MAKNA SIMBOL TOR-TOR DAGANAK TUBU PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN.

(1)

MAKNA SIMBOL TOR-TOR DAGANAK TUBU

PADA MASYARAKAT ANGKOLA

DI DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA BARAT

KABUPATEN TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

PUTRI NORMA SARI HASIBUAN

2101142020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI

JURUSAN PENDIDIKAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Skripsi ini Diajukan oleh Putri Norma Sari Hasibuan, NIM 2101142020 Jurusan Sendratasik

Program Studi Pendidikan Tari/S-1 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Dinyatakan telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Medan, Februari 2015

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Nurwani, S.S.T M.Hum Yusnizar Heniwati, S.S.T M.Hum NIP. 19660613 199702 2 002 NIP. 19651021 1992003 1 003


(3)

i

ABSTRAK

PUTRI NORMA SARI HASIBUAN. NIM 2101142020 Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan. 2015

Penelitian ini merupakan kajian mengenai makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Tor-tor Daganak Tubu ini menggambarkan rasa syukur keluarga ketika menyambut kelahiran bayi. Tor-tor ini diiringi oleh syair-syair lagu yang ditujukan untuk kebaikan sang bayi.

Dalam penuangan hasil penelitian ini menggunakan beberapa teori-teori yang mendukung dengan topik penelitian diantaranya teori makna, teori simbol, teori struktur, pengertian Tor-tor serta pengertian upacara adat.

Waktu penelitian yang digunakan untuk membahas tentang Tor-tor Daganak Tubu ini selama dua bulan, yaitu pada bulan November 2014 hingga Januari 2015. Tempat penelitian berada di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Populasi pada penelitian ini adalah beberapa orang ketua adat masyarakat Angkola yang bertempat tinggal di Kota Padangsidempuan, penyelenggara upacara adat, kerabat dan keluarga sebagai panortor. Sampel dalam penelitian ini adalah 2 orang ketua adat beberapa keluarga penyelenggara pesta. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, dan selanjutnya pada analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa secara keseluruhan makna simbol yang terdapat dalam Tor-tor Daganak Tubu melambangkan wujud rasa syukur ketika menyambut kelahiran seorang bayi. Dalam gerakan ketika manortor terdapat makna mulai dari sembah kepada Tuhan yang Maha Esa dan penghormatan kepada sesama manusia, meminta do’a kepada agar diberi segala kebaikan kepada sang bayi, serta membagikan rezeki kepada sesama. Disamping itu dalam ende (syair lagu) terdapat pula makna-makna yang sesuai dengan gerakan Tor-tor.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan”.

Skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat yang telah ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Sendratasik, Program Studi Pendidikan Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan. Penulis menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan pengetahuan, baik dari segi penulisan, tata bahasa dan penyampaian ide penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun perbaikan dimasa yang akan datang.

Dalam penyelesaian tugas akahir ini, penulis juga mengalami berbagai kendala. Namun berkat doa dan bantuan oleh pihak yang dengan suka rela memberi semangat kepada penulis untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada;

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

3. Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik

4. Nurwani S.S.T M.Hum selaku ketua Prodi Pendidikan Tari, Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Medan sekaligus dosen pembimbing I 5. Yusnizar Heniwati S.S.T M.Hum selaku dosen pembimbing II

6. Dra. Rr. RHD Nugrahaningsih, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik 7. Bapak / Ibu Dosen Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Negeri Medan yang telah memberikan ilmu dan kasih sayangnya selama proses pembelajaran dan perkuliahan berlangsung.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. Parlindungan Hasibuan dan Ibunda Erni Wati Situmorang, keduanya yang sangat sabar mendukung, memotivasi, memberikan pencerahan kepada Ananda baik


(5)

berupa materi maupun do’a yang telah mengiringi Ananda untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Adik-adik tersayang Ahmad Arsyad Bosar Hasibuan, Fazri Kurniansyah Hasibuan, Rifka Erlinda Putri Hasibuan, Nazwa Sakinah Putri Hasibuan, M. Fahrezzi Arafat Hasibuan yang selalu memberikan do’a serta motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini.

10. Terma kasih kepada keluarga besar dari Umak dan Bapak yang mungkin tidak dapat disebutkan oleh penulis secara satu persatu.

