PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA ANTARA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMP NEGERI 5 STABAT.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

ANTARA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENEMUAN TERBIMBING

DI SMP NEGERI 5 STABAT

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: RISKYKA NIM. 8146171075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

RISKYKA. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa antara Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penemuan Terbimbing di SMP Negeri 5 Stabat. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing, (2)interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, (3) perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing, (4)interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemandirian belajar, (5) proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar melalui pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Stabat, kemudian dipilih dua kelas dari 9 kelas. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan pemecahan masalah matematis, dan (2) skala kemandirian belajar siswa. Analisis data dilakukan dengan analisis varians (ANAVA) dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing, dimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing untuk kemampuan pemecahan masalah matematis, (2) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi secara bersama-sama yang disumbangkan oleh model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa tidak berpengaruh signifikan pada berkembangnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, (3) terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing, dimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing untuk kemandirian belajar, (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemandirian belajar. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi secara bersama-sama yang disumbangkan oleh model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa tidak berpengaruh signifikan pada berkembangnya kemandirian belajar siswa, (5) proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran penemuan terbimbing, dan tingkat kesalahan jawaban siswa dalam menyelesaikan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada pembelajaran berbasis masalah lebih sedikit daripada tingkat kesalahan jawaban siswa pada penemuan terbimbing. Hal ini dilihat dari perolehan persentase skor jawaban siswa pada model pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing untuk setiap indikator kemampuan.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Penemuan Terbimbing, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar.


(7)

ii ABSTRACT

RISKYKA. The Differences of Problems Solving Mathematics Ability and Student’s Self Regulated Learning Between Problem Based Learning Model with Guided discovery at SMP Negeri 5 Stabat. Thesis. Medan: Post Graduate Programme, State University of Medan, 2016.

This research aims to know: (1) the differences of problems solving mathematics ability between the students who taught problem-based learning with guided discovery, (2) the interaction between the learning model and the initial ability of mathematics towards problem-solving mathematis ability, (3) the differences of self-regulated learning between students who taught problem-based learning with guided discovery, (4) the interaction between the learning model and the initial ability of mathematics towards self-regulated learning, (5) the process of solution of the answers the students taught through problem-based learning and guided discovery. This research is a quasi-experimental research. The research population was eighth grade junior high school students of SMP Negeri 5 Stabat, then have two classes of ninth grade. The instrument used consisted of: (1) test of problems solving mathematics ability, and (2) self-regulated learning scale. Data analysis is used by analysis of variance (ANOVA) two lines. The results showed that (1) there are differences of problems solving mathematics ability between between the students who taught problem-based learning with guided discovery, where the application of problem based learning model is better than students who received learning guided discovery to problems solving mathematics ability, (2) there is no interaction between the learning model and initial ability of mathematics towards problem-solving mathematics ability. This shows that the contribution of jointly given by learning model with the initial ability of mathematics students do not have a significant effect on the development of students‘s problems solving mathematics ability, (3) there are differences of self-regulated learning between the students who taught problem-based learning with guided discovery, where the application of problem based learning model is better than students who received learning guided discovery to self-regulated learning, (4) there is no interaction between the learning model and initial ability of mathematics towards self-regulated learning. This shows that the contribution of jointly given by learning model with the initial ability of mathematics students do not have a significant effect on the development of students‘s self-regulated learning (5) the process of solution of the answers the students taught through on problem-based learning is better than the resolution process students' answers on the guided discovery learning, and the error rate students' answers in solving a problems solving mathematics ability test on problem-based learning less than the error rate students' answers on the guided discovery. It is seen from the acquisition of the percentage of students answer scores on problem based learning and guided discovery for each indicator of ability.

Keywords: Problem Based Learning, Guided Discovery Learning, Problems Solving Mathematics Ability and Self-Regulated Learning.


(8)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 18

1.3 Pembatasan Masalah ... 18

1.4 Rumusan Masalah ... 19

1.5 Tujuan Penelitian ... 19

1.6 Manfaat Penelitian ... 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 21

2.1 Kerangka Teoritis ... 21

2.11 Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 21

2.12 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 23

2.13 Kemandirian Belajar ... 31

2.14 Model Pembelajaran ... 36

2.1.4.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37

2.1.4.2 Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 44

2.15 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penemuan Terbimbing ………... 54

2.16 Teori yang Mendasari Pembelajaran Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing ... 56

2.17 Kemampuan Awal Matematika ... 59

2.18 Interaksi ... 61

2.19 Proses Penyelesaian Jawaban ... 62

2.2 Penelitian yang Relevan ... 63

2.3 Kerangka Konseptual ... 64

2.4 Hipotesis ... 71

BAB III METODE PENELITIAN ... 72

3.1 Jenis Penelitian ... 72

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 72

3.3 Populasi dan Sampel... 72

3.4 Variabel Penelitian ... 73

3.5 Desain Penelitian ... 73

3.6 Defenisi Operasional ... 75

3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 76

3.8 Uji Instrumen ... 82

3.9 Teknik Analisis Data ... 87

3.10 Prosedur Penelitian ... 96

3.11 Jadwal Penelitian ... 99


(9)

vii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 102

4.1 Hasil Penelitian ... 102

4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 103

4.1.2 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 107

4.1.3 Hasil Penelitian tentang Skala Kemandirian Belajar Siswa ... 118

4.1.4 Rangkuman Hipotesis ... 128

4.1.5 Analisis Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 129

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 144

4.2.1 Faktor pembelajaran ... 144

4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 148

4.2.3 Kemandirian Belajar ... 152

4.2.4 Interaksi antara Model Pembelajaran (PBM dan Penemuan Terbimbing) dan KAM terhadap (Kemampuan Pemecahan masalah matematis dan Kemandirian Belajar Siswa) ... 155

4.2.5 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa……….. 159

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 163

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 165

5.1 Simpulan ... 165

5.2 Saran ... 167


(10)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan

Tahap Pemecahan Masalah oleh Polya ……… 30

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah …… 42

Tabel 2.3 Sintaks Model Penemuan Terbimbing ………. 52

Tabel 2.4 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penemuan Terbimbing. ……….. 54

Tabel 3.1 Desain Penelitian ……… 74

Tabel 3.2 Tabel Weinner Keterkaitan antar Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol ……….. 74

Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM . 78 Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes (Post Test)Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ……… 79

Tabel 3.5 Panduan Penskoran Tes (Post Test) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ……… 80

Tabel 3.6 Skor Jawaban Angket Kemandirian Belajar ………..….. 81

Table 3.7 Kisi-kisi Angket Kemandirian Belajar ………..……. 82

Tabel 3.8 Penilaian Kurikulum 2013 ……… 88

Tabel 3.9 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan dalam Analisis Data Kuantitatif …….………. 95

Tabel 3.10 Jadwal Kegiatan Penelitian Yang Direncanakan ……… 99

Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas Setiap Butir Soal Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ……….. 100

Tabel 4.1 Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa Tiap Kelas Sampel Berdasarkan Nilai Tes Kemampuan Awal Matematika ………… 103

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ………. 104

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ……… 105

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Data KAM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ………. 106

Tabel 4.5 Sebaran Sampel Penelitian ……… 107

Tabel 4.6 Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah secara Kuantitatif ……….. 108

Tabel 4.7 Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Penemuan Terbimbing secara Kuantitatif ………. 109

Tabel 4.8 Data Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis .. 111

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Post test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17.0) ……….. 113

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Varians Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17.0) ……… 114

Tabel 4.11 Hasil Uji ANAVA Dua Arah Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelompok Pembelajaran Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing ... 116


(11)

ix

Tabel 4.13 Rata-Rata Persentase Kemandirian Belajar untuk Indikator

Inisiatif Belajar pada Pernyataan Positif dan Negatif …………... 120 Tabel 4.14 Rata-Rata Persentase Kemandirian Belajar untuk Indikator

Bertanggungjawab pada Pernyataan Positif dan Negatif ………. 120 Tabel 4.15 Rata-Rata Persentase Kemandirian Belajar untuk Indikator

