MAKNA SIMBOLIK DALAM TEKS PANGUPA PADA UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT ANGKOLA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN.

MAKNA SIMBOLIK DALAM TEKS PANGUPA PADA
UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT
ANGKOLA DI KABUPATEN
TAPANULI SELATAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Sastra

Oleh :
SEPTI NUR ERLIANI HARAHAP
NIM 2123210017

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2017

ABSTRAK
Septi Nur Erliani Harahap, NIM 2123210017, Makna Simbolik dalam Teks

Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten
Tapanuli Selatan. Skripsi, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Medan. 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan bentuk simbol-simbol, fungsi
simbolik, dan makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa yang
merupakan kajian ilmu semiotik serta memaknai teks atau nasihat yang digunakan
pada upacara mangupa di naharoan boru tersebut. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif yang utama adalah dengan melakukan observasi,
wawancara mendalam, dan ditambah dengan kajian dokumentasi. Teknik analisis
data dalam penelitian ini adalah menuliskan data yang telah diperoleh dari
lapangan, mendeskripsikan teks, melakukan verifikasi, melakukan pengumpulan
data secara terfokus, menganalisis data yang diperoleh, dan merumuskan simpulan
akhir sebagai temuan penelitian. Dari hasil penelitian ditemukan tiga macam
makna simbolik yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan
masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu bentuk simbolsimbolnya berupa alat dan bahan yang disediakan dalam upacara mangupa di
naharoan boru, fungsi simboliknya berupa manfaat/kegunaan alat dan bahan
tersebut bagi masyarakat, serta makna-makna simbolnya berupa arti/makna dari
alat dan bahan yang disampaikan dalam teks pangupa tersebut. Hasil penelitian
akan menentukan dan memaknai bentuk, fungsi, dan makna pada teks pangupa

yang terdapat dalam upacara mangupa di naharoan boru.
Kata Kunci : simbol, makna, fungsi, pangupa, semiotika

i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas segala nikmat iman, islam, kesempatan serta kekuatan
yang telah diberikan Allah SWT, Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul “MAKNA SIMBOLIK DALAM TEKS PANGUPA PADA
UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT ANGKOLA DI KABUPATEN
TAPANULI SELATAN”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sastra.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak
mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai
pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.

Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan,


2.

Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,

3.

Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

4.

Trisnawati Hutagalung, S.Pd.,M.Pd., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia,

5.

Dr. Wisman Hadi, S.Pd., M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia dan
sekaligus sebagai Dosen Penguji,

6.


Dr. Syahnan Daulay, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi,

7.

Hera Chairunisa, S.Sos, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik,

8.

Dra. Rumasi Simaremare, M.Pd.,Dosen Penguji,

9.

Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

11. Kepala Desa Muaratais 1 Kabupaten Tapanuli Selatan beserta Pegawai di
lokasi penelitian,
12. Kedua orang tua penulis Ayahanda Drs. Syaiful Baliani Harahap, SE. AK
dan Ibunda Erni Novida Lubis yang senantiasa membantu, membimbing,
mendukung, dan memberikan motivasi, serta menyemangati penulis. Saudara
penulis Adik Sepriana Nurliani Harahap, Nenek peneliti Alm. Nurintan

Nasution yang ada di Padang Sidimpuan beserta Uwak peneliti Zainal Arifin
Harahap, SH yang turut menyemangati serta terima kasih atas dukungannya

ii

untuk seluruh keluarga besar peneliti yang berada di Padang Sidimpuan dan
seluruh Sanak Saudara lainnya yang dekat sekalipun yang jauh dimana pun
mereka berada,
13. Terima kasih juga atas bantuan, motivasi serta dukungan dari Nenek Dra. Hj.
Yulizar Nasution, Om Nur Hasan, Tante Sri Mahyuni Lubis, Nur Widayani,
Fauzan Amri dan seluruh keluarga besar penulis di Medan beserta seluruh
Sanak Saudara lainnya yang berada di sekitarnya sekalipun di luar kota
dimana pun mereka berada,
14. Sahabat penulis Ilda Ebrini Harahap, Mini Karlina Lubis, dan Kamelia
Daulay yang telah memberikan semangat kepada penulis beserta Eko
Siswono Hasibuan yang turut serta membantu, memberikan motivasi,
menyemangati, dan membimbing serta mengajarkan banyak hal tentang ilmu
pengetahuan baik yang mencakup tentang pelajaran maupun tentang
kehidupan,
15. Teman-teman terdekat seperjuangan Nondik 2012 Putri Nadia, Tiara

Andianika Br. Perangin-Angin, Ayu Suci Ramadani, Nuni Afriyanti, Hasni
Raudati, Nindita Putri, Willy Mario Pasaribu, dan Muhammad Rulliansyah
beserta teman-teman nondik lainnya yang telah membantu, mendukung dan
memberikan semangat serta motivasi kepada penulis,
16. Semua pihak yang ikut berperan dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini memberikan manfaat bagi
pembacanya.