11.Bapak narasumber Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam dan Daud Siregar yang telah banyak memberikan informasi kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabat saya Afni Dayanti Nasution S.Pd, Monica Mauliyandari S. Pd yang telah dulu menyelesaikan studinya terlebih dahulu, Sefrina Wahyuni dan Jelita Fitri yang sama-sama berjuang dengan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, Bang Dodi, Om Reza, Madan, Rani dan Manda. 13. Semua teman-teman Jurusan Sendratasik Khususnya Tari yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah berjuang untuk mendapatkan gelar S-I Pendidikan Tari

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2015 Penulis

PUTRI NORMA SARI HASIBUAN NIM 2101142020


(6)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTER TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang Masalah ... 1

B Identifikasi Masalah ... 7

C Pembatasan Masalah ... 8

D Rumusan Masalah ... 9

E Tujuan Penelitian ... 9

F Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Teori Struktur ... 11

2. Teori Makna ... 12

3. Teori Simbol ... 13

4. Pengertian Tor-tor ... 15

5. Upacara Adat ... 16

B. Kerangka Konseptual ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Metode Penelitian ... 19

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

1. Lokasi Penelitian ... 20

2. Waktu Penelitian ... 20

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

1. Populasi ... 21

2. Sampel Penelitian... 21


(7)

v

1. Studi Kepustakaan ... 22

2. Observasi... 24

3. Wawancara ... 24

4. Dokumentasi ... 24

E. Teknik Analisis Data... 25

BAB IV PEMBAHASAN ... 26

A. Gambaran Umum Masyarakat Tapanuli Selatan ... 26

B. Upacara Adat Mangupa Daganak Tubu ... 31

C. Struktur Penyajian Tor-tor Daganak Tubu ... 37

D. Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu ... 40

1. Makna Simbol yang Terdapat Dalam Ragam Gerak ... 40

2. Makna Ende (Syair) Lagu Tor-tor Daganak Tubu ... 46

3. Makna Ulos Bagi Masyarakat Angkola ... 48

BAB V PENUTUP ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

GLOSARIUM... 57 LAMPIRAN 1 GAMBAR ... LAMPIRAN 2 DATA INFORMAN .. ... LAMPIRAN 3 DAFTAR RIWAYAT PENULIS .. ...


(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Tapanuli Selatan ... 27

Gambar 4.2 Manilpokkon Hasaya (pemotongan hewan kerbau). ... 36

Gambar 4.3 Tor-tor Daganak Tubu. ... 39

Gambar 4.4Tor-tor Daganak Tubu ... 40

Gambar 4.5 Salah satu jenis Ulos Batak Angkola ... 48

Gambar 4.6Salah satu kegunaan ulossebagai penutup Pangupa ... 49

Gambar 4.7Paroppa Sadun ... 50 Gambar 4.8 Sekelompok Paronang-onang

Gambar 4.9Gondang Gambar 4.10 Suling

Gambar 4.11ogung/ tawak-tawak Gambar 4.10 sepasang tali sasayat Gambar 4.11 Tor-tor Suhut Bolon


(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Makna Ragam Gerak Tor-Tor Daganak Tubu... 38 Tabel 4.2 Deskripsi Tor-tor Daganak Tubu... 39 Tabel 4.3 Makna Ende yang Terdapat dalam Tor-Tor Daganak Tubu... 43


(10)

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa seorang manusia. Dalam kegiatan adat istiadat, tari juga dapat digunakan sebagai sarana pada upacara adat yang dapat mengekspresikan jiwa seseorang maupun sekelompok masyarakat. Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki beragam jenis upacara adat istiadat yang digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan rasa suka maupun duka.

Tapanuli Selatan juga dikenal dengan tradisiadat istiadat Batak Angkola yang kental. Pada awalnya masyarakat di daerah ini menganut sistem kepercayaan yang bersumber dari leluhur atau nenek moyang yang menjadi pedoman dalam kehidupannya, apabila adat istiadat dilanggar maka para leluhur atau nenek moyang terdahulu akan murka. Namun seiring masuknya ajaran agama Islam ke daerah ini, maka kegiatan adat yang bertolak belakang dengan agama mulai ditinggalkan oleh masyarakat, subsuku Batak sudah ini menyesuaikan tradisi dengan agama.

