Analisis Perbandingan Profitabilitas Usaha Penggemukan Sapi Madura Dan Persilangan (Madura-Limousin)(Studi Kasus: Desa Banyubunih Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan).

ANALISIS PERBANDINGAN PROFITABILITAS USAHA
PENGGEMUKAN SAPI MADURA DENGAN SAPI
PERSILANGAN (MADURA-LIMOUSIN)
(Studi kasus: Desa Banyubunih Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan)

MUHAMMAD KARIMULLAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Analisis
Perbandingan Profitabilitas Usaha Penggemukan Sapi Madura dengan Sapi
Persilangan (Madura-Limousin). (Studi kasus: Desa Banyubunih Kecamatan Galis
Kabupaten Bangkalan) adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing
dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Muhammad Karimullah
NRP H34100126

ABSTRAK
MUHAMMAD KARIMULLAH. Analisis Perbandingan Profitabilitas Usaha
Penggemukan Sapi Madura dan Persilangan (Madura-Limousin)(Studi kasus:
Desa Banyubunih Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan). Dibimbing oleh
JUNIAR ATMAKUSUMA.
Sapi potong merupakan salah satu komoditi unggulan dari subsektor
peternakan. Salah satu bangsa sapi potong yang mempunyai potensi besar untuk
memenuhi kebutuhan daging nasional adalah Sapi Madura dan persilangan Sapi
Madura dengan Limousin (Madrasin). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
perbandingan profitabilitas pada usaha penggemukan Sapi Madura dan Sapi
Madrasin. Berdasarkan pengamatan pada kelompok tani ternak Harapan Jaya I
Desa Banyubunih Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan dengan menggunakan

metode purposive sampling memperoleh hasil sebagai berikut: Rata-rata
perolehan nilai profitabilitas usaha penggemukan Sapi Madura mencapai 10.06
persen, sedangkan rata-rat perolehan nilai profitabilitas usaha penggemukan Sapi
Madrasin sebesar 12.63 persen. Profitabilitas usaha penggemukan sapi Madrasin
lebih tinggi dibandingkan usaha penggemukan Sapi Madura.
Kata kunci: madrasin, potensi, profitabilitas, sapi madura

ABSTRACT
MUHAMMAD KARIMULLAH. Comparative Analysis of Profitability between
Fatteting of Madura Cattle and Madrasin cattle (Case study in: Banyubunih
village of Galis subdistrict of Bangkalan district). Supervised by JUNIAR
ATMAKUSUMA.
Beef cattle is one of the main commodities of livestock subsector. On of
the nation’s beef cattle that have great potential to meet the needs of the national
beef was madura cattle and cross breed catlle (madrasin). The purpose of this
study is to analyze the profitability ratio of fattening madura cattle and madrasin.
Based examination of farmer group Harapan Jaya I Banyubunih village of Galis
subdistrict of Bangkalan district using purposive sampling method obtained
following results: Average grades of Madura Cattle feedlot profitability reached
10.06 percent, while the average rate grades Cattle fattening profitability

Madrasin of 12.63 percent. Profitability of fattening cattle Madrasin higher than
Madura Cattle fattening.
Keywords: madrasin, madura cattle, potential, profitability

ANALISIS PERBANDINGAN PROFITABILITAS USAHA
PENGGEMUKAN SAPI MADURA DENGAN SAPI
PERSILANGAN (MADURA-LIMOUSIN)
(Studi kasus: Desa Banyubunih Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan)

MUHAMMAD KARIMULLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian skripsi dengan
judul Analisis Perbandingan Profitabilitas Usaha Penggemukan Sapi Madura
dengan Persilangannya (Madura-Limousin) ini dilaksanakan sejak bulan FebruariApril 2014 di Desa Banyubunih Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan Jawa
Timur. Sumber dana dalam penelitian ini adalah dari Program Beasiswa Santri
Berprestasi Kementerian Agama Republik Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku
dosen pembibing, Ir. Narni Farmayanti, MSi dan Dr. Amzul Rifin, SP. MA selaku
dosen wali akademik selama penulis menjalani masa perkuliahan.Terima kasih
penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Burhanudin MM dan Ir. Narni Farmayanti,
MSc sebgai dosen penguji dalam ujian sidang skripsi ini. Tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada Bapak Zainuri selaku Ketua gabungan kelompok
tani ternak Harapan Jaya I, Bapak M. Romli, dan seluruh pihak dari kelompok
tani ternak Harapan Jaya I dan yang lainnya yang telah membantu selama
pengumpulan data dan penelitian.Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada
orang tua tercinta Abdul Wahab Hasan Ilyas dan Toyibah Syafi’i Mudhar serta
seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga Skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Muhammad Karimullah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

8

Tujuan Penelitian

9

Manfaat Penelitian

9

Ruang Lingkup Penelitian


9

TINJAUAN PUSTAKA

10

Sejarah Sapi Indonesia

10

Usaha Ternak Sapi Potong

11

Analisis Profitabilitas

15

KERANGKA PEMIKIRAN


16

Kerangka Pemikiran Teoritis

16

Kerangka Pemikiran Operasional

18

METODE PENELITIAN

21

Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Sampel

21

Metode Pengolahan dan Analisis Data


22

Definisi Operasional Penelitian

22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

23

Gambaran umum Desa Banyubunih

23

Kelompok Tani Ternak Harapan Jaya I

23

Tatalaksana Pemeliharaan


25

HASIL DAN PEMBAHASAN

33

Identifikasi Usaha Penggemukan Sapi Madura

33

Analisis Pendapatan

33

Analisis Profitabilitas

40

SIMPULAN DAN SARAN


41

Simpulan

41

Saran

42

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

40

DAFTAR TABEL
1. PDB subsektor peternakan atas dasar harga berlaku 2010-2013*
2. Konsumsi daging sapi nasional tahun 2010-2014
3. Suplai daging sapi Indonesia tahun 2010-2014
4. Populasi sapi potong Indonesia tahun 2009-2013*
5. Populasi sapi potong Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012
6. Perkembangan populasi sapi di Pulau Madura Tahun 2005-2011
7. Realisasi kegiatan Iseminasi Buatan (IB) di Pulau Madura pada tahun
2011
8. Realisasi kegiatan iseminasi buaran (IB) Kabupaten Bangkalan 2013
9. Realisasi kelahiran kegiatan Iseminasi Buatan (IB) Kabupaten
Bangkalan Tahun 2013
10. Komposisi umur peternak responden di Desa Banyubunih Kecamatan
Galis Kabupaten Bangkalan
11. Sebaran tingkat pendidikan peternakresponden di Desa Banyubunih
Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan
12. Pengalaman responden dalam beternak
13. Karakteristik kandang pada peternak responden
14. Karakteristik kadndang pada peternak responden
15. Komposisi pemberian pakan
16. Karakteristik sapi pada peternak responden
17. Biaya investasi pada peternak responden
18. Rincian biaya tetap pada peternak responden
19. Biaya tetap pada peternak responde
20. Rincian penerimaan pada peternak responde
20. Rincian pendapatan pada peternak responden

1
2
2
3
4
5
6
7
7
24
25
26
28
30
31
35
36
37
38
39
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran operasional
Sapi Madrasin dan Madura
Kandang satu atap deng dapur
Kandang tidak satu atap dengan dapur
Tempat pakan dan rumput lapang