Medan,

Maret 2017

Penulis,

Septi Nur Erliani Harahap
NIM 2123210017

iii


DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

vii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................


1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................

1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................

8

C. Pembatasan Masalah .....................................................................

9

D. Rumusan Masalah .........................................................................

9

E. Tujuan Penelitian...........................................................................


10

F. Manfaat Penelitian.........................................................................

10

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN

12

A. Landasan Teoretis .........................................................................

12

1.

Kajian Semiotik......................................................................

12


2.

Semiotik Teks (Bahasa) .........................................................

16

3.

Macam-Macam Semiotik .......................................................

18

4.

Semiotik dan Semantik ..........................................................

20

5.


Teori Makna ...........................................................................

21

6.

Teori Fungsi ...........................................................................

22

7.

Tanda ...................................................................................... 24

8.

Tanda Verbal dan Nonverbal ................................................ 25

iv

9.

Simbol atau Lambang ............................................................ 26

10. Analisis Makna Simbolik ....................................................... 29
11. Teori Interaksi Simbolik ........................................................ 33
12. Asal Usul Upacara Adat Mangupa ........................................ 38
13. Unsur-Unsur Dalihan Na Tolu ............................................... 42
14. Prosesi Upacara Adat Mangupa di Naharoan Boru .............. 44
15. Hidangan dalam Upacara Adat Mangupa .............................. 46
16. Tingkatan Hidangan Pangupa................................................ 47
17. Sejarah Suku Angkola ............................................................ 48
B. Pertanyaan Penelitian .................................................................... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 51
A. Metode Penelitian .......................................................................... 51
B. Sumber Data .................................................................................. 52
C. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 53
D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 53
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 54
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 57
A. Hasil Penelitian................................................................................ 57
1.

Bentuk Simbol-Simbol yang Terdapat dalam Teks Pangupa
Pada

Upacara

Pernikahan

Masyarakat

Angkola

di

Kabupaten Tapanuli Selatan .................................................. 58

v

2.

Fungsi Simbolik yang Terdapat dalam Teks Pangupa pada
Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten
Tapanuli Selatan ..................................................................... 58

3.

Makna-Makna Simbol yang Terdapat dalam Teks Pangupa
pada

Upacara

Pernikahan

Masyarakat

Angkola

di

Kabupaten Tapanuli Selatan .................................................. 60
B. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 61
1.

Bentuk Simbol-Simbol yang Terdapat dalam Teks
Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola
di Kabupaten Tapanuli Selatan .............................................. 61

2.

Fungsi Simbolik yang Terdapat dalam Teks Pangupa pada
Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten
Tapanuli Selatan ..................................................................... 64

3.

Makna-Makna Simbol yang Terdapat dalam Teks
Pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola
di Kabupaten Tapanuli Selatan .............................................. 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 107
A. Simpulan .......................................................................................... 107
B. Saran ................................................................................................ 111
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 113
LAMPIRAN .................................................................................................... 115

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Transkip Hasil Rekaman Teks Pangupa ..................................... 115
Lampiran2 Foto-FotoTradisi Mangupa di Naharoan Boru ........................... 141

vii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia terdiri dari berbagai etnik (suku) yang memiliki budaya yang
berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dari kondisi letak geografis suatu suku
dan aturan yang berlaku dalam daerah itu. Salah satu etnik (suku) tersebut adalah
masyarakat Angkola yang berdomisili di Kabupaten Tapanuli Selatan yang
tersebar di beberapa Kecamatan, yaitu; Aek Bilah, Angkola Barat, Angkola
Timur, Arse, Marancar, Batang Angkola, Siais, Sipirok, Sayur Matinggi, Batang
Toru, dan Saipar Dolok Hole.
Masyarakat suku Batak Angkola merupakan salah satu sub-etnis dari
masyarakat Batak di samping Batak Simalungun, Karo, Mandailing, dan Pakpak.
Salah satu yang menjadi ciri pembeda antara sub-etnis adalah bahasa dan letak
geografis daerah.
Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan
wacana.Ahimsa

(dalam

Sobur,

2001:23)

mengemukakan,

bahwabahasa

merupakan bagian dari budaya, hubungan antara kebudayaan dan bahasa saling
mempengaruhi, bahasa mempengaruhi kebudayaan atau sebaliknya kebudayaan
mempengaruhi bahasa. Bahasa Batak Angkola merupakan salah satu bahasa
daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat setempat dalam
berinteraksi sosial. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam
berkomunikasi sosial dari berbagai lapisan masyarakat Batak Angkola.