Pada zaman dahulu, nenek moyang telah menciptakan berbagai ragam bentuk seni yang mempunyai landasan falsafah adat untuk diwariskan kepada keturunannya dan terbukti sampai sekarang masih dapat ditemui baik dalam


(11)

2

upacara adat maupun kehidupan sehari-hari. Dari banyaknya hasil cipta para leluhur itu dapat ditemukan berbagai seni yang masih terus berkembang di daerah Tapanuli Selatan seperti:

1. Seni suara disebut Ende 2. Seni tari disebut Tor-tor

3. Seni musik disebut Gondang/ Gordang

4. Seni ukir, pahat, dan lukis disebut Gorga Torsa dan Gana-ganaan 5. Seni sastra atau bahasa disebut Hata Hapantunon

6. Seni olahraga disebut Uti-utian

7. Seni bela diri disebut Partahanan (Sutan Tinggi Barani: 1981: 3)

Bagi masyarakat di daerah ini Tor-tor merupakan salah satu hal yang berkaitan dengan kepercayaan yaitu bentuk pemujaan, persembahan, dan permohonan kepada yang kuasa. Dalam hal ini banyak kekuatan gaib yang dihormati ataupun disembah dengan tujuan memperoleh perlindungan dari segala marabahaya, memohon kemakmuran, kedamaian dan sebagainya. Namun seiring berkembangannya zaman beberapa Tor-tor memiliki fungsi lain seperti, sebagai pertunjukan dan hiburan.. Tor-tor yang dimiliki oleh masyarakat di Tapanuli Selatan merupakan salah satu bentuk tari komunal dimana tor-tor ini tidak diketahui penciptanya dan berkembang pada masyarakat sehingga dapat dikatakan Tor-tor merupakan milik masyarakat. Myron HN dan Constance GN ( 2001:102) berpendapat bahwa:

“tari rakyat merupakan tari komunal yang dipentaskan menurut musik tradisional. Asal mulanya dari upacara ritual; misalnya dalam upacara kerajaan, perkawinan, persiapan perang, perayaan musiman, berkabung dsb.”


(12)

3

Dari pengertian tari komunal yang dijelaskan oleh Myron dan Costance dapat kita ketahui bahwa Tor-tor merupakan salah satu bentuk seni yang memiliki iringan musik tradisional. Kemudian Tor-tor ini biasanya disajikan dalam berbagai upacara adat salah satunya dalam upacara Mangupa Daganak Tubu bagi masyarakat Angkola, dimana dalam upacara ini kegiatan manortor merupakan salah satu kegiatan utama. Tor-tor ditarikan oleh masyarakat secara bersama, memiliki bentuk gerak yang sederhana, dilihat dari penampilan para masyarakat yang menjadi Panortor tidak terlalu memperhatikan riasan pada wajah. Edi Sedyawati, Sal mugyanto dan Yulianti Parani (1986:160) mengatakan:

Ditinjau dari dari ciri-ciri yang ada pada setiap tari rakyat itu antara lain: 1. Fungsi sosial

2. Ditarikan penari bersama

3. Menurut spontanitas atau respon 4. Bentuk geraknya sederhana

5. Tata rias dan busana pada umumnya sederhana 6. Irama iringan musik dinamis dan cenderung cepat 7. Jarang membawakan cerita lakon

8. Jangka waktu pertunjukan tergantung dari gairah penari yang tergugah 9. Sifat tari rakyat sering homoristis

10.Tempat pementasan berbentuk arena 11.Bertemakan kehidupan masyarakat

Dalam upacara adat istiadat di Tapanuli Selatan terdapat dua uparaca adat besar yaitu Upacara Siriaon (suka cita) dan upacara Siluluton (duka cita). Upacara yang berkaitan dengan suka cita yaitu Upacara Pabagas Boru (pernikahan), Hasorangan ni Daganak Tubu (kelahiran Bayi), Pajonjong Bagas na Baru (mendirikan rumah baru) dan upacara yang berbentuk duka cita yaitu Upacara Hamaten (kematian). Tor- tor sangat berperan dalam setiap Horja Godang (upacara adat besar) di daerah ini, akan tetapi pada upacara adat kematian kegiatan Manortor sudah ditinggalkan karena masyarakat sudah menyesuaikan


(13)

4

dengan ajaran agama yang dipercayai. Pada setiap upacara adat tersebut tidak semua orang bisa manortor dalam satu Galanggang (panggung) karena pengaruh adanya tingkatan sosial dalam masyarakat, selain itu hubungan tutur dalam kekeluargaan harus benar-benar diperhatikan. Begitu juga dengan upacara adat Mangupa Daganak Tubu, Tor-tor hanya boleh dilakukan oleh anggota keluarga sesuai kedudukan panortor dalam upacara.

