Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS
TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

AMALIA ARDIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Asupan Zat
Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Amalia Ardiyanti
NIM I14100091

ABSTRAK
AMALIA ARDIYANTI. Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung
Terigu pada Mahasiswi TPB IPB. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO.
Masalah anemia zat gizi besi (AGB) adalah masalah kurang zat gizi mikro
terbesar di dunia saat ini. Fortifikasi pangan terbukti sebagai salah satu strategi
terbaik untuk meningkatkan asupan zat besi dalam tubuh melalui makanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsumsi pangan, menganalisa
tingkat konsumsi pangan, dan mengestimasi asupan zat besi dan zat gizi lain dari
pangan berbasis tepung terigu yang telah difortifikasi secara wajib dengan zat besi
dan zat gizi lain pada mahasiswi TPB IPB. Penelitian dilakukan di Asrama Putri
TPB IPB pada bulan April - Mei 2014. Desain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah cross-sectional study dengan jumlah contoh 100 mahasiswi TPB IPB
berusia 17-20 tahun. Rata-rata asupan zat besi contoh adalah 5.71 ± 2.68 mg,
dengan tingkat kecukupan sebesar 21.96%. Rata-rata kontribusi konsumsi pangan
olahan terigu terhadap asupan zat besi contoh adalah 0.85 mg atau 14.8% dari

konsumsi total. Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak disukai oleh
contoh adalah roti (47%), yang paling sering, dan paling banyak dikonsumsi
adalah kue kering/biskuit dengan frekuensi dikonsumsi hampir setiap hari (ratarata 25.74  39.88) (38.9  144.7 g/kap/hari).
Kata kunci: anemia, asupan, mahasiswi, terigu, zat besi

ABSTRACT
AMALIA ARDIYANTI. Estimation Iron Intake from Wheat Flour Based Foods
among First Common Year Female Students of Bogor Agricultural University.
Supervised by DRAJAT MARTIANTO.
Nowadays, iron deficiency anemia (IDA) is a major micronutrient problem
deficiency in the world. Fortification is the best strategy to increase iron intake
through food based approached. Research purposes were to identify food
consumption, to evaluate nutrients adequacy levels, and to estimate iron intake
and other nutrients based on wheat flour compulsorily fortified with iron and other
nutrients among First Common Year Female Students of Bogor Agricultural
University. The research was conducted at Dormitory of Bogor Agricultural
University during April to May 2014. This is a cross-sectional study with 100
sample size of female students aged 17-20 years. The study found that average of
iron intake was 5.71 ± 2.68 mg with adequacy level of iron was 21.96%. The
average iron contribution of various wheat flour based foods to total iron intake

was 0.85 mg or 14.8% of the total intake. Type of wheat flour based food that
mostly preffered consumed by subjects is bread (47%), most often consumed, and
the most widely consumed was cookies/biscuits which was consumed every day
(on average 25.74  39.88) (38.9 ± 144.7 g/person/day).
Keywords: anemia, intake, iron, student, wheat flour

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS
TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

AMALIA ARDIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu
pada Mahasiswi TPB IPB
Nama
: Amalia Ardiyanti
NIM
: I14100091

Disetujui oleh

Dr Ir Drajat Martianto, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Dalam
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga karya
ilmiah ini dapat terselesaikan, antara lain:
1. Bapak Dr Ir Drajat Martianto, MSi selaku dosen pembimbing akademik
dan skripsi yang tidak pernah bosan meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis.
2. Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pemandu seminar
sekaligus penguji skripsi yang sabar dalam memberikan arahan,
masukan, dan motivasi kepada penulis.
3. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Mamah Juminah dan Papah
Kusnardi, adik-adik tersayang Dewi Suci Ariyani dan Ananda Raihan
Adyatma yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis, memberi
doa, kasih sayang, dan motivasi yang tiada henti. Semoga ini menjadi

persembahan terbaik untuk keluarga.
4. Mas Abdullah Marzuqi sebagai kekasih dan sahabat terbaik yang luar
biasa senantiasa selalu memberikan kasih tulus dan menyemangati
penulis setiap saat.
5. Keluarga besar di Tegal atas segala doa dan bantuan yang tercurahkan
selama ini.
6. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas beasiswa dan segenap
motivasi selama pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
7. Teman-teman Asrama Putri Darmaga, Lorong 3 Asrama A1, Kelas B10
TPB atas kepedulian dan semangat kalian yang tak pernah berkurang.
8. Teman-teman seperjuangan Gizi Masyaratakat Institut Pertanian Bogor
(IPB) angkatan 47 atas kebersamaan yang manis.
9. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu atas bantuan dan
dukungannya hingga karya ilmiah ini selesai.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Amalia Ardiyanti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4

