pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis dibanding sediaan yang lain Lachman, dkk., 1994.
Pewarna dimasukkan dalam tablet pada umumnya untuk satu atau lebih dari tiga tujuan. Pertama, pewarna dapat digunakan untuk memberi identitas pada
produk sehingga memudahkan identifikasi produk. Kedua, warna dapat membantu meminimalkan kemungkinan kesimpangsiuran selama pembuatan. Ketiga,
penambahan pewarna pada tablet untuk nilai estetik atau nilai pemasarannya Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S., 2010.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap zat warna hijau daun katuk Sauropus androgynus Merr.
sebagai pewarna tablet.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah hasil isolasi zat warna hijau dari daun katuk Sauropus androgynus Merr.
2. Berapa konsentrasi zat warna hijau dari daun katuk dapat digunakan sebagai pewarna sediaan tablet.
Sauropus androgynus Merr.
1.3 Hipotesis
yang disukai untuk pewarna tablet.
1. Zat warna hijau yang diisolasi dari daun katuk Sauropus androgynus Merr.
2. Konsentrasi zat warna hijau yang diisolasi dari daun katuk dapat digunakan sebagai pewarna sediaan tablet.
Sauropus androgynus Merr.
yang disukai untuk pewarna tablet sekitar 0,5-1,5.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengisolasi zat warna hijau daun katuk Sauropus androgynus
Merr. 2. Untuk mengetahui konsentrasi zat warna hijau daun katuk
yang dapat digunakan sebagai pewarna tablet. Sauropus
andogynus Merr.
1.5 Manfaat Penelitian
yang disukai untuk pewarna tablet.
Manfaat penelitian adalah : 1. Diperoleh cara isolasi zat warna hijau daun katuk Sauropus androgynus
Merr. 2. Diperoleh konsentrasi zat warna hijau daun katuk
. Sauropus androgynus
Merr. yang disukai untuk pewarna tablet.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Tumbuhan
Tanaman katuk memiliki karakteristik antara lain : bentuk tanaman seperti semak kecil dan bisa mencapai tinggi 3 m, batang muda berwarna hijau dan yang
tua berwarna coklat, daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, seolah-olah terdiri dari daun majemuk. Bentuk helaian daun lonjong sampai bundar, kadang-
kadang permukaan atasnya berwarna hijau gelap. Bunganya tunggal atau terdapat diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna mempunyai helaian
kelopak berbentuk bulat telur sungsang atau bundar, berwarna merah gelap atau merah dengan bintik-bintik kuning. Cabang dari tangkai putik berwarna merah,
tepi kelopak bunga berombak atau berkuncup enam, berbunga sepanjang tahun. Buah bertangkai Ditjen POM, 1989.
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Dalam taksonomi tumbuhan, katuk diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Sub divisi
: Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae Ordo
: Euphorbiales Famili
: Euphorbiaceae Genus
: Sauropus Spesies : Sauropus androgynus Merr. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sinonim Tumbuhan
Sauropus albicus Bl., S. indicus Wight., S. sumatranus Miq. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001.
2.1.3 Nama Daerah
Memata bahasa Melayu, katuk Sunda, kebing dan katukan Jawa, karekur Madura, simani Minangkabau Azis,S. dan Muktiningsih S.R., 2006.
2.1.4 Kandungan Kimia
Daun katuk mengandung vitamin K, vitamin A, vitami B dan vitamin C. Mineral yang dikandungnya adalah kalsium hingga 2,8, besi, kalium, fosfor
dan magnesium. Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi Anonim 2, 2010.
Daun katuk juga mengandung protein, lemak, tanin, saponin flavonoid, dan alkaloid Anonim 3,2007.
2.1.5 Indikasi
Daun katuk dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak air susu ibu, obat jerawat, juga berkhasiat sebagai obat demam, obat bisul dan obat borok Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001. Daun katuk bisa juga dipakai sebagai pewarna alami pengganti pewarna
yang mengandung zat kimia. Contohnya pada industri tape ketan yang berwarna hijau. Caranya, cuci bersih daun katuk, tambahkan sedikit air, lalu peras. Hasilnya
adalah sari daun katuk. Campur atau larutkan sari daun katuk bersama beras ketan bahan tape Anonim 3, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Pewarna Alami
Pewarna telah lama digunakan pada makanan untuk meningkatkan cita rasanya. Pada mulanya zat warna yang digunakan adalah zat warna alami dari
tumbuhan dan hewan. Pewarna alami sebenarnya tidak semahal yang diperkirakan masyarakat dan pembuatannya juga sangat mudah. Bahan-bahan yang dapat
digunakan sebagai pewarna ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan disaring dengan alat
penyaring Saati, E.A. dan Hidayat, N., 2006. Menurut Saati, E.A. dan Hidayat, N. 2006 beberapa contoh zat pewarna
alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan yaitu : Karoten, memberikan warna jingga sampai merah. Dapat diperoleh dari wortel,
papaya dan sebagainya.
Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji
pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis.
Karamel, memberikan coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis
pemecahan karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt.
Klorofil, memberikan warna hijau dan diperoleh dari daun. Banyak digunakan
untuk makanan dan saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan seperti daun suji, daun pandan,
daun katuk dan sebagainya. Dedaunan tersebut sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang
cantik, juga memiliki aroma yang khas.
Antosianin, memberikan warna merah, oranye, ungu dan biru. Banyak
terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang
Universitas Sumatera Utara
sepatu, bunga tasbih, anggur, buah apel, stroberi, buah manggis dan lain-lain.
Kurkumin, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur dan
memberikan warna kuning.
2.1.7 Klorofil
Klorofil adalah katalisator fotosintetis yang penting dan terdapat di alam semesta sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tumbuhan berfotosintetis.
Zat ini terdapat dalam kloroplas dalam jumlah nisbi banyak, sering terikat longgar dengan protein, tetapi mudah diekstraksi ke dalam pelarut lipid seperti aseton dan
eter. Di dalam tumbuhan terdapat sekurang-kurangnya lima klorofil. Klorofil a dan klorofil b terdapat dalam tumbuhan tinggi, paku-pakuan dan lumut, klorofil c
sampai klorofil e hanya ditemukan dalam alga, sedangkan klorofil lain secara khas hanya pada bakteri tertentu Harbone, J.B., 1987
2.1.8 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain.
Menurut Ditjen POM 2000, ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
A. Cara dingin 1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
Universitas Sumatera Utara
kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak terus-
menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
B. Cara panas 1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50°C.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi
ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Universitas Sumatera Utara
4. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
2.2 Uraian Sediaan Tablet
Defenisi tablet menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang dapat
berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengembang, bahan pengikat, bahan pelicin, bahan pembasah atau bahan lain yang cocok.
Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang karena memberikan dosis yang tepat pada pemakainnya, mudah pemakaiannya,
mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktivitas fisiologi dari bahan-bahan obat cukup baik Banker G.S dan Anderson N.R., 1994.
Menurut Banker G.S dan Anderson N.R. 1994, tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat, yaitu:
Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama
proses produksi, pengemasan dan distribusi.
Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dan sisi-sisi tablet.
Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek
pengobatan seperti yang dikehendaki Tablet dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung
satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien yang meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas, kecepatan
disintegrasi, dan sifat antilekat dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet. Defenisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid
dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan atau bahan tertentu yang dipilih guna
membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S., 2010.
Bentuk Tablet
Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan, ketebalan, sifat disolusi dan disintegrasi dan dalam aspek lain, tergantung pada
penggunaan yang dimaksudkan dan metode penggunannya. Tablet biasanya berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus seperti
kaplet, segitiga, lonjong, empat segi dan segi enam heksagonal dikembangkan oleh beberapa pabrik untuk membedakan produknya terhadap produk pabrik
lainnya. Tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, dengan membuat punch dan lubang kempa lesung tablet cetakan yang didesain secara khusus. Misalnya
jika punch kurang konkaf makin datar tablet yang dihasilkannya. Sebaliknya punch yang semakin konkaf, semakin lebih konveks tablet yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
Tablet dapat diberi monogram pada salah satu atau pada kedua permukaan tablet tergantung keberadaan monogram pada punch bawah danatau punch atas
yang menghasilkan monogram. Tablet adalah sediaan solid mengandung zat aktif yang dapat diberikan
secara oral dan ditelan, tablet yang hanya ditempatkan di dalam rongga mulut tanpa ditelan, tablet oral yang dikunyah dulu lalu ditelan, atau hanya
dikulumdiisap Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S., 2010.
