Peranan Sektor Ekonomi Basis dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan AntarKabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Periode Tahun 2005- 2012)

PERANAN SEKTOR EKONOMI BASIS DALAM
MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN
ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
(PERIODE TAHUN 2005-2012)

DYAH AYU FAJAR PRABANINGRUM

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii 
 

iii
 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Sektor
Ekonomi
Basis
dalam
Mengurangi
Ketimpangan
Pendapatan
AntarKabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Periode Tahun 2005-2012)
adalah benar-benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Dyah Ayu Fajar Prabaningrum
NIM H14100044


iv 
 

ABSTRAK
DYAH AYU FAJAR PRABANINGRUM. Peranan Sektor Ekonomi Basis
dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan AntarKabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah (Periode Tahun 2005-2012). Dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI
A.
Penelitian ini menganalisis ketimpangan termasuk besarnya kesejahteraan
sosial yang hilang akibat adanya ketimpangan tersebut serta mengidentifikasi
sektor ekonomi basis yang berperan dalam mengurangi ketimpangan pendapatan
tersebut beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini menggunakan
periode analisis dari tahun 2005 sampai 2012 dengan menggunakan analisis
indeks williamson, indeks atkinson, metode location quotient, dan regresi data
panel melalui microsoft excel dan EViews 6. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
berada pada taraf tinggi. Sektor ekonomi basis yang berperan paling besar dalam
mengurangi ketimpangan pendapatan tersebut yaitu sektor pertanian. Variabel
luas panen tanaman bahan makanan (LP), luas lahan teririgasi (LI), jumlah
penduduk (JP) berpengaruh positif dan signifikan. Namun untuk jumlah tenaga

kerja sektor pertanian (JTK) berpengaruh positif namun tidak signifikan.
Kata Kunci: Ketimpangan pendapatan, Provinsi Jawa Tengah, regresi data panel,
sektor ekonomi basis.

ABSTRACT
DYAH AYU FAJAR PRABANINGRUM. The Role of Economic Base
Sector in Reducing the Imbalance of the Income between Regency/City in
Province of Central Java (Periods of 2005-2012). Supervised by MUHAMMAD
FINDI A.
This research analyze the imbalance with the enormity of social prosperity
which lost that as the result of the imbalance impact and also to identify economic
base sector which has role in reducing the imbalance and also the factors that
influence into it. This research uses analyze periods start from 2005-2012 by
using such us analysis indeks williamson, indeks atkinson, location quotient
method and also use the panel data regression through microsoft excel and
EViews 6. The result of this research shows that the income imbalance between a
regency/city in Province of Central Java state in high scale. The most responsible
economy base sector in reducing the income imbalance is the agriculture sector
which is the wide of the plant harvest (LP), irrigation land (LI), the amount of the
people (JP) has the positive impact and significant. In the other hand, the amount

of the labors in agriculture sector (JTK) have the positive impact but not
significant.
Keywords : Income imbalance, Province of Central Java, panel data regression,
economic base sector.

v
 

PERANAN SEKTOR EKONOMI BASIS DALAM
MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN
ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
(PERIODE TAHUN 2005-2012)

DYAH AYU FAJAR PRABANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi


DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

vi 
 

vii
 

Judul Skripsi : Peranan Sektor Ekonomi Basis dalam Mengurangi Ketimpangan
Pendapatan AntarKabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
(Periode Tahun 2005- 2012)
Nama
: Dyah Ayu Fajar Prabaningrum
NIM
: H14100044


Disetujui oleh

Dr. Muhammad Findi A, M.E.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

viii 
 

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah
“Peranan Sektor Ekonomi Basis dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan

AntarKabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Periode Tahun 2005-2012)”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk
menganalisis besarnya ketimpangan pendapatan serta menganalisis sektor basis
dan peranannya terhadap pengurangan ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa
Tengah.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Eko Prabowo, Ibu
Yuni Widyastuti, serta adik dari penulis yakni Dody Prabakusuma dan Rizky Ali
Munawar, atas segala doa dan motivasi serta dukungan baik moril maupun
materiil bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril
dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc Agr selaku dosen penguji utama dan Ranti
Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan
saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi

FEM IPB yang telah memberikan ilmu, wawasan serta bantuan kepada penulis
selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
4. Teman-teman satu bimbingan Annisa Fitra, Desty, Hilman, dan Aprilia yang
telah menjadi partner bertukar pikiran dan teman berbagi suka duka dalam
penyusunan skripsi ini serta terima kasih untuk setiap kejutannya untuk penulis
saat seminar hasil maupun sidang.
5. Sahabat penulis selama tiga tahun Zulfati Rahma, Nindya Shinta, dan Amalia
yang telah menjadi partner bekerja sama dalam hal akademik serta tempat
berkeluh kesah dan menjadi sandaran penulis saat senang maupun sedih serta
Gina Ratna Suminar yang selalu memberikan dukungan dan masukan serta
kebersamaannya.
6. Teman-teman terbaik TPB Tuty, Yola, Syafira serta teman-teman kosan
Perwira 89 yang sangat kompak Hernita, Puti, Fira, Naya, Retno, Etri.
7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 47 yang selalu memberikan keceriaan, warna
selama tiga tahun kebersamaan serta masukan kepada penulis.
Semoga karya ini bermanfaat.
Bogor, April 2014