Suku Batak dikenal dengan banyaknya marga, dalam suku ini sangat penting dimana marga adalah suatu identitas keturunan dari pendahulunya (nenek moyangnya) kemudian akan diberikan secara turun temurun kepada anak cucunya. Dalam suku batak garis keturunan berasal dari pihak laki-laki sehingga marga diturunkan dari pihak ayah. Marga diturunkan oleh ayah kepada anak laki-laki maupun perempuan, akan tetapi anak laki-laki-laki-laki yang akan meneruskan marga sementara perempuan tidak.

Begitu pula dengan suku Batak Angkola yang mengambil garis keturunan laki-laki atau yang biasa disebut dengan sistem patriliniar. Oleh karena itu, di Tapanuli Selatan kelahiran anak pertama terlebih anak laki-laki seringkali disambut dengan upacara pesta adat sebagai rasa syukur keluarga yang biasa disebut Mangupa Daganak Tubu dalam bentuk upacara kecil maupun besar, karena sang anak yang akan melanjutkan sejarah keluarga. Pesta syukuran adat Horja Godang Mangupa Daganak Tubu disertai dengan upacara adat dan pemotongan kerbau. Kerbau memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan hewan lain sehingga kerbau menjadi lambang tingginya kedudukan sosial. Disamping itu masyarakat percaya bahwa kerbau memiliki roh penjaga


(14)

5

keselamatan bagi keluarga dan bayinya. Dalam kegiatan penyembelihan hewan kerbau juga ada tor-tor yaitu Tor-tor Manilpokkon Hasaya.

Dalam upacara ini dapat dilihat jelas bahwa anggota masyarakat itu mempunyai tingkatan sosial sehingga upacara ini tidak begitu menyebar. Ketika seorang masyarakat memiliki kedudukan sosial dan ekonomi yang mencukupi maka ia akan melaksanakan Horja Godang Untuk Mangupa-upa anaknya. Pada zaman sekarang kedudukan sosial bukan berarti yang lebih berkuasa pada daerah melainkan masyarakat yang mampu secara ekonomi dan berniat melaksanakan upacara. Akan tetapi ada juga beberapa adat kecil yang dilakukan apabila tidak melaksanakan Horja Godang Mangupa Daganak Tubu yaitu Mangupa-upa seperti hanya dengan keluarga tanpa mengundang raja-raja adat atau yang lainnya.

Ketika seorang bayi lahir maka harus disambut dengan melaksanakan upacara meskipun dengan bentuk yang sederhana maupun dengan Horja Godang (pesta adat besar). Dalam kegiatan ini Sebelum melaksanakan upacara Horja Godang Mangupa Daganak Tubu dilakukan permohonan agar diberi izin dan do’a oleh raja-raja adat sehingga upacara dapat berjalan lancar tanpa kekurangan. Pelaksanaan upacara adat Mangupa Daganak Tubu ini merupakan bentuk rasa bahagia sekaligus rasa syukur keluarga dalam menyambut kelahiran sang bayi. Upacara ini dilaksanakan tergantung niat pemilik hajatan untuk melaksanakan berapa hari, zaman dahulu dilakukan sampai tujuh hari tujuh malam, kemudian menjadi tiga hari tiga malam. Namun belakangan dipersingkat oleh masyarakat seperti untuk Horja Godang Mangupa Daganak Tubu lebih sering dilaksanakan satu hari satu malam.


(15)

6

Kegiatan manortor merupakan salah satu kegiatan utama dalam upacara adat Mangupa Daganak Tubu, dalam upacara ini terdapat beberapa jenis Tor-tor. Dalam rangkaiannya, tor-tor dilaksanakan sesuai dengan struktur kekerabatannya. Berdasarkan kelompoknya maka terdapat struktur Tor-tor dalam upacara yang dibagi kepada beberapa tor-tor sebagai berikut:

