PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMP IT AL-HIJRAH DELI SERDANG.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN

KEMANDIRIAN BELAJAR ANTARA SISWA YANG DIBERI

PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH DI SMP IT AL-HIJRAH

DELISERDANG

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh :

MAHARANI PUTRI 8146171048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian Belajar Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah di SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang”. Salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai contoh teladan terbaik.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar master pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Tesis ini menelaah penggunaan pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan penalaran matematis, kemandirian belajar siswa, interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa. Dalam proses penyusunan tesis ini mulai dari observasi lapangan, penulisan, seminar KJM, seminar proposal, pembuatan perangkat pembelajaran dan instrumen, serta rangkaian uji coba, penulis mendapat banyak doa, motivasi, bantuan, bimbingan, nasihat, saran, dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibunda Mardiana dan Ayahanda Khalid Yahya tersayang yang telah memberikan doa, motivasi dan nasehatnya untuk terus maju walaupun banyak rintangan yang dihadapi serta cinta kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(7)

iv

2. Lidya Astri, A.Md dan Muhammad Aldian Putra selaku saudara kandung penulis dan suami tercinta kanda Haris Sucipto, STP yang telah memberikan bantuan baik berupa bantuan moril maupun materil dalam menyelesaikan tesis ini. 3. Ibu Dr. Ani Minarni, M. Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Izwita Dewi,

M. Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis. Sumbangan pikiran yang amat berharga sejak awal pemunculan ide, saran-saran, serta pertanyaan kritis guna mempertajam gagasan sehingga telah membuka dan memperluas cara berpikir penulis dalam penyusunan tesis ini. 4. Bapak Prof. Dr. Edi Syaputra, M.Pd , Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd, dan

Bapak Prof Dr. Mukhtar, M. Pd, selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 5. Bapak Prof. Dr. Edi Syaputra, M.Pd dan Bapak Dr. Muliadi, M.Si, selaku Ketua

dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis. 6. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang

telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak Dapot Tua Manullang, M. Si selaku Staf Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED.

8. Bapak Kepala Sekolah SMP IT Al- Hijrah Deli Serdang, Bapak Zuhery, M.Pd dan Ibu Maya Sari, S.Pd selaku guru bidang studi matematika SMP IT Al- Hijrah Deli Serdang, seluruh dewan guru dan staf tata usaha SMP IT Al- Hijrah Deli Serdang serta siswa-siswi SMP IT Al- Hijrah terkasih yang telah berbaik hati kepada penulis saat melakukan penelitian lapangan di sekolah tersebut.


(8)

v

9. Teman-teman di kelas A-4 dan seluruh rekan-rekan satu angkatan 2014 dari Program Studi Pendidikan Matematika yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga tesis ini benar-benar bermanfaat bagi penulis maupun rekan-rekan lain terutama rekan pendidik dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di kelas serta dapat menjadi seorang pendidik yang berkompetensi dan professional.

Medan, 2016 Penulis,


(9)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 17

1.3 Pembatasan Masalah ... 17

1.4 Rumusan Masalah ... 18

1.5 Tujuan Penelitian ... 18

1.6 Manfaat Penelitian ... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis... 21

2.1.1 Penalaran Matematika ...21

2.1.2 Kemampuan Penalaran Matematis...24

2.1.3 Kemandirian Belajar ...26

2.1.4 Model Pembelajaran ...29

2.1.5 Pembelajaran Inkuiri ...31

2.1.6 Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)... 37

2.1.7 Perbedaan Pedagogik ... 46

2.1.8 Kemampuan Awal Matematika... 47

2.1.9 Teori Belajar yang Mendukung... 49

2.1.10. Penelitian yang Relevan ... 52

2.2 Kerangka Konseptual... 54

2.3 Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 61

3.2 Populasi dan Sampel ... 61

3.2.1 Populasi Penelitian... 61

3.2.2 Sampel Penelitian... 62

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 62

3.4 Desain Penelitian ... 63

3.5 Variabel Penelitian... 64

3.5.1 Variabel Bebas ... 64

3.5.2 Variabel Terikal ... 64

3.5.3 Variabel Kontrol ... 64

3.6 Definisi Operasional ... 65

3.7 Instrumen Penelitian ... 66

3.7.1 Tes Kemampuan Awal Matematika(KAM)... 67


(10)

vii

3.7.3 Skala Kemandirian Belajar ... 70

3.8 Uji Coba Instrumen... 71

3.8.1 Validasi Ahli Terhadap Perangkat Pembelajaran ... 71

3.8.2 Validasi Ahli Terhadap Instumen Penelitian ... 72

3.8.2.1 Analisis Validitas tes ... 72

3.8.2.2 Reliabilitas Tes ... 73

3.8.2.3 Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 74

3.8.2.4 Daya Pembeda Butir Soal... 76

3.9 Teknik Analisis Data... 77

3.9.1 Uji Persyaratan Analitis ... 77

3.9.1.1 Uji Normalitas Data... 77

3.9.1.2 Uji Homogenitas Data ... 78

3.9.2 Uji Hipotesis ... 78

3.10 Prosedur Penelitian ... 82

3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 85

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 106

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 115

5.2 Implikasi... 116

5.3 Saran... 117


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Jawaban Siswa ... 5 Gambar 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri ... 33 Gambar 3.1. Tahapan Alur Penelitian... 83