Kerangka Pemikiran

4

METODE

6


Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

6

Teknik Penarikan Contoh

6

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

6

Pengolahan dan Analisis Data

7

Definisi Operasional

8


HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Karakteristik Contoh

10

Pengetahuan Gizi

12

Pola Konsumsi Pangan

14

Konsumsi Pangan Olahan Terigu

14


Preferensi dan alasan contoh

15

Asupan Zat Besi dan Zat Gizi

18

Tingkat Kecukupan Zat Gizi

20

Kontribusi Konsumsi Pangan Olahan Terigu

21

Uji Hubungan Antar Variabel

22

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Data primer dan sekunder dalam penelitian
Faktor konversi terigu dari pangan olahan terigu
AKG bagi perempuan Indonesia tahun 2013
Sebaran usia contoh
Besar keluarga contoh
Sebaran contoh berdasarkan sumber biaya pendidikan
Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan
Sebaran alokasi pengeluaran pangan per bulan
Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pengetahuan gizi
Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi.
Konsumsi pangan olahan terigu contoh
Sebaran contoh berdasarkan alasan prioritas pada beberapa keadaan
Asupan zat besi dan zat gizi berdasarkan hari konsumsi
Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan
protein
Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi
Kontribusi konsumsi pangan olahan terigu terhadap kecukupan gizi
contoh
Hasil uji hubungan karakteristik contoh dengan asupan rata-rata zat besi
dari pangan olahan terigu
Hasil uji hubungan kontribusi pangan olahan terigu dengan tingkat
kecukupan zat besi contoh

7
8
8
10
10
11
11
12
13
13
15
17
19
20
21
21
22
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Kerangka pemikiran penelitian
Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap jenis pangan olahan
terigu
Sebaran contoh berdasarkan alasan dalam memilih pangan olahan terigu
yang disukai
Sebaran contoh berdasarkan pilihan utama pangan pokok pada berbagai
keadaan

5
15
16
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian

27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap manusia membutuhkan pangan untuk mempertahankan hidup dan
melakukan aktivitas sehari-hari. Tubuh manusia memerlukan pangan yang
beraneka ragam untuk dapat memenuhi kebutuhan zat gizi seperti energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Karbohidrat adalah zat gizi yang
menjadi sumber utama energi dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat
sebagai pangan pokok. Sumber pangan yang menjadi sumber utama karbohidrat
adalah beras, jagung, ubi, dan sagu. Pemenuhan pangan merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Dengan demikian, terpenuhinya kebutuhan pangan bagi
setiap manusia merupakan hal yang mutlak. Hal ini terkait pada jumlah populasi
yang setiap tahun cenderung meningkat, maka kebutuhan pangan suatu bangsa
pun akan mengalami peningkatan. Harga pangan yang semakin melambung
menuntut setiap manusia untuk dapat memilih dan memperoleh bahan pangan
yang aman dan bergizi dengan harga terjangkau agar asupan zat gizi dalam tubuh
terpenuhi. Zat gizi yang kurang ataupun lebih dari kebutuhan akan berpotensi
menimbulkan masalah gizi.
Masalah gizi di Indonesia masih banyak ditemukan, baik masalah akibat
kekurangan maupun kelebihan zat gizi. Salah satu masalah gizi akibat kekurangan
zat gizi adalah anemia. Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin
dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan
jenis kelamin. Pengelompokan anemia untuk remaja putri ( 1 000 000
Total
Rata-rata ± SD
P

n
9
81
10
100

Persentase (%)
9.0
81.0
10.0
100.0

840 750 ± 319 517.77
0.000

Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Susilo
(2006) yang menyatakan bahwa pengeluaran per bulan mahasiswi TPB IPB
sebesar Rp200 000 ─ 500 000. Hal tersebut diduga karena harga kebutuhan baik