1

2

Tradisi lisan untuk menggantikan istilah folklor, karena istilah tradisi lisan,
mempunyai arti yang terlalu sempit, sedangkan arti folklor lebih luas. Tradisi lisan
hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat;
sedangkan folklor mencakup lebih dari itu, seperti tarian rakyat dan arsitektur
rakyat.Hal ini disebabkan seorang ahli folklor modern meneliti folklor bukan
terbatas pada tradisinya (lore-nya) saja, melainkan juga manusianya (folknya).(James Danandjaja, 1984: 5).
Penelitian terdahulu tentang tanda-tanda yang sudah pernah diteliti oleh
Nelli Loriska L.Gaol, (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Tanda-Tanda
dalam Upacara Perkawinan Batak Toba”(Tinjauan Semiotika). Penelitian ini
membahas tentang tanda-tanda berupa benda yang memiliki makna dalam upacara
perkawinan Batak Toba yang ada di Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang
Hasundutan. Kemudian Amelia Juliani, (2015) ia juga pernah meneliti tentang
“Analisis Tuturan pada Upacara Perkawinan Etnis Jawa di Kelurahan Helvetia
Timur Kecamatan Medan Helvetia” (Kajian Semiotik). Penelitian ini membahas
tentang simbol yang terdapat pada upacara wiji dadi atau memecah telur dalam
perkawinan etnis Jawa dan makna dari simbolik pada upacara wiji dadi atau
memecah telur dalam perkawinan etnis Jawa.
Upacara pernikahan masyarakat Angkola menggunakan berbagai bentuk
simbol-simbolyang

masing-masing

mengandung

fungsisimbolikbagimasyarakatdanmakna-maknasimbol daribentuk simbol-simbol
tersebut. Setiap perangkat pangupa yang ada dalam upacara Mangupa Di
Naharoan Boru pernikahan masyarakat Angkola mempunyai fungsi dan makna

3

tersendiri yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Selain
itu perangkat pangupa tersebut mencerminkan perilaku, pikiran, pendapat
masyarakat yang bersifat kesopanan, pendidikan, kebijaksanaan yang harus
dijalani oleh kedua mempelai agar mereka dapat menjalin keutuhan dalam
berumah tangga.
Terciptanya fungsidanmakna dari perangkat itu semua hasil dari
kesepakatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, diharapkan kepada generasigenerasi muda berikutnya agar dapat mengetahui serta memahamifungsi dan
makna simbolik dari bentuk simbol tersebut dan dapat menumbuhkan sikap
perhatian terhadap fungsi dan makna simbol yang terdapat dalam pernikahan yang
memang merupakan ciri khas bagi kebudayaan masyarakat Angkola.
Mangupa sebagai puncak atau bentuk upacara terakhir yang sangat
menarik dalam pernikahan Angkola dihadiri oleh perangkat Dalihan Na Tolu
(Kahanggi, Mora, Anak Boru) yang dilaksanakan sebelum tengah hari di rumah
atau tempat pelaksanaan acara adat pernikahan (horja). Upacaramangupa haroan
boru biasanya dipimpin langsung oleh raja panusunan bulung, yaitu seseorang
yang diangkat sebagai pemimpin adat di lingkungan yang sedang mengadakan
horja. Raja panusunan bulung memegang tampuk adat dalam upacara adat dan
merupakan raja adat yang dianggap ahli tentang adat-istiadat (L.S. Diapari, 1990).
Diapari (1990) dalam buku Adat Istiadat Perkawinan dalam Masyarakat
Batak Tapanuli Selatan memberikan batasan terhadap ketiga unsur adat tersebut
sebagai berikut.