1. Tor-tor Suhut Bolon dilakukan oleh orang tua bayi

2. Tor-tor kahanggi dilakukan oleh kelompok saudara laki-laki ayah bayi

3. Tor-tor Hombar Suhut dilakukan oleh kelompok se-marga ayah bayi

4. Tor-tor Anak Boru dilakukan oleh kelompok keluarga ibu bayi

5. Tor-tor Pisang Raut dilakukan oleh Anak Boru dari Anak Boru orang tua

bayi

6. Tor-tor Hatobangon dilakukan oleh kelompok orang yang dituakan di dalam desa

7. Tor-tor Harajaon dilakukan oleh kelompok orang yang dianggap

memahami adat istiadat

8. Tor-tor Orang Kaya dilakukan oleh orang kepercayaan atau biasanya menjadi tangan kanan raja adat

9. Tor-tor Panusunan bulung dilakukan oleh raja adat yang paling dituakan 10.Tor-tor Daganak Tubu dilakukan oleh ibu dari bayi

Pada upacara Mangupa Daganak Tubu, Tor-tor Daganak Tubu merupakan puncak tor-tor, dimana tor-tor dilakukan oleh ibu dari bayi yang akan diupa-upa. Dalam tor-tor ini ibu menggendong bayi sambil manortor dan keduanya diselendangkan dengan salah satu kain adat yang disebut Paroppa Sadun. Kain ini


(16)

7

memang khusus untuk digunakan oleh bayi, berbeda dengan tor-tor lainnya, yang menjadi selendang adalah kain khas Batak Angkola yang yang disebut dengan Sabe-sabe, abit godang atau ulos godang. Dalam Tor-tor ini ibu dan bayinya ditemani oleh kerabat perempuan se-marga dengan ayah bayi

Ketika tor-tor ini dilakukan oleh ibu bayi, maka isi Ende (syair lagu) dalam iringan musiknya harus sesuai dengan landasannya mulai dari sang bayi dalam kandungan, hingga keluarga membuat suatu hajatan sebagai ungkapan rasa syukur ketika sang bayi dilahirkan ke dunia, seperti yang dikatakan oleh Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam (1977:9) “ Gondang na do Tor-torna” maka dalam landasannya apa yang sesuai dengan bayi itu yang harus diucapkan dalam Ende tidak boleh dikeluarkan dari kenyataannya atau berlebihan kecuali do’a untuk sang bayi yang mengharapkan kebaikan untuk masa depannya. Disamping itu sebagai pengiring ada beberapa alat musik yang mendukung ketika tor-tor ini dilakukan seperti, gondang, suling, gong, tawak-tawak, mong-mongan,dan tali sasayat.

Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk menjadikan Tor-Tor Daganak Tubu sebagai topik dalam kajian penelitiannya dengan judul “Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah sangat penting untuk mengetahui permasalahan yang terdapat dalam judul penelitian. Masalah dalam penelitian memuat penjelasan


(17)

8

mengenai alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam usulan penelitian dilihat menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:

1. Baimana struktur penyajian Tor-tor pada masyarakat Angkola dalam upacara Mangupa Daganak Tubu di Kabupaten Tapanuli Selatan?

2. Bagaimana Asal mula Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?

3. Bagaimana bentuk Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?

4. Bagaimana makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya cakupan masalah yang timbul dan karena keterbatasan waktu, kemampuan dan tenaga peneliti, maka penulis membatasi masalah agar penelitian ini mencapai sasaran dan tidak lari dari topik yang akan diteliti. Dengan demikian yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Baimana struktur Penyajian Tor-tor dalam upacara Mangupa Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?

2. Bagaimana makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?


(18)

9

D. Rumusan masalah

Setelah masalah diidentifikasi maka perlu merumuskan masalah, karena hasilnya dapat menjadi petunjuk bagi prosedur berikutnya. Penjelasan mengenai alasan-alasan mengapa masalah dikemukakan dalam usulan penelitian dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti merupakan isi dari perumusan masalah. Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sukar bagi setiap peneliti. O. Setiawan Djuharie (2001:52) mengatakan bahwa: “yang dapat menolong peneliti dari kesulitan merumuskan masalah adalah pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai teori-teori dan penelitian terdahulu dalam bidang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti”.

Berdasasarkan pendapat dan uraian latar belakang masalah di atas, identifikasi dan rumusan masalah, maka diperoleh rumusan masalah sebagai

berikut “Bagaimana Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat

Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan? ”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan bentuk lain hasil perumusan masalah selain judul penelitian. Bentuk tujuan penelitian ini penting karena dapat menjadi penuntun untuk langkah-langkah berikutnya. Oleh karena itu, susunannya mengikuti konsistensi seperti yang berlaku dalam perumusan masalah. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah adalah sebagai berikut:


(19)

10

1. Mendeskripsikan struktur Penyajian Tor-tor dalam upacara Mangupa Daganak Tubu di Tapanuli Selatan.

2. Mendeskripsikan makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Selain memiliki tujuan, suatu penelitian juga diharapkan memiliki manfaat. Dengan mengetahui tujuan ini sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini juga mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai informasi kepada penulis dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai Tor-tor Daganak Tubu dalam upacara adat Magupa Daganak Tubu.