20
27
25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakteristik Usaha Penggemukan Sapi Madura
2 Operasional Usaha Penggemukan Sapi Madura
3 Karakteristik Usaha Penggemukan Sapi Madrasin
4 Operasional Usaha Penggemukan Sapi Madrasin
5 Rincian Biaya Tidak Tetap Responden
6 Biaya Investasi
7 Rincian Penerimaan Responden Usah Penggemukan Sapi Madura dan
Madrasin

47
49
51
53
55
56
56

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
pertanian dalam sudut pandang yang luas. Subsektor peternakan mempunyai peran
penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari
sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor peternakan terus
menunnjukkan peningkatan yang nyata. PDB merupakan ukuran untuk mengetahui
nilai akhir suatu produk dalam periode tertentu di suatu negara berdasarkan harga
berlaku maupun harga konstan.
Tabel 1 PDB subsektor peternakan atas dasar harga berlaku 2010-2013*
Tahun
2010

2011

2012*

2013**

(milyar rupiah)
Pertanian

985 470.50

1 091 447.10

1 193 452.90

1 311 037.30

Tanaman pangan
Tanaman perkebunan

482 377.10
136 048.50

529 967.80
153 709.30

574 916.30
162 542.60

621 832.70
175 248.40

Peternakan

119 371.70

129 297.70

145 720.00

165 162.90

Kehutanan

48 289.80

51 781.30

54 906.50

56 994.20

Perikanan

199 383.40

226 691.00

255 367.50

291 799.10

PDB Indonesia

6446851.90

7 419 187.10

8 229 439.40

9 083 972.20

12.11

11.84

12.20

12.59

15.28

14.71

14.50

14.43

% PDB subsektor peternakan
terhadap PDB Pertanian
% PDB pertanian terhadap PDB
Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik (2014)
Keterangan *) Angka sementara

Berdasarkan pada data Tabel 1 menunjukkan besarnya sumbangan
subsektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia yang dilihat berdasarkan
PDB. Pada tahun 2010 PDB subsektor peternakan mencapai 119371.70 milyar
rupiah atau 12.11 persen dari PDB pertanian, besaran angka tersebut terus
meningkat hingga tahun 2013 dalam angka prediksi mencapai 165162.90 miliar
rupiah. Rata-rata pertumbuhan PDB subsektor peternakan terhadap PDB pertanian
selama empat tahun ini mencapai 12.18 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan
PDB sektor pertanian terhadap PDB Indonesia dalam kurun waktu 2010-2013
mencapai 14.73 persen. Data PDB subsektor peternakan yang terus mengalami
peningkatan merupakan bukti akan pentingnya subsektor peternakan terhadap
perekonomian Indonesia. Keberadaan subsektor peternakan harus terus
dikembangkan dan ditingkatkan untuk memenuhi permintaan terhadap daging sapi
sebagai sumber protein hewani.
Sapi potong merupakan salah satu komoditi unggulan dari subsektor
peternakan. Seiring terus meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan

2
protein hewani khususnya protein hewani dari daging sapi, konsumsi daging sapi
nasional terus mengalami peningkatan. Sedangkan ketersediannya cenderung tidak
dapat mengimbangi peningkatan konsumsi daging sapi dalam negeri yang dari
tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data
permintaan atau konsumsi daging nasional pada tabel 2 :
Tabel 2 Konsumsi daging sapi nasional tahun 2010-2014
No.

Tahun

1.
2.
3.
4.
5.

2010
2011
2012
2013
2014*

Permintaan
(000 ton)
414
449
484
549
593

Pesentase Pertumbuhan
(%)
8.45
7.79
13.42
8.01

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan Tahun (2013)
Keterangan : *) Angka sementara

Berdasarkan data Tabel 2 menunjukkan bahwa konsumsi daging sapi di
Indonesia pada tahun 2010 sampai tahun 2011 menunjukkan peningkatan sebesar
35 ribu ton atau meningkat sebesar 8.45 persen, tahun 2012 meningkat sebesar 35
ribu ton atau sebesar 7.79 persen, tahun 2013 meningkat sebesar 65 ribu ton atau
13.42 persen, dan pada tahun 2014 diprediksi akan meningkat sebesar 44 ribu ton
atau 8.01 persen. Salah satu faktor yang meningkatkan konsumsi daging nasional
adalah kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, dan juga
pertumbuhan penduduk maupun peningkatan pendapatan perkapita. Konsumsi
daging sapi terus meningkat dari tahun ketahun tentunya harus diiringi oleh
peningkatan produksi daging sapi dalam negeri sebagai upaya untuk mencapai
ketahanan pangan.
Tabel 3 Suplai daging sapi Indonesia tahun 2010-2014
No.

Tahun

1
2
3
4
5

2010
2011
2012
2013
2014*

Dalam Negeri
(000 ton)
195
292
414
474
574

Impor
(000 ton)
221
156
95
75
58

Total
(000 ton)
416
448
509
549
632

Sumber: Kementerian Pertanian Tahun (2013)
Keterangan: *) Angka sementara

Suplai daging sapi Indonesia dipenuhi dari dalam negeri dan impor dari
Australia. Data pada Tabel 3 suplai daging sapi nasional menunjukkan akan
ketergantungan Indonesia terhadap impor daging terus mengalami penurunan.
Jumlah impor daging tahun 2010 sampai tahun 2013 terus mengalami penurunan
yang nyata. Jumlah impor tahun 2011 menurun sebesar 65 ribu ton atau menurun
sebesar 29.41 persen, tahun 2012 jumlah impor daging menurun sebesar 61 ribu ton
atau menurun sebesar 39.10 persen, tahun 2013 jumlah impor daging menurun

3
sebesar 20 ribu ton atau menurun sebesar 21.05 persen, dan pada tahun 2014
jumlah impor daging diprediksi akan turun sebesar 17 ribu ton atau menurun
sebesar 22.66 persen. Sebaliknya suplai daging dari dalam negeri mengalami
peningkatan yang nyata. Tahun 2010 suplai daging dari dalam negeri hanya sebasar
195 ribu ton, meningkat pada tahu 2011 sebesar 33 persen menjadi 292 ribu ton,
tahun 2012 meningkat sebesar 41 persen menjadi 414 ribu ton, tahun 2013
meningkat sebesar 14 persen menjadi 474 ribu ton, dan pada tahun 2014 diprediksi
akan meningkat sebesar 21 persen menjadi 574 ribu ton.
Tabel 4 Populasi sapi potong Indonesia tahun 2009-2013*
No.

Tahun

1.
2.
3.
4.
5.