Menetapkan Target dan Tujuan Belajar pada Pernyataan

Positif dan Negatif ……… 121 Tabel 4.16 Rata-Rata Persentase Kemandirian Belajar untuk Indikator

Memanfaatkan dan Mencari Sumber yang Relevan pada

Pernyataan Positif dan Negatif ……….. 122 Tabel 4.17 Rata-Rata Persentase Kemandirian Belajar untuk Indikator

Percaya Diri pada Pernyataan Positif dan Negatif ……….. 122 Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas Pertemuan Terakhir Skala Kemandirian

Belajar Siswa (SPSS 17.0) ………. 123 Tabel 4.19 Hasil Uji Homogenitas Varians Pertemuan Terakhir

Kemandirian Belajar Siswa (SPSS 17.0) ………. 124 Tabel 4.20 Hasil Uji ANAVA Dua Arah Pertemuan Terakhir Kemandirian

Belajar Siswa Kelompok Pembelajaran Berbasis Masalah dan

Penemuan Terbimbing ... 126 Tabel 4.21 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar

Siswa pada Taraf Signifikansi 5% ……… 128 Tabel 4.22 Skor Perolehan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis pada Indikator Memahami Masalah ………... 132 Tabel 4.23 Skor Perolehan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis pada Indikator Merencanakan Penyelesaian

Masalah ………. 135

Tabel 4.24 Skor Perolehan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah pada

Indikator Melaksanakan Penyelesaian Masalah ……… 139 Tabel 4.25 Skor Perolehan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah


(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Proses Penyelesaian Jawaban yang Dibuat oleh Siswa pada Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 7 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ……… 98 Gambar 4.1 Tingkat Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah ……… 109 Gambar 4.2 Tingkat Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa pada Kelas Penemuan Terbimbing ……….. 111 Gambar 4.3. Diagram Rerata Post test Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 112 Gambar 4.4 Tidak Terdapat Interaksi antara Model Pembelajaran dan KAM

terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ……... 117 Gambar 4.5 Diagram Rerata Kemandirian Belajar Siswa Pertemuan

Terakhir ... 119 Gambar 4.6 Tidak Terdapat Interaksi antara Model Pembelajaran dan KAM

terhadap Kemandirian Belajar Siswa ………. 127 Gambar 4.7 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 1a ... 130 Gambar 4.8 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 2a ... 130 Gambar 4.9 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 3a ... 130 Gambar 4.10 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 4a ... 131 Gambar 4.11 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 5a ... 131 Gambar 4.12 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 1b ... 133 Gambar 4.13 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 2b ... 134 Gambar 4.14 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 3b ... 134 Gambar 4.15 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 4b ... 134 Gambar 4.16 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 5b ... 135 Gambar 4.17 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 1c ... 137 Gambar 4.18 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 2c ... 137 Gambar 4.19 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 3c ... 137 Gambar 4.20 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis


(13)

xi

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 4c ... 138 Gambar 4.21 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 5c ... 138 Gambar 4.22 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 1d ... 140 Gambar 4.23 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 2d ... 141 Gambar 4.24 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 3d ... 141 Gambar 4.25 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis

Masalah (a) dan Penemuan Terbimbing (b) Butir 4d ... 141 Gambar 4.26 Hasil Jawaban Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa, karenanya kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan beberapa negara di dunia ini tidak terlepas dari kemajuan yang dimulai dari pendidikannya, pernyataan tersebut juga diyakini oleh bangsa ini. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia-manusia berkualitas. Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggungjawab, produktif dan berbudi pekerti luhur. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan yang baik. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkemampuan unggul, sehingga sumber daya manusia unggul tersebut akan mampu menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Dengan demikian, semakin banyak tuntutan untuk


(15)

2

mengimbangi kemajuan tersebut, tentunya diperlukan peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai bidang, di antaranya matematika.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran universal yang melingkupi berbagai bidang dalam kehidupan. Matematika merupakan pengetahuan yang mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Peran dan fungsi matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti tertuang pada tujuan umum matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu:

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan, bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Sejalan dengan itu pemerintah juga terus berupaya mengembangkan sistem pembelajaran matematika di sekolah supaya menjadi lebih baik. Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah dengan dikeluarkannya Permendiknas tentang tujuan mata pelajaran matematika. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi, tujuan Mata Pelajaran Matematika adalah:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.


(16)

3

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006).

Hal di atas sesuai juga dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics atau NCTM (2000) yaitu: (1) belajar untuk memecahkan masalah (problem solving); (2) belajar untuk bernalar (reasoning and proof); (3) belajar untuk mengaitkan ide (connections); (4) belajar untuk berkomunikasi (communication); (5) belajar untuk merepresentasi (representations).

Beberapa uraian di atas, menunjukkan pentingnya mempelajari matematika dalam menata kemampuan berpikir para siswa, bernalar, memecahkan masalah, berkomunikasi, mengaitkan materi matematika dengan keadaan sesungguhnya, serta mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi, sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas pendidikan suatu negara.

Peningkatan kualitas pendidikan selalu ditempatkan sebagai subjek penting di dalam sistem pendidikan di setiap Negara. Oleh karenanya, mata pelajaran ini harus dipelajari oleh semua siswa di setiap jenjang pendidikan, baik itu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), maupun Perguruan Tinggi yang mendasari perkembangan dan kemajuan sains serta teknologi, dengan harapan akan melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Akan tetapi, pada kenyataannya mutu pendidikan, khususnya mutu output pendidikan di Indonesia masih rendah jika


(17)

4

dibandingkan dengan mutu output pendidikan di negara lain, baik di Asia maupun kawasan ASEAN. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa. Seperti yang dilansir oleh PISA (Programme for International Student Assessement), hasil studi PISA 2006, Indonesia berada di peringkat ke-50 dari 57 negara peserta dengan skor rata-rata 391, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (Kemendikbud, 2011). Kemudian, hasil studi PISA 2009, Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 371, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2010). Dan hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2014).

Hasil PISA di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun prestasi yang dicapai oleh siswa mengalami penurunan, baik di bidang matematika maupun sains. Artinya daya saing yang dimiliki siswa Indonesia, khususnya dalam bidang matematika masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang merupakan salah satu cerminan bagaimana rendahnya mutu pendidikan Indonesia. Selain itu, banyak siswa memandang matematika sebagai bidang studi yang sulit untuk dipahami. Hal tersebut terjadi karena matematika disajikan dalam bentuk yang kurang menarik dan terkesan sulit untuk dipelajari siswa, akibatnya siswa sering merasa bosan dan tidak merespon pelajaran dengan baik. Selain itu metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang bervariasi dan cenderung membatasi siswa untuk berkreasi mengungkapkan pemikirannya saat belajar sehingga siswa kurang berminat belajar matematika dan hasil belajar yang kurang optimal. Akibatnya siswa tidak memahami apa arti penting matematika dalam kehidupan sehari-hari dan siswa kurang berminat dan kurang termotivasi dalam


(18)

5

belajar matematika sehingga siswa lebih pasif saat belajar matematika, enggan, takut ataupun malu dalam mengungkapkan ide yang dimilikinya dalam pemecahan masalah matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurahman (2012) bahwa “Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar, dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”. Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan menyeluruh, karena dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu negara dan bangsa, serta sebagai sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

Untuk kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional. Perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain. Sehingga nantinya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Oleh karena itu, pemerintah mengembangkan kurikulum 2013 untuk memperbaiki pendidikan menjadi lebih baik. Karena kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia siswa. Melalui implementasi kurikulum 2013 diharapkan dapat menumbuhkan generasi masa depan yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter.

Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan keterampilan berpikir siswa yang erat kaitannya dengan karakteristik matematika. Keterampilan berpikir tersebut adalah kemampuan pemecahan masalah. Dimulai dengan permasalahan


(19)

6

konkret berangsur dibawa ke bentuk abstrak (model). Menekankan pentingnya prosedur (algoritma) dalam pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus dicapai. Pemecahan masalah sebagai pendekatan digunakan untuk menemukan dan memahami materi atau konsep matematika. Sedangkan pemecahan masalah sebagai tujuan diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanya serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah dan menjelaskan hasil sesuai dengan permasalahan asal. Pemecahan masalah merupakan bagian dari standar proses matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan untuk menggunakan keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki untuk diterapkan dalam penyelesaian soal-soal yang tidak rutin karena setelah menempuh pendidikan, para siswa akan terjun ke masyarakat yang penuh dengan masalah-masalah kemasyarakatan.

Polya (1973) menjelaskan dalam How to Solve It secara garis besar mengemukakan empat langkah utama dalam pemecahan masalah yaitu: Understanding the problem, Devising a Plan, Carrying out the Plan, dan Looking Back. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah. Dengan kata lain, kemampuan pemecahan masalah sangat penting bagi perkembangan kognitif siswa dan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.


(20)

7

(b)

Banyak fakta telah mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah. Berdasarkan hasil observasi peneliti, rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut dapat dilihat pada hasil kerja siswa terhadap soal kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai berikut: “Pak Danu akan membuat taman berbentuk lingkaran dengan diameter 21 m. Di tengah-tengah taman tersebut akan dibuat kolam berbentuk lingkaran dengan diameter 14 m. Jika tanah di sekeliling kolam akan ditanami rumput dengan biaya Rp8.500,- per m2, berapakah biaya untuk menanam rumput?”

Gambar di bawah ini adalah contoh model penyelesaian jawaban yang dibuat oleh siswa terhadap soal pemecahan masalah di atas

Tidak melakukan pemeriksaan kembalidengan jawaban yang ada Menuliskan yang diketahui dan

ditanya tidak secara lengkap Merencanakan pemecahan masalah tetapi tidak lengkap

Melakukan perhitungan Salah melakukan perhitungan

Salah menuliskan yang diketahui dan ditanya

Tidak melakukan pemeriksaan kembalidengan jawabanyang ada

Salah merencanakan pemecahan masalah

Gambar 1.1 (a) dan (b) Proses Penyelesaian Jawaban yang Dibuat oleh Siswa pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


(21)

8

Berdasarkan hasil jawaban siswa tersebut, peneliti dapat menganalisis bahwa dari 35 orang siswa, hanya ada satu orang siswa atau 2,86% yang terlihat mampu memahami soal, 10 orang siswa atau 28,57% siswa yang terlihat mampu merencanakan penyelesaian, 18 orang siswa atau 51,43% yang terlihat mampu melakukan rencana penyelesaian, dan tidak ada siswa atau 0% yang terlihat mampu menguji/memeriksa kembali langkah-langkah yang telah dibuat. Hasil di atas menunjukkan bahwa banyak siswa masih belum mampu memahami permasalahan dalam soal, seperti apa yang diketahui dan ditanyakan. Siswa cenderung langsung membuat rencana penyelesaian dan melakukan perhitungan/penyelesaian, sehingga sering terjadi salah perhitungan dikarenakan siswa tidak memeriksa kembali langkah-langkah yang telah mereka buat. Seharusnya untuk menyelesaikan persoalan di atas terlebih dahulu siswa perlu memahami permasalahan yang dihadapi yaitu dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya pada soal, agar memudahkan langkah berikutnya dalam penyelesaian soal. Contohnya diketahui dtaman = 21 m, dkolam = 14 m, dan biaya/m2 = Rp 8.500,00 dan yang ditanyakan adalah biaya untuk menanam rumput. Selanjutnya, siswa membuat perencanaan penyelesaian dengan menuliskan cara/rumus penyelesaian masalah yang digunakan. Untuk itu, perlu mencari luas taman dan luas kolam dengan menggunakan rumus lingkaran 1

4��2 atau ��2

kemudian mengurangkan kedua luas daerah tersebut. Selanjutnya siswa melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus yang telah mereka tuliskan sebelumnya sehingga diperoleh luas taman 346,5 m2 dan luas kolam 154 m2. Maka, luas bagian rumput adalah luas taman – luas kolam menjadi 192,5 m2, kemudian dengan mengalikan luas bagian rumput dengan biaya/m2 diperoleh


(22)

9

biaya untuk menanam rumput sebesar Rp 1.636.250. Kemudian, setelah siswa memperoleh biaya untuk menanam rumput, diharapkan siswa memeriksa kembali jawaban yang telah mereka buat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa memecahkan masalah masih sangat rendah.

Hal di atas didukung pula oleh beberapa hasil penelitian mengenai rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu Santosa dkk (2013) menyatakan bahwa masih banyak siswa yang tidak mampu mengaitkan masalah yang dihadapi dengan konteks kejadian yang ada dalam kehidupan nyata, tidak mampu memanfaatkan data/informasi pada soal, sehingga perencanaan menuju langkah berikutnya menjadi terhenti dan kesulitan di dalam menerapkan pengetahuan yang dipelajari sebelumnya. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Saragih dan Habeahan (2014) yang menyatakan bahwa dalam pemecahan masalah sering ditemukan bahwa siswa hanya fokus dengan jawaban akhir tanpa memahami bagaimana proses jawabannya benar atau tidak. Hasil yang sering muncul bahwa jawaban siswa salah. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak terbiasa dalam menyelesaikan masalah-masalah kontekstual yang non rutin, sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Itu berarti kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa sedini mungkin. Karena kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, bila siswa dilatih menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan, sebab siswa telah menjadi terampil tentang bagaimana mengumpulkan


(23)

10

informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.

Selain kemampuan pemecahan masalah, kemandirian belajar siswa juga perlu diperhatikan. Karena kemandirian belajar juga berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Masruri (2012) berpendapat bahwa “kemandirian belajar adalah hasil suatu proses dan pengalaman belajar itu sendiri”. Hal ini berarti proses dan pengalaman memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk karakter mandiri seorang siswa dalam belajar. Siswa harus mampu mengatur pembelajarannya sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilaku yang ada pada dirinya. Siswa yang mandiri akan mempersiapkan materi yang akan dipelajari. Sesudah proses belajar mengajar, siswa akan belajar kembali mengenai materi yang sudah disampaikan sebelumnya dengan cara membaca atau berdiskusi. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh akan bertahan lama dalam ingatan sehingga tujuan belajar yang diinginkan dapat tercapai sesuai dengan indikator (1) inisiatif (2) bertanggungjawab (3) menetapkan target dan tujuan belajar (4) memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan (5) percaya diri. Indikator-indikator tersebut dapat menjadi salah satu acuan bagi guru untuk melihat sejauh mana kemandirian belajar siswa di kelas. Selain itu, menurut Fauzi (2011) pentingnya kemandirian belajar dalam belajar matematika karena tuntutan kurikulum agar siswa dapat menghadapi persoalan di dalam kelas maupun di luar kelas yang semakin kompleks dan mengurangi ketergantungan siswa dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa akan menjadi pribadi yang memiliki kemandirian dalam belajar.


(24)

11

Pada umumnya kemandirian belajar siswa, khususnya dalam mempelajari matematika, masih rendah. Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika di sekolah tersebut, peneliti menemukan banyak siswa kurang memiliki kemandirian dalam belajar. Hal itu terlihat saat proses belajar mengajar berlangsung seperti masih tergantungnya siswa dengan penjelasan dari guru. Siswa tidak percaya diri dengan apa yang telah mereka ketahui, sehingga siswa lebih sering mencontek temannya yang mereka anggap pintar dalam menjawab soal, daripada mengerjakan sendiri. Siswa juga tidak bisa menjawab soal tanpa penjelasan dari guru terlebih dahulu. Selain itu, kurangnya inisiatif siswa untuk belajar sendiri bersama dengan teman-temannya membuat pembelajaran lebih di dominasi oleh guru. Hal ini sesuai dengan penelitian Wijiastuti (2015) yang menunjukkan bahwa kurangnya sifat inisiatif pada siswa dalam menjawab pertanyaan atau mempresentasikan tugas yang diberikan guru. Selain itu, hal yang sama ditunjukkan dengan hasil penelitian Andista (2015) sebagian besar siswa kurang bertanggungjawab, kurang inisiatif, masih banyak juga siswa yang masih bergantung pada orang lain. Begitu pula menurut hasil penelitian dari Sulistiyaningsih (2014) terlihat masih adanya fenomena mencontek saat ulangan, rendahnya minat baca, rendahnya usaha menambah wawasan dari berbagai sumber, rendahnya penggunaan sumber perpustakaan, dan masih tingginya ketergantungan belajar pada kehadiran guru serta ketidaksiapan siswa dalam menghadapi ulangan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kurangnya kemandirian belajar siswa.

