Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pedapatan Antar Daerah di Provinsi Sumatera Utara
PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI
KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
SYARI SYAFRINA
110304110
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AG
RIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI
KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
SYARI SYAFRINA
110304110
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D.) (Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.) NIP : 1967 0303 1998 022001 NIP : 1973 1011 1999 032002
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi
PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI
KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, M.Si., Pd.D. dan Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui besarnya ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara, (2) menganalisis kontribusi Sektor Pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara, (3) untuk menganalisis keterkaitan Sektor Pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara, (4) untuk menganalisis peranan Sektor Pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013.
Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode deskriptif berdasarkan coefficient of variation oleh Williamson (CVw), analisis Shift-Share, analisis keterkaitan, serapan tenaga kerja di Sektor Pertanian, nilai tambah produk pertanian dan nilai ekspor komoditi pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) ketimpangan yang terjadi antar daerah di Provinsi Sumatera Utara berada pada level sedang dengan rata-rata Indeks Ketimpangan Williamson 0,474. (b) Sektor Pertanian Sumatera Utara berperan dalam mengurangi tingkat ketimpangan antar daerah di Sumatera Utara sebesar 32,23 persen per tahun. Sejak tahun 2008-2013 Sektor Pertanian menjadi sektor dengan kenaikan PDRB paling besar sebesar 7,07 triliyun rupiah, mengalami pertumbuhan paling cepat diantara sembilan sektor lain, memiliki daya saing paling baik, dan merupakan sektor dengan laju pertumbuhan PDRB paling besar. (c) Sektor Pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang rendah. Dari enam belas subsektor pertanian hanya sub sektor unggas dan peternakan lainnya yang memiliki daya penyebaran yang tinggi. Empat sub sektor yang memiliki derajat kepekaan yang tinggi adalah kehutanan, padi, karet dan kelapa sawit. (d) Sektor Pertanian dapat mengurangi tingkat ketimpangan karena merupakan penyerap tenaga kerja paling besar dan nilai tambah terbesar yaitu 42,5 dan 70,05 persen setiap tahun, serta merupakan sektor pengekspor terbesar kedua.
Kata Kunci: Ketimpangan Pendapatan, Indeks Williamson, PDRB/Kapita, Peranan Sektor Pertanian
(4)
ABSTRACT
SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) with title of skripsi ROLE OF AGRICULURE SECTOR IN REDUCING INCOME DISPARITY BETWEEN REGIONS IN NORTH SUMATERA PROVINCE. This researh is lead by Ir. Diana Chalil, M.Si., Pd.D. and Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.
The purpose of this study are to (1) know the level of income disparity between regions of North Sumatera, (2) analyze the contribute of agriculture fo economic of North Sumatera, (3) analyze the linkage of agriculture to other sectors in North Sumatera, (4) analyze role of agriculture sector in reducing income disparity between regions of North Sumatera.
The used methods are descriptive analysis based on coeffiicient of variation by Williamson (CVw), Shift-Share analysis, linkage analysis, employment absorbtion in agriculture, value added of agricultur product and export of agriculture commodity.
The results of this study show that (a) the disparity that happened between regions in North Sumatera Province is in medium level with the average index of Williamson disparity 0,474 (b) Agriculture sector of North Sumatera plays role in reducing disparity level between regions in North Sumatera as 32,23 percent in a year. Since 2008-2013 agriculture has became the biggest increasing PDRB as 7,07 billion rupiahs, had the fastest growth in nine sectors, had the best competent sector, and been the biggest growth rate of PDRB. (c) Agriculture sector has low backward and forward linkage. In sixteen subsectors of agriculture, only poultry and other livestock has the high backward linkage. Four subsectors have the high forward linkage are foresty, paddy, rubber, and palm oil. (d) Agriculture sector can reduce income disparity because as the biggest employment absorbtion and the biggest vallue added namely 42,5 and 70,05 percent in every year, and as the second biggest sector exportir.
Key Words: Income Disparity, Williamson Index, PDRB/Capita, The Role of Agriculture
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah AWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI
PROVINSI SUMATERA UTARA.”.
Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:
1. Ayahanda tercinta Syafaruddin dan Ibunda tercinta Arbiyati, saudara tersayang Fahrizal, Am.d, Sari Rahmadani, S.KM dan M. Zaky Abdillah yang telah memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang, serta dukungan baik moril maupun materil bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara. Sekali lagi teruntuk Ayahanda dan Ibunda, tiada kata yang mampu mewakilkan ucapan terima kasih Ananda atas doa, perjuangan dan pengorbanan yang tiada henti-hentinya selama ini. 2. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D.sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu
Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
(6)
3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M. Si dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua dan sekretaris program studi Agribisnis FP USU.
4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Agribisnis FP USU.
5. Sahabat-sahabat luar biasa saya, Rano Fadli, S.Kep., Laila Ulfa, S.Sos., dan Zul Salasa, S.KM.
6. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada saya selama penyelesaian skripsi ini.
7. Keluarga Komisariat HMI FP USU yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa serta pengalaman dan rasa kekeluargaan selama saya dikampus.
8. Seluruh angakatan 2011 Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara khususnya Ade Rezkika Nasution, S.P., Dwi Utari, S.P., Risa Januarti, S.P., Ade Silvana Sari, S.P., Annisa Azzahra, S.P., Maya Anggraini, S.P., Denti Juli Irawati, S.P., Yuli Hariani Siregar, S.P., M. Sidik Pramono, S.P., Sri Ayu Saragih, S.P., M.Idris Alfath, S.P.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2015
(7)
RIWAYAT HIDUP
SYARI SYAFRINA, dilahirkan di Tanjungbalai pada tanggal 08 Agustus 1993 dari Ayahanda Syafaruddin dan Ibunda Arbiyati. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Bayangkara Tanjungbalai tahun 1999, SD Negeri 132407 Tanjungbalai tahun 2005, SMP Negeri 1 Tanjungbalai tahun 2008 dan SMA Negeri 1 Tanjungbalai tahun 2011. Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universetas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama Reguler.
Penulis selama menjadi mahasiswi di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti HMI Koms FP-USU (Himpunan Mahasiswa Islam Koms FP USU) dan SGC USU (Smart Generation Community USU).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat pada bulan Agustus hingga September 2014. Penulis melaksanakan penelitian skripsi di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Wilayah ... 5
2.2 Ketimpangan... 6
2.3 Pengukuran Ketimpangan ... 8
2.4 Kontribusi Pertanian ... 10
2.5 Analisis Keterkaitan ... 12
2.6 Analisis Shift-Share... 13
2.7 Produk Domestik Regional Bruto ... 14
2.8 Landasan Teori ... 18
2.8.1 Ketimpangan Pendapatan Daerah ... 18
2.8.2 Kontribusi Sektor Pertanian ...19
2.9 Penelitian Terdahulu ... 20
2.10 Kerangka Pemikiran... 22
2.11 Hipotesis Penelitian... 24
III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Lokasi Penelitian dan Pengumpulan Data ... 25
3.2 Metode Analisis Data ... 25
3.3 Definisi dan Batasan Operasional ... 31
3.3.1 Definisi ... 31
3.3.2 Batasan Operasional ... 32
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Topografi dan Iklim 33 4.1.1 Letak Topografi ... 33
(9)
4.1.2 Iklim... 34
4.2 Keadaan Penduduk ... 35
4.3 Sektor Pertanian ... 37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Sumatera Utara .... 42
5.2 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Sumatera Utara ... 45
5.3 Keterkaitan Sektor Pertanian terhadap Sektor Lain di Sumatera Utara ... 46
5.4 Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Antar Daerah Sumatera Utara ... 50
5.4.1 Penyerapan Tenaga Kerja ... 50
5.4.2 Nilai Tambah Produk Pertanian ... 52
5.4.3 Ekspor Pertanian ... 53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 57
6.2 Saran... 57
DAFTAR PUSTAKA
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Hal
5.1 Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Sumatera Utara Tahun 2008-2013
42
5.2
Hasil Perhitungan Shift-Share PDRB Sektor-Sektor Ekonomi Sumatera Utara Tahun 2008-2013 (Milyar Rupiah)44
5.3 SubSektor Pertanian Menurut Daya Penyebaran (Backward Linkage) Tahun 2003
46
5.4 SubSektor Pertanian Menurut Derajat Kepekaan (Forward Linkage) Tahun 2003
47
5.5 Tenaga Kerja Sektor Pertanian 49
5.6 Nilai Tambah Produk Pertanian 51
5.7 Ekspor Sektor Pertanian Sumatera Utara Tahun 2008-2013 53 5.8 Berat Bersih Ekspor Sektor Pertanian Menurut Negara Tujuan
Tahun 2008-2013 (Ton)
53
5.9 Nilai FOB/Ton Ekspor Sektor Pertanian Menurut Negara Tujuan Tahun 2008-2013 (000USS)
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Hal
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Keterangan
1.1 PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2008-2013 (Rupiah)
1.2 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2008-2013 (Persen)
3.1 Ketimpangan PDRB Per Kapita dan Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB di 33 Provinsi Indonesia
3.2 PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2002-2007 (Rupiah)
3.3 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2002-2007 (Persen)
5.1 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2008 5.2 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2008 5.3 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2009 5.4 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2010 5.5 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2012 5.6 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2013
5.7 Laju Pertumbuhan PDRB/Kapita Kabupaten/Kota Sumatera Utara (Persen)
5.8 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2008
5.9 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2009
5.10 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2010
5.11 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2011
(13)
Sumatera Utara 2012
5.13 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2013
5.14 Perhitungan Shift-Share Sumatera Utara Tahun 2008-2013 5.15 Produksi dan Ekspor Komoditi Kelapa Sawit Sumatera Utara
2008-2013 (Ton)
5.16 Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera Utara Menurut Subsektor Tahun 2008-2013 (Persen)
(14)
ABSTRAK
SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi
PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI
KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, M.Si., Pd.D. dan Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui besarnya ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara, (2) menganalisis kontribusi Sektor Pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara, (3) untuk menganalisis keterkaitan Sektor Pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara, (4) untuk menganalisis peranan Sektor Pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013.
Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode deskriptif berdasarkan coefficient of variation oleh Williamson (CVw), analisis Shift-Share, analisis keterkaitan, serapan tenaga kerja di Sektor Pertanian, nilai tambah produk pertanian dan nilai ekspor komoditi pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) ketimpangan yang terjadi antar daerah di Provinsi Sumatera Utara berada pada level sedang dengan rata-rata Indeks Ketimpangan Williamson 0,474. (b) Sektor Pertanian Sumatera Utara berperan dalam mengurangi tingkat ketimpangan antar daerah di Sumatera Utara sebesar 32,23 persen per tahun. Sejak tahun 2008-2013 Sektor Pertanian menjadi sektor dengan kenaikan PDRB paling besar sebesar 7,07 triliyun rupiah, mengalami pertumbuhan paling cepat diantara sembilan sektor lain, memiliki daya saing paling baik, dan merupakan sektor dengan laju pertumbuhan PDRB paling besar. (c) Sektor Pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang rendah. Dari enam belas subsektor pertanian hanya sub sektor unggas dan peternakan lainnya yang memiliki daya penyebaran yang tinggi. Empat sub sektor yang memiliki derajat kepekaan yang tinggi adalah kehutanan, padi, karet dan kelapa sawit. (d) Sektor Pertanian dapat mengurangi tingkat ketimpangan karena merupakan penyerap tenaga kerja paling besar dan nilai tambah terbesar yaitu 42,5 dan 70,05 persen setiap tahun, serta merupakan sektor pengekspor terbesar kedua.
Kata Kunci: Ketimpangan Pendapatan, Indeks Williamson, PDRB/Kapita, Peranan Sektor Pertanian
(15)
ABSTRACT
SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) with title of skripsi ROLE OF AGRICULURE SECTOR IN REDUCING INCOME DISPARITY BETWEEN REGIONS IN NORTH SUMATERA PROVINCE. This researh is lead by Ir. Diana Chalil, M.Si., Pd.D. and Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.
The purpose of this study are to (1) know the level of income disparity between regions of North Sumatera, (2) analyze the contribute of agriculture fo economic of North Sumatera, (3) analyze the linkage of agriculture to other sectors in North Sumatera, (4) analyze role of agriculture sector in reducing income disparity between regions of North Sumatera.
The used methods are descriptive analysis based on coeffiicient of variation by Williamson (CVw), Shift-Share analysis, linkage analysis, employment absorbtion in agriculture, value added of agricultur product and export of agriculture commodity.
The results of this study show that (a) the disparity that happened between regions in North Sumatera Province is in medium level with the average index of Williamson disparity 0,474 (b) Agriculture sector of North Sumatera plays role in reducing disparity level between regions in North Sumatera as 32,23 percent in a year. Since 2008-2013 agriculture has became the biggest increasing PDRB as 7,07 billion rupiahs, had the fastest growth in nine sectors, had the best competent sector, and been the biggest growth rate of PDRB. (c) Agriculture sector has low backward and forward linkage. In sixteen subsectors of agriculture, only poultry and other livestock has the high backward linkage. Four subsectors have the high forward linkage are foresty, paddy, rubber, and palm oil. (d) Agriculture sector can reduce income disparity because as the biggest employment absorbtion and the biggest vallue added namely 42,5 and 70,05 percent in every year, and as the second biggest sector exportir.
Key Words: Income Disparity, Williamson Index, PDRB/Capita, The Role of Agriculture
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan memiliki tujuan untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik dengan membawa rakyat ke arah yang lebih sejahtera. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2003). Namun ketimpangan pembangunan antar pusat dan wilayah atau wilayah dengan wilayah lainnya merupakan fenomena lama yang selalu ada. Hal ini disebabkan oleh faktor sumberdaya manusia, investasi, bantuan pembangunan dan perbedaan awal pelaksanaan pembangunan. Secara umum yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah pertambahan penduduk yang tinggi tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, ketidakmerataan pembangunan antar wilayah, capital intensive sehingga pengangguran bertambah, kebijakan industri substitusi impor, memburuknya nilai tukar dan menurunnya industri-industri kerajinan rakyat (Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (2004)).
Salah satu sektor penting dalam rangka mengurangi ketimpangan pendapatan adalah sektor pertanian. Hal ini didasarkan atas keadaan alam Indonesia yang agraris dan sektor pertanian masih sebagai sektor penyerap tenaga kerja paling besar yaitu 34,36% (BPS Indonesia, 2014).
(17)
Khusus di Sumatera Utara, ketimpangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita terlihat jelas pada tahun 2008-2013. Selisih masing-masing PDRB per kapita antara daerah yang PDRB per kapitanya paling tinggi (Kabupaten Batubara) dengan daerah yang PDRB per kapitanya paling rendah (Kabupaten Nias Barat) adalah 6,4 kali pada tahun 2008, 6,2 kali pada tahun 2009, 6,3 kali pada tahun 2010, 6,2 kali pada tahun 2011, 6,1 pada tahun 2012 dan 5,9 kali pada tahun 2013 (Lampiran 1.1). Selisih ini menunjukkan angka yang berfluktuatif dan cenderung menurun seiring dengan kecenderungan peningkatan kontribusi pertanian tahun 2008-2013 terhadap PDRB kedua daerah tersebut. Kontribusi pertanian di Kabupaten Batubara pada tahun 2008-2013 adalah 15,31%, 15,44%, 15,51%, 15,64%, 15,84% dan 15,69% sedangkan kontribusi pertanian di Kabupaten Nias Barat tahun 2008-2013 adalah 68,41%, 68,59%, 68,65%, 68,71%, 68,65% dan 68,91% (Lampiran 1.2). Keadaan ini menunjukkan bahwa saat kontribusi pertanian terhadap PDRB daerah meningkat maka ketimpangan menurun.
Dari uraian permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peran pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013 dengan membandingkan angka indeks ketimpangan tanpa dan adanya sektor pertanian serta dengan menggunakan data penyerapan tenaga kerja, nilai tambah produk pertanian dan kegiatan ekspor komoditi pertanian.
(18)
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan dua masalah penelitian, yaitu:
1. Berapa besar tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013?
2. Bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara tahun 2008-2013?
3. Bagaimana keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara?
4. Bagaimana peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui berapa tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013.
2. Untuk menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara tahun 2008-2013.
3. Untuk menganalisis keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara.
4. Untuk menganalisis peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013.
(19)
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambil kebijakan mengenai tingkat ketimpangan pendapatan di daerah Sumatera Utara dan peranan sektor pertanian dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambil kebijakan mengenai kontribusi pertanian dalam perekonomian Sumatera Utara.
3. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambil kebijakan mengenai keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara.
4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Wilayah
Konsep pengembangan wilayah menyatakan bahwa dalam suatu wilayah atau daerah yang cukup luas hanya terdapat beberapa titik-titik pertumbuhan (growth centre), di mana industri berada pada suatu kelompok daerah tertentu sehingga menyebabkan timbulnya daerah pusat dan daerah belakang (hinterland). Untuk mengurangi ketimpangan ini perlu memperbanyak titik-titik pertumbuhan baru (Hirschman (1958) dalam Arsyad (2004)).
Anwar (1996) mengemukakan bahwa tujuan pembangunan wilayah seharusnya diarahkan untuk mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability).
1. Pertumbuhan (growth)
Pertumbuhan ditentukan sampai dimana kelangkaan sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia (human capital), peralatan (man made resource) dan sumber daya alam (natural resource) dapat dialokasikan secara maksimal dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan yang produktif. Semakin tinggi tingkat sumber daya manusia yang dicerminkan dalam penguasaan teknologi, maka semakin tinggi pula kemampuan untuk mengelolan sumber daya alam yang tersedia untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan yang maksimal lebih didominasi oleh unsur teknologi.
(21)
2. Pemerataan (equity)
Pengaturan atau pengalokasian manfaat dari hasil pembangunan harus fair dan merata sehingga setiap anggota masyarakat yang terlibat akan memperoleh pembagian yang adil dalam menikmati hasil-hasil pembangunan. 3. Keberlanjutan (sustainability)
Pembangunan wilayah harus memenuhi syarat bahwa penggunaan sumber daya baik yang diperoleh melalui sistem pasar atau di luar sistem pasar harus tidak melebihi kapasitas kemampuan produksi.
2.2 Ketimpangan
Ketimpangan pendapatan merupakan perbedaan pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah yang dipengaruhi oleh tingkat produktivitasnya. Ketimpangan pendapatan merupakan masalah yang terjadi jika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan pendapatan yang terjadi menunjukkan bahwa pendapatan rendah dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai property rights (Glaeser, 2006).
Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan akibat langsung dari ketimpangan pelaksanaan pembangunan ekonomi. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pembangunan ekonomi merupakan salah satu masalah pokok dalam pembangunan (Tarmidzi, 2013).
Timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah tertentu
(22)
dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang diterimanya pula. Ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang baru memulai pembangunan sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangan rendah (Todaro dan Smith, 2003).
Menurut Myrdal (1957), terdapat dua bentuk pengaruh perpindahan dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar yang dapat mengakibatkan ketimpangan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengaruh yang menguntungkan (favourable effects) bagi wilayah di sekitar sentra-sentra ekspansi ekonomi ke wilayah lainnya, yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi dari pusat pertumbuhan ke wilayah sekitar. Aliran ini yang oleh Myrdal disebut spread effects, akan memberikan rangsangan bagi tumbuhnya inti/pusat pertumbuhan baru di wilayah sekitar/pinggiran. 2. Pengaruh yang kurang menguntungkan (unfavourable effects) bagi kegiatan
ekonomi wilayah terbelakang tempat asal tenaga kerja, yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar/pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan mereka untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti. Myrdal menyebutnya backwash effects.
Kuznets (1954) meneliti kesenjangan antar daerah dan menemukan pola U terbalik menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata per kapita pada awal perkembangan negara masih rendah dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik maka kesenjangan juga meningkat. Kemudian ketika
(23)
pendapatan rata-rata naik lebih tinggi maka kesenjangan akan turun kembali (Todaro, 2004).
Pemerataan yang lebih adil di negara berkembang merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan antardaerah, tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut, baik golongan masyarakat maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda, sedangkan besar kecilnya perbedaan tersebut akan menentukan tingkat pemerataan pendapatan (ketimpangan pendapatan) daerah tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini tergantung dari besar kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerimaan pendapatan (Todaro dan Smith, 2003).
2.3 Pengukuran Ketimpangan
Dalam melakukan pengukuran terhadap ketimpangan pendapatan yang terjadi, terdapat berbagai metode pengukuran yang digunakan, diantaranya Kurva Lorenz, Koefisien Gini, dan Coefficient of Variation (CV) Williamson.
1. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan di kalangan lapisan-lapisan penduduk yang kumulatif juga. Kurva Lorenz dimulai dari merangking seluruh kelompok individu dari yang paling bawah sampai yang paling atas menurut pendapatnnya lalu membandingkan yang paling bawah
(24)
sampai dengan paling tinggi. Kurva Lorenz akan memplotkan dari total pendapatan penduduk kaya dan miskin. Semakin lengkung Kurva Lorenz maka akan semakin tinggi derajat ketimpangan.
1
0,75
0,5
0,25
0 0,25 0,5 0,75 1
Gambar 1. Kurva Lorenz
(Sumber: Mackenzie, 1999) 2. Koefisien Gini
Koefisien Gini adalah dikemukakan oleh Corrado Gini (1992) dalam Webster (2014) untuk memberikan pengukuran ketidakmerataan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Koefisien ini terletak antara 0 sampai 1, semakin mendekati 1 maka ketimpangan semakin timpang. Koefisien Gini dapat ditaksir secara visual langsung dari Kurva Lorenz, yaitu pertabindingan luas area yang terletak di antara Kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area Kumulatif
Kumulatif Penduduk Nasional Kum
ulatif Pend apata n Nasi onal
(25)
Pendapatan Nasional-O-Kumulatif Penduduk Nasional (yang membentuk segitiga). Selain itu juga Koefisien Gini dapat dihitung melalui perbandingan PDB per kapita dengan jumlah penduduk di masing-masing kelompok (penduduk pendapatan tinggi atau rendah).
3. Indeks Williamson
Indeks Williamson diperkenalkan oleh Jeffry G Williamson (1965), perhitungan nilai didasarkan pada coefficient of variation (CV) dan Williamson memodifikasi perhitungan ini dengan menimbangnya dengan proporsi penduduk wilayah. Berbeda dengan Koefisien Gini yang memerlukan data yang cukup spesifik seperti jumlah rumah tangga di tiap kelompok dalam suatu daerah di suatu negara, Indeks Williamson menggunakan data PDRB per kapita atas dasar harga konstan baik di tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota untuk dapat melihat ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah dalam sebuah wilayah. Besarah angka Indeks Williamson terletak antara 0 sampai 1, semakin besar angka Indeks Williamson maka semakin besar pula tingkat ketimpangan antar daerah yang terjadi (Tambunan 2003).
2.4 Kontribusi Pertanian
Pertanian merupakan salah satu usaha yang sangat menguntungkan dan dapat dilakukan dengan efisien. Karena Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comperative advantage) yang tidak dipunyai oleh negara lain. Yaitu adanya tanah yang luas dan subur, air melimpah, musim yang mendukung untuk perkembangan pertanian (Nunung (2006) dalam Sukino (2013)).
(26)
Sektor pertanian menempati posisi penting sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto dan penyumbang devisa yang relatif besar dan cukup lentur dalam menghadapi gejolak moneter dan krisis ekonomi, oleh karena produksinya berbasis pada sumber daya domestik maka ekspor produk pertanian relatif lebih tangguh dan relatif stabil dengan penerimaan ekspor yang meningkat pada saat terjadi krisis ekonomi. Lebih dari itu sektor pertanian memiliki keunggulan khas dari sektor-sektor lain dalam perekonomian, antara lain produksi pertanian berbasis pada sumber daya domestik, kandungan impornya rendah dan relatif lebih tangguh menghadapi gejolak perekonomian eksternal, dengan demikian upaya mempertahankan dan meningkatkan peranan sektor pertanian merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Hal ini terbukti dari fakta empiris, di saat Indonesia menghadapi krisis dan secara nasional mengalami laju pertumbuhan ekonomi negatif yaitu berkisar -13,6% menurut perhitungan BPS pada tahun 1998, hanya sektor pertanian yang tumbuh positif yaitu 5,32% pada Triwulan I tahun 1998 (Solahuddin (2009) dalam Kartika (2013)).