2009
2010
2011
2012
2013*

Jumlah
(ekor)
12.759.838
13.581.570
14.824.373
15.980.697
16.606.803

Persentase Pertumbuhan
(%)
6.06
8.38
7.23
3.77

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan Tahun (2013)
Keterangan : *) Angka sementara

Penawaran daging sapi di Indonesia ditentukan utamanya oleh banyaknya
populasi sapi potong yang ada di masyarakat, dimana jumlahnya terus meningkat.
Hal ini ditunjukkan pada data tabel 4 bahwa jumlah populasi sapi potong dari tahun
ketahun semakin meningkat. Tahun 2009 populasi sapi potong sebesar 12.759.838
ekor, tahun 2010 meningkat sebesar 6.06 persen menjadi 13.581.570 ekor, tahun
2011 meningkat sebesar 8.36 persen menjadi 14.824.373 ekor, tahun 2012
meningkat 7.23 persen menjadi 15.980.697 juta ekor, dan pada tahun 2013 dalam
angka sementara meningkat sebesar 3.77 pesen menjadi 16.606.803 ekor.
Populasi sapi mencapai 15.980.697 ekor pada tahun 2012 tidak dapat
memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri. Tahun 2012 impor daging
Indonesia mencapai 95 ribu ton daging sapi. Kekurangan suplai daging sapi yang
menjadikan Indonesia harus impor sapi atau daging sapi. Indonesia dengan jumlah
peternak mencapai 5.9 juta peternak (Koran Kompas 2013) dengan rata-rata
kepemilikan sapi 2-3 ekor sapi/peternak belum dapat memenuhi permintaan daging
nasional. Besarnya impor tentunya akan mengakibatkan peternak dalam negeri
menjadi tidak bergairah. Pola peternakan yang masih tradisonal dan dengan
pemanfaatan teknologi sederhana mengakibatkan peternak tidak dapat bersaing
baik dari segi produksi maupun dari segi harga. Untuk meningkatkan daya saing
dan kesejahteraan peternak dalam negeri pemerintah mencetuskan program
Swasembada Daging Sapi 2014. Awal pencanangan program ini yaitu tahun 2005
dengan target dapat mencukupi permitaan daging nasional sebesar 80 persen dari
dalam negeri pada tahun 2010. Namun sampai tahu 2010 Indonesia belum dapat
mencapai swasembada daging. Program ini dicanangkan kembali pada tahun 2010
yaitu Program Swasembada Daging Sapi 2014 (PSDS-2014) dengan target
swasembada daging pada tahun 2014. Program swasembada daging 2014 bukan
tanpa dasar, karena Indonesia mempunyai beberapa daerah sentra sapi potong,
dengan jenis/bangsa sapi asli maupun lokal yang berpotensi untuk terus

4
ditingkatkan produktifitasnya. Salah satu jenis atau bangsa sapi potong lokal yang
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan adalah Sapi Madura dan
persilangan Sapi Madura dengan Limousin (Madrasin).
Sapi Madura mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sapi lokal lainya.
Sifat genetik Sapi Madura toleran terhadap iklim panas dan lingkungan marjinal,
tahan terhadap serangan caplak, kemampuan adaptasi tinggi terhadap kualitas
pakan rendah, dan konsumsi pakan lebih sedikit daripada sapi impor
(Nurgiartiningsih 2011). Sapi Madura merupakan tipe sapi potong yang cukup baik,
sapi madura mempunyai bentuk badan yang lebar, berdaging tebal, dan kaki pendek.
Kualitas daging Sapi Madura lebih baik dan begitu juga dengan warnanya lebih
menarik jika dibandingkan dengan Sapi Ongole dan Bali (Sarwono dan Arianto
2001). Populasi Sapi Madura yang ada di Pulau Madura pada tahun 2011 mencapai
874.702 ekor atau kontribusinya 24 persen dari total kebutuhan penawaran sapi
potong dari Jawa Timur (Kutsiyah 2012). Jumlah populasi sapi potong di Provinsi
Jawa Timur merupakan yang terbesar di Indonesia. Tahun 2011 jumlah sapi di
Jawa Timur sebesar 4,7 juta ekor atau 31.89 persen dari populasi sapi potong di
Indonesia yaitu sebesar 14.8 juta ekor. (Kementerian Pertanian 2011).
Tabel 5 Populasi sapi potong Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012
No

Tahun

Populasi
(ekor)

1
2
3
4

2009
2010
2011
2012

3.559.205
3.745.453
4.727.298
4.957.477

Prosentase
Pertumbuhan
(%)
5.23
26.21
4.86

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (2014)

Populasi sapi potong di Provinsi Jawa Timur tahun 2009-2012
menunnjukkan peningkatan yang nyata. Peningkatan jumlah populasi sapi potong
paling tinggi pada tahun 2011 yaitu mencapai 26.21 persen, tahun 2012 meningkat
sebesar 4.86 persen. Sehingga rata-rata peningkatan populasi sapi potong di
Provinsi Jawa Timur tahun 2009-2012 mencapai 9.07 persen. Jumlah populasi sapi
potong yang mencapai 4.957.477 ekor tahun 2012 menjadi dasar penetapan
Peraturan Pemerintah Jawa Timur No. 3 tahun 2012 mengenai larangan impor sapi
bakalan (Disnak Jatim 2012). Peraturan pemerintah ini merupakan upaya untuk
melindungi peternak yang berada di Jawa Timur. Bukan hanya itu, larangan impor
sapi bakalan ke Jawa Timur merupakan upaya pelestarian keberadaan sapi asli
maupun lokal. Jawa timur merupakan sentra sapi potong Indonesia dengan berbagai
jenis sapi baik sapi asli, lokal maupun sapi impor yang tersebar di wilayah Jawa
Timur. Peternakan sapi potong di provinsi ini bukan hal baru, usaha penggemukan
sapi sudah lama dijalankan baik peternak rakyat maupun peternak besar. Beberapa
daerah yang sudah lama mengusahakan penggemukan sapi potong seperti
Bondowoso, Magetan, Wonogiri, dan Jember (Siregar 2002).

5
Tabel 6 Perkembangan populasi sapi di Pulau Madura Tahun 2005-2011
No

Tahun

Populasi
(ekor)

