PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

(1)

ARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK

MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN

20120310045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMAMDIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

ARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK

MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN

20120310045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMAMDIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK

MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN

20120310045

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 4 Mei 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

Dr. Oryzati Hilman, M.Sc.,CMF,PhD. dr. Iman Permana M.Kes, PhD NIK: 0508017002/173043NIK NIK :19700131201104173146

Mengetahui,

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Hj. Alfaina Wahyuni, Sp.OG., M.Kes NIK : 19711028199709173027


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama :Firda Septian

NIM :20120310045 Program Studi :Pendidikan Dokter

Fakultas :Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 4 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,

Tandatangan


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dapat selesai sebagaimana yang diharapkan. Dalam proposal penelitian ini, penulis menyajikan informasi yang diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak. Tak lupa, penulis mengucapkan terima kasih untuk dosen pembimbing dan orang tua serta keluarga yang telah memberi bantuan baik moral maupun materil.

Penulis sadar bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga penulisan. Semoga penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 4 Mei 2016


(6)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10

1. Sejarah Rokok ... 10

2. Definisi Rokok ... 11

3. Perilaku Merokok ... 11

4. Kandungan Rokok ... 14

5. Efek terhadap Kesehatan ... 17

6. MPOWER ... 19

7. Metode pemberhentian Merokok (SEFT) ... 25

B. Kerangka Konsep ... 31

C. Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

D. Cara Pengambilan Sample ... 35

E. Variabel Penelitian ... 35

F. Definisi Operasional... 35

G. Instrumen Penelitian... 36

H. Uji Validitas dan Reabilitas ... 36

I. JalannyaPenelitian ... 37

J. Analisis Data ... 38

K. Kesulitan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41


(7)

vi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 51 B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN


(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan TerapiSEFT dan EFT ... 26

Tabel 2 Two Group Pretest-Post Test Design... 32

Tabel 3. Waktu Penelitian ... 35

Tabel 4. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Usia pada Kelompok Terapi ... 42

Tabel 5.Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Kelaspada Kelompok Terapi ... 43

Tabel 6. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Usia pada Kelompok Kontrol ... 43

Tabel 7. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Kelaspada Kelompok Kontrol ... 44

Tabel.8 Uji Noramalitas ... 45

Tabel.9 Nilai Rata-Rata Kelompok Terapi ... 45

Tabel. 10. Uji Wilcoxon ... 45

Tabel. 11. Uji Normalitas Pre-test... 46

Tabel. 12. Nilai Rata-Rata Kelompok Kontrol ... 46

Tabel. 13. Uji Wilcoxon ... 46

Tabel. 14. Perbandingan Komogorov-Smirnov& Sharpiro-Wilk ... 47

Tabel. 15. Perubahan skor antara terapi dan control ... 47


(9)

(10)

viii INTISARI

Latar belakang : Rokok adalah hasil olahan tembakau termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica dan spesies lainnya yang merupakan racun saraf potensial dan pada konsentrasi rendah dapat menimbulkan kecanduan. Menghentikan kebiasaan merokok bukanlah usaha mudah, salah satunya disebabkan karena kurangnya motivasi seseorang untuk berhenti merokok. Terapi SEFT (Spiritual, Emotional, Freedom, Technic) merupakan metode yang efektif untuk mengatasi fobia, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, nyeri, dan kecenderungan orang terhadap konsumsi rokok.

Metode : Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-post test design with control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7,8 dan 9 SMP Negeri 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang merokok sejumlah 40 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kuesioner perilaku merokok yang digunakan diadaptasi dari The Questionnaire of Smoking Urges (QSU)

Hasil :.Pada kelompok terapi terdapat penurunan rata-rata 11.4000, sedangkan pada kelompok control terdapat penurunan rata-rata 0.9412. Dari penelitian didapatkan hasil analisis dengan uji Wilcolxonp = 0.00 (p<0.05 ).

Kesimpulan : Dari hasil Wilcoxon terdapat penurunan kecenderungan perilaku merokok pada sampel setelah dilakukan terapi SEFT. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil post-test yang mengalami penurunan setelah dilakukan terapi SEFT tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terapi SEFT berpengaruh terhadap upaya berhenti merokok.


(11)

ix ABSTRACT

Background: Smoking Tobacco is processed including cigars or any other form that is generated from the plant Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica and other species that are a potential and nerve toxins in low concentrations can cause addiction. Stop the smoking habit is not easy business, one of which is caused due to a lack of motivation to quit smoking. SEFT method (Spiritual, Emotional, Freedom, Technic) is an effective method to overcome phobias, anxiety, depression, post traumatic stress disorder, pain, and the tendency of the people against the consumption of cigarettes.