4

1) Kahanggi, yaitu pihak atau kelompok keluarga yang semarga. Di Toba,
pihak ini disebut sebagai Dongan Tubu atau Dongan Sabutuha.
2) Anak Boru, yaitu pihak atau kelompok yang mengambil istri dari pihak yang
pertama. Pihak ini di Toba disebut sebagai Boru.
3) Mora, yaitu pihak yang memberikan istri kepada pihak pertama. Pihak ini di
Toba Hula-Hula.
Upacara mangupa yang disampaikan secara lisan menggunakan berbagai
macam perangkat pangupaatau benda sebagai simbol dapat diwujudkan dalam
teks yang mengandung nasihat-nasihat atau perumpamaan. Pada tahap ini, upacara
mangupa memasuki bagian dari doa yang sesungguhnya, yaitu bertujuan untuk
memanggil atau mengembalikan tondi ke badan melalui pemaknaan mendalam
terhadap hidangan pangupa dan doa atau mantera tertentu biasanya telah menjadi
hal yang utama dalam upacara pernikahan masyarakat Angkola. Upacara adat ini
berasal dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara yang memiliki tatanan pelaksanaan
yang bersifat khusus dan fungsi nasihat untuk kedua mempelai dalam mengarungi
bahtera kehidupan. Upacara mangupa di naharoan boru dilaksanakan sebelum
tengah hari di rumah atau tempat pelaksanaan acara adat pernikahan (horja).
Adapun contoh sepenggal kalimat teks pangupa yang dibacakan oleh Raja
Panusunan Bulung (pemuka adat) berisidoa dan harapan dalam upacara mangupa
ialah sebagai berikut.
Laing mangindo hita tu Tuhanta Naulibasa i, sai dipasu-pasu ia ma hamu
Tubuan laklak ma na so tubuan lak-lak, tubuan singkoru naso tubuan singkoru,
laklak ma i di ginjang ni pintu singkoru digolom-golom, sai maranak ma sapulu

5

pitu jana marboru sappulu onom, anggo dung mardakka abaramuyu, margostagosta margiringgiring, maroppa-oppa mangiring-iring, lobi dope sian on
nangkan baenon tanda godang ni roha ni ama dohot ina di pahompu nangkan na
ro.
Antong, bariba tor ma i bariba rura, aek mardomu tu muara, totor iba di
adatniba, i do tanda ni anak ni namora. Malo-malo hamu marhula dongan
songon i marhula marga, inda adong arti ni sinadongan, anggo na so malo iba
martutur poda. On sude hata ni adat, padan ni oppunta na dung lalu, di ari na
sadarion hami pasahat tu badan simanaremuyu. On pe hehe hamu jolo pangupa
jolo pangupa i, kata pembaca pangupa dan beberapa orang mengangkat pangupa
itu ke atas setinggi kepala kedua mempelai seraya pembaca pangupa berkata
“manaek ma hamamora, hatotorkis jana hadidingin di hamu na niupa on.
Artinya: Kita selalu mendo’akan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, agar
kamu diberkati-Nya mendapat keturunan anak laki-laki dan anak perempuan.
Kalau diizinkan beranak laki-laki tujuh belas orang dan anak perempuan enam
belas orang. Sekiranya anak kamu berdua sudah banyak kami akan membuat
acara yang lebih meriah kepada kamu dan cucu kami kelak.
Dengarkanlah, amalkanlah adat istiadat, itulah tanda anak yang dihormati.
Pandai bermasyarakat, tidak ada gunanya harta kalau tidak pandai bergaul. Ini
semua kata-kata adat pesan leluhur kita, hari ini kami titipkan kepada kamu
berdua. (Parsadaan Marga Harahap Dohot Boruna 1993 dan L.S. Diapari 1990).
Dapat disimpulkan bahwaPiercememandang bahwa semiotika sebagai
teori tanda pada umumnya dan segala sesuatu yang dapat menjadi tanda. Saussure

6

juga memandang bahwa semiotika sebagai sistem tanda yang utama. Sesuai
dengan hipotesis bahwasemiotika mengkaji semua proses kebudayaan menjadi
sebagai proses komunikasi serta merupakan suatu studi yang mempelajari tentang
tanda dan lambang yang memiliki makna sesuai dengan pemahaman dari
pengirim dan penerima.Penelitian ini lebih menitikberatkan atau berfokus kepada
semiotika komunikasi. Ferdinand de Saussure mengatakan bahwa semiotika
komunikasi adalah tanda yang mencakup bagian dari proses komunikasi. Artinya,
dikatakan tanda adalah apabila seorang pengirim menyampaikan suatu maksud
dengan menggunakan kode atau benda kepada penerima dan penerima memahami
apa yang disampaikan oleh pengirim. Maka dari itu, setiap tanda memiliki makna
atau informasi apa saja yang terkandung di dalamnya.
Upacara pernikahan dalam masyarakat Angkola merupakan serangkaian
upacara yang memancarkan kebesaran suatu tatanan adat istiadat dan kehidupan
sosial masyarakat Angkola secara turun-temurun. Bentuk simbol-simbolyang
berupa alat dan bahan perangkat pangupa dalam upacara pernikahan Angkola di
Tapanuli Selatan tidak akan mungkin lepas dari yang namanya fungsi simbolik
bagi masyarakat dan makna-makna simbol yang telah menjadi kesepakatan
masyarakat.Fungsidan Makna simbol yang ada dalam upacara pernikahan
Angkola memiliki fungsi sebagai cerminan kepribadian masyarakat Angkola.
Masyarakat Angkola diharapkan tetap menjaga segala aturan, bentuk, dan
kegunaan dari perangkat pangupa sehingga susunan adat istiadat masyarakat
Angkola tetap berlanjut. Namun, karena perkembangan dan kemajuan zaman
modern saat ini, fungsidanmakna simbol dari adat istiadat itu sendiri menjadi

