam yaitu
berwarna hijau. Waktu muncul kuncup awal yaitu pada 68 HST pada kedua aksesi.
Lama waktu dari kuncup bunga berukuran 1 cm hingga bunga berukuran
3 cm yaitu 4-5 hari. Bunga kecipir menyerbuk sendiri namun menurut Krisnawati
(2010), bunga kecipir memiliki peluang menyerbuk silang sebanyak 20 % dengan
bantuan lebah.
Bunga kecipir berbentuk kupu-kupu. Perkembangan kuncup bunga kecipir
hingga bunga mekar. Diawali dengan munculnya kuncup bunga pada ketiak daun
utama maupun dari cabang, kemudian kuncup membesar sehingga terlihat bagian
mahkota bunga yang berwarna ungu dan biru muda, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 7.

Aksesi 2

Aksesi 1

(a)

(b)
Gambar 7 Perkembangan bunga kecipir
(a) aksesi 1; (b) aksesi 2

Mahkota bunga terdiri dari 5, yaitu 2 daun tajuk yang berlekatan terdapat di
bagian bawah yang disebut dengan lunas atau carina. Di bagian atas terdapat
sehelai daun tajuk yang paling besar yang disebut bendera atau vexillum. Antara
dua bagian tadi terdapat 2 daun tajuk yang ke samping, satu di kanan dan satu di
kiri yang disebut sayap atau ala, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

1

2

3

4

5

4

5

(a)

1

2

3

(b)
Gambar 8 Struktur bunga kecipir (a) aksesi 1 dan (b) aksesi 2
1 = bunga kecipir bagian depan; 2 = bunga kecipir bagian belakang;
3 = putik dan benang sari; 4 = benang sari; 5 = putik

18
Mahkota bunga berwarna ungu dan biru muda pada aksesi 1 dan berwarna
biru muda pada aksesi 2. Tipe warna dengan menggunakan color chart pada
bunga berwarna ungu yaitu dengan kode 660000, dan pada bunga berwarna biru
yaitu dengan kode 9999CC. Bunga kecipir terdiri dari 5 buah kelopak bunga.
Bunga kecipir memiliki 10 benang sari yang mengelompok terdiri dari 9+1,
berwarna putih. Bunga kecipir memiliki 1 putik berwarna putih, tangkai bunga
berwarna hijau dengan kode pada color chart yaitu 99CC00. Panjang tangkai
bunga utama yaitu 12-13 cm, dan panjang anak tangkai bunga 0.5 cm.
Menurut Krisnawati (2010) kecipir merupakan tanaman yang pembungaannya dipengaruhi oleh panjang hari atau fotoperiodisitas. Hasil penelitian
menunjukkan waktu bunga mekar pada 10 tanaman sampel perulangan yaitu
72 HST untuk kedua aksesi kecipir. Lama fase bunga mekar hingga layu yaitu
7 jam, dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB untuk kedua aksesi kecipir.
Hal ini menunjukkan aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda, selain itu meskipun
tanaman kecipir merupakan tanaman yang dipengaruhi panjang hari, yaitu
tergolong tanaman hari pendek, aksesi 1 dan aksesi 2 tetap dapat berbunga dengan
baik, hal ini dapat disebabkan karena lama penyinaran kurang dari waktu kritis
yaitu 12 jam, selain itu menurut Sutoyo (2011) pada daerah tropis panjang hari
relatif konstan yaitu 12 jam perhari, sehingga tidak berpengaruh terhadap
fotoperiodisitas, dibandingkan dengan wilayah sub tropis. Menurut Kristiani
(2014) waktu berbunga pada tiga aksesi kacang merah yaitu 30-31 HST.
Lama fase bunga layu hingga terbentuk polong yaitu 3 hari, dimana bunga
setelah terserbuki akan layu dan kemudian warna mahkota bunga akan menguning,
mengering dan kemudian rontok. Perkembangan polong pada kecipir dimulai dari
bunga mekar, apabila bunga terserbuki dengan baik maka akan terbentuk buah,
bunga yang tidak terserbuki dengan baik, terkena hujan dan serangan hama dan
penyakit maka akan rontok.
Polong kecipir terbentuk dari ovarium yang terserbuki dengan baik. Jumlah
benih perpolong dan jumlah benih hampa perpolong pada kedua aksesi tidak
berbeda nyata. Jumlah benih perpolong yaitu 3-17 benih. Jumlah benih hampa
perpolong yaitu 0-2 biji hampa. Benih hampa dapat disebabkan karena tidak
terjadinya pembuahan pada bakal benih, seperti menurut Tjitrosoepomo (2007)
jumlah serbuk sari yang membuahi harus sama bahkan lebih banyak dari pada
jumlah bakal benih yang dibuahi. Bakal benih yang tidak terbuahi dapat
disebabkan, karena bakal benih tidak dapat dicapai oleh buluh serbuk sari,
sehingga menjadi benih yang kecil, keriput, dan tidak akan tumbuh menjadi
tanaman baru.
Polong memiliki empat sisi dan sepanjang polong terdapat sayap tipis yang
tidak nyata. Perkembangan panjang polong pada kedua aksesi tidak berbeda nyata.
Gambar 9 menunjukkan, pada aksesi 1 panjang polong terus meningkat dari 3.4
cm hingga 21.9 cm pada umur 1-17 HSB, selanjutnya lebih dari 19 HSB polong
memiliki panjang yang konstan yaitu 22 cm. Pada aksesi 2 panjang polong
bertambah dari 3.3-20 cm pada umur 1-19 HSB, selanjutnya mengalami
penambahan namun tidak nyata yaitu dari 21.01-23.13 cm pada umur 21-51 HSB.
Data perkembangan panjang polong seperti yang tertera pada Lampiran 9.

19
25

20

cm

15
Aksesi 1

10

Aksesi 2

0

H1
H3
H5
H7
H9
H11
H13
H15
H17
H19
H21
H23
H25
H27
H29
H31
H33
H35
H37
H39
H41
H43
H45
H47
H49
H51

5

Hari setelah muncul polong

Gambar 9 Panjang polong kecipir aksesi 1 dan aksesi 2
Perkembangan warna polong, pada polong yang berasal dari bunga biru
muda menghasilkan polong berwarna hijau muda pada umur 1-17 HSB,
selanjutnya polong berwarna hijau tua pada umur 19-45 HSB, dan satu hari
polong berub