Bahan Pewarna Obat
Pada dasarnya jenis bahan pewarna yang digunakan pada produk obat adalah sama dengan jenis bahan pewarna yang digunakan pada makanan. Dengan
demikian semua jenis bahan pewarna yang diizinkan digunakan pada makanan, diizinkan pula untuk digunakan dalam produk obat pada umumnya digunakan
untuk sediaan-sediaan sirup, tablet dan tablet salut. Penggunaan bahan pewarna dalam obat konsentrasinya relatif sangat kecil
apabila dibandingkan penggunaannya dalam makanan. Di lain pihak penggunaan obat itu sendiri mempunyai dosis dan aturan pakai yang tepat. Dengan demikian
bahan pewarna dalam obat yang dikonsumsi oleh manusia jumlahnya sangat kecil dan hampir tidak berarti. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan
bahan pewarna harus dilakukan secara tepat, baik ditinjau dari aspek proses teknologi produksi maupun dampak farmakologisnya Anonim 4, 1984.
Zat warna ditambahkan dalam sediaan tablet untuk memperindah tablet, membedakan dosis, spesifikasi dari pabrik, untuk memudahkan pengawasan
misalnya warna yang pudar menunjukkan bahwa tablet tersebut telah rusak.
Universitas Sumatera Utara
Zat warna yang dipakai harus memenuhi persyaratan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ada 2 cara penambahan zat warna yaitu:
Cara Basah
Bahan warna dilarutkan dalam larutan bahan pengikat kemudian ditambahkan ke dalam serbuk yang akan digranulasi.
Cara Kering
Bahan warna dicampurkan dalam keadaan kering ke dalam campuran serbuk kemudian baru ditambahkan larutan bahan pengikat. Konsentrasi zat warna
yang biasa dipakai 0.33 Soekemi, R.A.dkk, 1987.
Metode Pembuatan Sediaan Tablet
Metode pembuatan tablet didasarkan pada sifat fisika kimia dari bahan obat, seperti stabilitas dari bahan aktif dalam panas atau terhadap air, bentuk
partikel bahan aktif dan sebagainya. Metode pembuatan sediaan tablet yaitu :
Cetak Langsung
Cetak langsung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat bahan pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk
bahan-bahan tertentu saja yang berbentuk kristal butir-butir granul yang mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik.
Keuntungan utama dari cetak langsung ini adalah untuk bahan obat yang peka lembab dan panas, dimana stabilitasnya terganggu akibat pekerjaan
granulasi, tetapi dapat dibuat menjadi tablet. Meskipun demikian hanya sedikit bahan obat yang mampu dicetak secara langsung, seperti ammonium bromida,
Universitas Sumatera Utara
ammonium klorida, kalium bromida, kalium klorida, natrium bromida, natrium klorida dan heksamin Voigt, R., 1995.
Granulasi Kering
Granulasi kering disebut juga slugging atau prekompresi. Cara ini sangat tepat untuk tabletasi zat-zat yang peka suhu atau bahan obat yang tidak stabil
dengan adanya air. Obat dan bahan pembantu pada mulanya dicetak dulu, artinya mula-mula
dibuat tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tertentu. Selanjutnya terjadi penghancuran tablet yang dilakukan dalam mesin penggranul kering, atau dalam
hal yang sederhana dilakukan di atas sebuah ayakan. Granulat yang dihasilkan kemudian dicetak dengan takaran yang dikehendaki Voigt, R., 1995.
Granulasi Basah
Pada teknik ini juga memerlukan langkah-langkah pengayakan, penyampuran dan pengeringan. Pada granulasi basah, granul dibantuk dengan
suatu bahan pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk.
Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan tergantung pada komponen campuran. Karena massa hanya sampai konsistensi
lembab bukan basah seperti pasta, maka bahan pengikat yang ditambahkan tidak boleh berlebihan Banker, G.S dan Anderson, N.R., 1994.
Pada proses pengayakan, mengubah massa lembab menjadi kasar, gumpalan-gumpalan granul dengan melewatkan massa pada ayakan. Tujuannya
agar granul lebih kompak, meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan pengeringan.
Universitas Sumatera Utara
Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-gumpalan
granul dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum Banker, G.S dan Anderson, N.R., 1994.
2.3 Uji Penilaian Organoleptik 2.3.1 Uji Kesukaan