Pertanian Sumatera Utara juga berkontribusi dalam ekspor CPO yang merupakan komoditi yang paling besar diekspor dibandingkan dengan Sektor Perkebunan lainnya dan dari segi kepemilikan 37,72 persen perkebunan kelapa sawit adalah perkebunan rakyat (Disbun dalam Pemerintahan Provinsi Sumut (2013)).
Produksi dari perkebunan ini berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang kemudian diproses dan menghasilkan 20% CPO dari total berat TBS (Yunarto dan Martinus, 2006)
(27)
2.5 Analisis Keterkaitan
Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri/sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri/sektor dalam penjualan terhadap total output yang dihasilkannya. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor-sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menyatakan akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukkan dari matriks kebalikan Leontief
(Nazara, 2005).
Arief (1993) mengemukakan bahwa analisis keterkaitan terbagi menjadi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik)
Digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari mekanisme pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya.
(28)
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong
Bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor-sektor ini.
Menurut Rassumen dalam Nazara (2005) keterkaitan ke belakang suatu industri/sektor menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir pada sektor tersebut terhadap total pembelian input semua sektor di dalam suatu perekonomian. Keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua di dalam suatu perekonomian.
2.6 Analisis Shift-Share
Analisis Shift-Share menggambarkan performance kinerja sektor-sektor di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja nasional. Ditunjukkan dengan Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian. Perbandingan laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu daerah terhadap laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan-perbandingan itu dapat ditentukan keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam daerah, seandainya penyimpangan tersebut bernilai positif
(29)
Glasson (1977) mengatakan bahwa kedua komponen Shift yaitu (Ni dan Ci) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan yang bersifat eksternal dan internal. Ni merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional dan Ci adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan.
2.7 Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) banyak dipergunakan untuk mengukur potensi ekonomi daerah. PDRB dapat diukur dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi (production approach), pendekatan pendapatan (income approach) dan pendekatan pengeluaran (expenditure approach). Pada pendekatan produksi, PDRB yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu daerah tertentu, biasanya satu tahun. Pada metode pendapatan, PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu satu tahun, sedangkan pada metode pengeluaran, PDRB diperoleh dari penjumlahan seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal domestik bruto, penambahan stok, dan ekspor neto dalam wilayah tertentu. Di antar ketiga pendekatan itu, yang paling banyak dipergunakan dan diterapkan daerah kabupaten/kota adalah pendekatan produksi (Sumidiningrat, 1996 dalam Tangkilisan, 2005).
Menurut Tarigan (2006), metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi dalam dua metode, yaitu metode langsung dan metode
(30)
tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Hal ini berbeda dengan metode tidak langsung yang menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan ke masing-masing daerah. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.
Metode tidak langsung adalah perhitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator, antara lain jumlah produksi, jumlah penduduk, luas areal, sebagai alokatornya.
1. Metode Langsung
a. Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi adalah penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan. Sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara total nilai produksi bruto sektor atau sub sektor tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor/kegiatan yang produksinya berbentuk fisik/barang, seperti pertanian, pertambangan, dan industri sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Sektor jasa yang menerima pembayaran atau jasa yang diberikannya (sesuai dengan harga pasar), masih bisa dihitung dengan pendekatan produksi. Akan tetapi, lebih mudah apabila dihitung dengan pendekatan pendapatan. Jika perhitungannya akurat maka keduapendekatan itu
(31)
semestinya memberikan hasil yang sama. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.
b. Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah atau gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung. Pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayarkan neto, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam lmengukur nilai produksi da biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya. Selain itu, kutipan yang mereka berikan, misalnya sektor pendidikan dan rumah sakit.
c. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk:
1. Konsumsi rumah tangga
2. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung 3. Konsumsi pemerintah
4. Pembentukan modal tetap bruto (investasi) 5. Perubahan stok
(32)
6. Ekspor neto (total ekspor dikurangi impor) 2. Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator tertentu, alokator yang dapat digunakan yaitu:
a. Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan
b. Jumlah produksi fisik c. Tenaga kerja
d. Penduduk
e. Alokator tidak langsung
Persentase bagian masing-masing provinsi terhadap nilai tambah setiap sektor dan sub sektor dapat diperhitungkan dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari beberapa alokator. Metode ini terkadang digunakan karena adanya kegiatan usaha yang lokasinya ada di beberapa wilayah, sedangkan pencatatan yang lengkap hanya dilakukan di kantor pusat. Misalnya laba perusahaan tidak tercatat pada masing-masing wilayah melainkan hanya tercatat di kantor pusat. Contoh lain apabila proses produksi bersifat berantai dan masing-masing mata rantai berada pada wilayah yang berbeda.
(33)
2.8 Landasan Teori
2.8.1 Ketimpangan Pendapatan Daerah
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2001).
Jinghan (2001) menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan wilayah :
1. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah.
Semakin tinggi konsentrasi kegiatan ekonomi di wilayah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar daerah. 2. Alokasi investasi.
Berdasarkan teori Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain bahwa kurangnya investasi di suatu wilayah akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif.
3. Tingkat mobilitas faktor-faktor produksi yang rendah antar daerah.
Kurang lancarnya mobilitas faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi regional.
(34)
Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alamnya akan lebih cepat maju dibandingkan dengan daerah yang miskin sumber daya alam.
5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah.
Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis, terutama dalam hal jumlah dan pertambahan penduduk, tingkat kepadatan, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi ekonomi lewat sisi permintaan dan penawaran. 6. Kurang lancarnya perdagangan.
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur-unsur yang turut menciptakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Ketidakmerataan tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi.
2.8.2 Kontribusi Sektor Pertanian
Kuznets (1954) dalam Todaro dan Smith (2003) menjelaskan pertanian di negara sedang berkembang merupakan suatu sektor yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu:
1. Kontribusi Produk
Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat tergantung pada produk-produk sektor pertanian. Bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan tetapi juga untuk penyediaan bahan baku kegiatan produksi di sektor non pertanian. Misalnya industri pengolahan seperti industri makanan
(35)
dan minuman, tekstil dan pakaian jadi yang bahan inputnya berasal dari produk pertanian kapas, barang-barang dari kulit dan farmasi dari tanaman holtikultura.
2. Kontribusi Pasar
Kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik. Sehingga permintaan produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain sangat besar mengalir di daerah pedesaan.
3. Kontribusi Faktor-Faktor Produksi
Pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan pertanian dalam PDB dan penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi. Sektor ini dilihat sebagai sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
4. Kontribusi Devisa
Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan baik melalui ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi pertanian menggantikan impor.
2.9 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Naufal (2010) menunjukkan bahwa Indeks Ketimpangan (CVw)) Provinsi Aceh tahun 2000-2007 berada pada tingkat ketimpangan sedang
(36)
(0,43) dan Indeks Ketimpangan tersebut lebih kecil jika dihitung dengan mengikutsertakan sektor pertanian dibandingkan tanpa PDRB sektor pertanian (0,63) artinya setiap tahunnya sektor Petanian menurunkan indeks ketimpangan sebesar 46%.
Dengan menggunakan analisis Shift-Share, Rinanti (2013) meyimpulkan bahwa Sektor Perikanan di Kabupaten Blitar bukan sektor yang memiliki pertumbuhan positif dan memiliki pertumbuhan yang lambat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi Jawa Timur. Sementara dengan menggunakan analisis yang sama Mursidah (2013) menunjukkan bahwa di Kabupaten Aceh Besar sektor pertanian masih merupakan sektor ekonomi yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Aceh namun perannya mulai berkurang dalam perekonomian Kabupaten Aceh Besar.
Dengan menggunakan analisis deskriptif Chalid (2009) menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting terhadap PDRB Riau, hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Riau pada tahun 2007 masih relatif besar (43,48%), dengan perkembangan ekspor hasil pertanian pertanian juga terus meningkat menjadi 34.792,38 (U$ 000) dari 14.946,91 (U$ 000) pada tahun 2004, dan memberikan kesempatan kerja sebesar 52,18%.
2.10 Kerangka Pemikiran
Pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan secara optimal. Setiap daerah di Provinsi Sumatera Utara pada dasarnya mengalami pertumbuhan ekonomi yang berbeda antar daerah satu dengan yang lainnya. Perbedaan pertumbuhan tersebut disebabkan karena adanya
(37)
perbedaan potensi di setiap daerah seperti sumber daya alamnya sehingga mengakibatkan adanya ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Komoditas sektor pertanian merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki peranan penting dalam menentukan kesediaan pangan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan produktivitas pada sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pada sektor pertanian yang jumlahnya cukup besar.