Methods: this research uses quasi experimental design using draft two group pretest-post test design with control group design. The sample in this study are grade 7.8 and 9 SMP Negeri 1 pity, Bantul, Yogyakarta who smoked a number of 40 people who meet the criteria for inclusion and exclusion. The smoking behaviour questionnaire used was adapted from The Questionnaire of Smoking Urges (QSU)

Results: Group therapy there is a decrease in the average 11.4000, whereas in the control group there was a decrease in the average 0.9412. Analysis of results obtained from studies with test Wilcolxonp = 0.00 (p < 0.05).

Conclusion: the results of behavioral tendencies decrease Wilcoxon there smoking on SEFT therapy after a sample. It can be seen from the results of a post-test that experienced a decline after the SEFT therapy. Thus it can be concluded that the therapy effect on SEFT attempts to stop smoking.


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, yang dimaksud dengan rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica dan spesies lainnya. Selain itu, bisa juga dihasilkan dari sintesis yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Menurut Mangku Sitepoe, merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat celcius untuk ujung rokok dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok (Istiqomah, 2002).

Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat ditemui hampir di setiap kalangan masyarakat adalah perilaku merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Orang merokok mudah ditemui, seperti di rumah, kantor, cafe, tempat-tempat umum, di dalam kendaraan, bahkan hingga di sekolah-sekolah (Redaksi Plus, 2007).

Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan, tidak hanya bagi individu yang merokok tetapi juga bagi orang-orang disekitar perokok yang ikut menghirup asap rokok. Kerugian yang ditimbulkan bisa dari sisi


(13)

2

kesehatan dan ekonomi. Dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, karbomonoksida, dan tar akan memacu kerja dari susunan sistem saraf pusat dan sususan saraf simpatis. Sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah. Juga menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis (Kaplan et.al., 1993).

Hasil riset Darson menemukan bahwa sensitivitas ketajaman penciuman dan pengecapan perokok berkurang dibandingkan dengan non-perokok. Sementara itu dari sisi ekonomi merokok pada dasarnya adalah “membakar uang”, apalagi jika itu dilakukan oleh remaja yang belum mempunyai penghasilan (Theodorus, 1994).

Menurut laporan World Health Organization (WHO) tentang konsumsi tembakau dunia, angka prevalensi merokok di Indonesia merupakan salah satu di antara yang tertinggi di dunia. Dengan 46,8 persen laki-laki dan 3,1 persen perempuan usia 10 tahun ke atas yang diklasifikasikan sebagai perokok (WHO, 2011). Jumlah perokok mencapai 62,8 juta, 40 persen di antaranya berasal dari kalangan ekonomi bawah.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok terbesar di dunia. Menurut data WHO, tahun 2012 persentase prevalensi perokok pria yaitu 67% jauh lebih besar daripada perokok wanita yaitu 2,7%. Diantara para perokok tersebut terdapat 56,7% pria dan 1,8% wanita merokok setiap hari. Terdapat gap yang besar antara jumlah perokok dewasa pria dan


(14)

perokok wanita yang merokok setiap hari (OECD, 2013). Diperkirakan sebanyak seperempat perokok aktif akan meninggal pada usia 25 - 69 tahun dan mereka kehilangan angka harapan hidup sekitar 20 tahun (Gajalakshmi dkk., 2003).

Data Riset Kesehatan Dasar RI (2010) menunjukkan setiap hari ada 56 ribu perokok pemula pada kelompok umur 10- 64 tahun. Maka selama 540 hari masa penyesuaian yang diberikan pemerintah lebih dari 30 juta orang telah menjadi perokok baru.

Ada berbagai alasan yang membuat seseorang merokok. Rosemary mengatakan bahwa selain faktor adiktif dalam rokok, kebiasaan merokok di kalangan mahasiswa dipicu oleh kondisi lingkungan yang mayoritas adalah perokok. Kebiasaan merokok yang turun-temurun ditambah kurangnya pemahaman akan bahaya rokok bagi kesehatan menjustifikasi perilaku merokok mahasiswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Smet mengatakan bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor sosio kultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan (Smet, 1994).