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 (Inkuiri)...122

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 (Inkuiri)...127

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 (Inkuiri)...132

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 (PBM) ...138

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 (PBM) ...143

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 (PBM ) ...150

Lembar Aktivitas Siswa 1 (Inkuiri) ...156

Lembar Aktivitas Siswa 2 (Inkuiri) ...161

Lembar Aktivitas Siswa 3 (Inkuiri) ...164

Lembar Aktivitas Siswa 1 (PBM) ...168

Lembar Aktivitas Siswa 2 (PBM) ...173

Lembar Aktivitas Siswa 3 (PBM) ...177

Lampiran B Soal Kemampuan Awal Matematik (KAM) ...182

Kunci Jawaban Kemampuan Awal Matematika ...186

Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran Matematis ...187

Tes Kemampuan Penalaran Matematis...188

Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis...190

Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Matematika Siswa ...194

Deskriptif Indikator dan Daftar Pertanyaan Skala Kemandirian Belajar...195

Skala Kemandirian Belajar ...198

Lampiran C Laporan Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ...200

Laporan Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian.... 207

Lampiran D.1 Deskripsi Hasil Kemampuan Awal Matematika Kelas Eksperimen I dan II ... 216

Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Kemampuan Awal Matematika Kelas Eksperimen I dan II ... 220

Lampiran D.2 Data Hasil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 227

Lampiran D.3 Data Hasil Kemandirian Belajar Siswa... 239


(13)

xii Lampiran E

Uji Normalitas dan Homogenitas Kemampuan Awal Matematis Kelas

Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 Berdasarkan SPSS 20 ... 252 Uji Normalitas dan Homogenitas Kemampuan Penalaran Matematis Kelas

Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 Berdasarkan SPSS 20 ... 254 Perhitungan ANAVA 2 Jalur Pada Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan SPSS 20 ... 257 Uji Normalitas dan Homogenitas Angket Kemandirian Belajar Siswa

Kelas Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 Berdasarkan SPSS

20 ... 259 Perhitungan ANAVA 2 Jalur Pada Kemandirian Belajar Berdasarkan

SPSS 20 ... 261 Lampiran F


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 disebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pendidikan dan pembelajaran, baik formal maupun nonformal yang efektif dan efisien. Salah satu pendidikan yang dapat dilakukan adalah pendidikan di sekolah mulai SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA dengan segala aspeknya. Kurikulum, pendekatan, metode, strategi dan model yang sesuai, fasilitas yang memadai dan sumber daya manusia yang kreatif adalah aspek yang sangat berpengaruh untuk mencapai tujuan yang direncanakan.

Sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di era global. Dunia pendidikan tak luput pula dari dampak perkembangan global, kita dituntut untuk terus melakukan perubahan positip termasuk di bidang


(15)

2

pendidikan, oleh karena itu perlu dicermati betul bagaimana kualitas yang sudah dicapai dan bagaimana mengejar ketertinggalan, agar bangsa kita sejajar dengan bangsa lain.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan.Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang dinilai dapat memberikan kontribusi positif dalam memacu ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudoyo (Abubakar, 2014) mengemukakan bahwa :

Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi, karena matematika berkaitan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Untuk mempelajari matematika haruslah bertahap,berurutan serta mendasar pada pengalaman belajar yang lalu. tetapi kenyataan walaupunsulit namun matematika merupakan mata pelajaran yang amat berguna dan banyakmemberi bantuan dalam mempelajari berbagai keahlian dan kejujuran.

Dalam kurikulum 2006 dikemukakan bahwa: tujuan umum pendidikan matematika ditekankan agar siswa memiliki kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan seperti berpikir kritis, sistematis, objektif, jujur, disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah. Tujuan ini juga menuntut siswa memiliki kemampuan pemahaman matematika yang baik agar matematika dapat bermanfaat secara optimal dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang berpengaruh besar dalam kehidupan manusia disampaikan kepada para siswa secara lebih menarik dan bervariasi, untuk menghilangkan keraguan dan kecemasan siswa, sehingga siswa mampu untuk mempunyai pemikiran yang terbuka, lebih mampu menggunakan logika serta mempunyai pola pikir yang lebih kreatif dan kritis.

Namun kenyataannya, kualitas pendidikan Indonesia yang rendah dapat dilihat dari beberapa indikator (Kunandar, 2007). Pertama, lulusan dari


(16)

3

sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Kedua, peringkat Human Development Index (HDI) indonesia yang masih rendah (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara, tahun 2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108, dan tahun 2013 peringkat ke 108 dari 187 negara di dunia). Ketiga, laporan International Educational Achievement (IEA) bahwa kemampuan membaca siswa

SD indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Keempat, mutu akademik antarbangsa melalui Programme for International Student Assessment (PISA) 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38, sementara untuk bidang Matematika dan kemampuan membaca menenpati peringkat ke-39, pada tahun 2009 dari 65 negara yang disurvei untuk bidang Sains, Indonesia menempati peringkat ke-60, sementara untuk bidang Matematika menempati urutan ke-61, dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-57.

Dari keempat fakta di atas, menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya prestasi siswa harus diperbaiki khususnya pada matematika, karena matematika adalah ilmu dasar yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, suatu bangsa yang ingin dapat menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan baik cukup mempersiapkan tenaga-tenaga yang memiliki pengetahuan matematika yang cukup. Oleh karena itu, maka matematika di sekolah harus mampu mengupayakan agar siswa dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri, sehingga siswa tersebut mampu memahami dan mengerjakan matematika dengan benar.