Untuk mengetahui berapa besar tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Sumatera Utara dan bagaimana peranan sektor pertanian dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah Provinsi Sumatera Utara dapat dilakukan dengan Indeks Williamson.
Analisis Shift-Share digunakan untuk menganalisis kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Sumatera Utara. Dari analisis ini akan diketahui perbandingan kemampuan kinerja sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara dengan kemampuan sektor pertanian di Indonesia
Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-sektor lain dapat dilihat dengan menggunakan analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan (backward and forward linkage). Selain itu juga peranan sektor pertanian dilihat dari penyerapan tenaga kerja, nilai tambah produk pertanian dan kegiatan ekspor pertanian.
(38)
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: menyatakan hubungan
Saran Pengurangan Ketimpangan Ketimpangan Pendapatan (Indeks Williamson)
- Penyerapan Tenaga Kerja
- Nilai Tambah Produk Pertanian
- Kegiatan Ekspor Pertanian
Kontribusi Sektor pertanian
(Shift-Share) PDRB
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara tanpa Sektor pertanian tahun 2008-2011 Ketimpangan Pendapatan (Indeks Williamson) Keterkaitan Sektor pertanian dengan Sektor- Sektor Lain (Analisis Keterkaitan) PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara dengan Sektor pertanian Tahun 2008-2011 Peranan Sektor pertanian Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara
(39)
2.11 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian identifikasi, landasan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Ketimpangan pendapatan di daerah Sumatera Utara tanpa sektor pertanian berada pada level tinggi yaitu CVw > 0,5.
2. Sektor pertanian memberikan kontribusi penting sebagai sektor dengan peningkatan PDRB paling tinggi.
3. Sektor pertanian memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor lain.
4. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dilihat dari penyerapan tenaga kerja, nilai tambah produk pertanian, dan kegiatan ekspor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi di daerah Sumatera Utara.
(40)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sumatera Utara. Daerah penelitian ini dipilih secara purposive atau sengaja yaitu ditentukan agar dapat mendukung ketersediaan data untuk penelitian. Selain itu juga Sumatera Utara merupakan provinsi dengan ketimpangan PDRB per kapita kelima paling tinggi dan diantara kelima provinsi tersebut Sumatera Utara memiliki kontribusi pertanian terbesar (Lampiran 3.1).
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini merupakan data time series dengan range tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Data yang diambil dari tahun 2008 dikarenakan di tahun-tahun sebelumnya ketimpangan PDRB per kapita terus meningkat (Lampiran 3.2) dengan distribusi pertanian yang terus menurun (Lampiran 3.3). Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara mengenai data PDRB Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara, kependudukan dan angkatan kerja Kabupaten/Kota dan tabel input output mengenai daya penyebaran dan derajat kepekaan.
3.3 Metode Analisis Data
Untuk menganalisis masalah pertama yaitu seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013 akan
(41)
digunakan metode analisis deskriptif dengan membandingkan formulasi ketimpangan Williamson berdasarkan data PDRB per kapita kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan dan tanpa sektor pertanian. Perhitungan Indeks Williamson didasarkan pada data PDRB masing-masing daerah, nilai ini didasarkan pada coefficient of variation (CV). Hasil pengukuran dari CV Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < CVw <1. Indeks Williamson yang semakin mendekati angka 1 maka semakin besar tingkat ketimpangan yang terjadi (Sjafrizal (2008).
Matolla (2007) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan pendapatan tersebut berada pada kesenjangan level rendah jika CVw < 0,35; sedang jika 0,35 ≤ CVw ≥ 0,5; atau tinggi jika CVw > 0,5.
Adapun rumus CVw adalah:
CVw ... (1)
Dimana:
CVw = Indeks Ketimpangan Daerah fi = Jumlah penduduk di daerah i n = Penduduk provinsi
Yi = PDRB perkapita di daerah i Y = PDRB perkapita provinsi
Apabila setelah PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan tingkat ketimpangan semakin besar dibandingkan sebelum PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan artinya sektor pertanian berperan dalam mengurangi
(42)
tingkat ketimpangan (Naufal, 2010). Kemudian peran tersebut diukur dalam satuan persen.
Untuk menganalisis masalah kedua yaitu bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara tahun 2008-2013 dengan menggunakan teknik analisis Shift-Share. Metode analisis Shift-Share dapat menggambarkan performance kinerja sektor-sektor di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja nasional. Metode ini diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah bruto atau PDRB suatu sektor-i di Provinsi Sumatera Utara (Di) dengan formulasi:
Di = Ni + Mi + Ci ... (2) Dimana :
Ni = Ei x rn ... (3) Mi = Ei (rin-rn) ... (4) Ci = Ei (ri-rin) ... (5) Dari persamaan (2) sampai (4), ri mewakili pertumbuhan sektor/sub sektor i di daerah Sumatera Utara, sedangkan rn dan rin masing-masing laju pertumbuhan agregat nasional dan pertumbuhan sektor/sub sektor i secara nasional, yang masing-masing dapat didefenisikan sebagai berikut:
ri = (Ei,t – Ei)/Ei ... (6) rin = (Ein,t – Ein)/ Ein ... (7) rn = (En,t-En)/En ... (8) Dimana:
(43)
Ni : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan perekonomian nasional Mi : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara yang
dipengaruhi pertumbuhan sektor i secara nasional
Ci : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara yang disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor i tersebut di Sumatera Utara
Ei : PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara tahun 2008 Ein : PDRB sektor/subsektor i di Indonesia tahun awal 2008 En : PDRB total di Indonesia tahun awal 2008
Ei,t : PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara tahun 2013 Ein,t : PDRB sektor/subsektor i di Indonesia tahun 2013 En,t : PDRB total di Indonesia tahun 2013
Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara (Di) dapat diuraikan menjadi tiga faktor berpengaruh, yaitu:
1. Regional Share (Ni) adalah komponen pertumbuhan struktur perekonomian suatu daerah dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode tertentu yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah nasional. Hasil ini menggambarkan peranan nasional yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian provinsi.
2. Proportional Shift (Mi) atau PS adalah pertumbuhan nilai tambah bruto (PDRB) suatu sektor i dibandingkan total sektor nasional. Pertumbuhan ini disebabkan oleh struktur ekonomi daerah yang baik yang berspesialisasi pada sektor dengan pertumbuhan yang cepat.
(44)
3. Differential Shift (Ci) atau DS adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah dengan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat nasional. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.
(Bappenas, 2013).
Untuk menganalisis masalah ketiga yaitu bagaimana keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-sektor lain di Sumatera Utara digunakan analisis keterkaitan antar sektor. Keterkaitan antar sektor ini dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage).
Indeks daya penyebaran atau keterkaitan ke belakang (backward linkage) memberikan indikasi bahwa sektor-sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih dari 1 berarti bahwa daya penyebaran sektor tersebut tinggi. Pengertian yang sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan (forward linkage) (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2003).
Untuk menganalisis masalah keempat yaitu bagaimana peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013 dilihat dari serapan tenaga kerja di bidang pertanian yang kemudian untuk melihat indikator kesejahteraan petani dengan Nilai Tukar Petani (NTP).
Formulasi untuk perhitungan NTP adalah:
(45)
Dimana:
NTP = Nilai Tukar Petani
It = Indeks harga yang diterima petani Ib = Indeks harga yang dibayar petani
Secara umum BPS Provinsi Sumatera Utara (2014) menyebutkan bahwa jika:
1. NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar daripada kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksi. Pendapatan petani naik lebih besar dari pada pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibandingkan tingkat kesejahteraan petani sebelumya.
2. NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even point. Kenaikan atau penurunan harga produksi sama dengan kanaikan atau penurunan harga barang konsmsi dan biaya produksi. Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.
3. NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksi. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibandingkan tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya.
Selanjutnya dilihat juga dari nilai tambah produk pertanian dan jumlah ekspor komoditi pertanian berupa berat bersih dan harga komoditi pertanian yang diekspor dari tahun 2008-2013. Dalam hal ini dapat dikatakan berperan tinggi jika persentase kontribusi nilai tambah atau ekspor ≥70%, sedang jika 35% ≤
(46)
persentase kontribusi nilai tambah atau ekspor ≤ 70%) dan rendah jika persentase kontribusi nilai tambah atau ekspor <35%)
3.4 Definisi dan Batasan Operasional
3.4.1 Definisi
1. Peranan sektor pertanian adalah besaran pengaruh sektor pertanian dalam mengurangi tingkat ketimpangan daerah Sumatera Utara.