Dyah Ayu Fajar Prabaningrum


ix
 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Sektor Ekonomi Basis
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
GAMBARAN UMUM
Keadaan Geografis Provinsi Jawa Tengah
Wilayah Administratif Provinsi Jawa Tengah
Kondisi Perekonomian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Ketimpangan Pendapatan
Analisis Social Welfare Loss
Analisis Location Quotient
Peranan Sektor Ekonomi Basis
Faktor-faktor yang Memengaruhi Sektor Ekonomi Basis
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


v
vi
vi
1
1
3
5
5
6
6
6
7

9
10
12
14
14
14
14
21
21
22
23
24
24
26
27
31
35
41
41
41
43
45
57


 

DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa tahun 2008-2011
2 PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut provinsi di
Pulau Jawa Tahun 2007-2011
3 PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut
lapangan usaha tahun 2003-2009
4 PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
5 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk kabupaten
dan kota di Provinsi Jawa Tengah
6 Peranan sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar
Harga Konstan 2000 tahun 2008-2012
7 Indeks Atkinson dan persentase pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2005-2012
8 Nilai LQ sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Tengah Atas
Dasar Harga Konstan 2000 periode 2005-2012
9 Sektor ekonomi basis kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
10 Indeks ketimpangan pendapatan dengan dan tanpa sektor pertanian di
Provinsi Jawa Tengah
11 Indeks ketimpangan pendapatan dengan dan tanpa sektor industri
pengolahan di Provinsi Jawa Tengah
12 Indeks ketimpangan pendapatan dengan dan tanpa sektor listrik, gas,
dan air bersih di Provinsi Jawa Tengah
13 Indeks ketimpangan pendapatan dengan dan tanpa sektor perdagangan,
hotel, dan restoran di Provinsi Jawa Tengah
14 Indeks ketimpangan pendapatan dengan dan tanpa sektor jasa-jasa di
Provinsi Jawa Tengah
15 Kontribusi sub sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian di
Provinsi Jawa Tengah
16 Hasil pengujian uji Chow
17 Hasil pengujian uji Hausman
18 Nilai statistik model
19 Matriks korelasi parsial dengan metode deteksi Klein
20 Hasil estimasi model

1
2
3
4
22
24
27
28
30
32
33
33
34
35
36
37
37
38
38
40

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva Kuznets “U-Terbalik”
2 Diagram alir kerangka pemikiran
3 Trend ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2005-2012

8
13
25

xi
 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2005
2 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2006
3 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2007
4 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2008
5 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2009
6 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2010
7 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2011
8 Nilai ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2012
9 Hasil pengujian dengan model Pooled Least Square untuk
mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
sektor pertanian
10 Hasil pengujian dengan model Fixed Effect untuk mengestimasi faktorfaktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi sektor pertanian
11 Hasil pengujian dengan model Random Effect untuk mengestimasi
faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi sektor
pertanian
12 Hasil pengujian Chow Test untuk mengestimasi faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi sektor pertanian
13 Hasil pengujian Hausman Test untuk mengestimasi faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi sektor pertanian

45
46
47
48
49
50
51
52

53
54

55
56
56

xii 
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terciptanya masyarakat yang makmur dan sejahtera dapat dicapai dengan
memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah.
Dengan begitu pembangunan ekonomi di negara berkembang khususnya
Indonesia yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, menciptakan distribusi pendapatan yang merata, juga
mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat
pengangguran serta menciptakan kesempatan kerja akan tercapai (Todaro 2006).
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan
pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka
panjang (Sukirno 2006). Menurut Sukirno 2006 pembangunan ekonomi dapat
juga diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk
mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak
tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan
semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu
lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah
perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.
Tolakukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan
antarpenduduk, antardaerah dan antarsektor. Ini berarti bahwa untuk melihat
pembangunan ekonomi suatu daerah, dapat dengan membandingkan pendapatan
riil daerah yang bersangkutan dari tahun ke tahun dengan indikator yang
digunakan adalah PDRB. Dari PDRB, kita dapat melihat seberapa jauh
pembangunan telah berhasil menyejahterakan masyarakatnya, dengan kata lain
tercipta pemerataan pendapatan. Berikut ini disajikan tabel pertumbuhan ekonomi
di Pulau Jawa:
Tabel 1 Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa tahun 2008-2011 (persen)
Provinsi
2008
2009
2010
2011
Rata-rata
DKI Jakarta
6.23
5.02
6.50
6.71
6.11
Jawa Barat
6.21
4.19
6.20
6.48
5.77
Banten
5.77
4.71
6.08
6.43
5.74
Jawa Tengah
5.61
5.14
5.84
6.01
5.65
DI Yogyakarta
5.03
4.43
4.88
5.16
4.87
Jawa Timur
5.94
5.01
6.68
7.22
6.21
Sumber : BPS, 2011.

Tabel 1 memerlihatkan pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Pulau
Jawa periode tahun 2008-2011. Pada tahun 2008 Provinsi Jawa Timur berada
paling atas dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6.21 persen.
Provinsi DKI Jakarta menempati urutan kedua dengan persentase rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi sebesar 6.11 persen. Provinsi Jawa Barat dan Banten