Menurut Oskamp dkk, individu mulai merokok dikarenakan pengaruh lingkungan sosial seperti teman-teman, orang tua, dan media (Smet, 1994). Pendapat tersebut didukung oleh Lewin (Komalasari dan Helmi, 2000) yang menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal (Smet, 1994) juga mengungkapkan data bahwa merokok tahap awal dilakukan dengan


(15)

teman-4

teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%).

Menghentikan kebiasaan merokok bukanlah usaha mudah terutama bagi perokok di Indonesia. Hasil survei Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3). Sebanyak 66,2 persen perokok pernah mencoba berhenti merokok tetapi tidak berhasil. Kegagalan ini disebabkan karena tidak tahu caranya sebanyak 42,9 persen, 2,9 persen terikat sponsor rokok. Sedangkan yang berhasil berhenti merokok disebabkan oleh kesadaran sendiri sebanyak 76 persen, 16 persen sakit, 8 tuntutan profesi.

Di Indonesia metode berhenti merokok belum banyak dikenal. Kebanyakan berhenti merokok karena pengalaman orang lain. Metode berhenti merokok yang dipakai di Indonesia selain dengan peraturan pemerintah, biasanya menggunakan metode penyuluhan dan sekarang mulai dikembangkan metode penyuluhan yang digunakan khusus bagi perokok yaitu metode 5As (Ask, Advice, Assess, Assist, Arrange) (Rahayu, 2010).

Selain kedua metode di atas, terdapat juga metode hipnotis. Metode ini digunakan karena mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi sukarela. Artinya, jika pada saat trance dia diberi intervensi oleh penghipnotis bahwa merokok itu buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar kembali, besar kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa yang menyuruhnya berhenti merokok (Syafiie dkk., 2008).


(16)

Saat ini terdapat metode yang relatif baru, yakni Spiritual, Emotional, Freedom, Technic (SEFT).SEFT dikembangkan dari Emotional Freedom Technique (EFT) yang digagas oleh Gary Craig (USA). Metode tersebut saat ini sangat populer di Amerika, Eropa, dan Australia sebagai solusi tercepat dan termudah untuk mengatasi berbagai masalah fisik, emosi, serta untuk meningkatkan performa kerja. Saat ini EFT telah digunakan oleh lebih dari 100.000 orang di seluruh dunia (Zainuddin, 2009).

Terapi SEFT merupakan metode baru dan masih dalam proses eksperimental yang berkelanjutan. SEFT dapat diterapkan dalam berbagai masalah/kasus seperti kecenderungan orang terhadap konsumsi rokok (Zainuddin, 2009).

Setelah banyak dijelaskan tentang rokok diatas, bahwa rokok adalah racun dan sesuatu yang membinasakan. Maka orang yang mengkonsumsi rokok sama dengan orang yang meminum racun. Sedangkan Allah SWT melarang manusia membunuh dirinya sendiri. Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 29, Allah berfirman:

Artinya: “Wahai orang2 yang beriman janganlah kamu saling memakan hartasesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kalian membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepadamu”.


(17)

6

Melihat fenomena di atas, upaya untuk menurunkan kecanduan merokok pada siswa yang dapat dilakukan salah satunya adalah terapi SEFT. Maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap upaya menurunkan kecanduan merokok pada siswa SMP Negeri 1 Kasihan.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan skor desakan untuk merokok pada siswa SMP?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk menilai pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan skor desakan untuk merokok pada siswa SMP.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menilai gambaran penurunan skor desakan untuk merokok siswa SMP sebelum diberikan terapi dengan terapi SEFT.

b. Untuk menilai gambaran penurunan skor desakan untuk merokok sesudah diberikan terapi dengan terapi SEFT.

c. Untuk menilai perbedaan penurunan skor desakan untuk merokok sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT.

d. Untuk menilai perbedaan penurunan skor desakan untuk merokok siswa SMP yang telah dilakukan terapi SEFT dengan siswa SMP yang tidak mendapatkan terapi SEFT.


(18)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa SMP yang Merokok

Untuk menurunkan kecanduan merokok 2. Bagi Masyarakat dan Guru

Mendapatkan alternatif solusi untuk upaya berhenti merokok. 3. Bagi Ilmu Kedokteran

Memberikan bukti ilmiah untuk terapi SEFT dalam pengembangan ilmu CAM (Complementary Alternatife Medicine).

4. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap terapi SEFT dalam upaya berhenti merokok.

5. Bagi Pembuat Kebijakan

Menambah bukti ilmiah untuk membuat kebijakan terkait upaya berhenti merokok.