2. Sebagai sumber informasi tertulis mengenai upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak.

3. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa UNIMED maupun peneliti-peneliti lainnya yang akan melaksanakan peneliti-penelitian dengan topik yang berkaitan.

4. Sebagai sumber motivasi bagi masyarakat khususnya masyarakat Tapanuli Selatan dan sekitarnya agar melestarikan serta mengembangkan kebuadayaan khususnya seni tari.


(20)

54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan uraian yang sudah dijelaskan mulai dari latar belakang hingga pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan keseluruhan dari hasil penelitian terhadap Tor-tor Daganak Tubupada masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan, sebagai berikut:

1. Dalam upacara adat Mangupa Daganak Tubu terdapat beberapa Tor-tor dalam rangkaiannya, pada puncaknya terdapat Tor-tor Daganak Tubu.

2. dilihat dari strukturnya dalam Tor-tor Daganak Tubu ini ibu menggendong bayi sambil manortor dan keduanya diselendangkan dengan salah satu kain adat yang disebut Paroppa Sadun dan ditemani kerabat ayah bayi. Kain ini memang khusus untuk digunakan oleh bayi yang baru lahir berbeda dengan tor-tor lain yang menggunakan Abit Godang atau Ulos Godang.

3. Secara keseluruhan makna simbol yang terdapat dalam Tor-tor Daganak Tubu melambangkan wujud rasa syukur ketika menyambut kelahiran seorang bayi. Dalam gerakan ketika manortor terdapat makna mulai dari manyomba tu Tuhan hormat tu manusia (sembah kepada Tuhan dan hormat kepada manusia), mangido do’a (meminta do’a kepada yang kuasa agar diberi kebaikan kepada ibu dan bayinya), serta manartarkon (membagikan rezeki). Disamping itu dalam ende (syair lagu) terdapat pula makna-makna yang sesuai dengan gerakan Tor-tor.


(21)

54

B. Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap kepada masyarakat serta pemerintahan untuk tetap dapat melestarikan Tor-tor maupun upacara adat ini sebagai bentuk kepedulian terhadap tradisi adat istiadat pada masyarakat Angkola

2. Diharapkan kepada seluruh masyarakat serta pemerintah daerah ini untuk lebih perduli terhadap tari-tari tradisi lainnya sehingga informasi-informasi mengenai adat istiadat beserta tariannya dapat dipertahankan dan diturunkan kepada generasi-genarasi yang akan datang.

3. Diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat Angkola yang masih muda untuk lebih memaknai budaya-budaya sendiri dibanding membudayakan tradisi-tradisi luar yang kebanyakan sudah tidak sesuai dan sehingga kita sendiri dapat mempertahankan kebudayaan kita.


(22)

55

DAFTAR PUSTAKA

Barani, Sutan Tinggi. 2012. Gondang Tor-tor Gordang Sambilan Angkola-Sipirok Padang Lawas Mandailing. Medan: Mitra

Barani, sutan Tinggi. Siregar, Rukiyah. Harahap, Paruhum. 1977. Burangir Nahombang. Medan: Pratama Mitra Sari

Danesi, Mercel. 2012. Pesan Tanda dan Makna. Yogyakarta: Salasutera

Djuharie O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi Tesis Disertasi. Bandung: Yrama Widya

Eco, Umberto. 1976. Teori Semiotika Signifikasi ‘Komunikasi, Teori Kode Serta Teori Produksi-Tanda. Kreasi Wacana: Bantul

Sedyawati, E, Murgiyanto, sal & Parani, Yulianti. 1986. Pengetahun Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Eco, Umberto. 1976. Teori Semiotika Signifikasi ‘Komunikasi, Teori Kode Serta

Teori Produksi-Tanda. Kreasi Wacana: Bantul

Eva, Deni. 2012. Tor-tor Upacara Adat Masyarakat Tapanuli Selatan. Skripsi S I: Unimed