2. Ketimpangan pendapatan adalah perbedaan pendapatan yang diterima oleh setiap individu dalam setiap daerah pada tahun 2008-2013 di Sumatera Utara dalam PDRB/Kapita sebelum dilakukan perhitungan indeks ketimpangan.
3. PDRB perkapita adalah besaran penerimaan yang diterima setiap individu dari setiap lapangan usaha tahun 2008-2013 di Sumatera Utara.
4. Indeks Williamson adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan daerah Sumatera Utara dengan memasukkan ataupun tidak memasukkan sektor pertanian.
5. Kontribusi sektor pertanian adalah sumbangan yang diberikan sektor pertanian dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Sumatera Utara tahun 2008-2013 dalam ukuran persen.
6. Keterkaitan antarsektor adalah hubungan antarsektor baik daya tarik (ketergantungan dengan sektor lain sebagai bahan baku) maupun daya dorong (keterkaitan ke depan sebagai bahan baku sektor lain) dalam melakukan kegiatan produksi.
(47)
7. Nilai tambah adalah nilai yang dihasilkan dari sebuah kegiatan produksi (nilai akhir produk dikurang seluruh biaya produksi)
3.4.2 Batasan Operasional
1. Penelitian diadakan tahun 2015.
2. Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dengan mengumpulkan data kurun waktu 2008 sampai dengan 2013 meliputi data-data PDRB sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara, , kependudukan dan angkatan kerja Kabupaten/Kota tahun 2008-2013 dan tabel input output mengenat daya penyebaran dan derajat kepekaan antar sektor Sumatera Utara tahun 2003.
(48)
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.3 Letak Topografi dan Iklim
4.3.1 Letak Topografi
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10 - 40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lainnya.
a. Sebelah Utara : Provinsi Aceh
b. Sebelah Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka c. Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat d. Sebelah Barat : Samudera Hindia.
(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa Pulau-pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,23 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km2 atau 8,74 persen, kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2 atau sekitar 6,12 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).
(49)
Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 (tiga) kelompok wilayah/kawasan yaitu:
a. Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padangsidimpuan, Kota Sibolga dan Kota Gunungsitoli.
b. Kawasan dataran tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, dan Kota Pematangsiantar.
c. Kawasan Pantai Timur meliputi Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjungbalai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, dan Kota Binjai.
(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).
4.3.2 Iklim
Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 30,10C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim
(50)
sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 21,40 C. Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan Maret dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan September, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.
(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).
4.2 Keadaan Penduduk
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa, dan dari hasil SP2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Pada bulan April tahun 2003 dilakukan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari hasil Sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 dan tahun 2000 meningkat menjadi 161 jiwa per km2 dan selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 188 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 2000-2010 menjadi 1,22 persen per tahun (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).
(51)
Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara berjumlah 14.487.307 jiwa yang terdiri dari 36.648.190 jiwa penduduk laki-laki dan 6.678.117 jiwa penduduk perempuan atau denagan rasio jenis kelamin sebesar 99,55. Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan adalah 6,77 juta jiwa (51,83%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 6,55 juta (49,17%) (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Jumlah penduduk miskin di daerah Sumatera Utara mengalami pertambahan dari tahun 1999-2000. Akibat terjadinya krisis moneter pada pertengahan 1997, penduduk miskin pada tahun 1999 meningkat tajam menjadi 1,97 jiwa atau 16,74 persen dari total penduduk Sumatera Utara. Pada ta hun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin secara absolut maupun secara persentase, yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau 15,89 persen sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau 14,93 persen, kemudian pada tahun 2005 penduduk miskin menjadi 1,84 juta jiwa atau 14,68 persen, namun akibat dampak kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa atau 15,66 persen (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 1,77 juta atau 13,90 persen. Angka ini menurun pada tahun 2008 menjadi 1,61 juta jiwa atau 12,55 persen. Pada tahun 2009 angka kemiskinan ini kembali turun menjadi 1,50 juta jiwa atau 11,51 persen. Selanjutnya pada bulan September 2013 jumlah penduduk miskin menjadi 1,39 juta jiwa atau 10,39 persen
(1)
Lampiran 5.11. Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara Tahun 2011
Kabupaten /Kota PDRB Jumlah
Penduduk PDRB/Kapita fi/n Yi-Y (Yi-Y)2 (Yi-Y)2.fi/n
Nias 277.100.280.000,00 132.605 2.089.666,91 0,010 -5.272.038,58 27.794.390.797.876,00 281.272.041.029,99 Mandailing Natal 1.209.848.020.000,00 408.731 2.960.010,42 0,031 -4.401.695,06 19.374.919.434.763,30 604.347.859.586,81 Tapanuli Selatan 1.286.472.550.000,00 266.282 4.831.241,13 0,020 -2.530.464,36 6.403.249.869.564,13 130.122.310.071,78 Tapanuli Tengah 704.316.740.000,00 314.142 2.242.033,03 0,024 -5.119.672,46 26.211.046.063.515,00 628.376.396.256,78 Tapanuli Utara 814.808.370.000,00 281.868 2.890.744,50 0,022 -4.470.960,99 19.989.492.164.156,60 429.988.697.554,97 Toba Samosir 1.192.074.350.000,00 174.748 6.821.676,64 0,013 -540.028,84 291.631.151.676,81 3.889.158.403,02 Labuhan Batu 2.812.160.090.000,00 418.992 6.711.727,41 0,032 -649.978,08 422.471.502.698,16 13.508.671.959,86 Asahan 3.669.203.720.000,00 674.521 5.439.717,55 0,051 -1.921.987,94 3.694.037.636.125,79 190.154.363.760,70 Simalungun 2.495.320.000.000,00 825.366 3.023.289,06 0,063 -4.338.416,42 18.821.857.070.180,90 1.185.546.386.090,27 Dairi 740.783.720.000,00 272.578 2.717.694,46 0,021 -4.644.011,03 21.566.838.430.155,30 448.628.428.838,53 Karo 1.521.852.460.000,00 354.242 4.296.081,38 