1
2
3
4
5
6
7

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

580.178
582.422
592.120
601.795
740.132
787.343
874.702

Prosentase
Pertumbuhan
(%)
0.36
1.66
1.63
22.98
6.37
11.09

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Sumenep

Pertumbuhan populasi sapi potong di Pulau Madura pada tahun 2005-2011
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 populasi sapi di Pulau Madura
sebesar 580.178 ekor, tahun 2006 meningkat sebesar 0.36 persen menjadi 582.422
ekor, tahun 2007 meningkat sebesar 1.66 persen menjadi 592.120, tahun 2008
meningkat sebesar 1.63 menjadi 601.795 ekor, tahun 2009 meningkat sebesar 22.98
persen menjadi 740132 ekor, tahun 2010 meningkat sebesar 6.37 persen menjadi
787.343 ekor, dan tahun 2011 meningkat sebesar 11.09 menjadi 874.702 ekor.
Sehingga rata-rata peningkatan populasi sapi potong di Pulau Madura dalam kurun
waktu tujuh tahun, dari tahun 2005-2011 mencapai 6.29 persen. Pertumbuhan
populasi di Pulau Madura yang terus mengalami peningkatan menunjukkan potensi
besar pulau ini untuk mengurangi impor daging sapi maupun sapi bakalan.
Program Swasembada Daging Sapi 2014 (PSDS-2014) diharapkan mampu
memberikan keuntungan dan nilai tambah. PSDS-2014 diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan peternak, menyerap tenaga kerja baru, menghemat
devisa negara, mengoptimalkan pemanfaatan potensi ternak sapi lokal, dan
meningkatkan penyediaan daging sapi yang aman, sehat, utuh dan halal
(Kementerian Pertanian 2010). Program PSDS 2014 dapat dikatakan berhasil
ketika suplai kebutuhan daging sapi nasional sesuai dengan prediksi pada tahun
2013 dan khususnya tahun 2014. Suplai daging sapi nasional sudah dapat dipenuhi
minimal 80 persen dari dalam negeri pada tahun 2013 dan 90 persen pada tahun
2014. Artinya jumlah impor daging sapi maupun sapi bakalan Indonesia dari
Australia sudah menurun yaitu hanya sebesar 20 persen pada tahun 2013 dan 10
persen pada tahun 2014.
Program PSDS 2014 sangat didukung oleh jajaran pemerintah. Seperti
halnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Jawa Timur yang merupakan salah
satu sentra sapi potong dan juga sebagai daerah penyuplai sapi potong terbesar di
Indonesia menetapkan Pulau Madura sebagai pulau ternak. Pengembangan Pulau
Madura sebagai pulau ternak kedepannya akan diarahkan kepada pemurnian.
Tempat yang akan di jadikan sebagai kawasan pemurnian (plasma nutfah) adalah
Pulau Sapudi. Pulau ini berada di sebelah timur Pulau Madura yang mempunyai
populasi sapi terpadat di Indonesia yaitu mencapai 39.997 ekor sapi tahun 2011 dan
meningkat menjadi 41 ribu ekor pada tahun 2013 dengan luas pulau 128.48 km2.
Sapi yang keluar dari Pulau Sapudi ini mencapai 1000 ekor per tahun dengan tujuan

6
penjualan baik wilayah Jawa Timur maupun keluar provinsi seperti Kalimantan dan
Sulawesi (Disnak Kabupaten Sumenep 2013).
Salah satu langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Jawa Timur adalah
optimalisasi kegiatan kawin suntik/iseminasi buatan (IB) dengan memberikan
subsidi semen beku, baik semen Sapi Madura maupun semen Sapi Limousin dan
Simental. Penyediaan semen beku ini dilakukan di Balai Besar Iseminasi Buatan
(BBIB) Singosari. BIB singosari merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. BBIB Singosari telah memproduksi
sembilan semen beku sapi, yaitu Limosin, Simental, Aberden Angus, Brangus,
Brahman, Ongole, Madura, Bali, dan Friesien Holstein (BBIB Singosari 2014).
Dasar yang menjadi acuan program persilangan Sapi Madura dengan sapi exotic
(Limousin dan Simental) adalah usulan upaya persilangan Sapi Madura dengan
sapi exotic pada tahun 1999 melalui edaran surat dari Departemen Pertanian Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian nomor: LB.410.806.9.410 tentang
tanggapan pemasukan sapi ke Pulau Madura. Surat edaran inilah yang menjadi
acuan untuk melakukan persilangan Sapi Madura dengan Sapi Limousin dan
Simental. Persilangan ini diharapkan melahirkan keturunan yang lebih sempurna
dan mendapatkan efek heterosis/hibrid vigor (suatu kondisi meningkatkan kekuatan
keturunan dari hasil perkawinan yang tidak berkerabat dekat). Dengan demikian
maka persilangan dapat meningkatkan produktifitas dari sekelompok ternak secara
nyata (Taylor 1992 dalam Kutsiyah 2012). Sapi hasil persilangan Madura dengan
Limousin dikenal dengan sebutan Madrasin sedangkan sapi hasil persilangan
Madura dengan Simental dikenal dengan sebutan Madrasim. Persilangan sapi ini
hanya sebagai final stock artinya sapi persilangan ini untuk dipotong saja.
Tabel 7 Realisasi kegiatan Iseminasi Buatan (IB) di Pulau Madura pada tahun 2011
No
1
2
3
4
Jumlah

Kabupaten
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep

Dosis
11.098
9.600
13.594
14.189
48.481

Aseptor
9.390
8.407
11.252
12.427
41.478

Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Sumenep (2011)

Realisasi kegiatan kawain suntik (IB) di empat kabupaten di Pulau Madura
pada tahu 2011 sebesar 48.481 dosis dengan aseptor sebanyak 41.478 ekor. Terbagi
pada setiap kabupaten yaitu sebanyak 11.098 dosis dengan aseptor sebesar 9.390
ekor di Kabupaten Bangkalan, di Kabupaten Sampang sebesar 9.600 dosis dengan
aseptor sebesar 8.407 ekor, Kabupaten Pamekasan sebesar 13.594 dosis dengan
aseptor sebesar 11.252 elor, dan di Kabupaten Sumenep mencapai 14.189 dosis
dengan aseptor sebesar 12.247 ekor. Kabupaten Sumenep merupakan wilayah yang
paling banyak jumlah aseptor dan dosis semen yang terealisasi pada tahun 2011.
Namun pada tahun 2013 jumlah populasi sapi hasil persilangan Sapi Madura
dengan Limousin (Madrasin) terbesar berada di Kabupaten Bangkalan.

7
Tabel 8 Realisasi kegiatan Iseminasi Buatan (IB) Kabupaten Bangkalan tahun
2013
No
1
2
Jumlah

Jenis Semen
Madura
Limousin

Target Pelaksanaan
2.340
8.660
11.000

Realisasi
5.017
7.813
12.830

Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Bangkalan (2014)

Kegiatan kawin suntik (IB) tahun 2013 di kabupaten Bangkalan mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi IB tahun 2011. Tahun 2011
realisasi IB hanya sebesar 11.098 dosis. Sedangkan pada tahun 2013 realisasi IB di
Kabupaten ini mencapai 12.830 dosis dengan rincian semen Sapi Madura sebesar
5.017 dosis dan semen Sapi Limousin sebesar 7.813 dosis. Realisasi kawin suntik
ini melebihi dari target yang ditetapkan Dinas Peternakan Kabupaten Bangkalan.
Target pelaksanaan kegiatan kawin suntik pada tahun 2013 hanya sebesar 11.000
dosis dengan rincian semen Sapi Madura sebesar 2.340 dosis dan semen Sapi
Limousin sebesar 8.660 dosis. Adanya penambahan dosis semen Sapi Madura dan
penguranagan dosis semen Sapi Limousin dari target pelaksanaan IB, merupakan
upaya untuk mengatur tingginya permintaan semen sapi Limousin. Tingginya
permintaan semen sapi Limousin yang dihawatirkan akan mengancam kelestarian
Sapi Madura. Rata-rata permintaan peternak terhadap semen Sapi Limousin tahun
2013 di Kabupaten Bangkalan mencapai 651 dosis. Sedangkan rata-rata permintaan
semen Sapi Madura hanya sebesar 418 dosis.
Tabel 9 Realisasi kelahiran kegiatan Iseminasi Buatan (IB) Kabupaten Bangkalan
Tahun 2013
No
1
2
Jumlah

Jenis
Semen
Madura
Limousin

Target Kelahiran
(ekor)
7.869
7.869

Kelahiran
(ekor)
3.105
4.028
7.133

Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Bangkalan (2013)

Realisasi kelahiran dari kegiatan Iseminasi Buatan pada tahun 2013 di
Kabupaten Bangkalan mencapai 7.133 ekor dengan rincian 3.105 ekor sapi Madura
dan sebesar 4.028 ekor Sapi Madrasin. Jumlah kelahiran ini lebih rendah dari target
yang di tetapkan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Bangkalan yaitu sebesar 7.869
ekor. Persentase realisai kelahiran kegiatan kawin suntik di Kabupaten Bangkalan
ini mencapai 55.59 persen. Prosentase kesuksesan dalam pencapaian target
kelahiran mencapai 90.64 persen. Persentase pencapaian target kelahiran ini perlu
untuk terus ditingkatkan agar populasi sapi di Pulau Madura terus mengalami
peningkatan yang nyata. Peningkatan populasi ini adalah sebagai salah satu langkah
mengoptimalkan potensi yang dimiliki Pulau Madura yang sudah ditetapkan sejak
zaman penjajahan Belanda sebagai pulau sapi.