Hadi, Sumandiyo. 2005.Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka Harahap, H.M.D. 2009. Adat Istiadat Tapanuli Selatan

Hariani, Dini. 2012. Makna Simbol Tor-tor Naposo Nauli Bulung pada Masyarakat Angkola. Skripsi S I; Unimed

H.N, Myron dan G.N, Constance. 2001. The Dance Experience. Yogyakarta: Prodi seni Pertunjukan Universitas gajah Mada

Magdalena. 2012. Tor-tor Harajaon dalam Upacara Haroan Boru pada Masyarakat Tapanuli Selatan Kecamatan Medan Denai kotamadya Medan. Skripsi S I: Unimed

Nursyid, Sumatmaja. 2002. Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung : Alfabeta

Putra-Heddy Shri Ahimsa. 2001. Strukturalisme levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press


(23)

55

Ritzer, George. 2012. Teori sosial edisi VIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Royce, Anya Peterson. 2007. The Antropology of Dance, terjemahan F.X Widaryanto. Bandung: STSI Press Bandung

Salim dan Syahrum. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka Media

Sedyawati, Edi. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat kesenian Proyek Pengembangan Kesenian jakarta, Departemen pendidikan dan Kebudayaan

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Soedarsono, R.M. 2002. Seni pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta : Departemen Kebudayaan Dan Pendidikan

Turnip, Betty M. 2013. Diktat metodologi penelitian pendidikan Fisika. Unimed, Medan

http://moteqar.blogspot.com/2008/12/resume-materi-pembahasan-tari-komunal.html

http://kelompok3okepunya.blogspot.com/2011/01/teori-sistem.html http://3.bp.blogspot.com/- Tapanuli+Selatan.jp


(1)

D. Rumusan masalah

Setelah masalah diidentifikasi maka perlu merumuskan masalah, karena hasilnya dapat menjadi petunjuk bagi prosedur berikutnya. Penjelasan mengenai alasan-alasan mengapa masalah dikemukakan dalam usulan penelitian dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti merupakan isi dari perumusan masalah. Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sukar bagi setiap peneliti. O. Setiawan Djuharie (2001:52) mengatakan bahwa: “yang dapat menolong peneliti dari kesulitan merumuskan masalah adalah pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai teori-teori dan penelitian terdahulu dalam bidang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti”.

Berdasasarkan pendapat dan uraian latar belakang masalah di atas, identifikasi dan rumusan masalah, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan? ”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan bentuk lain hasil perumusan masalah selain judul penelitian. Bentuk tujuan penelitian ini penting karena dapat menjadi penuntun untuk langkah-langkah berikutnya. Oleh karena itu, susunannya mengikuti konsistensi seperti yang berlaku dalam perumusan masalah. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah adalah sebagai berikut:


(2)

1. Mendeskripsikan struktur Penyajian Tor-tor dalam upacara Mangupa Daganak Tubu di Tapanuli Selatan.

2. Mendeskripsikan makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Selain memiliki tujuan, suatu penelitian juga diharapkan memiliki manfaat. Dengan mengetahui tujuan ini sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini juga mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai informasi kepada penulis dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai Tor-tor Daganak Tubu dalam upacara adat Magupa Daganak Tubu.

2. Sebagai sumber informasi tertulis mengenai upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak.

3. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa UNIMED maupun peneliti-peneliti lainnya yang akan melaksanakan peneliti-penelitian dengan topik yang berkaitan.

4. Sebagai sumber motivasi bagi masyarakat khususnya masyarakat Tapanuli Selatan dan sekitarnya agar melestarikan serta mengembangkan kebuadayaan khususnya seni tari.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan uraian yang sudah dijelaskan mulai dari latar belakang hingga pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan keseluruhan dari hasil penelitian terhadap Tor-tor Daganak Tubupada masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan, sebagai berikut:

1. Dalam upacara adat Mangupa Daganak Tubu terdapat beberapa Tor-tor dalam rangkaiannya, pada puncaknya terdapat Tor-tor Daganak Tubu.

2. dilihat dari strukturnya dalam Tor-tor Daganak Tubu ini ibu menggendong bayi sambil manortor dan keduanya diselendangkan dengan salah satu kain adat yang disebut Paroppa Sadun dan ditemani kerabat ayah bayi. Kain ini memang khusus untuk digunakan oleh bayi yang baru lahir berbeda dengan tor-tor lain yang menggunakan Abit Godang atau Ulos Godang.