0,027 -3.065.624,11 9.398.051.164.905,29 254.066.474.634,78 Deli Serdang 12.889.430.000.000,00 1.807.173 7.132.371,94 0,138 -229.333,54 52.593.874.430,01 7.253.446.293,32 Langkat 3.469.932.820.000,00 976.582 3.553.140,26 0,075 -3.808.565,23 14.505.169.093.926,00 1.081.038.139.765,94 Nias Selatan 1.447.462.081.198,00 292.417 4.949.992,93 0,022 -2.411.712,56 5.816.357.477.594,44 129.796.569.165,12 Humbang Hasundutan 490.770.900.000,00 173.255 2.832.650,72 0,013 -4.529.054,77 20.512.337.102.061,00 271.212.952.888,47 Pakpak Barat 64.381.730.000,00 40.884 1.574.741,46 0,003 -5.786.964,02 33.488.952.599.548,10 104.487.526.788,82 Samosir 359.445.000.000,00 120.772 2.976.227,93 0,009 -4.385.477,55 19.232.413.365.105,20 177.259.511.582,20 Serdang Bedagai 2.925.700.000.000,00 599.941 4.876.646,20 0,046 -2.485.059,28 6.175.519.638.875,31 282.742.800.347,82 Batubara 6.540.536.000.000,00 379.400 17.239.156,56 0,029 9.877.451,08 97.564.039.772.247,70 2.824.857.900.807,59 Padang Lawas Utara 315.288.690.000,00 225.621 1.397.426,17 0,017 -5.964.279,32 35.572.627.757.784,70 612.498.420.077,91 Padang Lawas 327.917.150.000,00 227.365 1.442.249,91 0,017 -5.919.455,58 35.039.954.360.919,80 607.990.296.958,98 Labuhan Batu Selatan 2.381.854.000.000,00 280.269 8.498.456,84 0,021 1.136.751,35 1.292.203.639.381,46 27.638.567.444,07 Labuhan Batu Utara 2.257.876.280.000,00 333.793 6.764.300,87 0,025 -597.404,62 356.892.276.664,57 9.091.255.843,41 Nias Utara 178.028.660.000,00 128.434 1.386.148,99 0,010 -5.975.556,49 35.707.275.383.080,00 349.982.417.540,23 Nias Barat 84.813.430.000,00 82.572 1.027.145,16 0,006 -6.334.560,33 40.126.654.550.935,60 252.857.163.757,17 Sibolga 587.632.800.000,00 85.271 6.891.355,80 0,007 -470.349,69 221.228.832.067,17 1.439.635.634,31 Tanjungbalai 1.148.730.000.000,00 155.889 7.368.897,10 0,012 7.191,61 51.719.305,41 615.286,89 Pematang Siantar 2.095.731.570.000,00 236.893 8.846.743,34 0,018 1.485.037,85 2.205.337.426.351,51 39.869.132.026,10 Tebing Tinggi 1.224.596.760.000,00 146.606 8.352.978,46 0,011 991.272,97 982.622.106.920,28 10.993.798.695,19 Medan 37.783.323.560.000,00 2.117.224 17.845.690,19 0,162 10.483.984,70 109.913.935.199.495,00 17.759.431.955.839,80 Binjai 1.998.516.550.000,00 248.456 8.043.744,37 0,019 682.038,88 465.177.032.313,90 8.820.176.136,43 Padang Sidempuan 853.587.592.419,71 193.322 4.415.367,07 0,015 -2.946.338,42 8.680.910.072.179,52 128.072.545.656,47 Gunung Sitoli 315.318.690.000,00 127.382 2.475.378,70 0,010 -4.886.326,78 23.876.189.429.135,80 232.103.978.317,26 SUMATERA UTARA 96.464.814.563.617,70 13.103.596 7337641,960 1,000 29.089.339.595.041,00
CVw 0,733
(2)
Lampiran 5.12.Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara Tahun 2012
Kabupaten /Kota PDRB Jumlah
Penduduk PDRB/Kapita fi/n Yi-Y (Yi-Y)2 (Yi-Y)2.fi/n
Nias 293.507.593.073,73 132.880 2.208.816,93 0,010 -5.404.766,70 29.211.503.083.052,60 293.719.324.543,35 Mandailing Natal 1.275.250.313.623,88 410.931 3.103.319,81 0,031 -4.510.263,81 20.342.479.670.526,60 632.545.532.487,33 Tapanuli Selatan 1.348.039.974.442,64 268.095 5.028.217,51 0,020 -2.585.366,11 6.684.117.931.269,33 135.597.541.446,74 Tapanuli Tengah 729.295.446.313,25 318.908 2.286.852,15 0,024 -5.326.731,47 28.374.068.185.983,70 684.708.972.726,31 Tapanuli Utara 855.196.643.710,46 283.871 3.012.624,20 0,021 -4.600.959,43 21.168.827.655.803,50 454.712.435.985,25 Toba Samosir 1.251.436.312.703,30 174.865 7.156.585,44 0,013 -456.998,19 208.847.343.149,98 2.763.445.119,15 Labuhan Batu 2.914.088.294.294,36 424.644 6.862.426,63 0,032 -751.156,99 564.236.830.762,17 18.130.317.964,31 Asahan 3.832.387.553.894,19 677.876 5.653.523,00 0,051 -1.960.060,63 3.841.837.675.432,89 197.064.441.312,29 Simalungun 2.647.302.487.529,85 830.986 3.185.736,57 0,063 -4.427.847,06 19.605.829.568.598,30 1.232.815.049.168,03 Dairi 782.055.632.552,03 273.394 2.860.544,24 0,021 -4.753.039,38 22.591.383.381.579,40 467.359.206.204,90 Karo 1.582.524.496.785,52 358.823 4.410.320,68 0,027 -3.203.262,95 10.260.893.509.866,80 278.602.141.535,33 Deli Serdang 13.323.970.083.310,30 1.845.615 7.219.257,58 0,140 -394.326,04 155.493.028.306,50 21.715.559.832,56 Langkat 3.637.494.135.236,87 976.885 3.723.564,32 0,074 -3.890.019,30 15.132.250.163.321,20 1.118.577.168.354,76 Nias Selatan 791.854.928.116,64 294.069 2.692.752,14 0,022 -4.920.831,49 24.214.582.542.643,90 538.821.886.471,33 Humbang Hasundutan 519.728.123.002,26 174.765 2.973.868,47 0,013 -4.639.715,16 21.526.956.734.849,70 284.679.435.771,74 Pakpak Barat 66.703.647.662,93 41.492 1.607.626,72 0,003 -6.005.956,91 36.071.518.412.587,00 113.252.498.121,33 Samosir 381.950.126.531,17 121.594 3.141.192,22 0,009 -4.472.391,41 20.002.284.905.906,90 184.039.375.729,98 Serdang Bedagai 3.135.158.104.463,78 604.026 5.190.435,68 0,046 -2.423.147,94 5.871.645.947.608,28 268.370.323.968,49 Batubara 6.717.414.032.003,91 381.023 17.629.943,68 0,029 10.016.360,06 100.327.468.800.476,00 2.892.611.074.952,79 Padang Lawas Utara 311.067.977.647,94 229.064 1.357.995,92 0,017 -6.255.587,70 39.132.377.531.822,00 678.284.780.102,68 Padang Lawas 339.004.661.945,33 232.166 1.460.182,21 0,018 -6.153.401,42 37.864.349.037.506,60 665.193.674.771,45 Labuhan Batu Selatan 2.450.464.872.505,39 284.809 8.603.888,47 0,022 990.304,85 980.703.693.259,29 21.135.402.207,28 Labuhan Batu Utara 2.347.648.649.877,11 335.459 6.998.317,68 0,025 -615.265,95 378.552.186.707,07 9.609.132.997,02 Nias Utara 185.406.848.953,30 128.533 1.442.484,41 0,010 -6.171.099,21 38.082.465.503.480,00 370.389.527.398,24 Nias Barat 88.594.965.798,17 82.701 1.071.268,37 0,006 -6.542.315,25 42.801.888.853.283,40 267.850.642.825,18 Sibolga 620.161.081.455,44 85.852 7.223.606,69 0,006 -389.976,94 152.082.011.275,07 987.977.971,49 Tanjungbalai 1.187.313.486.131,04 157.175 7.554.086,12 0,012 -59.497,50 3.539.953.023,90 42.101.732,25 Pematang Siantar 2.185.876.264.291,51 236.947 9.225.169,61 0,018 1.611.585,99 2.597.209.394.299,88 46.566.883.820,89 Tebing Tinggi 1.284.628.606.311,53 147.771 8.693.374,25 0,011 1.079.790,62 1.165.947.792.433,71 13.037.289.635,78 Medan 40.186.708.298.462,00 2.122.804 18.930.955,61 0,161 11.317.371,99 128.082.908.690.996,00 20.574.063.505.118,80 Binjai 2.091.226.028.356,76 250.252 8.356.480,78 0,019 742.897,16 551.896.182.981,07 10.450.906.072,79 Padang Sidempuan 896.045.613.303,61 198.809 4.507.067,65 0,015 -3.106.515,97 9.650.441.480.253,94 145.178.471.442,40 Gunung Sitoli 357.207.648.705,23 128.337 2.783.356,70 0,010 -4.830.226,93 23.331.092.161.970,70 226.571.849.265,40 SUMATERA UTARA 100.616.712.932.995,00 13.215.421 7.586.554,02 1,000 32.849.447.877.057,60