7

terabaikan dan kemungkinan perlahan-lahan akan hilang.Sebabmereka yang
melaksanakanupacaramangupahanyadapatmengikutiupacaraadat

yang

berisidoadannasihattanpamenerapkandoadannasihattersebutdalamkehidupansehari
-hari. Hal ini disebabkan karena masyarakat Angkola pada saat ini hanya melihat
adat istiadat sebagai formalitas saja dan tidak begitu memperhatikan
fungsidanmakna simbol yang terdapat dalam adat istiadat tersebut. Masyarakat
menganggap itu memang telah menjadi suatu tradisi yang ada sejak dahulu dan
selalu dilaksanakan menurut aturan dan norma yang berlaku dalam adat istiadat
pernikahan tanpa mengetahui makna simbol dari teks mangupa(hata-hata
pangupa, yang terdapat dalam upacara pernikahan masyarakat Angkola.
Khususnya generasi muda saat ini tidak paham mengenai fungsi simbolik dan
makna-makna simbol dari upacara mangupa yang telah menjadi tradisi dalam
pernikahan masyarakat Angkola di Tapanuli Selatan. Maka dari itu, dari
penelitian ini penulis akan menjelaskan bahwa bentuk simbol-simbol dalam
penelitian

ini

ialah

berupa

alat

dan

bahan

dari

perangkat

pangupa,kemudianfungsisimboliknyaialah berupa manfaat/kegunaan perangkat
pangupa tersebut bagi masyarakat khususnya bagi kedua mempelai pengantin,
serta makna-makna simbolnya berupa arti/makna dari perangkat pangupa dimana
makna-makna simbolnya telah menjadi kesepakatan masyarakat budaya etnis
Angkola dalam menentukan makna-makna simbol tersebut. Selain itu juga
mengenai adanya perbedaan bahasa yang digunakan dalam nasihat pangupa
dengan bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Teks pangupa yang
berisi nasihat (hata-hata pangupa) menggunakan bahasa yang khas dan sopan.

8

Berdasarkan dari asumsi di atas, maka peneliti berfokus pada teks atau
nasihat (hata-hata pangupa) mangupa di naharoan boru yang di dalamnya
terdapat bentuksimbol, fungsi simbolik dan makna simbol yang terdapat dalam
teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten
Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Hal inilah yang mendorong peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Makna Simbolik dalam Teks
pangupa pada Upacara Pernikahan Masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli
Selatan” karena sebagian masyarakat Angkola di Tapanuli Selatan belum
sepenuhnya memahami bahasa adat dan makna simbolik yang terdapat dalam teks
pangupa.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, diidentifikasikan masalahmasalah yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. bentuksimbol-simbol, fungsi simbolik dan makna-makna simbol dari
simbol-simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan
masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. kurangnya perhatian

masyarakat

khususnya

generasi

muda dalam

memahami bahasa adat, masyarakat juga tidak begitu mengetahui bentuk
simbol-simbol yang berupa alat dan bahan dalam perangkat

pangupa,

fungsi simbolik bagi masyarakat, serta makna-makna simbol dari bentuk
simbol-simbol yang terdapat dalam teks pangupa padaupacara pernikahan
masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan.

9

3. perbedaan ragam bahasa dalam teks pangupa dengan bahasa dalam teks
percakapan sehari-hari.
C. Pembatasan Masalah
Dalam upacara adat mangupa di naharoan boru masyarakat Angkola,
ditemukan jenisperangkat pangupa yang merupakan syarat dan sudah menjadi
tradisi secara turun-temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Jenis perangkat
pangupa tersebut terdapat dalam teks pangupa yang memang tentunya memiliki
makna simbolik. Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, berdasarkan
identifikasi masalah di atas dan sesuai dengan ruang lingkup masalah penelitian
ini dibatasi pada teks pangupa yang disampaikan oleh Raja Panusunan Bulung
(pemuka adat, pembaca teks pangupa), baik itu dari bentuksimbol, fungsi
simbolik, serta makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. bagaimanakahbentuk simbol-simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada
upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?
2. apa fungsi simbolik yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara
pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?
3. apa sajakah makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada
upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?