 

menempati urutan ketiga dan keempat dengan persentase rata-rata pertumbuhan
ekonomi sebesar 5.77 dan 5.74. Jawa Tengah terletak di antara provinsi besar
lainnya di pulau Jawa, yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat yang sebenarnya
mempunyai potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang relatif tidak
jauh berbeda. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa perbandingan laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah dengan provinsi lainnya dari tahun
ke tahun nilainya jauh lebih rendah dibandingkan Jawa Barat, DKI Jakarta, dan
Jawa Timur. Perbedaan inilah yang seharusnya dapat mendorong pemerintah
untuk lebih mempercepat pembangunan dan pertumbuhan wilayah.
Ketimpangan distribusi pendapatan menggambarkan bahwa hanya sebagian
kecil masyarakat yang menikmati sebagian besar pendapatan negara. Adanya
ketimpangan distribusi pendapatan itu menyebabkan perbedaan yang sangat
menonjol antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin sehingga masyarakat
miskin terjerat dalam rantai kemiskinan. Penyebab ketidakmerataan antardaerah
ini dapat disebabkan oleh perbedaan sumberdaya yang dimiliki, perbedaan
sumberdaya manusia, dan perbedaan akses dalam modal (Kuncoro 2004).
Golongan masyarakat kaya yang merupakan sebagian kecil dari masyarakat
keseluruhan menguasai hampir seluruh perekonomian. Hal ini menjadikan
kelompok golongan ini dengan mudah masuk aktivitas ekonomi serta mempunyai
pendidikan yang tinggi, kesehatan yang terjamin, keterampilan, dan keahlian
khusus sehingga golongan masyarakat kaya dapat menikmati hidup yang lebih
baik dengan memiliki hal-hal tersebut. Di sisi lain golongan masyarakat miskin
yang tidak memiliki modal, skill yang cukup dan pendidikan yang tinggi, sulit
masuk dalam aktivitas ekonomi dan memiliki posisi yang lemah dalam
menghadapi golongan lain (Djojohadikusumo 1994). Berikut ini disajikan tabel
PDRB per kapita di Pulau Jawa :
Tabel 2 PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Provinsi di
Pulau Jawa tahun 2007-2011 (ribu rupiah)
Provinsi
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata
DKI Jakarta
36,054 37,665 39,083 41,015 43,389
39,441
Jawa Barat
6,718
6,985
7,156
7,451
7,828
7,227
Jawa Tengah 4,959
5,202
5,462
5,773
6,112
5,501
DI.Yogyakarta 5,444
5,643
5,845
6,064
6,345
5,868
Jawa Timur
7,840
8,236
8,602
9,101
9,737
8,703
Banten
6,619
7,877
8,037
8,283
8,624
7,888
Sumber : BPS, 2012.

Berdasarkan Tabel 2 bahwa provinsi di Pulau Jawa yang memiliki rata-rata
PDRB per kapita tertinggi tahun 2007-2011 adalah DKI Jakarta yaitu sebesar Rp
39,441,000. Provinsi Jawa Tengah memiliki rata-rata PDRB per kapita terendah
di Pulau Jawa jika dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu sebesar Rp
5,501,000. PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah yang lebih rendah
dibandingkan provinsi lainnya dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan
penduduk Jawa Tengah lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau
Jawa. Rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Jawa Tengah tersebut
mengindikasikan bahwa terdapat ketidakmerataan distribusi pendapatan antara

3
 

masyarakat kaya dan masyarakat yang kurang mampu, karena distribusi
pendapatan yang tidak merata akan menyebabkan kesejahteraan penduduk yang
rendah.
Perumusan Masalah
Sektor ekonomi basis yang terdapat di antara sektor-sektor perekonomian
akan menjadi penyumbang yang besar dalam PDRB suatu wilayah. Sektor
ekonomi basis berperan penting dalam perekonomian yang diharapkan mampu
menjadi promotor kegiatan usaha ekonomi lainnya karena dinilai mempunyai
kontribusi dan potensi yang lebih baik dibanding sektor lainnya. Sektor ekonomi
basis yang ada di suatu daerah diharapkan dapat menjadi sektor yang dapat
diandalkan dan dapat menjadi penggerak sektor-sektor yang lain. Perlunya
mengetahui sektor yang menjadi sektor ekonomi basis yaitu agar pembangunan
ekonomi dapat terarah dengan mengembangkan potensi yang tepat.
Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa PDRB Provinsi Jawa Tengah paling
besar didominasi oleh tiga sektor, yaitu sektor pertanian, sektor industri
pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Ketiga sektor tersebut
menyumbang PDRB terbesar di Jawa Tengah dan di ketiga sektor tersebut
menjadi sektor ekonomi basis di Provinsi Jawa Tengah. Ketidakmerataan dalam
distribusi pendapatan bukan hanya terjadi di Jawa Tengah, melainkan juga terjadi
antarkabupaten/kota di suatu provinsi. Begitu juga ketidakmerataan yang terjadi
antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang cukup besar. Hal ini dapat
dilihat dari nilai PDRB per kapita antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 3 PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut
lapangan usah tahun 2003-2009 (triliun rupiah)
Lapangan Usaha
2003
2004
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian
27,15
28,6 29,92 31,0 31,8 33,4 34,9
Pertambangan dan
Penggalian
1,29
1,33
1,45 1,67 1,78 1,85 1,95
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel
dan Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Total
Sumber : BPS, 2011.