CVw 0,753
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2010-2014)
(3)
Lampiran 5.13. Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara Tahun 2013
Kabupaten /Kota PDRB Jumlah
Penduduk PDRB/Kapita fi/n Yi-Y (Yi-Y)2 (Yi-Y)2.fi/n
Nias 311.070.279.648,74 132.880 2.340.986,45 0,010 -5.555.869,92 30.867.690.602.626,90 310.372.157.442,21 Mandailing Natal 1.346.742.919.042,23 410.931 3.277.296,96 0,031 -4.619.559,41 21.340.329.139.006,60 663.573.471.735,87 Tapanuli Selatan 1.391.608.077.343,13 268.095 5.190.727,46 0,020 -2.706.128,92 7.323.133.722.566,55 148.560.952.795,34 Tapanuli Tengah 765.417.806.683,57 318.908 2.400.121,06 0,024 -5.496.735,32 30.214.099.127.782,90 729.111.688.885,51 Tapanuli Utara 902.896.672.945,11 283.871 3.180.658,37 0,021 -4.716.198,00 22.242.523.590.482,40 477.775.729.895,69 Toba Samosir 1.315.199.283.883,27 174.865 7.521.226,57 0,013 -375.629,81 141.097.751.170,45 1.866.989.955,02 Labuhan Batu 3.037.853.069.621,65 424.644 7.153.882,00 0,032 -742.974,37 552.010.915.397,85 17.737.469.215,56 Asahan 4.035.347.918.300,25 677.876 5.952.929,32 0,051 -1.943.927,05 3.778.852.378.131,30 193.833.653.477,87 Simalungun 2.756.386.147.555,50 830.986 3.317.006,72 0,063 -4.579.849,65 20.975.022.842.433,40 1.318.909.956.159,73 Dairi 827.217.130.433,96 273.394 3.025.732,57 0,021 -4.871.123,80 23.727.847.111.165,40 490.869.797.724,19 Karo 1.629.699.964.457,57 358.823 4.541.793,49 0,027 -3.355.062,89 11.256.446.977.199,50 305.633.250.253,60 Deli Serdang 14.680.703.969.822,70 1.845.615 7.954.369,67 0,140 57.513,29 3.307.778.627,87 461.951.673,90 Langkat 3.819.058.641.027,31 976.885 3.909.425,00 0,074 -3.987.431,37 15.899.608.966.504,70 1.175.300.393.778,14 Nias Selatan 816.829.555.806,34 294.069 2.777.679,92 0,022 -5.119.176,46 26.205.967.591.962,50 583.134.103.998,72 Humbang Hasundutan 549.870.269.712,88 174.765 3.146.340,91 0,013 -4.750.515,46 22.567.397.146.338,00 298.438.556.159,49 Pakpak Barat 70.021.200.151,08 41.492 1.687.583,15 0,003 -6.209.273,22 38.555.073.948.175,50 121.050.031.494,09 Samosir 410.140.966.183,32 121.594 3.373.036,22 0,009 -4.523.820,15 20.464.948.785.915,50 188.296.307.977,98 Serdang Bedagai 3.320.517.009.363,64 604.026 5.497.308,08 0,046 -2.399.548,30 5.757.832.024.931,40 263.168.327.871,75 Batubara 6.872.054.651.328,99 381.023 18.035.800,07 0,029 10.138.943,70 102.798.179.329.063,00 2.963.845.849.670,44 Padang Lawas Utara 322.151.227.628,59 229.064 1.406.380,87 0,017 -6.490.475,50 42.126.272.272.175,00 730.178.208.605,95 Padang Lawas 352.063.335.845,25 232.166 1.516.429,35 0,018 -6.380.427,03 40.709.849.048.400,50 715.182.877.198,61 Labuhan Batu Selatan 2.510.152.023.269,37 284.809 8.813.457,52 0,022 916.601,15 840.157.663.012,11 18.106.457.890,73 Labuhan Batu Utara 2.447.992.198.627,45 335.459 7.297.440,82 0,025 -599.415,56 359.299.011.915,46 9.120.412.224,34 Nias Utara 189.912.351.266,11 128.533 1.477.537,69 0,010 -6.419.318,69 41.207.652.436.334,00 400.785.051.842,04 Nias Barat 92.456.103.461,82 82.701 1.117.956,29 0,006 -6.778.900,08 45.953.486.301.671,00 287.573.076.229,24 Sibolga 654.018.627.844,86 85.852 7.617.977,77 0,006 -278.878,60 77.773.273.827,87 505.242.406,18 Tanjungbalai 1.229.542.872.287,85 157.175 7.822.763,62 0,012 -74.092,75 5.489.735.961,14 65.291.090,59 Pematang Siantar 2.276.807.209.665,98 236.947 9.608.930,31 0,018 1.712.073,93 2.931.197.153.702,45 52.555.145.384,95 Tebing Tinggi 1.355.000.792.549,98 147.771 9.169.598,86 0,011 1.272.742,48 1.619.873.424.418,99 18.112.954.237,31 Medan 40.568.110.877.475,90 2.122.804 19.110.624,85 0,161 11.213.768,48 125.748.603.459.801,00 20.199.102.126.135,80 Binjai 2.193.519.029.019,86 250.252 8.765.240,75 0,019 868.384,38 754.091.429.656,87 14.279.748.519,13 Padang Sidempuan 937.178.216.686,78 198.809 4.713.962,73 0,015 -3.182.893,64 10.130.811.942.139,10 152.405.026.779,30 Gunung Sitoli 372.741.165.549,98 128.337 2.904.393,63 0,010 -4.992.462,74 24.924.684.234.449,60 242.047.468.680,46 SUMATERA UTARA 104.360.281.564.491,00 13.215.421 7.868.651,36 1,000 33.091.959.727.389,70
(4)
Lampiran 5.14. Perhitungan
Shift-Share
Sumatera Utara Tahun 2008-2013
LapanganUsaha
Indonesia 2008
Sumut 2008
Indonesia 2013
Sumut
2013 rij rin rn Nij Mij Cij Dij
Pertanian 247.163,60 21.465,00 339.890,20 32.013,84 0,329509 0,272813 2,151399 46.179,78 -40.323,84 1.216,96 7.072,90 Pertambangan
dan penggalian
160.100,50 1.010,00 195.708,50 1.610,67 0,372932 0,181944 2,151399 2.172,91 -1.989,15 192,9 376,66 Industri
Pengolahan 469.952,40 20.337,00 707.457,80 28.621,45 0,289449 0,335717 2,151399 43.753,00 -36.925,53 -940,94 5.886,53 Listrik. Gas.
Dan Air Bersih
10.897,60 681 21.201,00 1.012,01 0,327084 0,485987 2,151399 1.465,10 -1.134,15 -108,21 222,74 Bangunan 96.334,40 4.883,00 182.117,90 10.020,36 0,512692 0,471033 2,151399 10.505,28 -8.205,23 203,42 2.503,48 Perdagangan.
Hotel. dan Restoran
271.142,20 15.230,00 501.158,40 27.381,38 0,443783 0,458969 2,151399 32.765,80 -25.775,71 -231,29 6.758,81 Pengangkutan
dan
Komunikasi
85.458,40 6.702,00 292.421,50 14.909,38 0,550484 0,707756 2,151399 14.418,67 -9.675,29
-1.054,03 3.689,35 Keuangan.
Persewaan. dan Jasa Perusahaan
140.374,40 5.077,00 2.722.151,90 12.030,13 0,577976 0,948433 2,151399 10.922,65 -6.107,46
-1.880,81 2.934,39 Jasa-Jasa 145.104,90 7.943,00 258.237,90 14.937,89 0,468265 0,438096 2,151399 17.088,56 -13.608,76 239,63 3.719,43 Total 1.656.516,80 83.329,00 5.220.345,10 142.537,12 179.271,76
-143.745,11
-2.362,37 33.164,28
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2010-2014)
(5)
Lampiran 5.15. Produksi dan Ekspor Komoditi Kelapa Sawit Sumatera Utara 2008-2013 (Ton)
Tahun
Produksi TBS
Produksi CPO
Ekspor CPO
Ekspor Olahan CPO
Persentase Ekpor CPO
2008
14.084.884.000
2.816.976.800
2.302.008.865
1.889.382,611
81,72
2009
14.362.655.000
2.872.531.000
2.054.349.500
1.775.649,271
71,52
2010
14.697.799.000
2.939.559.800
1.876.856.349
1.872.635,002
63,85
2011
15.183.611.000
3.036.722.200
1.593.688.326
1.940.383,983
52,48
2012
15.493.050.000
3.098.610.000
1.195.827.424
2.488.704,995
38,59
2013
15.792.232.000
3.158.446.400
879.280.713
3.283.296,455
27,84
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Perkebunan 2008-2014 (Sumber Diolah)
Lampiran 5.16. Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera Utara Menurut Subsektor Tahun 2008-2013 (%)
Tahun
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
2008
92,97
112,1
90,47
98,32
108,31
2009
97,64
115,9
103,92
102,84
100,46
2010
99,83
110,32
107,24
102,89
97,95
2011
99,65
112,89
103,96
105,05
99,95
2012
101,16
104,85
100,42
104,66
98,55
2013
99,51
98,17
97,98
106,48
97,77
(6)