12

pangan maupun non pangan setiap tahun semakin tinggi. Menurut Martianto dan
Ariani (2004) bahwa tingkat pendapatan seseorang memiliki pengaruh terhadap
jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi.
Alokasi Pengeluaran Pangan dan Non Pangan
Pengeluaran pangan adalah jumlah pengeluaran yang berasal dari uang
saku digunakan untuk membeli kebutuhan pangan dalam sebulan. Batas interval
alokasi pengeluaran pangan pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus
statistik interval kelas menurut Slamet (1993). Sebanyak 94.0% contoh memiliki
pengeluaran pangan diatas Rp350 000 dengan rata-rata pengeluaran pangan
contoh adalah Rp522 600 ± 127 901.64 (Tabel 8). Hal tersebut menunjukkan
bahwa alokasi pengeluaran uang saku sebagian besar digunakan untuk membeli
pangan. Hasil penelitian ini lebih besar daripada hasil penelitian Fani (2013) yaitu
sebanyak Rp499 294. Menurut Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengeluaran
pangan yang tinggi tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan karena
perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang tinggi.
Tabel 8 Sebaran alokasi pengeluaran pangan per bulan
Pengeluaran pangan (Rp)
≤ 350 000
> 350 000
Total
Rata-rata ± SD
P

n
6
94

Persentase (%)
6.0
94.0

100

100.0

522 600 ± 127 901.64
0.006

Pengeluaran non pangan adalah jumlah pengeluaran berasal dari uang saku
yang digunakan untuk membeli kebutuhan selain pangan dalam sebulan. Rata-rata
pengeluaran non pangan contoh adalah Rp237 500±198 750.52. Berdasarkan uji
beda Paired Samples t-test, terdapat perbedaan yang nyata antara pengeluaran
pangan dan non pangan (p < 0.05).
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi contoh dapat diukur dari kemampuan contoh dalam
menjawab pertanyaan berkaitan dengan gizi yang telah disiapkan dalam bentuk
kuesioner. Kuesioner terdiri atas 17 buah pertanyaan terbuka (best-answer test).
Tabel 9 menjelaskan mengenai persentase jawaban dari setiap pertanyaan yang
dijawab benar oleh contoh. Pertanyaan yang relatif tidak dapat dijawab oleh
contoh adalah pertanyaan nomor 4 yaitu kandungan gizi pada terigu lebih tinggi
dari pangan pokok lainnya. Sebagian contoh menjawab salah dengan menjawab
lebih tinggi kandungan gizi pada pangan pokok seperti beras dan jagung,
sedangkan jawaban benar sebanyak 14.7 %. Pertanyaan lain yang tidak dapat
dijawab oleh sebagian besar contoh adalah pertanyaan terkait fortifikasi. Skor
yang diberikan antara 0 ─ 3 dimana penilaian dengan skor terkecil hingga terbesar
diberikan pada jawaban dengan urutan tidak tahu/tidak tepat/kurang tepat/tahu
dengan tepat, sehingga total skor adalah 51. Kategori tingkat pengetahuan gizi
menurut Khomsan (2000) dibagi menjadi tiga yaitu tingkat pengetahuan rendah

13

(< 60%), sedang (60─80%), dan tinggi (80%). Sebaran contoh berdasarkan
kategori tingkat pengetahuan gizi (Tabel 10).
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pengetahuan gizi
No Pengetahuan gizi
Terigu dan pangan pokon non terigu
1
Pengetahuan tentang terigu
2
Jenis zat gizi yang terkandung dalam terigu
3
Tiga jenis pangan pokok
4
Kandungan gizi pada terigu lebih tinggi dari pangan
pokok lainnya
Fortifikasi dan fortifikasi terigu
5
Pengetahuan terkait fortifikasi
6
Program fortifikasi
7
Zat gizi yang difortifikasi pada terigu
8
Alasan fortifikasi pada terigu perlu dilakukan
Zat Besi
9
Pengetahuan tentang zat besi
10
Fungsi zat besi bagi tubuh
11
Jenis makanan sumber zat besi
12
Penyakit yang ditimbulkan akibat kurang zat besi
Anemia
13
Pengetahuan tentang anemia
14
Penyebab anemia
15
Gejala anemia
16
Cara menanggulangi anemia
17
Alasan anemia paling banyak terjadi pada remaja
perempuan

Total (%)
44.7
38.0
92.3
14.7

30.3
28.7
18.3
19.0
34.0
36.0
67.3
64.7
58.3
52.0
65.7
57.7
46.7

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi.
Pengetahuan Gizi
Kurang
Sedang
Baik
Total
Rata-rata ± SD
p

n
75
21
4
100

Persentase (%)
75.0
21.0
4.0
100.0
45.20 ± 19.76
0.735

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan gizi
contoh masih dalam kategori kurang (75.0%) karena rata-rata skor pengetahuan
gizi yang diperoleh menunjukkan penguasaan materi terkait gizi masih kurang
dari 60.0%. Hal tersebut diduga karena contoh dalam penelitian ini adalah
mahasiswi yang berada pada tahun pertama menempuh pendidikan di perguruan
tinggi, sehingga pengetahuan terkait gizi yang dimiliki contoh berasal dari
pelajaran saat SMA yang masih umum. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sebayang (2012) yang menyatakan bahwa

14

pengetahuan mahasiswa terkait gizi masih tergolong rendah karena kurangnya
keinginan mahasiswa dalam mencari informasi terkait gizi dan sosialisasi terkait
gizi yang kurang di lingkungan mahasiswa.