41,34

43,99

0,98
6,9

1,06
7,44

27,66

28,34

6,21

6,51

4,65
12,94
129,1

46,1 48,18

50,8

53 1 54,13

1,17
7,96

1,34
9,05

1,4
9,64

1,48
10,3

30,05 31,81 33,89 35,62

37,7

6,98

1,25
8,44

7,45

8,05

8,65

9,26

4,82
5,06 5,39 5,76 6,21
6,7
13,66 14,31 15,44 16,4 17,74 19,1
135,7 143,05 150,6 159,1 167,7 175,6


 

Tabel 4 dapat dilihat bahwa PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Tengah sangatlah bervariasi. Permasalahannya adalah PDRB per kapita
tersebut tidak merata di seluruh wilayah di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini terlihat
dari nilai PDRB per kapita tertinggi diduduki oleh Kabupaten Kudus yaitu sebesar
Rp 17,043,990. Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten dengan nilai PDRB
per kapita terendah yaitu sebesar Rp 2,671,936, sehingga Kabupaten Kudus
memiliki PDRB per kapita mencapai delapan kali lebih tinggi dari PDRB per
kapita Kabupaten Grobogan. Masih terdapat beberapa kabupaten termasuk
Kabupaten Grobogan yang memiliki PDRB per kapita jauh dari rata-rata PDRB
Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar Rp 5,633,939.5. Hal ini menunjukkan adanya
gap yang mengindikasikan bahwa distribusi pendapatan antarkabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah belum merata sehingga ketimpangan pendapatan masih
terjadi di Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 4 PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 (rupiah)
Kabupaten/Kota

PDRB Per
Kapita

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kab.Cilacap
Kab.Banyumas
Kab.Purbalingga
Kab.Banjarnegara
Kab.Kebumen
Kab.Purworejo
Kab.Wonosobo
Kab.Magelang
Kab.Boyolali
Kab.Klaten
Kab.Sukoharjo
Kab.Wonogiri
Kab.Karanganyar
Kab.Sragen
Kab.Grobogan
Kab.Blora
Kab.Rembang

15,151,260
3,257,266
3,242,961
3,580,008
2,740,467
4,696,902
2,690,479
3,725,600
4,956,964
4,519,986
6,443,471
3,514,313
7,256,977
3,982,700
2,671,936
2,779,331
4,109,447

18

Kab.Pati

4,192,386

No.

1
2
3

No.

Kabupaten/Kota

Kab.Kudus
Kab.Jepara
Kab.Demak
Kab.Semarang
22
Kab.Temanggung
23
Kab.Kendal
24
Kab.Batang
25
Kab.Pekalongan
26
Kab.Pemalang
27
Kab.Tegal
28
Kab.Brebes
29
Kota Magelang
30
Kota Surakarta
31
Kota Salatiga
32
Kota
Semarang
33
Kota Pekalongan
34
Kota Tegal
35
Rata-rata Propinsi
Jawa Tengah
19
20
21

PDRB Per
Kapita

17,043,990
4,160,397
3,026,089
6,426,370
3,625,860
6,513,515
3,584,419
4,138,309
2,967,912
2,815,768
3,435,379
10,337,809
11,269,881
5,724,888
14,843,950
8,004,723
5,756,156
5,633,939.5

Sumber: BPS, 2013.

Masih timpangnya suatu pendapatan antardaerah diperlukan jalan keluar
agar dapat menuju kesejahteraan yang layak bagi masyarakatnya. Gambaran
ketimpangan pendapatan seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah agar perencanaan pembangunan daerah
dapat ditentukan prioritasnya, khususnya dalam era otonomi daerah saat ini
dimana pemerintah kabupaten/kota diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
menentukan arah kebijaksanaan pembangunan agar tercapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tetapi juga diikuti dengan semakin rendahnya ketimpangan

5
 

pendapatan, dengan begitu pembangunan ekonomi untuk menuju kesejahteraan
masyarakat yang layak dapat tercapai.
Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, seperti yang ada pada latar
belakang dan perumusan masalah, dimana PDRB per kapita Provinsi Jawa
Tengah yang dari tahun ke tahun terus meningkat tetapi PDRB per kapita
kabupaten/kota masih terdapat yang lebih kecil dari PDRB per kapita Provinsi
Jawa Tengah dan juga masih terdapat beberapa kabupaten/kota yang memiliki
PDRB per kapita lebih besar dari PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah. Di sisi
lain, PDRB per sektor perekonomian di Provinsi Jawa Tengah terus meningkat.
Atas dasar gap yang terjadi tersebut sehingga akan dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Berapa besar tingkat ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi
Jawa Tengah?
2. Bagaimana dampak ketimpangan antarkabupaten/kota terhadap kesejahteraan
sosial yang hilang (social welfare loss) di Provinsi Jawa Tengah?
3. Sektor apakah yang menjadi sektor ekonomi basis di Provinsi Jawa Tengah?
4. Apakah keberadaan sektor ekonomi basis berperan dalam mengurangi
ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah?
5. Faktor-faktor apa yang dapat meningkatkan pertumbuhan sektor ekonomi basis
sehingga dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis besarnya ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah.
2. Menganalisis
dampak
ketimpangan
antarkabupaten/kota
terhadap
kesejahteraan sosial yang hilang (social welfare loss) di Provinsi Jawa Tengah.
3. Mengidentifikasi sektor potensial yang dapat dikembangkan di Provinsi Jawa
Tengah.
4. Menganalisis peran sektor ekonomi basis dalam mengurangi ketimpangan
pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
5. Menganalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan sektor
ekonomi basis untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota
di Provinsi Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi Pemerintah, sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau pihak-pihak
terkait yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan pembangunan daerah.
2. Bagi Masyarakat, secara umum akan dapat menilai kebijakan yang diambil
oleh pemerintah daerah dalam mengatasi masalah ketimpangan distribusi
pendapatan di masyarakat.