10

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusanmasalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. agar dapat mendeskripsikan bentuk simbol-simbol yang terdapat dalam teks
pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten
Tapanuli Selatan.
2. agar dapat mengetahui fungsi simbolik yang terdapat dalam teks pangupa
pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli
Selatan.
3. agar dapat menjelaskan makna-makna dari simbol yang terdapat dalam teks
pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten
Tapanuli Selatan.

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. manfaat teoretis
a. upaya agar dapat mengetahuifungsi simbolikyang terdapat dalam teks
pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten
Tapanuli Selatan.
b. upaya agar dapat memahami makna-makna simbol yang terdapat dalam
teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di
Kabupaten Tapanuli Selatan.

11

2. manfaat praktis
a. agar dapat menambah wawasan informasi terhadap masyarakat,
khususnya generasi muda yang belum mengetahui fungsi simbolik dan
makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara
pernikahan masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan.
b. sebagai bahan ajar untuk mahasiswa bagi peneliti lain yang ingin
meneliti fungsi simbolik dan makna-maknasimbol melalui kajian
semiotika yang terdapat dalam teks pangupa ataupun untuk materi
lainnya yang mengkaji makna simbolik serta untuk mahasiswa yang
ingin menambah pengetahuannya tentang Bahasa dan Sastra Indonesia.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sesuai
dengan rumusan masalah, yaitu bagaimanakah bentuk simbol-simbol yang
terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan masyarakat Angkola di
Kabupaten Tapanuli Selatan, apa fungsi simbolik yang terdapat dalam teks
pangupa, dan apa saja makna-makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa
pada upacara pernikahanadat masyarakat etnis Angkola. Dalam hasil perolehan
data yang didapat, adanya ditemukan teks pangupa yang berisi nasihat dan pantun
yang memiliki fungsi dan makna dari dalam teks yang disampaikan oleh pemuka
adat pada upacara mangupa di naharoan boru.Berdasarkan penjelasan di atas,
dapat ditemukan kajian semiotik yang terdapat dalam upacara mangupa di
naharoan boru (mangupa pada saat menyambut kedatangan mempelai wanita).
Upacara adat mangupa haroan boru adalah salah satu serangkaian upacara
adat dalam pesta pernikahan yang bertujuan untuk mengembalikan tondi ke badan,
memohon berkah serta karunia dari Allah SWT agar selalu sehat wal a’fiat,
selamat di dunia maupun di akhirat, dan tentunya diberikan rezeki yang melimpah
dari Allah SWT setelah berumah tangga.
Sebagai peserta dalam upacara mangupa adalah Dalihan Na Tolu ialah
kahanggi, mora, dan anak boru.Dalihan Na Tolu merupakan unsur penting dalam
pelaksanaan upacara mangupa. Mulai dari musyawarah, hingga mencapai
kesepakatan bersama merupakan tanggung jawab Dalihan Na Tolu dan dalam

107

108

upacara mangupa, Dalihan Na Tolu memiliki tugas masing-masing berdasarkan
sesuai fungsinya. Tanpa disertai kehadiran Dalihan Na Tolu, maka upacara
mangupa tidak bisa dilaksanakan karena struktur adat tidak terpenuhi. Upacara
mangupa sebaiknya juga memenuhi unsur adat lainnya yang mencakup
suhut/inanta soripada (orang tua perempuan dari pengantin), pisang raut,
hatobangon, cerdik pandai (tokoh adat), alim ulama,raja pamusuk (raja di huta
i), raja torbing balok, raja pangundian, orang kaya, dan raja panusunan bulung.
Menurut Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam, dkk bentuk simbol-simbol
dalam teks pangupa yang terdapat pada upacara mangupa ialah terdiri dari: 1)
Burangirsirara huduk (daun sirih), 2) Piramanuk nadihobolan (telur ayam yang
dibelah dua), 3) Sira na ancim (garam yang asin), 4) Manuk hatir-manuk pogang
(ayam pangupa/ayam jago yang besar), 5) Ihan sahat (ikan penyerahan upahupah), 6) Ihan sayur (ikan sayur), 7) Ihan napitu sunge (ikan dari tujuh sungai), 8)
Udang (udang), 9) Bulung gadung (daun ubi), 10) Indahan sibonang manita (nasi
upah-upah), 11) Indahan ribu-ribu (nasi seribu), 12) Tolu bulung ujung pisang
sitabar (tiga daun ujung pisang liar namun, buahnya tidak dimakan), 13) Anduri
(tampi), 14) Hambeng ni simaradang tua (kambing yang menjelang usia tua), 15)
Ulu ni hambeng/ hambeng ni simanjunjung (kepala kambing), 16) Horboni
simaradang tua (kerbau yang beranjak tua), 17) Igung ni horbo (hidung kerbau),
18) Dila ni horbo (lidah kerbau), 19) Mata ni horbo/horbo ni simanyolong (mata
kerbau), 20) Pinggol ni horbo/horbo ni simanangi (telinga kerbau), 21) Ate-ate ni
horbo (hati kerbau), 22) Jattung ni horbo (jantung kerbau), 23) Rak ni horbo
(tulang rusuk kerbau), 24) Huling-kuling/bobak (kulit kerbau), 25) Tulang rincan