3. Secara keseluruhan makna simbol yang terdapat dalam Tor-tor Daganak Tubu melambangkan wujud rasa syukur ketika menyambut kelahiran seorang bayi. Dalam gerakan ketika manortor terdapat makna mulai dari manyomba tu Tuhan hormat tu manusia (sembah kepada Tuhan dan hormat kepada manusia), mangido do’a (meminta do’a kepada yang kuasa agar diberi kebaikan kepada ibu dan bayinya), serta manartarkon (membagikan rezeki). Disamping itu dalam ende (syair lagu) terdapat pula makna-makna yang sesuai dengan gerakan Tor-tor.


(4)

B. Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap kepada masyarakat serta pemerintahan untuk tetap dapat melestarikan Tor-tor maupun upacara adat ini sebagai bentuk kepedulian terhadap tradisi adat istiadat pada masyarakat Angkola

2. Diharapkan kepada seluruh masyarakat serta pemerintah daerah ini untuk lebih perduli terhadap tari-tari tradisi lainnya sehingga informasi-informasi mengenai adat istiadat beserta tariannya dapat dipertahankan dan diturunkan kepada generasi-genarasi yang akan datang.

3. Diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat Angkola yang masih muda untuk lebih memaknai budaya-budaya sendiri dibanding membudayakan tradisi-tradisi luar yang kebanyakan sudah tidak sesuai dan sehingga kita sendiri dapat mempertahankan kebudayaan kita.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Barani, Sutan Tinggi. 2012. Gondang Tor-tor Gordang Sambilan Angkola-Sipirok Padang Lawas Mandailing. Medan: Mitra

Barani, sutan Tinggi. Siregar, Rukiyah. Harahap, Paruhum. 1977. Burangir Nahombang. Medan: Pratama Mitra Sari

Danesi, Mercel. 2012. Pesan Tanda dan Makna. Yogyakarta: Salasutera

Djuharie O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi Tesis Disertasi. Bandung: Yrama Widya

Eco, Umberto. 1976. Teori Semiotika Signifikasi ‘Komunikasi, Teori Kode Serta Teori Produksi-Tanda. Kreasi Wacana: Bantul

Sedyawati, E, Murgiyanto, sal & Parani, Yulianti. 1986. Pengetahun Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Eco, Umberto. 1976. Teori Semiotika Signifikasi ‘Komunikasi, Teori Kode Serta

Teori Produksi-Tanda. Kreasi Wacana: Bantul

Eva, Deni. 2012. Tor-tor Upacara Adat Masyarakat Tapanuli Selatan. Skripsi S I: Unimed

Hadi, Sumandiyo. 2005.Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka Harahap, H.M.D. 2009. Adat Istiadat Tapanuli Selatan

Hariani, Dini. 2012. Makna Simbol Tor-tor Naposo Nauli Bulung pada Masyarakat Angkola. Skripsi S I; Unimed

H.N, Myron dan G.N, Constance. 2001. The Dance Experience. Yogyakarta: Prodi seni Pertunjukan Universitas gajah Mada

Magdalena. 2012. Tor-tor Harajaon dalam Upacara Haroan Boru pada Masyarakat Tapanuli Selatan Kecamatan Medan Denai kotamadya Medan. Skripsi S I: Unimed

Nursyid, Sumatmaja. 2002. Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung : Alfabeta

Putra-Heddy Shri Ahimsa. 2001. Strukturalisme levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press


(6)

Ritzer, George. 2012. Teori sosial edisi VIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Royce, Anya Peterson. 2007. The Antropology of Dance, terjemahan F.X Widaryanto. Bandung: STSI Press Bandung

Salim dan Syahrum. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka Media

Sedyawati, Edi. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat kesenian Proyek Pengembangan Kesenian jakarta, Departemen pendidikan dan Kebudayaan

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Soedarsono, R.M. 2002. Seni pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta : Departemen Kebudayaan Dan Pendidikan

Turnip, Betty M. 2013. Diktat metodologi penelitian pendidikan Fisika. Unimed, Medan

http://moteqar.blogspot.com/2008/12/resume-materi-pembahasan-tari-komunal.html

http://kelompok3okepunya.blogspot.com/2011/01/teori-sistem.html http://3.bp.blogspot.com/- Tapanuli+Selatan.jp