 

3. Bagi Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi para pembaca yang dapat
digunakan untuk menambah wawasan untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi Peneliti, sebagai tambahan pengetahuan dan sebagai pengaplikasian ilmu
yang di dapat selama perkuliahan.
Ruang Lingkup Penelitian
Fokus
penelitian
ini
menganalisis
ketimpangan
pendapatan
antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan periode tahun analisis 20052012. Alat analisis menggunakan lima alat analisis yaitu Indeks Williamson untuk
menghitung ketimpangan pendapatan daerah. Analisis yang kedua menggunakan
Indeks Atkinson untuk mengetahui dampak social welfare loss di Provinsi Jawa
Tengah. Alat analisis selanjutnya yaitu dengan Location Quotient untuk
mengidentifikasi sektor ekonomi basis di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya
menganalisis peranan sektor ekonomi basis yang berperan dalam mengurangi
ketimpangan pendapatan daerah tanpa memasukkan nilai PDRB sektor tertentu
kemudian membandingkan dengan ketimpangan pendapatan yang memasukkan
nilai PDRB sektor tertentu.
Metode yang terakhir menggunakan regresi data panel untuk menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor ekonomi basis. Penelitian
ini menggunakan variabel luas panen tanaman bahan makanan (LP), luas lahan
teririgasi (LI), jumlah penduduk (JP), jumlah tenaga kerja sektor pertanian (JTK)
yang berpengaruh terhadap PDRB sektor pertanian. Pengolahan alat analisis
tersebut menggunakan microsoft excel 2010 dan EViews 6.

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi mempunyai keterkaitan satu sama
lain. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu
apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan demikian, untuk
menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi akan digunakan formula berikut:
g=

GDP

GDP

GDP

x 100

Setiap unsur dalam persamaan tersebut dinyatakan di bawah ini:
g
GDP1
GDP0

= tingat (persentase) pertumbuhan ekonomi
= pendapatan nasional riil pada suatu tahun (tahun 1)
= pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (tahun 0)

7
 

Model pertumbuhan Neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil
yang terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika
keduanya di analisis secara terpisah, sedangkan jika keduanya di analisis secara
bersamaan atau sekaligus, Solow memakai asumsi skala hasil tetap (constant
return to scale). Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk
menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya
pertumbuhan itu sendiri oleh Solow diasumsikan bersifat eksogen yang
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Model pertumbuhan Neoklasik Solow
menggunakan fungsi produksi agregat standar, yaitu:
Y = AeμtKαL1-α
Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal
manusia, L adalah tenaga kerja non terampil, A adalah suatu konstanta yang
merefleksikan tingkat teknologi dasar, sedangkan eμ melambangkan konstanta
tingkat kemajuan teknologi. Adapun simbol α melambangkan elastisitas output
terhadap modal (atau persentase kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen
penambahan modal fisik dan modal manusia). Hal itu biasanya dihitung secara
statistik sebagai pangsa modal dalam total pendapatan nasional suatu negara.
Karena α diasumsikan kurang dari 1 dan modal swasta diasumsikan dibayar
berdasarkan produk marjinalnya sehingga tidak ada ekonomi eksternal, maka
formulasi teori pertumbuhan Neoklasik ini memunculkan skala hasil modal dan
tenaga kerja yang terus berkurang (diminishing returns). Menurut model
pertumbuhan ini, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari
tiga faktor yaitu kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui
pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal
(melalui tabungan dan investasi), serta penyempurnaan teknologi (Todaro 2006).
Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan
perubahan. Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada
suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang
berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga diukur dari perubahan lain yang berlaku
dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,
perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam
infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran
masyarakat (Sukirno 2006).
Pendapatan per kapita selalu digunakan untuk menggambarkan taraf
pembangunan ekonomi yang dicapai berbagai daerah dan tingkat
perkembangannya dari tahun ke tahun. Pengertian pendapatan per kapita itu
sendiri adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah
tersebut untuk tahun yang sama (Tarigan 2005).

Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Pendapatan penduduk sering tidak merata, pendapatan penduduk dikatakan
merata apabila pendapatan terbagikan secara merata kepada seluruh penduduk di
wilayah tersebut. Sebaliknya apabila pendapatan regional terbagi secara tidak


 

merata (ada yang kecil, sedang, dan besar) dikatakan wilayah tersebut terjadi
ketimpangan dalam distribusi pendapatannya.
Teori ketimpangan distribusi pendapatan dapat dikatakan dimulai dari
munculnya suatu hipotesis yang terkenal yaitu Hipotesis U terbalik (inverted U
curve) oleh Simon Kuznets tahun 1955. Kuznets berpendapat bahwa mula-mula
ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan per kapita akan makin tidak
merata, namun setelah mencapai suatu tingkat ketimpangan pendapatan tertinggi
dari indeks gini, distribusi pendapatan makin merata. Kurva Kuznets dapat
dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari
perluasan sektor modern.
Koefisien Gini

Pendapatan Nasional Bruto Per Kapita
Gambar 1 Kurva Kuznets “U-Terbalik”
Sumber: Todaro, 2006.

Menurut Todaro (2006), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang
merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan
berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan
antardaerah, tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh
setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut, baik itu golongan masyarakat
maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan
yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda,
sedangkan besar kecilnya perbedaan tersebut akan menentukan tingkat
pemerataan pendapatan (ketimpangan pendapatan) daerah tersebut. Oleh karena
itu, ketimpangan pendapatan ini tergantung dari besar kecilnya perbedaan jumlah
pendapatan yang diterima oleh penerima pendapatan.
Timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi
penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antarwilayah tertentu
dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai PDRB per
kapitanya. Ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang
baru memulai pembangunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi
tingkat pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya
rendah. Keadaan ini diilustrasikan, bahwa negara-negara maju secara keseluruhan
memerlihatkan pembagian pendapatan yang lebih merata dibandingkan dengan
negara-negara dunia ketiga yakni negara-negara yang tergolong sedang
berkembang.