Pola Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada
waktu tertentu (Hardinsyah dan Martianto 1998 dalam Lusiana 2007). Pola
konsumsi seseorang terkait dengan kebiasaan makan yang dilakukannya. Pola
konsumsi pangan merupakan kebiasaan seseorang atau sekelompok orang di
wilayah tertentu dalam mengkonsumsi makanan atau jenis makanan sebagai
refleksi keadaan lingkungan, sosial dan budaya masyarakat (Junaidi 1997 dalam
Cahyaningsih 2008). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai
jenis pangan, frekuensi, dan banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi (Basri
2011). Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia didominasi oleh beras
(Rahmi 2008). Menurut Ariani (2010) perubahan pola hidup masyarakat telah
bergeser dari pangan non terigu ke pangan terigu beserta produk turunannya.
Konsumsi Pangan Olahan Terigu
Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia berdasarkan data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002, 2005, dan 2008 menunjukkan
kecenderungan penurunan konsumsi beras. Namun, pada tahun yang sama terjadi
peningkatan konsumsi pangan olahan terigu dari 8.5 kg per kapita pada tahun
2002 menjadi 11.2 kg per kapita pada tahun 2008 (Ariani 2010). Menurut Deptan
(2009) menyatakan bahwa konsumsi tepung terigu dan produk turunannya ratarata mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini didukung oleh
pernyataan Sawit (2003) bahwa di Indonesia, pada kelompok rendah dan
menengah, beralihnya pangan dari non terigu ke terigu atau produk olahannya
begitu cepat dibandingkan di negara-negara Asia.
Konsumsi pangan olahan terigu contoh pada penelitian ini didapatkan
melalui metode food frequency. Data jenis dan jumlah pangan olahan terigu yang
dikonsumsi oleh contoh (Tabel 11). Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa
jenis pangan olahan terigu yang paling sering dikonsumsi adalah kue
kering/biskuit dengan frekuensi hampir dikonsumsi setiap hari (rata-rata
25.74±39.88). Hasil tersebut sejalan dengan data survei nasional yang diperoleh
bahwa sebanyak 13.4% (usia > 10 tahun) mengonsumsi biskuit setiap hari (FFI
2014). Hal ini diduga karena contoh sering menyetok kue kering/biskuit. Faktor
utama yang mendorong contoh lebih memilih kue kering/biskuit yang distok
karena faktor kepraktisan dan daya tahan relatif lama dibandingkan dengan
pangan olahan lainnya.
Selain kue kering/biskuit, pangan olahan terigu yang paling sering
dikonsumsi adalah makanan ringan dan gorengan, masing-masing dengan ratarata pangan olahan terigu tersebut sebesar 18.21±22.58 dan 12.72±18.52. Tabel 11
juga menyajikan berat pangan yang dikonsumsi contoh dalam sebulan terakhir.
Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah kue
kering/biskuit dan makanan ringan. Selain dua pangan tersebut, jenis pangan

15

olahan yang tinggi konsumsinya adalah gorengan dan mie instan. Tingkat
konsumsi jenis pangan olahan terigu yang paling rendah yaitu makaroni. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Hardinsyah dan Amalia (2007) yang menyatakan
bahwa pangan olahan terigu yang paling rendah adalah makaroni (0.2 g/kap/hr)
dengan laju pertumbuhan yang bervariasi. Namun, konsumsi pangan olahan terigu
paling tinggi dalam penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hardinsyah dan
Amalia (2007) yang menyatakan bahwa pangan olahan terigu yang paling banyak
dikonsumsi adalah mie instan (10.7 g/kap/hr) dan gorengan (10.6 g/kap/hr).
Tabel 11 Konsumsi pangan olahan terigu contoh
Jenis pangan
Mie basah
Mie instan
Makaroni
Roti tawar
Roti manis
Kue kering/ biskuit
Kue basah
Makanan gorengan
Mie bakso
Makanan ringan