8
Perumusan Masalah
Pulau Madura mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat
(sentra) peternakan Sapi Madura dan persilangannya. Sapi Madura merupakan
bangsa sapi lokal yang telah dipatenkan secara nasional (Dirjen Peternakan 2010).
Adanya potensi ini dibuktikan dengan jumlah populasi Sapi Madura yang
menyumbang 24 persen suplai sapi di Jawa Timur. Jumlah Sapi Madura yang ada
di Pulau Madura pada sensus pertanian tahun 2011 mencapai 874.702 ekor (Dinas
Peternakan Kabupaten Sumenep 2013). Selain itu di Madura sapi merupakan salah
satu ternak yang sudah lama diusahakan, dan sudah menjadi kebiasaan atau budaya.
Ada dua kegiatan rutin yang mendukung masyarakat Madura untuk meningkatkan
kualitas sapi selain sebagai pendukung usahatani. Kegiatan rutin ini juga tentunya
menjadi salah satu daya tarik pariwisata andalan Pulau Madura. Pertama yaitu Sapi
Madura sebagai Karapan Sapi (sepasang sapi yang diadu kecepatannya), Kedua
adalah Kontes Sapi Sonok (kontes keindahan sapi). Sapi Madura dikenal dengan
ketahannanya terhadap perubahan iklim, sehingga banyak peternak diluar Pulau
Madura membeli sapi jenis ini, baik untuk dipotong maupun untuk dipelihara,
bahkan Sapi Madura diperdagangkan ke luar Madura. Seperti Surabaya,
Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, dan Jember. Sedangkan yang keluar Jawa
Timur seperti ke Kalimantan dan Sulawesi (Taufiqurrahman 2013). Bahkan Sapi
Madura telah banyak dijumpai di Sabah Malaysia. Jalur pengiriman Sapi Madura
ke Malaysia melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di Madura dengan tujuan
pengiriman ke Provinsi Jambi, Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, dan terakhir sampai di Malaysia (Dimitra 2012).
Beberapa keunggulan yang dimiliki Sapi Madura ini belum dapat
menjadikan peternak sejahtera. Salah satu penyebabnya adalah usaha ternak belum
efisien, skala usaha kecil dan tradisional, pemanfaatan teknologi yang masih
sederhana, dan tujuan dari peternak bukan untuk usaha ternak melainkan untuk
tabungan atau investasi. Sehingga keberadaan sapi akan dijual ketika dibutuhkan
saja. Keberadaan peternak sangat menentukan kesuksesan ketahanan pangan. Selain
itu Sapi Madura tidak lepas dari kekurangan, Sapi Madura mempunyai
pertambahan bobot badan perhari yang cukup rendah yaitu 0.23-0.67 kg/hari
(Disnak Kabupaten Sumenep 2014).
Upaya peningkatkan produktifitas Sapi Madura telah dilakukan sejak tahun
1999. Kementerian Pertanian mengeluarkan program kawin suntik atau Iseminasi
Buatan (IB). Dilanjutkan pada tahun 2001 Kementerian Pertanian memutuskan
untuk memperbolehkan persilangan Sapi Madura dengan Sapi Exotic (Limousin
dan Simental) dengan komposisi darah ideal 60-90 persen Sapi exotic. Tujuan dari
persilangan ini adalah untuk mendapatkan keturunan sapi yang lebih besar baik
bobot lahir maupun pertambahan bobot badan perhari sehingga peternak lebih
sejahtera (Kutsiyah 2012).
Persilangan Sapi Madura dengan sapi exotic telah mampu menghasilkan
keturunan dengan peningkatan berat badan lahir sampai 60,7 pesen dari bobot
aslinya yaitu 14 kg menjadi 22.50 kg (Hartati2009). Bukan hanya itu minat
masyarakat dalam menerima program persilangan cukup tinggi. Ini ditunjukkan
dengan banyaknya aseptor Iseminasi Buatan (IB) di kabupaten Bangkalan dengan
jenis semen Sapi Madura dan Limousin mencapai 1000 dosis perbulan pada tahun
2013. Tahun 2013 jumlah Sapi Madrasin di Kabupaten Bangkalan mencapai 7000

9
ekor sedangkan Sapi Madura mencapai 200 ribu ekor. Banyaknya peternak yang
memelihara Sapi Madrasin karena harga jual lebih tinggi, pertambahan bobot badan
perhari lebih cepat jika dibandingkan dengan Sapi Madura asli. Sapi Madrasin
umur 2 tahun sudah dapat mencapai berat badan 500 kg dengan harga kisaran 20
juta rupiah, sedangkan Sapi Madura hanya sebesar 300 kg dengan harga kisaran 12
juta rupiah (Surya Online 2014). Namun demikian dari segi bentuk yang lebih
besar tentunya Sapi Madrasin akan memerlukan konsumsi pakan yang lebih banyak
dan juga perlu perawatan yang lebih baik. Perbedaan pola konsumsi pakan dan
perawatan tentunya akan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan peternak untuk
memelihara sapi Madrasin lebih tinggi. Modal dalam membeli bakalan Sapi
Madrasin tentunya lebih besar, sedangkan peternak belum tentu mempunyai modal
besar dalam mengembangkan usaha penggemukan sapi potong ini.
Dari uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini meliputi:
1. Bagaimana karakteristik dari usaha penggemukan Sapi Madura dan Sapi
Madrasin.
2. Bagaimana tingkat penerimaan dan pendapatan pada usaha penggemukan
Sapi Madura dan Sapi Madrasin.
3. Bagaimana tingkat profitabilitas dari usaha penggemukan Sapi Madura
dan Sapi Madrasin.
Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan menganalisis tingkat profitabilitas usaha penggemukan
Sapi Madura dan Sapi Persilangan Madura-Limousin (Madrasin) yang meliputi :
1. Mengidentifikasi usaha penggemuka Sapi Madura dan sapi persilangan
Madura-Limousin.
2. Menganalisis total penerimaan dan pendapatan dari usaha penggemukan
Sapi Madura dan sapi persilangan Madura-Limousin.
3. Menganalisis profitabilitas usaha penggemukan Sapi Madura dan sapi
persilangan Madura-Limousin.
Manfaat Penelitian
1. Bagi peternak penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan
dalam memilih jenis ternak yang diusahakan.
2. Bagi akademisi penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi awal dalam
penelitian lebih lanjut.
3. Bagi pemerintah penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam menetukan kebijakan untuk mengembangkan peternakan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini untuk menganalisis perbandingan profitabilitas
usaha penggemukan Sapi Madura dengan Sapi persilangan Madura dan Limousin.
Dengan mengidentifikasi dan menganalisis kedua usaha penggemukan Sapi Madura
dan Persilangan Sapi Madura-Limousin. Batasan-batasan pada penelitian ini adalah