Rendahnya tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis dan kurangnya kemandirian belajar siswa, tidak terlepas dari model pembelajaran


(25)

12

yang diterapkan. Pada saat proses pembelajaran terkadang guru masih menggunakan strategi atau metode ceramah dalam mengajar, di samping pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Guru menyampaikan materi secara berstruktur, utuh dan menyeluruh. Kemudian siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya (2011) mengenai strategi pembelajaran ekspositori, bahwa guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini, guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur, dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dikuasai dengan baik. Hal tersebut dilakukan, karena siswa masih terbiasa dengan pembelajaran yang lebih banyak menggunakan indera pendengaran dalam pembelajaran. Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa di kelas, terlihat siswa jarang berdiskusi pada kelompok-kelompok belajar, sedikit tanya jawab, mencatat dari papan tulis, mengerjakan latihan yang diberikan guru dan hasilnya ditulis di papan tulis serta jawaban siswa yang benar hanya diberi sedikit penjelasan terhadap hasil yang diperoleh kepada teman lain. Dengan demikian, peran siswa dalam pembelajaran kurang optimal dan belum sesuai dengan pembelajaran pada kurikulum 2013. Hal tersebut menunjukan bahwa model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

Selain itu, dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk dapat menemukan solusi dari masalah sampai selesai. Solusi tersebut dapat ditemukan apabila siswa memiliki kemampuan awal. Kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Hal ini


(26)

13

dilakukan karena kemampuan awal amat penting peranannya dalam meningkatkan kebermaknaan pengajaran, yang selanjutnya membawa dampak dalam memudahkan proses-proses internal yang berlangsung dalam diri siswa ketika belajar (Uno, 2012). Selain itu, kemampuan awal siswa sangat menentukan keberhasilan siswa selanjutnya, karena materi pelajaran matematika yang tersusun secara terstruktur sehingga apabila seseorang mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, maka dia juga otomatis akan mengalami kesulitan untuk mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Sebaliknya, siswa dengan latar belakang kemampuan awal yang baik maka dia juga akan mampu mengikuti pelajaran berikutnya dengan baik pula.

Pada dasarnya kemampuan setiap siswa dalam belajar matematika tidak sama. Perbedaan kemampuan tersebut selalu ditentukan berdasarkan tinggi, sedang dan, rendahnya tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Maka, bagi siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dalam belajar matematika, penggunaan model pembelajaran tidak besar pengaruhnya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis maupun kemandirian belajarnya, akan tetapi bagi siswa yang memiliki kemampuan awal sedang ataupun rendah, penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan tingkat berpikir sangat membantu untuk memberikan pemahaman terhadap masalah matematika, selain itu pembentukan kemandirian belajar dalam diri siswa dapat memberikan hasil yang baik. Dengan demikian, kemampuan awal siswa yang berbeda mempengaruhi model pembelajaran yang diterapkan.

Berdasarkan hal tersebut, diduga terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan


(27)

14

pemecahan masalah matematis serta terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemandirian belajar siswa. Dalam menghadapi ragam kemampuan siswa tersebut merupakan tugas guru memilih lingkungan belajar dan model pembelajaran yang sesuai. Dengan harapan siswa tidak akan mengalami kesulitan ketika mereka menghadapi permasalahan dalam kehidupannya atau ketika melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Namun hasil observasi dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa menjadi kurang berkembang, sehingga proses penyelesaian jawaban siswa terhadap permasalahan yang diajukan oleh guru pun tidak bervariasi karena siswa hanya mengikuti aturan-aturan/cara yang sering diselesaikan oleh gurunya sehingga pembelajaran menjadi kurang maksimal. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak terbiasa untuk memecahkan permasalahan-permasalahan matematika yang membutuhkan rencana, strategi dan mengekspolasi kemampuan menggeneralisasi dalam penyelesaian masalahnya.

Berdasarkan fenomena di atas sudah seharusnya guru menggunakan suatu model yang dapat membuat siswa menjadi aktif dalam belajar, di samping itu juga dapat mengasah kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajarnya. Model pembelajaran tersebut yaitu pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing. Menurut Trianto (2011) pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Hal tersebut mengacu pada langkah-langkah pembelajaran, yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah, (2)


(28)

15

mengorganisir siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan seseorangan maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model ini juga merupakan suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk ”learn to learn”, bekerjasama dalam sebuah grup untuk mencari solusi dari masalah-masalah yang nyata di dunia ini. Masalah-masalah ini digunakan untuk menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok-pokok perkara dalam memperkenalkan konsep-konsep matematika. Konsep-konsep tersebut akan ditemukan sendiri oleh siswa. Jika dari masalah-masalah yang dikenal siswa dapat ditemukan konsep-konsep matematika, maka konsep-konsep tersebut bukan lagi merupakan hapalan, melainkan suatu pemahaman. Dan penemuan tersebut merupakan hal yang menarik perhatian bagi siswa dan terintegrasi dengan kehidupannya sehingga lebih mudah untuk dikembangkan atau diterapkan untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika yang lainnya. Sehingga melalui PBM ini dapat membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu. Adapun kelebihan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah dapat membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah di sekelilingnya. Selanjutnya Lubis (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan metakognisi matematika siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan


(29)

16

pembelajaran matematika yang inovatif. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Rohantizani (2014) yang menyatakan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah (kelompok eksperimen) lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung (kelompok kontrol).

Sedangkan model pembelajaran penemuan terbimbing adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Selain itu, Model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu mereka mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas (Yulianti dkk, 2014). Mayer (dalam Sulistyowati dkk, 2012) menyatakan bahwa, “guided discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk menemukan konsep secara mandiri. Siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan dan memecahkan persoalan untuk menemukan suatu konsep”. Jadi, penemuan terbimbing bertujuan mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran dan melatih siswa untuk menemukan suatu konsep dengan menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran

Kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing kegiatan pembelajaran yang mencakup: 1) memberikan stimulus, 2) identifikasi masalah, 3) melakukan pengumpulan data, 4) analisis data, 5) pembuktian, dan 6) menarik kesimpulan. Adapun kelebihan dari model pembelajaran penemuan terbimbing adalah siswa


(30)

17

dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan dan menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan) (Marzano dalam Markaban, 2008). Selanjutnya Sihombing (2013) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapat pembelajaran penemuan terbimbing berbasis masalah open-ended lebih baik dibanding siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori.

Perbedaan yang mendasar diantara kedua model tersebut adalah masalah yang diberikan oleh guru. Pada model pembelajaran penemuan terbimbing, masalah yang digunakan adalah masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan, pada pembelajaran berbasis masalah, guru memberikan masalah-masalah kontekstual, agar siswa lebih dekat dengan pengalaman-pengalaman dunia nyata. Jadi, dapat dikatakan bahwa antara model penemuan terbimbing dan pembelajaran berbasis masalah memiliki karakter yang hampir sama satu sama lain. Meskipun dalam penyajian masalahnya berbeda, namun keduanya merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada kemampuan pemecahan masalah. Dan kedua model tersebut merupakan student center yang bertujuan mengaktifkan siswa serta terdapat dalam rancangan kurikulum 2013.