109

(tulang kerbau yang berharga), 26) Pat ni horbo (kaki kerbau), 27) Padang togu
(tumbuhan di pinggir jalan), 28) Sanggar dohot ria-ria (rumput rimbun), 29)
Burangir na salpu jung-jungan (daun sirih dijunjung/dinaikkan ke atas), 30)
Bulung torop (daun yang lebar), 31) Bulung ni haruaya/horas taji (daun dari
pohon beringin), dan bagaimana mengungkapkan bentuk simbol, fungsi simbolik,
serta makna simbol yang terdapat dalam teks pangupa pada upacara pernikahan
masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Fungsi simbolik dari teks pangupa dalam upacara mangupa bagi kedua
mempelai pengantin dan masyarakat lainnya adalah orang yang telah
melaksanakan upacara mangupa atau mangkobar adat, pernikahannya telah
diakui secara hukum adat dan agar masyarakat lainnya tidak merendahkan
kedudukan kedua pengantin dalam bermasyarakat.Apabila upacara mangupa ini
tidak dilaksanakan, kedudukan pengantin tersebut tidak diakui secara adat dan
tidak dapat mengikuti upacara adat lainnya serta tidak dapat memberikan
keputusan dalam musyawarah adat karena dianggap belum berhak dan belum
melaksanakan kewajibannya dalam bermasyarakat adat etnis Angkola.
Karena upacara mangupa di naharoan boru adalah proses upacara adat
yang dilaksanakan di Tapanuli Selatan yang merupakan ungkapan rasa puji
syukur kepada Allah SWT atas keberhasilan yang diperoleh, dilindungi dari
bahaya dan untuk mengembalikan tondi ke badan agar kembali sehat dan selalu
selamat.
Makna-makna simbol dalam teks pangupa yang terdapat dalam upacara
mangupa ialah dalam teks pangupa telah dijelaskan dari pendapat ahli seperti kata

110

Ogdens dan Richard (1972:9) lambang ini bersifat konvensional, perjanjian; tetapi
ia dapat diorganisir, direkam dan dikomunikasikan. Jadi, untuk mengetahui
maksud lambang-lambang itu kita harus mempelajarinya.Oleh karena itu, bentuk
simbol-simbol telah menjadi kesepakatan masyarakat dalam upacara mangupa
yangdimaknai

tersebut

disebabkan

mereka

terlebih

dahulu

melakukan

musyawarah terhadap penduduk masyarakat Angkola yang ada di sekitarnya
dengan berbagai pendapat yang banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh adat
masyarakat tertentu di Tapanuli Selatan.Setelah dilaksanakannya musyawarah,
maka terjadilah kesepakatan masyarakat terhadap makna-makna simbol dalam
upacara mangupa tersebut.
Telah banyak ditemukan dalam penelitian yang menggunakan kajian
semiotik, namun khususnya pada kajian ini telah diketahui bentuk simbol-simbol,
fungsi simbolik, dan makna-makna simbol dalam teks pangupa etnis Angkola
yang dimaksudkan dalam sebuah fungsi dan makna, penelitian yang dilakukan
lebih banyak menggunakan tuturan yang disampaikan berisi nasihat dan memiliki
fungsi serta makna.
Setidaknya penelitian bisa untuk penelitian-penelitian yang lebih spesifik
terhadap makna simbolik dalam kajian semiotiknya yang menarik, sampel besar
dan teknik analisis yang lebih mendalam untuk mendapatkan hasil kajian yang
menarik. Selain itu dapat juga disampaikan dengan menggunakan teks lisan atau
teks tulisan yang berisi tuturan untuk menyampaikan nasihat yang menggunakan
bahasa Angkola dan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehari-hari

111

atau dapat diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia yang baku sesuai
dengan aturan bahasa menurut EYD (ejaan yang disempurnakan).
Semiotik yaitu ilmu tentang tanda-tanda dan kode, tanda-tanda yang
digunakan untuk memproduksi, menyampaikan adapun kode berfungsi untuk
mengatur penggunaanya.Semiotika dan semiologi dua pendekatan yang berbeda,
tetapi terkait dengan teori-signifikasi bagaimana sistem tanda dan kode tersebut
bekerja.
Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah
pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda
linguistik.Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau
leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap
kata atau leksem.Jika disamakan dengan morfem, maka makna adalah pengertian
atau keberadaan bahasa sebagai suatu sistem juga bersifat bidimensional.