(17)

4

Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, diberikannya mata pelajaran matematika kepada peserta didik bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan, sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika; (2) Menggunakan penalaran; (3) Memecahkan masalah; (4) Mengkomunikasikan gagasan; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) merekomendasikan penalaran sebagai salah satu standar proses dari lima standar proses dalam pembelajaran matematika di sekolah. Salah satu standar proses dalam pembelajaran matematika di sekolah yang berkaitan dengan penalaran adalah siswa harus memperoleh pengalaman yang rutin dan beragam dengan penalaran matematika ketika mereka mengevalusi konjektur (kesimpulan sementara), membangun dan mengevaluasi argumen. Selanjutnya, berkaitan dengan penalaran dalam matematika, NCTM (Karlimah, dkk. 2010) menetapkan standar penalaran dan pembuktian adalah siswa mampu: (a) mengenal penalaran dan pembuktian sebagai aspek mendasar dari matematika, (b) membuat dan menyelidiki konjektur (dugaan, kesimpulan sementara), (c) mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti secara matematis, (d) memilih dan mengembangkan berbagai jenis penalaran dan metode pembuktian. Berdasarkan kepentingan penalaran di atas siswa dituntut memiliki suatu kemampuan matematika. Kemampuan matematika digunakan siswa untuk memahami pengetahuan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Dalam hal ini gurulah yang berperan memberikan motivasi kepada siswa agar dapat belajar matematika dengan baik untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa.


(18)

5

Namun kenyataannya, kemampuan penalaran siswa masih jauh dari harapan. Hal ini dibuktikan dari uji coba yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa kelas IX SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang, untuk melihat kemampuan penalaran matematika siswa. Adapun soalnya adalah sebagai berikut :

“sebuah bilangan berupa pecahan, jika pembilangnya ditambah 2, maka nilai pecahan itu menjadi ¼, dan jika penyebutnya dikurangi 5, maka nilai pecahan menjadi 1/5. Tentukan jumlah nilai pembilang dan penyebut bilangan pecahan tersebut”

Penulis membuat 1 soal penalaran matematik seperti di atas. Namun hasilnya tidak satupun yang mampu menjawabnya dengan tepat dan benar. Jawaban siswa tidak menunjukkan penalaran, dimana penalaran yang ingin dilihat pada soal di atas adalah penalaran silogisme, seharusnya siswa dapat menarik kesimpulan dari soal tersebut tetapi kenyataannya siswa menuliskan respon (penyelesaian) tetapi keliru dalam menyelesaikan soal. Salah satu contoh jawaban siswa adalah sebagai berikut.:

Gambar 1.1. Jawaban Siswa

Hal ini menggambarkan kemampuan penalaran siswa rendah karena tidak memenuhi beberapa dari indikator penalaran, yaitu Siswa tidak dapat


(19)

6

menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan tidak dapat memanipulasi dari pernyataan tersebut akibatnya siswa tidak dapat menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menarik kesimpulan serta menunjukkan bahwa pembelajaran selama ini belum menjadikan penalaran matematik sebagai tujuan pembelajaran.

Seharusnya soal tersebut memiliki penyelesaian sebagai berikut : ܯ ݅ ݏ ܽ ݈ ݇ ܽ ݊ ܾ ݅ ݈ ܽ ݊ ݃ ܽ ݊ ݅ ݐ ݑܾܽ

ܽ+ 2 ܾ =

1

4→4ݔ−ݕ= −8 … (݅) ௔

௕ ି ହ= ଵ

ହ→5ݔ−ݕ= −5...(ii)

Dari persamaan (i) dan (ii), didapatkan x=3 dan y=20, maka x+y=23 Hal ini didukung dengan studi pendahuluan yang dilakukan oleh (Emilya, 2010) pada siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 10 Palembang sebanyak 35 orang. Hasil studi menunjukkan persentase skor rerata penalaran matematis siswa diklasifikasikan rendah. Selain itu, dilihat dari proses pembelajaran yang digunakan guru masih dominan menggunakan pembelajaran biasa. Di dalam matematika terdapat tiga aspek yang harus dikuasai oleh siswa yaitu pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta pemecahan masalah. Kenyataan yang terjadi siswa hanya menguasai aspek pemahaman konsep saja. Hal ini disebabkan karena guru umumnya lebih banyak memberikan soal-soal yang berhubungan dengan pemahaman konsep saja. Padahal di dalam penilaian menuntut 3 aspek tersebut. Guru banyak yang menebak-nebak saja dalam mengisi nilai siswa. Hal ini disebabkan guru kurang memahami indikator dari masing-masing aspek penilaian, sehingga tidak paham dalam membuat soal-soal dari penalaran dan komunikasi serta pemecahan masalah. Hal ini berdampak khususnya pada rendahnya kemampuan penalaran matematika siswa.


(20)

7

Selain kemampuan penalaran matematik, kemandirian belajar juga merupakan hal yang penting yang harus dimiliki oleh siswa. Jennifer(2011), menyatakan :self regulated learning (SRL) can be described as the process by which students activate and sustain cognitions, behaviours, and affect that are

systematically directed toward the attainment of goal. Unfortunately, students can

demonstrate a wide range of fluency in their SRL behaviours. Dalam hal ini, Kemandirian belajar siswa dapat membuat siswa aktif dan meningkatkan kemampuan kognitif dan tingkah laku siswa dalam mencapai tujuannya. Hal yang sama, Menurut Bandura (Sumarmo, 2006), kemandirian belajar (Self Regulated Learning) sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri, dan merupakan kerja-keras personaliti manusia. Selanjutnya Bandura menyarankan tiga langkah dalam melaksanakan Self Regulated Learningyaitu: (1) Mengamati dan mengawasi diri sendiri: (2) Membandingkan posisi diri dengan standar tertentu, dan (3) Memberikan respons sendiri (respons positif dan respons negatif). Strategi (Self Regulated Learning) memuat kegiatan: mengevaluasi diri, mengatur dan mentranformasi, menetapkan tujuan dan rancangan, mencari informasi, mencatat dan memantau, menyusun lingkungan, mencari konsekuensi sendiri, mengulang dan mengingat, mencari bantuan sosial, dan mereview catatan. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Sumarmo (2004) bahwa kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama dan sistematis terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik atau tujuan belajar tertentu, dalam hal ini, siswa dikatakan sebagai pelajar mandiri apabila siswa tersebut secara metakognitif, behavior dan motivasi aktif serta ikut serta


(21)

8

dalam proses belajar dan memulai usahan belajar dengan kesadaran diri sendiri tanpa bantuan orang lain seperti teman, orang tua dan guru.