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti mengajukan sebuah studi dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa antara Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penemuan Terbimbing di SMP Negeri 5 Stabat”.


(31)

18

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ditemukan sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.

2. Kemampuan siswa memecahkan masalah masih rendah.

3. Kemandirian belajar siswa dalam mempelajari matematika masih rendah. 4. Model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada

kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

5. Kemampuan awal siswa yang berbeda mempengaruhi model pembelajaran yang diterapkan.

6. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis

7. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemandirian belajar siswa.

8. Proses penyelesaian jawaban siswa terhadap permasalahan yang diajukan oleh guru tidak bervariasi.

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan. Peneliti membatasi masalah yang akan diteliti yaitu

1. Kemampuan siswa memecahkan masalah masih rendah.


(32)

19

3. Model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing?

2. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis?

3. Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemandirian belajar?

5. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar melalui pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis

antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing.


(33)

20

2. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing.

4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemandirian belajar.

5. Untuk mengetahui proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar melalui pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Bagi peneliti sebagai bahan pegangan dan masukan dalam menjalankan tugas

mengajar kelak dan sebagai bahan pertimbangan serta sumbangsih pemikiran bagi para peneliti lain dalam melakukan penelitian yang lebih lanjut.

2. Bagi siswa, diharapkan pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing dapat melibatkan siswa secara aktif dan mandiri dalam belajar matematika, dibawah bimbingan guru sebagai fasilitator.

3. Bagi guru sebagai acuan dan menambah wawasan khususnya dalam menyusun strategi pembelajaran matematika.

4. Bagi sekolah atau lembaga pendidikan dapat memberi kontribusi dalam penyusunan kurikulum dan silabus terhadap pelaksanaan pembelajaran di SMP.


(34)

165

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika, kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing, dimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing untuk kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini terlihat dari hasil analisis varians (ANAVA) dua jalur untuk Fhitung > Ftabel yaitu 10,147 > 4,019 atau nilai Sig < 0,05 yaitu 0,000 maka H0 ditolak. Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas pembelajaran berbasis masalah sebesar 47,6, sedangkan skor rata-rata pada kelas penemuan terbimbing sebesar 42. Pada kedua kelas eksperimen, aspek yang tertinggi dicapai siswa pada indikator memahami masalah dengan rata-rata persentase 42,67% dan 43,33% dan merencanakan penyelesaian masalah dengan rata-rata persentase 62% dan 27,33%.

2. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini


(35)

166

terlihat dari hasil analisis varians (ANAVA) dua jalur untuk Fhitung < Ftabel yaitu 1,871 < 3,168 atau nilai Sig > 0,05 yaitu 0,164 maka H0 diterima. Dengan demikian menunjukkan bahwa kontribusi secara bersama-sama yang disumbangkan oleh model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa tidak berpengaruh signifikan pada berkembangnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Namun, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing untuk kemampuan awal siswa tinggi, sedang, dan rendah.

3. Terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang diajar pembelajaran berbasis masalah dengan penemuan terbimbing, dimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing untuk kemandirian belajar. Hal ini terlihat dari hasil analisis varians (ANAVA) dua jalur untuk Fhitung > Ftabel yaitu 22,559 > 3,16 atau nilai Sig < 0,05 yaitu 0,000, maka H0 ditolak. Skor rata-rata tes kemandirian belajar pada kelas pembelajaran berbasis masalah sebesar 58,69, sedangkan skor rata-rata pada kelas penemuan terbimbing sebesar 52,62 . Pada kedua kelas eksperimen, aspek yang tertinggi dicapai siswa pada indikator memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan dengan rata-rata persentase 46,67% dan 36,67%.

4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemandirian belajar. Hal ini terlihat dari hasil analisis varians (ANAVA) dua jalur untuk Fhitung < Ftabel yaitu 0,596 < 3,168 atau nilai Sig > 0,05 yaitu 0,555 maka H0 diterima. Dengan demikian


(36)

167

menunjukkan bahwa kontribusi secara bersama-sama yang disumbangkan oleh model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa tidak berpengaruh signifikan pada berkembangnya kemandirian belajar siswa. Namun, kemandirian belajar siswa pada model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing untuk kemampuan awal siswa tinggi, sedang, dan rendah.

5. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran penemuan terbimbing, dan tingkat kesalahan jawaban siswa dalam menyelesaikan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada pembelajaran berbasis masalah lebih sedikit daripada tingkat kesalahan jawaban siswa pada penemuan terbimbing. Hal ini dilihat dari perolehan persentase skor jawaban siswa pada model pembelajaran berbasis masalah untuk indikator memahami masalah sebesar 42,67%, merencanakan penyelesaian masalah sebesar 62%, melaksanakan penyelesaian masalah sebesar 35,33% dan memeriksa kembali sebesar 28%, sedangkan pembelajar penemuan terbimbing untuk indikator memahami masalah sebesar 43,33%, merencanakan penyelesaian masalah sebesar 27,33%, melaksanakan penyelesaian masalah sebesar 23,33% dan memeriksa kembali sebesar 18%.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:


(37)

168

1. Bagi Guru

a. Pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing baik diterapkan pada pembelajaran matematika di kelas, karena dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa.

b. Dari empat indikator kemampuan pemecahan masalah matematis, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan penyelesaian masalah dan memeriksa kembali, kelemahan siswa paling banyak ditemui adalah memeriksa kembali. Oleh karena itu, dalam setiap pembelajaran sebaiknya siswa dibiasakan untuk memeriksa kembali jawaban dengan menggunakan strategi lain dalam memeriksa hasil yang diperoleh pada cara sebelumnya.

c. Guru matematika sebaiknya harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran berupa buku-buku yang relevan, LAS, RPP, dan media pembelajaran yang baik pula agar model pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika di kelas.

d. Guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa dengan cara mereka sendiri sehingga dalam belajar matematika mereka lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.


(38)

169

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian tentang pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing, pada pokok bahasan yang berbeda dengan waktu penelitian yang lebih lama, agar hasil yang diperoleh mencapai maksimal.

b. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematis yang lain yaitu kemampuan pemahaman, penalaran, koneksi, dan representasi matematis secara lebih terperinci dan melakukan penelitian di tingkat sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini.

c. Untuk peneliti yang ingin meneliti kemampuan pemecahan masalah matematis lebih lanjut, ataupun kemampuan matematis lain, hendaknya perlu diperhatikan perkembangan siswa untuk setiap indikator kemampuan yang akan diukur, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

3. Bagi Lembaga Terkait

Model pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar siswa sehingga dapat dijadikan masukan dan bahan referensi bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk materi atau pokok bahasan matematika yang lain.


(39)

170

DAFTAR PUSTAKA

Abdisa, G. & Getinet, T. 2012. T he Effect of Guided Discovery on Students’

Physics Achievement. Lat. Am. J. Phys. Educ. (online), vol. 6, No. 4, Dec.

2012. ISSN 1870-9095, (http://www.lajpe.org/dec2012/4_

LAJPE_715_Tesfaye_Getinet_preprint_corr_f.pdf diakses 22 September 2015).

Abdurrahman, M. 2012. Anak Berkesulitan Belajar:Teori, Diagnosis, dan

Remediasinya. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Ajai, J. T., Imoko, B. I. & O’kwu, E.I. 2013. Comparison of the Learning Effectiveness of Problem Based Learning (PBL) and Conventional Method

of Teaching Algebra. Journal of Education and Practice,(online), vol. 4

No.1, (www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/.../4092, diakses 12 April

2015).

Akanbi, A.A. & Kolawole. 2014. Guided-discovery Learning Strategy and Senior

School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria. Journal

of Education and Practice, (online), vol.4, No.12, 2013. ISSN 2222-1735 (Paper). ISSN 2222-288X. (http://www.cenresinpub.org/pub/ JUNE2014

/JELD/Page%2019%20-%2042%20%20%20_0097_pdf, diakses 22

September 2015)

Akınoğlu, O. & Tandoğan, R.Ö. 2007. The Effects of Problem-Based A ctive Learning in Science Education on Students’ Academic Achievement,

Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science

& Technology Education, (online) 2007, 3(1), 71-81. ISSN: 1305-8223. (http://files.eric.ed.gov/ fulltext/ED495669.pdf, diakses 22 September 2015).