10
mengidentifikasi dan menganalisis total penerimaan usaha penggemuka Sapi
Madura dan sapi persilangan Madura-Limousin, menganalisis total pendapatan,
menganalisis profitabilitas dari usaha penggemukan Sapi Madura dan sapi
persilangan Madura-Limousin. Penelitian ini dilakukan di Desa Banyubunih
Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan sesuai rekomendasi dari Dinas Peternakan
Kabupaten Bangkalan. Kecamatan Galis merupakan salah satu kecamatan yang
memiliki banyak peternak dengan pemeliharaan sapi persilangan Sapi Madura
dengan Limousin. Komoditi yang diteliti adalah Sapi Madura asli dan sapi
persilangan Madura dengan Limousin. Untuk melakukan penelitian ini maka
peternak yang dijadikan responden adalah peternak khusus penggemukan Sapi
Madura dan Sapi Madrasin yang berada dalam kelompok tani ternak Harapan Jaya I
dan beberapa instansi terkait sebagai pendukung untuk penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Sapi di Indonesia
Sapi Madura merupakan salah satu jenis sapi lokal Indonesia, asal bangsa
Sapi Madura ialah persilangan antara Banteng (bos sundaicus) dengan sapi zebu
(Bos Indicus). Daerah penyebaran Sapi Madura terutama di Pulau Madura dan Jawa
Timur (Sudarmono et al 2008). Sapi Madura menjadi breed (bangsa) sapi potong
yang terbentuk sebagai akibat isolasi alam dan pengaruh lingkungan, sehingga
mempunyai keseragaman karakteristik yang menonjol diantara breed sapi potong
lainnya di Indonesia. Dengan kontribusi sifat-sifat sapi zebu seperti toleran
terhadap iklim dan daya tahan terhadap serangan caplak serta seleksi alam dan
lingkungan yang ketat dalam kurun waktu yang lama, maka Sapi Madura menjadi
bangsa sapi yang mempunyai daya adaptasi sangat tinggi terhadap lingkungan.
Disamping itu, Sapi Madura mempunyai respon yang baik terhadap perbaikan
pakan serta tahan terhadap pakan dengan kandungan serat kasar tinggi (Wijono dan
Setiadi 2004).
Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala sudah
terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari
luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan sudah lama dibudidayakan di
Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Bangsa sapi potong asli
Indonesia hanya Sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi lokal
adalah Sapi Madura dan Sapi Sumba Ongole (Anonimous2010).
Sapi Madrasin maupun Madrasim merupakan hasil persilangan sapi Madura
dengan sapi Limousin dan Simental. Persilangan sapi Madura dengan sapi exotic
diharapkan mampu meningkatkan produktifitas turunan yang dihasilkan. Sapi
Madura mempunyai kelemahan yaitu pertumbuhan bobot badan perhari yang
rendah yaitu hanya 0.24-0.67 kg perhari namun Sapi Madura mempunyai
keunggulan yang menjadi ciri-ciri keunggulan Sapi lokal Indonesia yaitu
kemampuan beradaptasi dengan lingkungn panas dan tahan terhadap penyakit
caplak (Liasari 2007). Sedangkan Sapi Limousin dan Simental mempunyai
pertumbuhan bobot badan yang tinggi yaitu dapat mencapai 1 kg per hari namun
kurang mampu beradaptasi dengn lingkungan panas. Persilangn sapi exotic dengan

11
sapi Madura diharapkan mendapatkan sifat-sifat unggul dan mengurangi
kelemahan-kelmahan yang dimiliki kedua bangsa Bosindicus dan Bostaurus
(Liasari 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Kutsiyah dkk (2002) mengenai studi
komparatif produktifitas antara Sapi Madura dengan persilangannya dengan
Limousin di Pulau Madura menunjukkan beberapa perbedaan. Diantaranya yaitu
bobot hidup induk Sapi Madura sebesar 218 kg sedangkan Sapi Madrasin sebesar
257 kg. Lama kebuntingan Sapi Madura mencapai 283 hari sedangkan Sapi
Madrasin mencapai 285 hari. Bobot lahir pedet Sapi Madura sebesar 19 kg
sedangkan Sapi Madrasin sebesar 27 kg. Bobot sapih pada Sapi Madura sebesar
119 kg dan pada Sapi Madrasin sebesar 171 kg.
Usaha Ternak Sapi Potong
Bangsa sapi asli Indonesia maupun lokal merupakan bangsa sapi potong.
Salah satu bangsa sapi lokal adalah Sapi Madura. Awalnya Sapi Madura tidak
diperpolehkan untuk disilangkan dengan jenis bangsa sapi lain. Program
persilangan Sapi Madura dengan Sapi Exotic diperbolehkan sejak tahun 2001.
Program ini memberikan peternak alternatif pilihan dalam menjalankan usaha
peternakan. Sebelum adanya program persilangan, peternak di Pulau Madura hanya
memelihara Sapi Madura. Dasar yang dijadikan alasan untuk program persilangan
sapi ini adalah untuk perbaikan produktifitas Sapi Madura.
Menurut Hartati dkk (2009) Karakteristik dan kinerja Induk silangan Sapi
Limousin – Madura dan Madura di Kabupaten Sumenep dan Pamekasan
menunjukkan sifat kualitatif dan kuantitatif, karakteristik eksterior Sapi Madura dan
sapi persilangan Madura-Limousin. Sifat kulitatif meliputi warna tubuh, warna
pantat, warna kaki, garis punggung, bentuk tanduk, warna moncong dan tracak.
Sifat kuantitatif meliputi lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan, tinggi pinggul
dan indeks Kepala. Cara mengetahui umur sapi dilakukan wawancara kepada
peternak responden atau dengan melihat perkembangan gigi sapi. Sedangkan untuk
menganalisis kinerja induk ditentukan kriteria yang meliputi umur kawin pertama,
service per conception (S/C), umur beranak, interval kelahiran dan Post Partum
Estrose (PPM). Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan produktifitas Sapi
Madura lebih tinggi daripada Sapi Madrasin.
Sedangkan menurut Kusmantoro dkk (2002) Studi Komparatif Produktifitas
antara Sapi Madura dan Persilangannya dengan Limousin di Pulau Madura.
Menunjukkan fertilitas induk dan semen beku cukup baik, bobot lahir, bobot pra
sapi, dan pertambahan bobot badan perhari lebih tinggi Sapi Madrasin yaitu
berturut-turut sebesar (27.60±1.298 kg ; 17.471±31.055kg ; 678±146.03 g/h)
sedangkan Sapi Madura berturut turut sebesar (19.78±1.224kg ; 119.533±9.772kg ;
445±48.53 g/h).
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa perbedaan
antara Sapi Madura dengan Sapi persilangan (Madrasin) baik secara sifat kualitatif
mupaun kuantitatif. Secara kualitatif eksterior Sapi Madrasin mempunyai beberapa
perbedaan dengan Sapi Madura. Perbedaan tersebut meliputi warna tubuh, warana
pantat, warna kaki, garis punggung, bentuk tanduk, dan waran moncong. Perbedaan
segi kuantitatif akan meliputi lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan, tinggi
pinggul, dan indeks kepala. Perbedaan yang sangat menonjol pada Sapi persilangan