Rata-rata
frekuensi
(kali/kap/bulan)
1.83.7
6.19.3
0.82.7
10.323.3
6.314.9
25.739.9
9.110.7
12.718.5
2.54.0
18.222.6

Rata-rata berat
pangan
(gram/kap/bulan)
169.2363.6
521.8795.0
33.8121.1
399.4906.6
354.3704.5
1167.34342.3
326.4442.4
509.8763.8
239.2423.9
937.41640.0

Rata-rata berat
pangan
(gram/kap/hari)
5.612.1
17.426.5
1.14.0
13.330.2
11.823.5
38.9144.7
10.914.7
17.025.4
8.014.1
31.254.7

Preferensi dan Alasan Contoh
Menurut Assael (1992) menyatakan bahwa preferensi adalah derajat
kesukaan, pilihan, atau sesuatu hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi
pada penelitian ini diukur dengan melihat kepentingan berbagai atribut pada
pangan pokok olahan seperti pangan olahan terigu yang paling disukai, pilihan
utama pangan pokok saat ada uang, saat sibuk, saat santai, berada di kampus,
berada di lingkungan asrama, dan berada di luar kampus. Ketersediaan suatu
pangan dapat mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang (Gibney et al. 2008).
Alasan contoh memilih pangan pokok dikelompokkan menjadi empat kategori
yaitu ketersediaan, suka, praktis, dan gengsi. Sebaran contoh berdasarkan
preferensi terhadap pangan olahan terigu (Gambar 2).
Persentase

50

47

40
30
17

20

10

12
5

10

9

0
Roti

Mie instan

Gorengan
Donat
Jenis pangan olahan terigu

Kue

Lainnya

Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap jenis pangan olahan
terigu

16

Persentase

Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak disukai oleh contoh adalah
roti (47.0%). Hal ini terlihat pada tingginya total persentase kesukaan pada roti
dibandingkan dengan pangan olahan terigu lainnya. Roti disukai karena memiliki
cita rasa dan tekstur yang khas, serta memiliki daya simpan yang relatif lama
(Farida 2001).
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner contoh yang sebagian besar memilih
roti sebagai pangan olahan terigu yang disukai karena enak. Hal ini sesuai dengan
penelitian Farida (2001) yang menemukan bahwa prioritas utama dalam
pembelian roti oleh konsumen adalah rasa. Sebaran contoh berdasarkan alasan
dalam memilih pangan olahan terigu yang disukai (Gambar 3).
80
70
60
50
40
30
20
10
0

80

44.7

40

35.3
17
21 85

2.1

10
11.8 10
5.9
0,0

Enak

40
30

25.5

77.8

30

Mengenyangkan
20

10

10

Murah

11.1

10

Praktis
Suka
Tersedia

Jenis pangan olahan terigu

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan alasan dalam memilih pangan olahan
terigu yang disukai

90

85
80

80
70

63

Persentase

60

55

50

54

44
39

40

36

36

Jagung

31

30
15

10
0

Umbi

22

20

Saat ada
uang

Terigu

13

5
1

Beras

4

3

1

Sibuk

Santai

1

di kampus

2

di
lingkungan
asrama

64

di luar
asrama

Keadaan contoh

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan pilihan utama pangan pokok pada berbagai
keadaan

17

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pangan olahan berbahan
dasar beras lebih diprioritaskan oleh contoh saat mempunyai uang. Makanan
pokok masyarakat Indonesia saat ini adalah beras (Rahmi 2008). Adapun alasan
contoh dalam memilih beras sebagai pilihan utama pangan pokok saat contoh
mempunyai uang karena suka dan ketersediaan (Tabel 12). Hal ini karena contoh
tinggal di asrama yang tidak disediakan fasilitas dapur, sehingga contoh membeli
makanan yang tersedia di sekitar asrama maupun kampus.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan alasan prioritas pada beberapa keadaan
Alasan prioritas
Saat ada uang
Ketersediaan
Suka
Praktis
Gengsi
Sibuk
Ketersediaan
Suka
Praktis
Gengsi
Santai
Ketersediaan
Suka
Praktis
Gengsi
di kampus
Ketersediaan
Suka
Praktis
Gengsi
di lingkungan asrama
Ketersediaan
Suka
Praktis
Gengsi
di luar asrama
Ketersediaan
Suka
Praktis
Gengsi