B. Saran
Beberapa penelitian kerap menggunakan kajian semiotik, khususnya
dalam upacara pernikahan etnis Angkola dalam kajian semiotik.Dengan
menganalisis makna simboliknya dari berlangsungnya upacara mangupa di
naharoan boruyang diadakan oleh kedua mempelai pengantin pria dan
wanita.Upacara tersebut dapat mengembangkan tradisi adat budaya Angkola
secara turun-temurun ke anak cucu mereka.
Sekiranya lebih banyak penelitian dalam cakupan makna simbolik dalam
pernikahan adat Angkola tersebut yang berobjek acara pernikahan etnis Angkola
di Kabupaten Tapanuli Selatan pada kajian semiotik yang disampaikan oleh raja

112

panusunan bulung (pemuka adat) sehingga makna simbol dalam acara tersebut
berkesan lebih nyata tidak hanya berfokus pada objek yang bersifat fiksi saja.
Sebaiknya adat istiadat budaya upacara mangupa sebagai kajian folklor
kearifan lokal etnis Angkola dapat tetap dilaksanakan dan dilestarikan untuk ke
depannya karena upacara mangupa ini memiliki makna yang sangat bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kemasyarakatan.
Sebagai generasi penerus bangsa untuk melanjutkan adat istiadat yang
telah diwariskan nenek moyang secara turun temurun dari budaya adat etnis
Angkola, kaum muda-mudi harus mengetahui dan memahami prosesi pelaksanaan
upacara mangupa agar kelak pelaksanaanya tetap sama seperti yang diwariskan
nenek moyang dahulu dan tidak akan pernah berubah dengan adanya
perkembangan zaman yang semakin modern pada saat ini.
Sebaiknya juga pemerintah Sumatera Utara dapat memberitahukan atau
menyebarluaskan upacara mangupa ini kepada daerah-daerah luar kota sebagai
adat istiadat dan ciri khas daerah etnis Angkola yang berbeda tata pelaksanaanya
dengan daerah-daerah yang lainnya.

113

DAFTAR PUSTAKA
Alam Perkasa, S.T.B. 2012.Surat Tumbaga Holing 1. Medan: CV Mitra Medan.
___________. 2012. Surat Tumbaga Holing 2. Medan: CV Mitra Medan.
___________, dkk.1987. Burangir Na Hombang. Medan: CV. Partama Mitra
Sari.
Aminuddin. 1988. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar
baru.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia Ilmu, Gosip, Dongeng, dan LainLain. Jakarta: Grafiri Pers.
Darma, Y.A. 2009.Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Diapari, L.S. 1990. Gelar Patuan Naga Humala Parlindungan, Adat Istiadat
Perkawinan Dalam Masyarakat Tapanuli Selatan.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Harahap, H.M.D. 1986. Adat Istiadat Tapanuli Selatan. Universitas Michigan:
Grafindo Utama.
Harahap, Sariah. 2016. Artikel Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah Upacara
Mangupa Patobang Anak Pada Masyarakat Batak Angkola Di
Tulang Bawang Barat. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Hidayat, Bahri. 2005. Tradisi Mangupa Pada Pasangan Pernikahan Pemula
Masyarakat Perantau Tapanuli Selatan, Vol. 11, No. 2.
Moelong, L.J. 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nasution, Pandapotan. 2005. Adat Budaya Mandailing Dalam Tantangan Zaman.
Medan: Forkala.
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

114

Parsadaan Marga Harahap Dohot Anak Boruna. 1993. Horja Adat Dalihan Na
Tolu. Bandung: PT. Grafitri.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Pradopo, R.D, dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita
Graham Widya.
Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sutopo, H.B. 2006.Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Kedua. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Yusrina dan Nurdin, B.V. 2009. Dalihan Na Tolu di Rantau: Kajian Perubahan
dan Rekonstruksi Nilai- Nilai Dalihan Na Tolu pada Generasi Muda
Ikatan Batak Muslim (Ikabamus) Lampung, Jurnal Sociologie, Vol.
1, No. 4.