Dalam proses pembelajaran, seharusnya guru memberi kesempatan pada siswa untuk melihat dan memikirkan gagasan yang diberikan. Kemandirian belajar merupakan proses aktif dan kontruktif dengan cara siswa menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan prilaku yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan dan disesuaikan dengan konteks lingkungan. Kemandirian belajar akan mengarahkan siswa untuk bersifat aktif dalam mencari kepentingan untuk dirinya sendiri. Membangun sendiri motivasi serta keinginan dan tujuan dalam dirinya terhadap pelajaran yang dihadapi. Selain itu, siswa juga harus mampu untuk mengarahkan dirinya serta proses belajar yang telah ia konstruk sendiri ke tujuan belajar yang sebenarnya, serta juga mampu untuk mengontrol emosi serta motivasi belajar untuk dirinya sendiri. Kesatuan segala komponen diatas akan menjadikan siswa dikatakan memiliki kemandirian belajar. Oleh karena itu, yang dikatakan dengan kemandirian belajar tidak hanya terbatas pada mampu untuk mengerahkan kemampuan sendiri, akan tetapi juga harus mampu untuk mengontrol emosi, motivasi dan prilaku supaya selalu berada di koridor tujuan yang akan dicapai oleh siswa dalam proses belajar, khususnya dalam belajar matematika yang memiliki peranan besar dalam total proses pembelajaran siswa.

Terkait dengan kemandirian belajar siswa, sebagian besar siswa belum menunjukkan aktivitas kemandirian belajar, hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan salah satu guru SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang,ibu Maya Sari, S.Pd


(22)

9

mengatakan bahwa kebanyakan siswa sekarang bersifat serba pasif, semuanya harus disuruh baik itu hal yang sebenarnya kebutuhan mereka misalnya dalam membaca buku pelajaran, kalau tidak diminta atau diperintahkan oleh guru maka tetap tidak tersentuh dan akan selalu utuh karena tidak dibaca. Siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dari pada mengulang pembelajaran yang sudah diajarkan, dalam hal ini kemandirian belajar siswa dalam menganalisis soal, memonitor proses penyelesaian, dan mengevaluasi hasilnya, kurang ditunjukkan pada dirinya siswa.

Oleh sebab itu keberhasilan belajar tidak boleh hanya mengandalkan kegiatan tatap muka dan tugas terstruktur yang diberikan oleh guru saja, akan tetapi terletak pada kemandirian belajar siswa itu sendiri. Untuk menyerap dan menghayati pelajaran jelas sangat diperlukan sikap dan kesediaan untuk mandiri, sehingga kemandirian belajar menjadi salah satu penentu apakah siswa mampu menghadapi tantangan atau tidak. Selain itu kemandirian belajar atau Self-Regulated Learning juga diperlukan agar siswa mempunyai tanggung jawab dalam mengatur mendisiplinkan dirinya dalam mengembangkan kemampuan belajarnya juga atas kemauan sendiri.

Penyebab rendahnya kualitas penalaran dan kemandirian belajar siswa dalam matematika menurut hasil survey IMSTEP-JICA (Zaini, 2014) dalam pembelajaran matematika guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika disampaikan secara informatif dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman mendalam. Guru masih mengajarkan matematika dengan materi pelajaran dan model yang tidak menarik, guru hanya menerangkan, siswa mencatat materi


(23)

10

pelajaran, pada saat mengajar matematika guru langsung menjelaskan materi yang akan dipelajari, kemudian dilanjutkan dengan contoh soal dan latihan. Kegiatan siswa hanya seputar mengerjakan soal berdasarkan rumus dan contoh yang pernah diberikan oleh guru. Tentunya jika diberikan soal, siswa hanya mampu menjawab soal yang sama seperti yang dilatihkan oleh guru di dalam kelas. Namun, jika siswa dihadapkan pada soal yang sedikit berbeda, maka siswa akan kesulitan. Kesulitan ini timbul karena pola pengajaran yang tidak memungkinkan siswa menyelidiki pengetahuannya sendiri, dan menuntut siswa mengerjakan soal sebagaimana yang telah dicontohkan, sehingga siswa menjadi tergantung dengan guru dan lemah dalam mengemukakan dan menjelaskan gagasan/ide. Oleh sebab itu, jika siswa tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan, maka siswa menjadi turun semangatnya untuk belajar matematika karena ia beranggapan matematika itu sangat sulit untuk dipelajari. Dengan pembelajaran yang berpusat pada guru, keinginan untuk belajar kembali tidak ada, dan mereka pun akan menggolongkan matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Akibatnya, kemampuan siswa dalam bernalar rendah yang menyebabkan tidak adanya kemandirian dalam belajar.