Andista, W. 2015. M eningkatkan Kemandirian Belajar melalui Model Problem

Based Learning pada Siswa Kelas VII B Smpn 43 P urworejo. Jurnal

Ekuivalen, (online) ,vol 16, N o 3 ( 2015). ISSN 2337-4411.(http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/ ekuivalen/ article/view/2253, diakses 22 September 2015).

Arends, R.I. & K ilcher, A. 2010. Teaching for Student Learning Becoming an

Accomplished Teacher. Routledge : New York.

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arsefa, D. 2014. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Dalam Pembelajaran

Penemuan Terbimbing. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Programpasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung, 15 Januari, (online), volume 1, T ahun 2014. I SSN


(40)

2355-171

0473.(http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/ files/2014/01/ Prosiding -15-Januari-2014.pdf, diakses 16 Oktober 2015).

Asmin & Mansur, A. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan

Analisis Klasik dan Modern. Medan : Larispa Indonesia.

Aydoğdu, M. Z. & Keşan, C. 2014. A Research on Geometry Problem Solving

Strategies Used by Elementary Mathematics Teacher Candidates. Journal

of Educational and Instructional Studies in The World, (online), February 2014, Volume: 4 Issue: 1 Article: 07 I SSN: 2146-7463.

(http://www.wjeis.org/FileUpload/ds217232/ File /07a.aydogdu.pdf,

diakses 22 September 2015).

Baumgartner, L. M. 2003.Self-directed Learning: A Goal, Process, and Personal

Atribute. In L. Baumgartner (Ed.), Adault Learning Theory: A Primer (hlm

24-28). (online) Columbus, OH: Center on Education and Training for Employment. (http://www. calpro-online.org/eric/docs/theory.pdf, diakses 20 Oktober 2015)

BSNP.2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Pertama. Jakarta : Depdiknas.

Cahyo, A. N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Jogjakarta :

DIVA Press.

Effendi, L.A. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan,

(online), vol. 13 N o. 2 Oktober 2012. U niversitas Pendidikan Indonesia. ISSN 1412-565X. (http://undana.ac.id/jsmallfibtop/jurnal/ pendidikan/ pendidikan_2012/pembelajaran%20matematika%20dengan%20metode%2 0%20penemuan%20terbimbing.pdf, diakses 22 September 2015)

English, M. C. & Kitsantas, A. 2013. Supporting Student Self-Regulated Learning

in Problem- and Project-Based Learning. Interdisciplinary Journal of

Problem-Based Learning,(online) volume 7, Issue 2 Article 6. (http://docs.lib.purdue.edu/ijpbl/vol7 /iss2/6/, diakses 22 September 2015). Fahradina, N., Ansari, B.I. & Saiman. 2014. Peningkatan Kemampuan

Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan

Menggunakan Model Investigasi Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika.

(online), vol. 1, N o. 1, S eptember 2014. I SSN: 2355-4185. (http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/DM/article/view

/2077, diakses 12 Agustus 2015).

Fatokun, J.O. & Fotakun, K. V. F.. 2013. A Problem Based Learning (PBL) Application for the Teaching of Mathematics and Chemistry in Higher


(41)

172

Schools and Tertiary Education: An Integratif Approach. Educational

Research and Reviews-Academic Journal, (online) vol. 8(11), pp. 663-667, 10 June, 2013. D OI: 10.5897/ERR08.154. ISSN 1990-3839 © 2013 Academic Journals. (www.academicjournals.org/.../Fatokun %20and%2, diakses 22 September 2015)

Fauzi, Kms. M. A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan

Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. (online) Proceeding ISBN : 978 – 979 – 16353 – 7 – 0. (http://core.ac.uk/download/pdf/11059384.pdf, diakses 12 Agustus 2015).

Giyantra, R. 2015. Perbandingan Kemampuan Representasi dan Pemecahan

Masalah Matematik Antara Siswa yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Siswa yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Tesis Tidak Dipublikasikan. (online) Bandung : Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.( http://repository.upi.edu/17116/ diakses 5 Oktober 2015)

Gunantara, Gd., Suarjana, Md. & Riastini, Pt. N. 2014. P enerapan Model

Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (online) Vol, 2 No: 1 Tahun 2014. (http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/ /view/2058, diakses 17 September 2015).

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : CV. Pustaka Setia.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran

Abad 21 Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor : Ghalia Indonesia.

Joolingen, W.V. 1999. Cognitive tools for discovery learning. International

Journal of Artificial Intelligence in Education, (online) 10, 385-397. (http://citeseerx.ist.psu.edu

/viewdoc/download?doi=10.1.1.108.5673&rep=rep1&type=pdf,diakses 20

Oktober 2015).

Jumaisyaroh, T., Napitupulu,E.E. ,& Hasratuddin. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa

SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Kreano, ISSN :

2086-2334. Diterbitkan oleh Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Volume 5 Nomor 2 Bulan Desember Tahun 2014.

Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013


(42)

173

____________. 2011. Survei Internasional PISA. (online) Lembaga Penelitian

dan Pengembangan : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

(http://litbang.kemdikbud .go.id/index.php/survei-internasional-pisa,

diakses 20 Oktober 2015).

____________. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 T ahun 2014 t entang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik, pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta : Kemendikbud.

Kerlinger, F.N. 1986. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh Landung R. Simatupang. 1996. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Lavine, R.A. 2005. Commentary Guided Discovery Learning with Videotaped

Case Presentation in Neurobiology. JIAMSE © I AMSE 2005. (online), volume 15. ( http://www.iamse.org/member/article/volume15-1/15-1-4-7.pdf, diakses 22 september 2015).

Lubis, N. 2013. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Metakognisi

Matematika Antara Siswa Yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Pembelajaran Ekspositori. Tesis tidak diterbitkan. Medan :Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.

Mardianto. 2012. Psikologi Pendidikan Landasan untuk Pengembangan Strategi

Pembelajaran. Medan : Perdana Publishing.

Markaban. 2008. Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika

SMK. (online) Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

(http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/38-penemuan-terbimbing-matematika-smk.pdf, diakses 22 September 2015).

Masruri. 2012. Implementasi Kemandirian Belajar Dan Prestasi Belajar

Mahasiswa. Cakrawala Pendidikan, (online), volume 14, Nomor 1, April

2012. ISSN 1410-9883. (http://digilib.stkippgri-blitar.ac.id/206/1/MASRU

RI_APR_2013.pdf, diakses 22 September 2015).

NCTM. 2000. Principles and Standarts for SchoolMathematics. Reston VA: The

National Council of Teachers of Mathematics Inc.

Novotná, J., Eisenmann, P., Přibyl, J., Ondrušová, J. & Břehovský, J. 2014. Problem Solving in School Mathematics Based on Heuristic Strategies. Journal on Efficiency and Responsibility in Education and Science, (online), vol. 7, N o. 1, pp. 1 -6, online ISSN 1803-1617, printed ISSN

2336-2375. doi: 10.7160/eriesj.2013.07010.(http://www.eriesjournal.com/


(43)

174

Nurdalilah., Syahputra, E. & Armanto, D. 2013. Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika Dan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Konvensional Di SMA Negeri 1 K ualuh

Selatan. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, (online), vol 6

Nomor 2, hal 109-119. (http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/ paradikma/article/view/1056/836, diakses 22 November 2014).

OECD. 2010. Pisa 2009 Results:What Students Know And Can Do Student

Performance In Reading, Mathematics And Science Volume I.(Online),

(http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf., diakses 20

Oktober 2015).

______. 2014. Pisa 2012 Results:What Students Know And Can Do Student

Performance In Mathematics, Reading And Science Volume I.(online),

(http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-volume-I.pdf,

diakses 20 Oktober 2015).