Beras

Persentase (%)
Jagung
Umbi

Terigu

42.8
49.2
18.5
0.0

0.0
100.0
0.0
0.0

20.0
80.0
0.0
0.0

38.7
41.9
19.4
0.0

13.3
6.7
80.0
0.0

0.0
0.0
100.0
0.0

0.0
25.0
75.0
0.0

2.5
7.5
90.0
0.0

18.0
74.4
7.7
0.0

0.0
100.0
0.0
0.0

9.1
81.8
9.1
0.0

38.9
50.0
11.1
0.0

54.6
20.4
25.0
0.0

0.0
0.0
0.0
0.0

0.0
0.0
100.0
0.0

38.2
30.9
30.9
0.0

67.1
27.1
5.9
0.0

0.0
0.0
0.0
0.0

0.0
100.0
0.0
0.0

69.2
23.1
7.7
0.0

63.0
35.2
1.8
0.0

16.7
66.7
0.0
16.7

0.0
75.0
25.0
0.0

2.8
61.1
30.6
9.1

Padatnya aktivitas mahasiswa menyebabkan mahasiswa cenderung
menjadikan pangan olahan berbahan dasar terigu sebagai pilihan utama. Hal ini

18

karena pangan olahan terigu merupakan sajian pangan yang instan, sehingga
sejalan dengan pola hidup mahasiswa yang mengutamakan kepraktisan (Tabel
12). Menurut Erfan (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
mengkonsumsi makanan yang praktis dapat membuat waktu yang digunakan lebih
efisien.
Selama menjalani aktivitas kampus yang padat, ada saatnya mahasiswa
membutuhkan waktu santai untuk rehat sejenak dari rutinitas. Singkatnya waktu
santai yang dilewati oleh mahasiswa membuat sebagian besar mahasiswa memilih
mengkonsumsi pangan pokok berbahan dasar beras, lalu disusul dengan terigu.
Alasan mahasiswa memilih pangan pokok ini saat santai adalah karena suka
(Tabel 12). Hal ini mengacu pada pernyataan Rahmi (2008) bahwa makanan
pokok masyarakat Indonesia saat ini adalah beras.
Prioritas utama mahasiswa dalam memilih pangan pokok ketika berada di
kampus mayoritas memilih pangan pokok olahan berbahan dasar terigu. Hal ini
karena saat di kampus kondisi mahasiswa tidak mempunyai banyak waktu luang,
sehingga hal ini menjadi salah satu alasan mahasiswa untuk memilih pangan
olahan berbahan dasar terigu (Tabel 12).

Asupan Zat Besi dan Zat Gizi
Data konsumsi pangan contoh dikumpulkan dengan metode recall 1 x 24
jam yang dilakukan selama dua hari yaitu satu hari kuliah dan satu hari libur.
Pemilihan hari kuliah dan hari libur dilakukan untuk mencerminkan rata-rata
konsumsi pangan contoh yang kemungkinan ada perbedaan pada hari kuliah dan
hari libur. Metode recall dilakukan minimal 2 kali recall 1 x 24 jam tidak
berturut-turut agar dapat menghasilkan gambaran asupan gizi lebih optimal dan
memberikan variasi yang lebih besar terkait asupan harian individu (Supariasa et
al. 2001).
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh
manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh dewasa. Zat besi
mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di
dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringn
tubuh (Almatsier 2004). Kekurangan zat besi dalam jangka panjang akan
mengakibatkan terjadinya anemia gizi besi (iron deficiency anemia/ IDA).
Kekurangan unsur besi dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan,
menurunnya konsumsi makanan, berkurangnya penyerapan dan gangguan besi,
kehilangan darah, serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Wirakusumah
2006).
Asupan zat besi dan zat gizi contoh dibedakan menjadi asupan zat besi dan
zat gizi contoh pada hari kuliah dan hari libur (Tabel 13). Rata-rata asupan zat
besi pada hari kuliah adalah 5.67±2.94 mg, sedangkan pada hari libur 5.81±3.68
mg. Rata-rata asupan zat besi contoh lebih rendah dibandingkan dengan
kecukupannya (Tabel 15). Belum terpenuhinya kecukupan zat besi dapat dilihat
dari tingkat kecukupan zat besi yang rendah (Tabel 15). Kebutuhan zat besi sulit
dipenuhi, meskipun mampu dipenuhi namun dengan adanya zat-zat penghambat
penyerapan zat besi menyebabkan ketersediaannya menurun. Zat besi yang mudah

19

diserap dalam tubuh y