9
 

Teori Ekonomi Basis
Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi
dua sektor utama, yaitu sektor ekonomi basis dan sektor ekonomi nonbasis. Sektor
ekonomi basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga
kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Di
samping barang, jasa, dan tenaga kerja, ekspor sektor ekonomi basis dapat juga
berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah tersebut terhadap barangbarang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat wisata, peninggalan sejarah,
museum dan sebagainya. Adapun sektor ekonomi nonbasis adalah sektor yang
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat
tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor
barang, jasa, maupun tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah
pasar sektor nonbasis hanya bersifat lokal (Glasson dalam Priyarsono et al. 2007).
Konsep ekonomi basis berguna untuk menganalisis dan memprediksi
perubahan dalam perekonomian regional. Selain itu konsep ekonomi basis juga
dapat digunakan untuk mengetahui suatu sektor pembangunan ekonomi dan
kegiatan basis, yang dapat melayani pasar ekspor. Pengertian sektor ekonomi
basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk
perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun
nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan
unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan
negara lain. Suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan di lingkup
nasional apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang
sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik (Wijaya
2001).
Menurut Tarigan 2005, metode untuk memilah kegiatan basis dan kegiatan
nonbasis adalah sebagai berikut: a) Metode langsung. Metode langsung dilakukan
dengan survei langsung kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang
yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk
menghasilkan produk tersebut. Kelemahan metode ini yaitu: pertanyaan yang
berhubungan dengan pendapatan data akuratnya sulit diperoleh, dalam kegiatan
usaha sering tercampur kegiatan basis dan nonbasis. b) Metode tidak langsung.
Metode ini dipakai karena rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari sudut
waktu dan biaya. Metode ini menggunakan asumsi, kegiatan tertentu diasumsikan
sebagai kegiatan basis dan kegiatan lain yang bukan dikategorikan basis adalah
otomatis menjadi kegiatan basis.
Metode terakhir adalah metode campuran. Metode ini dipakai pada suatu
wilayah yang sudah berkembang, cukup banyak usaha yang tercampur antara
kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Apabila dipakai metode asumsi murni maka
akan memberikan kesalahan yang besar, jika dipakai metode langsung yang murni
maka akan cukup berat. Kebanyakan orang lebih memilih melakukan gabungan
antara metode langsung dan metode tidak langsung yang disebut metode
campuran. Pelaksanaan metode campuran dengan melakukan survei pendahuluan
yaitu pengumpulan data sekunder, kemudian di analisis mana kegiatan basis dan
nonbasis. Asumsinya apabila 70 persen atau lebih produknya diperkirakan dijual
ke luar wilayah maka maka kegiatan itu langsung dianggap basis. Sebaliknya
apabila 70 persen atau lebih produknya dipasarkan di tingkat lokal maka langsung

10 
 

dianggap nonbasis. Apabila porsi basis dan nonbasis tidak begitu kontras maka
porsi itu harus ditaksir. Untuk menentukan porsi tersebut harus dilakukan survei
lagi dan harus ditentukan sektor mana yang surveinya cukup dengan pengumpulan
data sekunder dan sektor mana yang membutuhkan sampling pengumpulan data
langsung dari pelaku usaha.
Priyarsono et al. ( 2007) mengemukakan bahwa metode terakhir yang lazim
digunakan dalam studi empirik yaitu metode LQ (Loqation Quotient). Metode LQ
membandingkan antara pendapatan (tenagakerja) di sektor i pada daerah bawah
terhadap pendapatan (tenagakerja) total semua sektor di daerah bawah dengan
pendapatan (tenagakerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan
(tenagakerja) semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis nilai LQ dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
 

/
/

Dimana:
= pendapatan (tenagakerja) sektor i pada daerah bawah
Sib
Sb
= pendapatan (tenagakerja) total semua sektor daerah bawah
= pendapatan (tenagakerja) sektor i pada daerah atas
Sia
Sa
= pendapatan (tenagakerja) total semua sektor pada daerah atas
Jika hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menghasilkan
nilai LQ>1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang lebih
dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan (tenagakerja) pada
sektor i di daerah bawah lebih besar dibanding daerah atasnya dan output pada
sektor i lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, apabila nilai LQ1).
Masrukhin (2009) mengidentifikasi konvergensi dan ketimpangan
pendapatan di Jawa Barat tahun 2000-2007. Berdasarkan hasil estimasi, tingkat
konvergensi bersyarat yang terjadi sebesar – 0.933 < 0 hal ini berarti pendapatan
antarkabupaten/kota cenderung konvergen (makin merata) atau daerah miskin