Menurut Marsigit (Zaini, 2014), matematika dipandang bukan untuk diajarkan oleh guru, tetapi untuk dipelajari oleh siswa. Siswa ditempatkan sebagai titik pusat pembelajaran matematika. Guru bertugas menciptakan suasana, menyediakan fasilitas, dan lainnya, sedang peranan guru lebih bersifat sebagai manajer daripada pengajar. Pembelajaran dilakukan dalam suasana yang kondusif, yaitu suasana yang tidak begitu formal. Siswa mengerjakan kegiatan matematika yang berbeda-beda dengan target yang berbeda-beda sementara guru berfungsi


(24)

11

sebagai fasilitator, sumber ajar dan pemonitor kegiatan siswa. Jadi, perlu suatu penggunaan pendekatan pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan, agar siswa dapat aktif dalam proses membangun pengetahuannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka perlu adanya perubahan dalam pembelajaran. Koray (2013) menarik kesimpulan sebagai berikut :” The result of independent t-test showed that the students in Problem Based Learning (PBL) classses had significantly higher mean scores on

reasoning ability than the students of control group.” Mary (2013) meyatakan :

PBL and self regulated learning(SRL) is presented, along guide lines on how to

promote student responsibility for learning.. Koray menyebutkan kemampuan

penalaran matematis siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas kontrol sedangkan Mary berpendapat bahwa kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah dapat mendorong tanggung jawab di dalam pembelajaran. Dari kedua pendapat tersebut, dikatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah memberi pengaruh yang positif terhadap penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa.

Sedangkan pendapat yang dikemukakan Damawati (2016) menyatakan “result of independent research shows that there are significant differences in reasoning abilities beetween the experiment class (Inquiry learning) and control

class in this research, the experiment class perform more better reasoning skill


(25)

12

inform, future approaches for scaffolding”. Hasil penelitian Damawati menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa berbeda secara signifikan daripada kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas kontrol dan Sabourin menyatakan kemandirian belajar yang diterapkan dalam pembelajaran inkuiri dapat memberikan dukungan belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa agar dapat belajar secara mandiri. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti kedua pembelajaran (inkuiri dan PBM) tersebut untuk meningkatkan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa. Maksud dari pembelajaran (inkuiri dan PBM) yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran.

Menurut Roestiyah (Illah, 2012), inkuiri adalah salah satu cara belajar atau penelahaan yang bersifat mencari pemecahan permasalahan dengan cara kritis, analitis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data atau kenyataan. Bayer (Illah, 2012) menyatakan bahwa “Inquiry is one way of knowing” yang berarti suatu cara untuk mengetahui. Apabila orang terkait dalam proses investigasi, berusaha menjawab pertanyaan, dan berusaha memecahkan masalah secara berkelanjutan, maka orang ini telah melakukan proses inkuiri. Menurut sanjaya (2006) menerangkan bahwa model pembelajaran inkuiri tersebut berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia mempunyai dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam disekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak lahir ke dunia.


(26)

13

Pembelajaran inkuiri lebih menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.

Model pembelajaran inkuiri berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah, siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru sebagai pembimbing dan fasilitator. Guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal melainkan merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahami melalui proses berpikir secara sistematis.” Pada pembelajaran ini siswa terlibat aktif bekerja sama mencari, menggali, mengeksplorasi, mencoba-coba, menyelidiki dari berbagai keadaan, untuk menemukan dan mengkonstruksi ide baru, pengetahuan baru, berdasarkan berbagai sumber informasi dan pengetahuan awal atau konsep yang telah dikuasai sebelumnya, dan selanjutnya menyimpulkan, menguji simpulannya dan memberi laporan atas hasil kerjanya. Sehingga dengan model pembelajaran inkuiri kemampuan penalaran dan kemandirian siswa akan meningkat.

Selain pembelajaran inkuiri, pembelajaran yang dapat meningkatkan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa menurut pendapat para ahli adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). PBM merupakan salah satu pembelajaran yang penting yang harus diterapkan pada siswa. Pembelajaran Berbasis Masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.


(27)

14

Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) tidak mungkin terjadi kecuali jika guru menciptakan lingkungan kelas tempat pertukaran ide-ide yang terbuka dan jujur dapat terjadi. Menurut Arends (Ramadhani, 2014) pembelajaran berdasarkan masalah memiliki esensi yaitu menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Sehingga peran para guru adalah untuk menyajikan berbagai masalah kontekstual dengan tujuan untuk memotivasi siswa, membangkitkan gairah siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah sehingga siswa berminat untuk belajar, menemukan konsep, dan adanya interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru. Model Problem Based Learning (PBL) is an instuctional model to create confrontation to students with problem as a stimulus in the study

(Kelly and Finlanson in Safrinda and Simon, 2015). Sanjaya (2006) menjelaskan PBM memiliki 3 ciri utama yaitu rangkaian aktifitas pembelajaran yang dilakukan siswa, pembelajaran yang diarahkan untuk menyelesaikan masalah dan pendekatan berpikir secara ilmiah yaitu deduktif dan induktif. Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang sesuai dengan paradigma baru yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Trianto (Ramadhani, 2014) menjelaskan bahwa manfaat pembelajaran berbasis masalah adalah “...membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahkan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam


(28)

15

pengalaman nyata dan simulasi dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”.

Berdasarkan pendapat di atas, pada model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) di samping siswa dituntut untuk aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika dari masalah yang diberikan, juga mampu menjelaskan konsep-konsep yang sudah diperoleh. Diharapkan dengan munculnya pemahaman konsep, siswa dapat mengkomunikasikan dalam bahasa matematika dengan baik. Dari kedua model pembelajaran yang telah diuraikan di atas, setiap tahapan pembelajaran berpotensi dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan kemandirian belajar matematis siswa.