Ozan, C., Gundogdu, K., Bay, E. & Celkan, H.Y. 2012. A Study On University Student’ Self-Regulated Learning Strategiesskills And Self-Efficacy

Perceptions In Terms Of Different Variables. Procedia - Social and

Behavioral Sciences, (online), 46 ( 2012 ) 1806 – 1811. (http://www.sciencedirect .com/science/article/pii/S1877042812015121, diakses 22 September 2015)

Padmavathy, R.D. & Mareesh .K. 2013. E ffectiveness of Problem Based

Learning In Mathematics. (online) Vol-II, Issue-I, Jan -2013

(http://www.shreeprakashan.com/Documents/2013128181315606.6.%20P adma%20Sasi.pdf, diakses 22 November 2014).

Pimta, S., Tayruakham, S. & Nuangchalerm, P. 2009. Factors Influencing

Mathematic Problem-Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of

Social Sciences, (online), 5 (4): 381-385, 2009. I SSN 1549-3652.(http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED506983.pdf,diakses 17 September 2015)

Polya, G. 1973. How To Solve It A New Aspect Of Mathematical Method.

Princeton New jerssey : Princeton University Perss.

Purba, Y. O. 2015. Perbedaan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran PAIKEM. Tesis tidak diterbitkan. Medan :Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. Purnomo, Y.W. 2011. Keefektifan Model Penemuan Terbimbing Dan

Cooperative Learning Pada Pembelajaran Matematika. Jurnal

Kependidikan, (online), volume 41, Nomor 1, Mei 2011, ha l. 37-54. (http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/view /1916, diakses 17 September 2015).


(44)

175

Qohar, A. & Sumarmo, U. 2013. Improving Mathematical Communication Ability and Self Regulation Learning Of Yunior High Students by Using

Reciprocal Teaching. IndoMS. J.M.E, (online), vol. 4 No. 1 January 2013,

pp. 59-74. (http://ejournal. unsri.ac.id/index.php/jme/article/view/562, diakses 17 September 2015).

Rachmayani, D. 2014. P enerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian

Belajar Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Unsika,(online),volume 2

Nomor 1, N ovember 2014. I SSN 2338-2996.

(http://digilib.unsika.ac.id/sites/default/files/File%20JUDIKA/2.%20Artik el %20 Jurnal%20%28Dwi%20Rahmayani_Matematika%29.pdf, diakses 12 Agustus 2015)

Rohantizani .2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi

Matematis Siswa SMP Negeri 1 Lhoksukon Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Tesis tidak diterbitkan. Medan :

Program Pascasarjana UniversitasNegeri Medan.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Kencana Predana Media.

Santosa, N., Waluya, St. B. & Sukestiyarno. 2013. Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Master Dan

Penerapan Scaffolding. Unnes Journal Of Mathematics Education

Research, (online), ISSN 2252-6455. (http://journal.unnes .ac.id/sju/index.php/ujmer, diakses 17 September 2015)

Saragih, S. & Habeahan, W. L. 2014. The Improving of Problem Solving Ability and Students’ Creativity Mathematical by Using Problem Based Learning

in SMP Negeri 2 Siantar. Journal of Education and Practice, (online).

ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-288X (Online) Vol.5, No.35, 2014.

(http://www.iiste.org/Journals/index. php/JEP

/article/viewFile/17463/17722, diakses 17 September 2015)

Sihombing, A.S. 2013. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan

Kreativitas Matematik Antara Siswa Yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbasis Masalah Open-Ended Dengan Siswa Yang Mendapat Pembelajaran Ekspositori. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.


(1)

____________. 2011. Survei Internasional PISA. (online) Lembaga Penelitian dan Pengembangan : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (http://litbang.kemdikbud .go.id/index.php/survei-internasional-pisa, diakses 20 Oktober 2015).

____________. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 T ahun 2014 t entang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik, pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta : Kemendikbud.

Kerlinger, F.N. 1986. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh Landung R. Simatupang. 1996. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Lavine, R.A. 2005. Commentary Guided Discovery Learning with Videotaped Case Presentation in Neurobiology. JIAMSE © I AMSE 2005. (online), volume 15. ( http://www.iamse.org/member/article/volume15-1/15-1-4-7.pdf, diakses 22 september 2015).

Lubis, N. 2013. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Metakognisi Matematika Antara Siswa Yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Pembelajaran Ekspositori. Tesis tidak diterbitkan. Medan :Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.

Mardianto. 2012. Psikologi Pendidikan Landasan untuk Pengembangan Strategi Pembelajaran. Medan : Perdana Publishing.

Markaban. 2008. Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. (online) Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

(http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/38-penemuan-terbimbing-matematika-smk.pdf, diakses 22 September 2015).

Masruri. 2012. Implementasi Kemandirian Belajar Dan Prestasi Belajar Mahasiswa. Cakrawala Pendidikan, (online), volume 14, Nomor 1, April 2012. ISSN 1410-9883. (http://digilib.stkippgri-blitar.ac.id/206/1/MASRU RI_APR_2013.pdf, diakses 22 September 2015).

NCTM. 2000. Principles and Standarts for SchoolMathematics. Reston VA: The National Council of Teachers of Mathematics Inc.

Novotná, J., Eisenmann, P., Přibyl, J., Ondrušová, J. & Břehovský, J. 2014. Problem Solving in School Mathematics Based on Heuristic Strategies. Journal on Efficiency and Responsibility in Education and Science, (online), vol. 7, N o. 1, pp. 1 -6, online ISSN 1803-1617, printed ISSN 2336-2375. doi: 10.7160/eriesj.2013.07010.(http://www.eriesjournal.com/ _papers/article_228. pdf, diakses 17 September 2015).


(2)

Nurdalilah., Syahputra, E. & Armanto, D. 2013. Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika Dan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Konvensional Di SMA Negeri 1 K ualuh Selatan. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, (online), vol 6 Nomor 2, hal 109-119. (http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/ paradikma/article/view/1056/836, diakses 22 November 2014).

OECD. 2010. Pisa 2009 Results:What Students Know And Can Do Student Performance In Reading, Mathematics And Science Volume I.(Online), (http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf., diakses 20 Oktober 2015).

______. 2014. Pisa 2012 Results:What Students Know And Can Do Student Performance In Mathematics, Reading And Science Volume I.(online), (http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-volume-I.pdf, diakses 20 Oktober 2015).

Ozan, C., Gundogdu, K., Bay, E. & Celkan, H.Y. 2012. A Study On University Student’ Self-Regulated Learning Strategiesskills And Self-Efficacy Perceptions In Terms Of Different Variables. Procedia - Social and Behavioral Sciences, (online), 46 ( 2012 ) 1806 – 1811. (http://www.sciencedirect .com/science/article/pii/S1877042812015121, diakses 22 September 2015)

Padmavathy, R.D. & Mareesh .K. 2013. E ffectiveness of Problem Based Learning In Mathematics. (online) Vol-II, Issue-I, Jan -2013 (http://www.shreeprakashan.com/Documents/2013128181315606.6.%20P adma%20Sasi.pdf, diakses 22 November 2014).

Pimta, S., Tayruakham, S. & Nuangchalerm, P. 2009. Factors Influencing Mathematic Problem-Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of Social Sciences, (online), 5 (4): 381-385, 2009. I SSN 1549-3652.(http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED506983.pdf,diakses 17 September 2015)

Polya, G. 1973. How To Solve It A New Aspect Of Mathematical Method. Princeton New jerssey : Princeton University Perss.

Purba, Y. O. 2015. Perbedaan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran PAIKEM. Tesis tidak diterbitkan. Medan :Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. Purnomo, Y.W. 2011. Keefektifan Model Penemuan Terbimbing Dan

Cooperative Learning Pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Kependidikan, (online), volume 41, Nomor 1, Mei 2011, ha l. 37-54. (http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/view /1916, diakses 17 September 2015).