11
 

tumbuh lebih cepat dari daerah kaya. Hasil analisis data panel dengan
menggunakan software EViews 6 menunjukkan bahwa PDRB kabupaten/kota di
Jawa Barat dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh PAD, PDRB per
pekerja, pengeluaran pembangunan pemerintah kabupaten/kota, persentase
penduduk yang tamat SMA dan dipengaruhi secara negatif oleh pangsa sektor
pertanian terhadap PDRB.
Mardiana (2012) mengidentifikasi trend dan tingkat ketimpangan ekonomi
antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi Jawa Timur menggunakan Indeks
Williamson, kemudian mengidentifikasi daerah relatif tertinggal dan memacu
pertumbuhan ekonomi agar dapat mengurangi ketimpangan antar wilayah
menggunakan alat analisis Klassen Typology, serta menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah miskin agar dapat
mengejar ketertinggalan dengan menggunakan metode data panel.
Hasil perhitungan tingkat ketimpangan di Provinsi Jawa Timur termasuk
taraf tinggi karena nilainya antara 0.52-0.58. Berdasarkan Klassen Typology
terdapat enam kabupaten/kota yang masuk daerah maju dan pertumbuhan cepat,
sembilan kabupaten/kota yang masuk dalam daerah berkembang cepat, dua
kabupaten/kota masuk daerah maju tapi tertekan, dan 21 kabupaten/kota masuk
daerah relatif tertinggal. Berdasarkan analisis regresi data panel mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah relatif tertinggal,
kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, jumlah pekerja, tabungan dan anggaran
pembangunan signifikan berpengaruh terhadap laju PDRB di daerah relatif
tertinggal.
Retnosari (2006) juga melakukan penelitian tentang ketimpangan tetapi
studi kasusnya Provinsi Jawa Barat yang menganalisa pengaruh ketimpangan
distribusi pendapatan yang diukur dengan rasio gini terhadap pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Barat pada kurun waktu 1992-2004 serta menganalisa
pengaruh variabel lain terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi Jawa Barat
berpengaruh negatif yang signifikan, investasi dalam negeri periode sebelumnya
berpengaruh positif yang signifikan, investasi luar negeri periode sebelumnya
berpengaruh negatif yang tidak signifikan, pengeluaran pemerintah Jawa Barat
berpengaruh positif yang signifikan, ketimpangan distribusi pendapatan penduduk
Jawa Barat berpengaruh positif yang signifikan, dummy otonomi daerah
berpengaruh positif yang signifikan, dan dummy krisis ekonomi berpengaruh
negatif yang signifikan.
Purnamasyari (2010) melakukan penelitian dengan studi kasus yang sama
yaitu Provinsi Jawa Barat. Penelitiannya mengukur tingkat kesenjangan
pendapatan serta menganalisa trend kesenjangan yang terjadi antar
kabupaten/kota dengan menggunakan Indeks Williamson, kemudian menganalisis
konvergensi pendapatan agar dapat diketahui kecenderungan pola pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota menggunakan alat analisis data panel dan Klassen
Typology , dan mengestimasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota menggunakan analisis data
panel.
Hasil perhitungan yang diperoleh selama periode analisis adalah sebagai
berikut: berdasarkan Indeks Ketimpangan Williamson pada periode pengamatan
tahun 2001-2008 kesenjangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat

12 
 

tergolong dalam kesenjangan taraf tinggi dengan nilai indeks ketimpangan antara
0.61 sampai 0.69.
Berdasarkan analisis konvergensi mutlak, terjadi kecenderungan
konvergensi dimana daerah miskin memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari
daerah kaya begitupun berdasarkan analisis konvergensi bersyarat, terjadi
kecenderungan konvergensi setelah variabel kesehatan dimasukkan ke dalam
analisis, dengan pengaruhnya berbanding lurus terhadap pertumbuhan pendapatan
per kapita. Berdasarkan Klassen Typology, selama periode analisis kondisi terbaik
terjadi pada tahun 2002 dengan kabupaten/kota yang termasuk daerah maju dan
pertumbuhan cepat sebanyak 18.18 persen dari jumlah total kabupaten/kota.
Kondisi terburuk terjadi pada tahun 2007 dengan kabupaten/kota yang termasuk
daerah kurang berkembang sebanyak 63.64 persen dari jumlah total
kabupaten/kota di Jawa Barat. Berdasarkan analisis regresi data panel, jumlah
penduduk berpengaruh positif secara signifikan terhadap PDRB, pangsa sektor
pertanian terhadap PDRB dan pangsa sektor industri terhadap PDRB berpengaruh
negatif secara signifikan terhadap PDRB. Variabel indeks pendidikan dan indeks
kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu: menggunakan
metode LQ dan Indeks Williamson tidak hanya untuk mengetahui sektor basis dan
mengetahui adanya ketimpangan pendapatan. Penelitian ini menyempurnakan
penelitian sebelumnya yaitu mengetahui peran dari sektor basis yang sudah
diketahui melalui metode LQ serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan sektor basis yang paling berperan dengan menggunakan metode
regresi data panel.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan metode analisis
regresi data panel untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan analisis data panel untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor ekonomi basis
yang paling berperan mengurangi ketimpangan pendapatan di Jawa Tengah.
Penelitian ini juga menambahkan Indeks Atkinson yang digunakan untuk
mengetahui besarnya kesejahteraan yang hilang akibat adanya ketimpangan
pendapatan. Kemudian penelitian ini juga menggunakan data yang menyertakan
sektor migas. Hal- hal di atas yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya.

Kerangka Pemikiran
Kondisi perekonomian Provinsi Jawa Tengah disinyalir masih jauh dari kata
sempurna, masih terdapat beberapa masalah yang menyangkut perekonomian di
Provinsi Jawa Tengah. Salah satu masalah yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah
menyangkut pembangunan ekonomi daerah yang belum merata, sehingga
menimbulkan ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Tengah.
Ketimpangan pendapatan yang ada tampak pada belum meratanya PDRB per
kapita antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Besarnya ketimpangan
pendapatan yang terjadi dengan menggunakan perhitungan Indeks Williamson.
Adanya ketimpangan tersebut menyebabkan terdapatnya kesejahteraan sosial yang
hilang sehingga dapat dihitung besarnya kesejahteraan yang hilang tersebut.