Kemampuan penalaran dan kemandirian belajar matematis siswa tidak hanya didorong dari pembelajaran yang menggunakan Inkuiri dan PBM saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuan awal matematikanya juga. Kemampuan Awal Matematika (KAM) merupakan kemampuan yang diperlukan oleh seorang siswa untuk mencapai tujuan instruksional. Kemampuan awal matematika adalah kemampuan pengetahuan mula-mula yang harus dimiliki seorang siswa yang merupakan prasyarat untuk mempelajari pelajaran yang lebih lanjut dan agar dapat dengan mudah melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Menurut Ruseffendi (1991) setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan


(29)

16

belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.

Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila model pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan, sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat dimungkinkan pemahaman siswa akan lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis siswa. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak begitu besar pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan dalam matematika. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat memahami matematika.

Dalam pembelajaran matematika materi-materi yang dipelajari tersusun secara hierarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lain saling berhubungan membentuk konsep baru yang lebih kompleks. Ini berarti bahwa pengetahuan matematika yang dimiliki siswa sebelumnya menjadi dasar pemahaman untuk mempelajari materi selanjutnya. Mengingat matematika merupakan dasar dan bekal untuk mempelajari berbagai ilmu, dan mengingat matematika tersusun secara hierarkis, maka kemampuan awal matematika yang dimiliki peserta didik akan memberikan sumbangan yang besar dalam memprediksi keberhasilan belajar siswa selanjutnya.

Kemampuan awal matematika siswa merupakan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Hal ini disebabkan materi pelajaran yang ada disusun secara terstruktur sehingga apabila seseorang mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, maka otomatis akan kesulitan dalam


(30)

17

mempelajari pokok bahasan lanjutannya. Sebaliknya siswa yang mempunyai latar belakang kemampuan awal yang baik akan dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mempunyai latar belakang kemampuan awal yang berbeda-beda, sehingga kemampuan mengikuti pelajaran berbeda pula.

Berdasarkan latar belakang dan kelebihan kedua model pembelajaran yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul : Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian Belajar Antara Siswa yang Diberi Pembelajaan Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah di SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diuraikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah 2. Kemandirian belajar siswa masih rendah

3. Siswa masih lemah dalam mengemukakan dan menjelaskan suatu gagasan/ide

4. Pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered)

5. Kemampuan awal siswa mempengaruhi prestasi belajar matematika 6. Strategi pembelajaran matematika kurang relevan.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah pada penelitian ini, dibatasi hanya pada: 1. Kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah


(31)

18

3. Strategi pembelajaran matematika kurang relevan

Dari beberapa strategi pembelajaran yang ada, banyak pembelajaran yang mungkin digunakan, tetapi khusus dalam penelitian ini penulis akan membatasi pada penggunaan Pembelajaran Inkuiri dan Pembelajaran Berbasis Masalah di SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diberi model Pembelajaran Inkuiri dengan yang diberi model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)?

2. Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang diberi model Pembelajaran Inkuiri dengan yang diberi model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran (Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan penalaran matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran (Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemandirian belajar siswa?


(32)

19

1.5 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diberi model Pembelajaran Inkuiri dengan yang diberi model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

2. Mendeskripsikan apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar matematis antara siswa yang diberi model Pembelajaran Inkuiri dengan yang diberi model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

3. Menganalisis apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran (Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.

4. Mennganalisis apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran (Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemandirian belajar siswa.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi usaha-usaha memperbaiki proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan juga memberikan:

1) Manfaat bagi siswa

Mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna sehingga siswa menjadi aktif dalam pembelajaran di kelas dan menjadi


(33)

20

meningkat kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa.

2) Manfaat bagi guru

Meningkatkan kemampuan guru dalam perencanaan kegiatan belajar mengajar dan membiasakan guru menggunakan metode mengajar serta meningkatkan professional guru dalam rangka meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa.

3) Manfaat bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisien pengelolaan pendidikan dalam mengambil kebijakan dalam penerapan inovasi pembelajaran baik matematika maupun pelajaran lain upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas guru.

4) Bagi peneliti, dapat menjadi masukan dan rujukan bagi peneliti dalam melakukan penelitian lainnya.


(34)

115

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah, kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:

1 Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diberi Pembelajaran Inkuiri dengan yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Dalam hal ini, penalaran matematis siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada penalaran matematis siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran inkuiri.

2 Terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang diberi Pembelajaran Inkuiri dengan yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Dalam hal ini, kemandirian belajar siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemandirian belajar siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran inkuiri.

3 Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (Inkuiri,Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan faktor kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan penalaran matematis siswa. Hal ini berarti bahwa interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) memiliki kontribusi secara bersama-sama terhadap penalaran matematis siswa.


(35)

116

4 Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (Inkuiri, Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan faktor kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemandirian belajar siswa. Hal ini berarti bahwa interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) memiliki kontribusi secara bersama-sama terhadap kemandirian belajar siswa.

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran inkuiri dengan pembelajaran berbasis masalah secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasilnya dapat dilihat dari pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen I dan siswa kelas eksperimen II dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah antara lain :

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan di lapangan terlihat bahwa kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika, sehingga ketika diminta untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa masih merasa sulit.


(36)

117

2. Pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa. Adapun pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah mendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

5.3 Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah ini masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.

1. Kepada Guru

Kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran inkuiri, untuk itu disarankan untuk guru SMP khususnya guru SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang untuk menggunakan pembelajaran berbasis masalah di dalam pembelajaran, karena siswa SMP lebih menyukai bentuk masalah dalam matematika yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh


(37)

118

karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya dapat dilengkapi dengan aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau saat ini.


(38)

119

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head

Together. Jurnal Didaktik Matematika, (Online), Vol. 1. No.2,

(http://www.malang.ac.id, diakses 21 Oktober 2015).

Arends I.A. 2008. Learning to teach belajar untuk mengajar. Edisi Ketujuh buku kesatu. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Berns, R.G and Erickson. 2001. Contextual Teaching and Learning:

Preparing Students for the New Economy. The Highlight Zone.