12
dengan sapi asli adalah pertambahan bobot badan perhari dan bobot lahir.
Petambahan bobot badan perhari sapi madura 0.49 kg/hari sedangkan sapi
Madrasin sebesar 0.53 kg per hari. Sapi persilangan mempunyai bobot lahir 27 kg
sedangkan Sapi Madura asli hanya 19 kg. (Kutsiyah dkk 2002).
Nurgiartiningsi (2011) Melakukan penelitian tentang peta potensi Sapi
Madura di kabupaten yang ada di Pulau Madura meliputi Kabupaten Bangkalan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Dan Kabupaten Sumenep. Adanya
kekhawatiran akan punahnya sumber Sapi Madura merupakan latar belakang dari
penelitiannya, karena banyak persilangan Sapi Madura denga Sapi exotic. Sehingga
perlu dilakukan pemetaan potensi Sapi Madura asli di Pulau Madura sebagai
langkah antisipasi awal dalam upaya konservasi sumber Sapi Madura murni. Dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat badan pada sapi umur 7 hari dan 5
bulan tidak berbeda nyata pada empat kabupaten namun pada lingkar dada dan
tinggi gumba berbeda nyata. Sedangkan potensi dan penggunaan pejantan untuk
mengawini induk Sapi Madura di setiap kecamatan pada empat kabupaten sangan
bervariasi, prediksi berat badan pada Y berdasarkan lingkar dada X pada sapi
berumur 5 bulan dapat digunakan rumus persamaan regresi Y = 18.92 + 0.552X.
Salah satu yang dikhawatirkan dari program persilangan Sapi Madura
dengan Sapi exotic adalah kepunahan Sapi Madura. Namun kepunahan akan dapat
diantisipasi dengan peningkatan kegiatan seni budaya sapi asli Madura seperti
kontes karapan sapi dan kontes sapi sonok. Kebudayaan ini akan menjaga
kelestarian sapi Madura. Karena syarat dalam kontes kebudayaan baik karapan sapi
maupun sapi sonok harus Sapi Madura asli.
Usaha Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong
Analisis kelayakan merupakan analisis untuk mengetahui suatu usaha atau
proyek layak untuk dijalankan atau tidak dan memilih alternatif terbaik dari usaha
atau proyek yang dijalankan. Pada penelitian yang dilakuakan oleh Putria (2008)
mengenai analisis kelayakan usaha penggemukan dan pembbibitan. Kelayakan
usaha penggemukan dan pembibitan sapi potong pada PT Lembu Jantan Perkasa
(LJP) menunjukkan bahwa potensi dari usaha pembibitan sapi potong sangat besar,
namun nilai investasi cukup besar sehingga memerlukan analisis kelayakan usaha
yang dapat membantu untuk melihat kelayakan dari usaha yang dijalankan. Analisis
kelayakan meliputi aspek teknis, aspek manajemen, aspek pasar, aspek hukum, dan
finansial. Dalam menentukan layak tidaknya usaha pada penelitian ini digunakan
kriteria NPV, IRR, Net B/C ratio, dan pay back period. Dalam analisis pada aspek
finansial menunjukkan bahwa usaha pembibitan sapi pada PT LJP ini layak untuk
dijalankan, hal ini dapat dilihat dari nilai pada kriteria NPV yang lebih dari nol
yaitu Rp1 929 172 324, Nilai IRR yang lebih besar dari nilai suku bunga yaitu
10.65 persen, Net B/C ratio sebesar 1.48, dan payback period sebesar 3.56.
Penelitian yang dilakukan oleh Rifai (2009) mengenai kelayakan usaha
penggemukan sapi potong pada PT Zagrotech Daffa International (ZDI) di Ciampea
Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa usaha penggemukan pada PT ZDI layak
untuk dijalankan, ini dapat dilihat dari hasil analisis kualitatif dan kuantitatif.
Untuk menunjukkan kelayakan suatu usaha, diperlukan analisis kuantitatif pada
aspek finansial. Analisis kuantitatif aspek finansial dengan kriteria nilai NPV yang
lebih dari nol, nilai Net B/C Ratio lebih dari satu, nilai IRR lebih dari nilai suku
Bunga, Payback Period berada pada sebelum proyek berakhir. Ketika kriteria-

13
kriteria pada analisis kuantitatif aspek finansial terpenuhi sesuai denga kaedah
suatu usaha dinyatakan layak dari segi finansial..
Analisis kelayakan pada usah pembibitan maupun penggemukan sapi sangat
dibutuhkan. Usaha pembibitan maupun penggemukan sapi potong memerlukan
biaya yang cukup besar, sehingga perlu untuk dilakukan analisis kelayakan.
Analisis kelayakan memberikan alternatif-alternatif pilihan dalam menjalankan
usaha. Dari hasil analisis kelayakan akan diketahui secara rinci biaya-biaya yang
harus dikeuarkan dalam menjalankan suatu usaha. Begitu juga dengan kemampuan
usaha dalam menghasilkan keuntungan.
Budidaya Penggemukan Sapi
Usaha penggemukan sapi potong di Indonesia berkembang pesat. Hal ini
dapat dilihat dari populasi sapi potong di Indonesia yang terus meningkat. Jumlah
Sapi potong pada tahun 2010 sebesar 13.581.570 ekor dan meningkat pada tahun
2011 menjadi 14.824.373 ekor. Persentase pertumbuhan populasi sapi potong
Indonesia pada tahun 2011-2012 mencapai 8.38 persen (Kementan 2013).
Penggemukan sapi di Indonesia rata-rata masih dilakukan oleh peternak kecil atau
peternak rakyat.
Pola pemeliharaan sapi di Indonesia terbagi atas tiga jenis. Pertama pola
pemeliharaan intensif, kedua pola pemeliharaan ekstensif, dan yang ketiga pola
pemeliharaan campuran. Pemeliharaan secara intensif, sapi dipelihara dalam
kandang secar terus menerus selama pemeliharaan dan pakan akan diberikan
didalam kandang. Sapi akan dikeluarkan dari kandang hanya ketika melakukan
perawatan sapi seperti pembersihan sapi dan kandang. Pola pemeliharaan ini
banyak dilakukan di Pulau Jawa, Madura, dan Bali. Pola pemeliharaan ekstensif,
sapi dikembalakan di ladang kembala permanen atau hutan. Pola pemeliharaan ini
banyak dilakukan di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan
pola pemeliharaan campuran antara intensif dan ekstensif tersebar di seluruh
Indonesia (Suryana 2009).
Sebelum melakukan usaha penggemukan sapi potong, peternak perlu
memerhatikan beberapa aspek penting yaitu pemilihan jenis sapi, pemilihan tempat
penggemukan dan kandang, pemilihan jenis pakan yang akan diberikan, dan
penanganan penyakit pada ternak (Novita 2011). Dalam melakukan usaha
penggemukan sapi, jenis sapi akan sangat menentukan besar kecilnya modal. Modal
untuk usaha jenis sapi besar seperti Limousin, Brahman, Simental akan berbeda
dengan modal usaha jenis sapi kecil seperti sapi Bali, Madura, Ongole, dan Sapi
Aceh.
Bakalan Untuk Penggemukan
Pemilihan bakalan sapi yanga akan digemukkan akan menentukan
keberhasilan usaha penggemukan. Selain itu juga perlu memeperhatikan
pemeliharaan selama proses penggemukan. Setiap bangsa sapi memiliki
karakteristik tertentu dalam mencapai pertubuhan maksimal. Pemilihan bibit
berdasarkan umur sapi akan menetukan keidealan sapi untuk digemukkan. Umur
ideal sapi untuk penggemukan adalah 1,5 tahun sampai 2,5 tahun. Pada umur ini
sapi memasuki tahap pertumbuhan tulang dan gigi maksimal. Sehingga sapi akan
berkembang dalam pertumbuhan daging dan otot (Novita 2011).