(3)

Qohar, A. & Sumarmo, U. 2013. Improving Mathematical Communication Ability and Self Regulation Learning Of Yunior High Students by Using Reciprocal Teaching. IndoMS. J.M.E, (online), vol. 4 No. 1 January 2013, pp. 59-74. (http://ejournal. unsri.ac.id/index.php/jme/article/view/562, diakses 17 September 2015).

Rachmayani, D. 2014. P enerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Unsika,(online),volume 2

Nomor 1, N ovember 2014. I SSN 2338-2996.

(http://digilib.unsika.ac.id/sites/default/files/File%20JUDIKA/2.%20Artik el %20 Jurnal%20%28Dwi%20Rahmayani_Matematika%29.pdf, diakses 12 Agustus 2015)

Rohantizani .2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis Siswa SMP Negeri 1 Lhoksukon Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana UniversitasNegeri Medan.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Predana Media.

Santosa, N., Waluya, St. B. & Sukestiyarno. 2013. Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Master Dan Penerapan Scaffolding. Unnes Journal Of Mathematics Education Research, (online), ISSN 2252-6455. (http://journal.unnes .ac.id/sju/index.php/ujmer, diakses 17 September 2015)

Saragih, S. & Habeahan, W. L. 2014. The Improving of Problem Solving Ability and Students’ Creativity Mathematical by Using Problem Based Learning in SMP Negeri 2 Siantar. Journal of Education and Practice, (online). ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-288X (Online) Vol.5, No.35, 2014.

(http://www.iiste.org/Journals/index. php/JEP

/article/viewFile/17463/17722, diakses 17 September 2015)

Sihombing, A.S. 2013. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Kreativitas Matematik Antara Siswa Yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbasis Masalah Open-Ended Dengan Siswa Yang Mendapat Pembelajaran Ekspositori. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


(4)

_______.2003. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung : Tarsito.

Sugandi, A. I. 2013. Pendekatan Kontektual Sebagai Pendekatan Dalam Pembelajaran Matematik Yang Humanis Dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ” Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik" pada tanggal 9 November 2013 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. (online) ISBN : 978 – 979 – 16353 – 9 – 4.(http://eprints. uny.ac.id/10737/1/P%20-%2014.pdf, Diakses 17 September 2015).

Sugiyono. 2010. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : alfabeta

Sukoriyanto. 2001. L angkah-Langkah dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan Menggunakan Penyelesaian Masalah. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial atau Pembelajarannya. Tahun VII. No. 2. 103-110. Sulistyowati, N., Widodo, A.T. & Sumarni, W. 2012. Efektivitas Model

Pembelajaran Guided Discovery L earning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Kimia. Chemistry in Education, (online), ISSN NO 2252-6609.(http://journal. unnes.ac.id/sju/index.php/chemine, diakses 22 September 2015)

Sulistiyaningsih., Budiyono. & Purwoko, R.Y. 2014. Kemandirian Belajar Dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Smp Negeri 27 Purworejo. Jurnal Ekuivalen, (online) , Vol 10, N o 1 ( 2014). ISSN2337-4411. (http://ejournal.umpwr.ac.id/index. php/ekuivalen/article/view/1320 diakses 22 September 2015).

Sumarniti, Ni Nym., Arcana, I Nym. & Wibawa, I Md. C. 2014. Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswakelas V Di SS Gugus VII Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, (online),

Vol: 2 N o: 1 T ahun 2014.

(http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD /article/view/2288, diakses 17 September 2015).

Susilo, B. E. & Kharisudin, I. 2010. I mproving The Autodidact Learning of Student on Kalkulus Through Cooperative Learning “Student Teams Achievement Division” by P ortfolio Programmed. Jurnal Penelitian Pendidikan,(online), volume 27 Nomor 1 T ahun 2010. (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPP/article/ view/196, diakses 20 Oktober 2015).

Syaiful. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Edumatica, (online),


(5)

volume, 02 Nomor 01 , A pril 2012 ISSN: 2088-2157. (http://eprints.uny.ac.id/7201/, diakses 17 September 2015).

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Uno, H. B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.

_________. 2012. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Wahyuni. 2013. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Komunikasi Antara Siswa Kelas Heterogen Gender dengan Kelas Homogen Gender Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Di MTs Kota Langsa. Tesis Tidak Diterbitkan. Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Wena, M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta : Bumi Aksara.

Widhiyantoro, T., Indrowati, M. & Probosari, R. M. 2012. The Effectiveness Of Guided Discovery Method Application Toward Creative Thinking Skill At The Tenth Grade Students Of SMA N 1 Teras Boyolali In The Academic Year 2011/2012. Jurnal FKIP UNS Pendidikan Biologi, (Online), Vol. 4, No. 3, H al 89-99. (http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php /bio/article/view/1430, diakses 17 Septemberr 2015).

Widjajanti, D.B. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa Dan Bagaimana Mengembangkannya. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009. (online) .ISBN : 978-979-16353-3-2. (http://eprints.uny.ac.id/7042/, diakses tanggal 17 September 2015).

Wijiastuti, S. 2015. Meningkatkan Kemandirian Belajar Matematika Melalui Pendekatan Reciprocal Teaching. Ekuivalen Jurnal Pendidikan Matematika, (online),vol 16, N o 3 (2015). ISSN 2337-4411.(http://Ejournal.Umpwr.Ac.Id/Index.Php/Ekuivalen/ Article /View/2254/2116, diakses 17 Sptember 2015).

Wolters, C. A. & Pintrich, P. R. 1998. Contextual Differences In Student Motivation And Self-Regulated Learning In Mathematics, English, And Social Studies Classrooms. Instructional Science 26:27–47, 1998. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.

Yuksel, I. 2012. Activatingstudents’ Prior Knowledge: The Core Strategies. World Applied Sciences Journal. (online) 20 (8): 1197-1201, 2012. ISSN


(6)

1818-4952. (http://www.idosi.org/wasj/wasj20(8)12/21.pdf, diakses tanggal 11 Februari 2016).

Yulianti, K., Mardiyana. & Saputro, D. R. S.2014. Eksperimentasi Model Penemuan Terbimbing Dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pokok Bahasan Trigonometri Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Sma Se-Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematikav (online), Vol.2, No.10, hal 1106-1118, Desember 2014.ISSN: 2339-1685. (http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index. php/s2math/article/view/5126, diakses 12 Agustus 2015).

Zhu, Z. 2007. Gender Differences in Mathematical Problem Solving Patterns: A Review of Literature. International Education Journal, (online), 2007, 8(2), 187-203. ISSN 1443-1475 © 2007 S hannon Research Press. (http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ834219.pdf, diakses 17 September 2015) Zimmerman, B. J. 1989. A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic

Learning. Journal of Educational Psychology, (online), 1989, Vol. 81, No. 3, 329-339. (http://anitacrawley.net/Articles/ZimmermanSoc

Cog.pdf, diakses 22 September 2015).

Zulfa, F. S., Yerizon. & Amalita, N. 2014. Pengaruh Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Padang Panjang. Jurnal Pendidikan Matematika, (online) vol. 3 No. 3 (2014), Part 1, Hal. 1-4. (http://www.jurnal.fkip.uns. ac.id/index.php/s2math/article/view/5126, diakses 12 Agustus 2015). Zumbrunn, S., Tadlock, J. & Roberts, E.D. 2011. Encouraging Self-Regulated

Learning i n the Classroom: A Review of the Literature. Metropolitan Educational Research Consortium (MERC), (online),Virginia Commonwealth University. (http://www.academia.edu/2527080/

Encouraging_SelfRegulated_Learning_in_the_Classroom_A_Review_of_t he_Literature, diakses 22 September 2015).


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 3 39

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 55

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 55

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KREATIVITAS MATEMATIK ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERBASIS MASALAH OPEN-ENDED DENGAN SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN EKSPOSITORI.

0 1 54

Perbandingan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Siswa yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing.

1 5 63

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING.

0 0 43

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA SMA.

1 0 37

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING.

0 0 44

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

0 2 16

Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, dan Analisis Kemandirian Belajar Siswa SMA - repo unpas

0 0 26