Damawati, N.A.C and E.A. Juanda. 2016. The Effect of Inquiry Based Learning on the Reasoning Ability of Grade VII Students about Heat Concept. International Journal, Vol 12, No.1.

Emilya, Devi. 2010. Pengembangan Soal-Soal Open Ended Materi Lingkaran Untuk Meningkatkan Penalaran Matematika Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Palembang. Jurnal pendidikan matematika Volume 4 No.10.

English,Mary C and Anastasia Kinsantas. 2013. Supporting Student Self Regulated Learning in Problem and Project Based Learning. International Journal, Vol 7, No.2.

Handayani. A.D. 2013. Penalaran Kreatif Matematis. Jurnal Pengajaran MIPA, (Online), Vol. 18, No. 2, 2013, diakses 14 Oktober 2015.

Hargis, J. 2000. The Self-Regulated Learner Advantage: Learning Science on the Interet. Electronic Journnal of Sciene Education, (Online), Vol.4 No.4, (http://wolfweb.unr.edu/homepage/crowther/ejse/hargis.html, diakses 7 Desember 2015).

Hasanah, Wilda. 2013. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan self efficacy siswa SMP Negeri 1 Padangsidempuan dengan Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbantuan Sofware Cabri 3-D. Medan: Tesis PPS UNIMED. Hendriana, H.H dan Utari Soemarmo. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika.

Bandung : Refika Aditama.

Illah, Ato. 2012. Penerapan Model Inkuiri dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa. Jurnal Tarbawi, (Online), Vol. 1. No.2, (diakses 21 Oktober 2015).


(39)

120

Karlimah, dkk. 2010. Penembangan Kemampuan Proses Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Tidak Langsung Di Sekolah Dasar. Artikel Penelitian, Bandung, November 2010.

Kunandar. 2007. Guru Propesional. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Latipah, E. 2010. Strategi Self Regulated Learning dan Prestasi Belajar: Kajian Meta Analisis. Jurnal Psikologi, (Online), Vol. 37, No. 1 (jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/43/32, diakses 7 Desember 2015).

Masruri. 2013. Implementasi Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan, (Online), Vol. 14 No.1, (http://digilib.stkippgri-blitar.ac.id/206/1/MASRURI_APR_2013.pdf, diakses 10 Pebruari 2014).

Purnamasari, Yanti. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Kemandirian Belajar Dan Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematik Peserta Didik SMPN 1 Kota Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan dan Keguruan, (Online),Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 2, (portalgaruda.org/article.php?article, diakses 14 Oktober 2015)

Ramadhani, Ima S, dkk. 2014. Perbedaan Kemampuan Penalaran Logis Siswa Pada Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Ekspositori di SMP Negeri 2 Tanjung Pura . Jurnal Pendidikan Matematika. (Online), Vol.7 No.1, diakses 21 Desember 2015).

Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Rusman,. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sabourin, Jennifer., Bradford Moot, and james Lester. 2011. Discovering Behavior Pattens on Self Regulated Learning in an Inquiry Based Learning Environment. North Carolina State University. Adfa, P.1, 2011 Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Safrina and Saminan. 2015. The Effect of Model Problem Based Learning (PBL). Vol.3, No.2, May 2015. International Multidisciplinary Journal.

Siregar, Tanti J. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan

Kemandirian Belajar Siswa SMP Ar-Rahman Percut Melalui


(40)

121

Sumarmo, U. 2004. Kemandirian Belajar Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 8 Juli.

Sumartini, T.S. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 5 No. 1. ISSN: 2086-4299.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Agama.

Utami, dkk. 2014, Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Painan Melalui Penerapan Pembelajaran Think Pair Square. Jurnal Pendidikan Matematika. , (Online), Vol. 3 No. 1, (google.co.id/url? uact=8, diakses 14 Oktober 2015)

Wardani, Y.K dan Eidi Sihombing. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Metode Pembelajaran Inquiry Dan Discovery Kelas VIII Semester II SMP Negeri 4 Binjai T.A 2012/2013. Jurnal INPAFI. (Online), Vol. 1. No.2, (diakses 21 Oktober 2015).

Yamin, M. 2013. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

Yunika, Y.E, Santoso, S., dan Ariyanto, J. 2011. Penerapan Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Biologi Siswa Kelas VII-G SMP N 5 Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011. Jurnal Pendidikan Biologi,(Online),Vol.3, No. 2, (jurnal.fkip.uns.ac.id ,diakses 7 Desember 2015).

Zaini, Ahmad. 2014. Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik dan Konvensional Ditinjau dari Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa. Jurnal riset pendidikan matematika. (Online), Vol. 1. No.2, (diakses 21 Oktober 2015).


(1)

4 Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (Inkuiri, Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan faktor kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemandirian belajar siswa. Hal ini berarti bahwa interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) memiliki kontribusi secara bersama-sama terhadap kemandirian belajar siswa.

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran inkuiri dengan pembelajaran berbasis masalah secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasilnya dapat dilihat dari pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen I dan siswa kelas eksperimen II dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah antara lain :

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan di lapangan terlihat bahwa kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika, sehingga ketika diminta untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa masih merasa sulit.


(2)

2. Pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa. Adapun pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah mendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

5.3 Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah ini masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.

1. Kepada Guru

Kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran inkuiri, untuk itu disarankan untuk guru SMP khususnya guru SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang untuk menggunakan pembelajaran berbasis masalah di dalam pembelajaran, karena siswa SMP lebih menyukai bentuk masalah dalam matematika yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh


(3)

karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan penalaran dan kemandirian belajar siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya dapat dilengkapi dengan aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau saat ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together. Jurnal Didaktik Matematika, (Online), Vol. 1. No.2, (http://www.malang.ac.id, diakses 21 Oktober 2015).