13
 

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada
pertumbuhan dan pemerataan maka penting suatu daerah untuk mengetahui sektor
lokal yang potensial atau sektor ekonomi basis pada daerah tersebut yang
ditujukan untuk mengurangi adanya ketimpangan pendapatan pada daerah
tersebut. Untuk dapat mengetahui sektor-sektor ekonomi yang potensial di
Provinsi Jawa Tengah, maka dilakukan analisis dengan menggunakan Location
Quotient. Perlu untuk mengetahui peran dari sektor ekonomi basis yang sudah ada
untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dengan cara mengitung ketimpangan
pendapatan dengan menggunakan Indeks Williamson tanpa memasukkan nilai
PDRB masing-masing sektor ekonomi basis dalam perhitungan tersebut. Nilai
Indeks Williamson yang diperoleh akan dibandingkan dengan besarnya nilai
Indeks Williamson yang memasukkan nilai PDRB sektor ekonomi basis.
Sektor ekonomi basis yang berperan dalam mengurangi ketimpangan
pendapatan dapat dilihat pada indeks ketimpangan yang tidak memasukkan PDRB
sektor ekonomi basis menunjukkan nilai yang lebih besar dari indeks ketimpangan
dengan memasukkan PDRB sektor basis. Dari sektor-sektor ekonomi basis yang
sudah didapat melalui Location Qoetient dan sudah dianalisis peranan dari sektorsektor ekonomi basis tersebut, sehingga akan terlihat satu sektor basis yang
mempunyai peranan paling besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan.
Sektor ekonomi basis yang mempunyai peranan paling besar tersebut akan di
analisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan sektor tersebut
dengan menggunakan regresi data panel. Diharapkan agar sektor tersebut semakin
tumbuh dan terus berperan dalam mengurangi ketimpangan pendapatan. Diagram
alir kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Kondisi Perekonomian
Jawa Tengah

Indeks
Williamson

Analisis Ketimpangan
Pendapatan

Indeks
Atkinson

Analisis Social
Welfare Loss

Keterangan :

Location
Quotient

Peran Sektor
Ekonomi Basis
terhadap
Ketimpangan

IW
tanpa
dan
dengan
basis

Analisis Faktor-faktor
yang Memengaruhi
Pertumbuhan Sektor
Ekonomi Basis

Regresi
Data
Panel

Alur Penelitian
Metode Analisis
Gambar 2 Diagram alir kerangka pemikiran

14 
 

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan merupakan dugaan tanda koefisien variabelvariabel bebas terhadap variabel terikatnya. Dalam analisis faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, hipotesis yang digunakan
adalah:
1. Luas panen tanaman bahan makanan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi sektor pertanian.
2. Luas lahan teririgasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor
pertanian.
3. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor
pertanian.
4. Jumlah tenaga kerja sektor pertanian berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi sektor pertanian.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode
tahun 2005-2012 yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Tengah. Kabupaten dan kota yang dianalisis berjumlah 35, terdiri dari 29
kabupaten dan enam kota. Data yang diperlukan meliputi: (1) Jumlah penduduk
per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, (2) PDB per sektor di Indonesia, (3)
PDRB per sektor di Provinsi Jawa Tengah, (4) PDRB per sektor masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Data lain yang digunakan adalah (5) jumlah tenaga kerja sektor pertanian
tahun 2008-2012, (6) luas panen tanaman bahan makanan tahun 2008-2012, (7)
luas lahan teririgasi tahun 2008-2012, (8) PDRB sektor pertanian masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012.
Sumber data tersebut diperoleh dari: BPS Pusat, BPS Provinsi Jawa Tengah,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, jurnal, buku, dan literatur lainnya
yang mendukung.
Metode Analisis Data
Analisis Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dapat diketahui
menggunakan Indeks Williamson dengan rumusan sebagai berikut:


 .  

15
 

Dimana:

IW
Yi
fi
n

= Indeks Williamson
= PDRB per kapita di kabupaten i
= PDRB per kapita rata-rata di Provinsi Jawa Tengah
= Jumlah penduduk di kabupaten i
= Jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah

Apabila Indeks Williamson semakin mendekati nol maka menunjukkan
ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang
semakin kecil, sebaliknya apabila angka Indeks Williamson menunjukkan
semakin jauh dari nol maka menunjukkan ketimpangan pendapatan
antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang semakin melebar.
Terdapat kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ketimpangan
berada pada taraf rendah, sedang, atau tinggi. Menurut Oshima dalam Soetopo
2009, kriteria tersebut sebagai berikut:
a. Ketimpangan taraf rendah apabila indeks ketimpangan kurang dari 0.35.
b. Ketimpangan taraf sedang apabila indeks ketimpangan antara 0.35-0.5.
c. Ketimpangan taraf tinggi apabila indeks ketimpangan lebih dari 0.5.

Analisis Dampak Social Welfare Loss
Anthony Barnes Atkinson adalah ekonom Inggris yang mengembangkan
ukuran ketimpangan pendapatan yaitu Indeks Atkinson. Ukuran ini mampu
menangkap perubahan atau pergerakan pada segmen-segmen yang berbeda dari
distribusi pendapatan. Indeks Atkinson menjadi lebih sensitif untuk berubah
ketika mencapai nilai mendekati satu. Sebaliknya, ketika mendekati nol Indeks
Atkinson menunjukkan bahwa lebih sensitif ke perubahan batas atas distribusi
pendapatan. Penghitungan indeks Atkinson dimulai dengan konsep EDE (Equally
Distributed Equivalent). EDE adalah level pendapatan dimana jika pendapatan
tersebut dihasilkan oleh setiap individu dalam distribusi pendapatan, maka semua
individu tersebut dimungkinkan un