14
Beberapa bangsa sapi potong bakalan menurut asalnya akan terbagi dalam
dua jenis yaitu lokal dan impor. Jenis sapi bakalan lokal dinantaranya Sapi Bali,
Sapi Omgole, dan Sapi Madura. Sedangkan sapi bakalan impor yang dikembangkan
di Indonesia diantaranya Brahman, Brahman Cross, Santa Gertrudis,
Droughtmaster, Shorton, dan Hereford (Novita 2011).
Penelitian yang dilakukan Nisa (2013) menegenai studi kelayakan usaha
penggemukan sapi potong menunjukkan tiga pembagian bangsa sapi potong
bakalan. Tiga bangsa sapi tersebut adalah bangsa sapi tropis, bangsa sapi subtropis,
dan bangsa sapi Brahman. Bangsa sapi tropis yang dapat dijadikan bakalan
penggemukan antra lain Sapi Madura, Sapi Bali, dan Sapi Ongole. Bangsa sapi
berasal dari daerah Subtropis antara lain Sapi Limousin, Sapi Simental, Sapi
Aberden Angus, Sapi Shorton, Sapi Hereford. Sedangkan bangsa sapi Brahman
adalah Sapi Brahman dan Sapi Gertrudis. Bangsa Sapi Brahman banyak
berkembang biak di Amerika Serikat.
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan akan keragaman bangsa sapi
yang dapat dijadikan alternatif pilihan. Memeilih jenis bangsa sapi yang akan
diusahakan harus disesuaikan denga tujuan dan skala usaha yang akan dijalankan.
Kesesuaian skala usaha dan besar kecilnya modal usaha adalah faktor penentu jenis
atau bangsa sapi yang dipelihara.
Lokasi dan Kandang
Pemilihan lokasi dan kandang merupakan salah satu faktor penting dalam
usaha penggemukan sapi. Lokasi yang layak untuk penggemukan sapi sesuai
dengan sapi yang akan diusahakan. Kesesuaian lokasi ini meliputi, iklim,
ketersedian pakan, ketersedian air bersih, tempat strategis. Menurut (Nurliawati
2009) Syarat kandang yang sesuai dengan standar adalah sebagai berikut 1). Bahan
pembuatan kandang harus berkualitas 2). Luas kandang disesuaikan dengan jumlah
sapi yang dipelihara 3). Konstruksi kandang harus dibuat dengan memperhatikan
kemudahan dalam melakukan perawatan, pembersihan, dan tidak licin 4). Sinar
matahari, terutama pagi hari harus dapat masuk langsung kedalam kandang 5).
Sistem ventilasi udara harus memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat 6).
Kandang dibangun dengan memperhatikan arah angin yang dominan 7). Sedapat
mungkin dapat dilaluai aliran sungai atau dekat dengan sumber air 8). Sedapat
mungkin atap kandang terbuat dari bahan yang ringan namun kuat dan mampu
menghangatkan kandang.
Pakan
Pakan merupakan faktor produksi yang sangat berpengaruh terhadap
produksi penggemukan sapi potong. Jumlah pakan yang dibutuhkan hewan ternak
berbeda-beda, menyesuaikan jenis ternak dan lingkungan ternak. Pakan yang
memenuhi kebutuhan ternak seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin,
dan air merupakan kebutuhan akan nutrisi yang harus dipenuhi dalam usaha
penggemukan sapi. Pakan utama sapi adalah hijaun berasal dari rumput atau
leguminosa. Sedangkan pakan penguat seperti konsentrat adalah pakan tambahan
dalam upaya peninggkatan pertumbuhan yang maksimal.

15
Penanggulangan dan Penanganan Penyakit
Penanggulangan dan penanganan penyakit pada ternak sangat dibutuhkan.
Salah satu faktor penyebab kerugian usaha sapi potong adalah penyakit yang
menyerang ternak. Oleh sebab itu perlu adanya penanggulangan dan penanganan
khusus, agar ternak tetap sehat. Salah satunnya adalah pemeriksaan feses secara
rutin untuk memeriksa kesehatan ternak dan memeberikan obat bila diperlukan.
Salah satu penyakit yang sering menyerang ternak sapi adalah penyakit mulut dan
kuku (Hermansyah 2006 ).
Tataniaga Sapi Madura
Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2000). Tentang analisis tataniaga
sapi potong di Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang menunjukkan bahwa
lembaga tataniaga yang terlibat dalam rantai tataniaga sapi potong pada tempat
penlitian meliputi peternak, pedagang, pengumpul desa, pedagang pemotong, dan
pedagang besar. Saluran tataniaga sapi potong di kecamatana ini meliputi empat
saluran tataniaga, dari empat saluran ini yang paling efisien adalah saluran III (tiga)
yang meliputi petani peternak-pedagang pengumpul desa-pedagang besar-pasar
hewan (Pulau Madura). Farmer’s share pada saluran ini sebesar 86,01 % dan biaya
pemasaran pada saluran tiga merupakan yang paling kecil meskipun panjang rantai
tataniaganya cenderung sama dengan saluran tata niaga baik I, II, dan IV.
Analisis Profitabilitas
Menurut Tunggadewi (2009) penelitian tentang analisis profitabilitas dan
nilai tambah pada usaha tahu dan tempe di Kabupaten Bogor. Analisis profitabilitas
merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan suatu usaha atau bisnis dalam
menghasilkan keuntungan. Dalam analisis ini peneliti menggunakan analisis titik
impas, MIR (marginal income ratio) dan MOS (marginal of safety) untuk
mengetahui profitabilitas. Sedangkan untuk mengetahui nilai tambah menggunakan
metode Hayami. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa profitabilitas usaha tempe
lebih menguntungkan dari pada usaha tahu hal ini dapat dilihat dari nilai MIR dan
MOS usaha tempe mempunyai nilai yang lebih besar dari pada usaha tahu.
Sehingga dapat diketahui profitabilitas usaha tempe lebih besar yaitu 37 persen dari
pada usahatahu sebesar 26 persen. Nilai tambah usaha tempe lebih besar jika di
bandingkan dengan nilai tambah usaha tahu sebesar Rp6881 sed