Arends I.A. 2008. Learning to teach belajar untuk mengajar. Edisi Ketujuh buku kesatu. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Berns, R.G and Erickson. 2001. Contextual Teaching and Learning:

Preparing Students for the New Economy. The Highlight Zone.

Damawati, N.A.C and E.A. Juanda. 2016. The Effect of Inquiry Based Learning on the Reasoning Ability of Grade VII Students about Heat Concept. International Journal, Vol 12, No.1.

Emilya, Devi. 2010. Pengembangan Soal-Soal Open Ended Materi Lingkaran Untuk Meningkatkan Penalaran Matematika Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Palembang. Jurnal pendidikan matematika Volume 4 No.10.

English,Mary C and Anastasia Kinsantas. 2013. Supporting Student Self Regulated Learning in Problem and Project Based Learning. International Journal, Vol 7, No.2.

Handayani. A.D. 2013. Penalaran Kreatif Matematis. Jurnal Pengajaran MIPA, (Online), Vol. 18, No. 2, 2013, diakses 14 Oktober 2015.

Hargis, J. 2000. The Self-Regulated Learner Advantage: Learning Science on the Interet. Electronic Journnal of Sciene Education, (Online), Vol.4 No.4, (http://wolfweb.unr.edu/homepage/crowther/ejse/hargis.html, diakses 7 Desember 2015).

Hasanah, Wilda. 2013. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan self efficacy siswa SMP Negeri 1 Padangsidempuan dengan Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbantuan Sofware Cabri 3-D. Medan: Tesis PPS UNIMED. Hendriana, H.H dan Utari Soemarmo. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika.

Bandung : Refika Aditama.

Illah, Ato. 2012. Penerapan Model Inkuiri dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa. Jurnal Tarbawi, (Online), Vol. 1. No.2, (diakses 21 Oktober 2015).


(5)

Karlimah, dkk. 2010. Penembangan Kemampuan Proses Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Tidak Langsung Di Sekolah Dasar. Artikel Penelitian, Bandung, November 2010.

Kunandar. 2007. Guru Propesional. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Latipah, E. 2010. Strategi Self Regulated Learning dan Prestasi Belajar: Kajian Meta Analisis. Jurnal Psikologi, (Online), Vol. 37, No. 1 (jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/43/32, diakses 7 Desember 2015).

Masruri. 2013. Implementasi Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan, (Online), Vol. 14 No.1, (http://digilib.stkippgri-blitar.ac.id/206/1/MASRURI_APR_2013.pdf, diakses 10 Pebruari 2014).

Purnamasari, Yanti. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Kemandirian Belajar Dan Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematik Peserta Didik SMPN 1 Kota Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan dan Keguruan, (Online),Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 2, (portalgaruda.org/article.php?article, diakses 14 Oktober 2015)

Ramadhani, Ima S, dkk. 2014. Perbedaan Kemampuan Penalaran Logis Siswa Pada Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Ekspositori di SMP Negeri 2 Tanjung Pura . Jurnal Pendidikan Matematika. (Online), Vol.7 No.1, diakses 21 Desember 2015).

Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Rusman,. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sabourin, Jennifer., Bradford Moot, and james Lester. 2011. Discovering Behavior Pattens on Self Regulated Learning in an Inquiry Based Learning Environment. North Carolina State University. Adfa, P.1, 2011 Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Safrina and Saminan. 2015. The Effect of Model Problem Based Learning (PBL). Vol.3, No.2, May 2015. International Multidisciplinary Journal.

Siregar, Tanti J. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Ar-Rahman Percut Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.Medan: Tesis PPS UNIMED


(6)

Sumarmo, U. 2004. Kemandirian Belajar Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 8 Juli.

Sumartini, T.S. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 5 No. 1. ISSN: 2086-4299.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Agama.

Utami, dkk. 2014, Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Painan Melalui Penerapan Pembelajaran Think Pair Square. Jurnal Pendidikan Matematika. , (Online), Vol. 3 No. 1, (google.co.id/url? uact=8, diakses 14 Oktober 2015)

Wardani, Y.K dan Eidi Sihombing. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Metode Pembelajaran Inquiry Dan Discovery Kelas VIII Semester II SMP Negeri 4 Binjai T.A 2012/2013. Jurnal INPAFI. (Online), Vol. 1. No.2, (diakses 21 Oktober 2015).

Yamin, M. 2013. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

Yunika, Y.E, Santoso, S., dan Ariyanto, J. 2011. Penerapan Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Biologi Siswa Kelas VII-G SMP N 5 Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011. Jurnal Pendidikan Biologi,(Online),Vol.3, No. 2, (jurnal.fkip.uns.ac.id ,diakses 7 Desember 2015).

Zaini, Ahmad. 2014. Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik dan Konvensional Ditinjau dari Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa. Jurnal riset pendidikan matematika. (Online), Vol. 1. No.2, (diakses 21 Oktober 2015).


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN SIKAP ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING DI SMK SWASTA LAKSAMAN MARTADINATA MEDAN.

0 7 51

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN BERSIKLUS DI MTSN LHOKSEUMAWE.

0 3 40

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA ANTARA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMP NEGERI 5 STABAT.

2 20 47

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMP NEGERI 4 PERCUT.

0 1 38

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN PAIKEM.

0 3 58

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN PENALARAN LOGIS SISWA SMP.

0 1 44

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN METAKOGNISI MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN EKSPOSITORI.

4 15 40

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA DI LANGSA DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 46

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 5 59

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

0 2 16