E. Keaslian Penelitian

Penulis menemukan beberapa penelitian yang berhubungan dan telah dilakukan sebelumnya adalah :

1. Ririn N Rahayu, (2010), dengan judul Pengaruh Metode 5As Terhadap Sikap Merokok. Penelitian ini menggunakan rancangan experimental design dengan pretest-postest control group design terhadap sikap berhenti merokok yaitu pada domain kognitif, domain afektif dan domain konatif. Dari hasil peneltian ini terdapat peningkatan yang bermakna terhadap skor total skala berhenti merokok pada kelompok perlakuan dibandingkan pada


(19)

8

kelompok kontrol (t= 4,284; p=0,000 (<0,05)). Peningkatan skor pada domain kognitif(t=2,522;p=0,018 (<0,05)), domain afektif . (Z=-0,376; p=-0,001 (<0,05)), dan domain konatif(Z=-4,189; p=0,000 (<0,05)). 2. Laila Komariah, (2012), dengan judul Efektivitas Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) Untuk Menurunkan Perilaku Merokok Pada Mahasiswa. Penelitian ini menggunakan analisis Uji Mann-Whitney dan Uji Wicolxon dengan desain penelitian yang digunakan adalah pretest post test control group design. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang signifikan pada mahasiwa yang diberikan SEFT. Hal tersebut berdasarkan pada hasil analisis dengan uji Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen yang menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar 0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah SEFT efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Hal tersebut berdasarkan taraf signifikansi yang diperoleh dari data (U) sebesar 0,00 (U<0,05) yang diperoleh dari Uji Mann-Whitney gain score pretest dan posttest skala perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Yang membedakan dengan peneliti adalah: apabila pada penelitian ini menggunakan sampel Mahasiswa dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang ada di Yogyakarta, sedangkan penelitian peneliti menggunakan sampel dari siswa SMP Negeri 1 kasihan.


(20)

3. Rosita R, Suswardany DL, Abidin Z, (2012), dengan judul Penentu Keberhasilan Merokok Pada Mahasiswa. Metode penelitian menggunakan survei dengan pendekatan cross sectional pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sampel merupakan perokok aktif atau pernah menjadi perokok aktif, yang dipilih dengan menggunakan teknik Snowball Sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square dan dilanjutkan dengan uji Logistic Regresion. Variabel lama merokok, alasan berhenti merokok, dan upaya berhenti merokok dianalisis berdasarkan hasil Fisher Exact (two-sided). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor frekuensi merokok (p=0,001; OR=5,181) dan faktor niat berhenti merokok (p=0,001; OR=14,389) dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa FIK UMS. Tidak ada hubungan antara jumlah rokok (p=0,158), lama merokok (p=0,093), alasan berhenti merokok (p=0,155), dan faktor upaya berhenti merokok (p= 0,706) dengan keberhasilan berhenti merokok. Simpulan penelitian adalah frekuensi merokok dan faktor niat berhenti merokok berhubungan dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa. Yang membedakan dengan penelitian ini adalah metode yang digunakan. Pada menelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan pendekatan cross sectional pada mahasiswa. Sedangkan peneliti menggunakan metode quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan one group pretest-post test design pada siswa SMP.


(21)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Sejarah Rokok

Pada tahun 1492 Masehi, Christoper Colombus sampai di Benua Amerika. Colombus melihat Bangsa Indian memiliki kebiasaan menghisap tembakau, terutama ketika melakukan ritual keagamaan. Kemudian Colombus terpengaruh untuk mengikuti kebiasaan Bangsa Indian tersebut. Setelah Colombus pulang ke Eropa, dia memperkenalkan kebiasan tersebut. Sejak saat itu, para Bangsawan dan penduduk Eropa memiliki kebiasaan menghisap tembakau. Dan terus meluas hingga ke Negara-Negara Balkan. Kemudian sampai ke Negara Islam di Timur Tengah setelah para pedagang asal Spanyol datang pada abad 17 (Satiti, 2011).

Perkembangan rokok kretek Indonesia dimulai di Kudus pada tahun 1890 kemudian menyebar ke berbagai daerah lain di Jawa Tengah antara lain Magelang, Surakarta, Pati, Rembang, Jepara, Semarang juga ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan industri rokok di Indonesia ditandai dengan lahirnya perusahaan rokok besar yang menguasai pasar dalam industri ini, yaitu PT. Gudang Garam,Tbk yang berpusat di Kediri, PT. Djarum yang berpusat di Kudus, PT.HM Sampoerna, Tbk yang berpusat di Surabaya, PT. Bentoel yang berpusat di Malang dan PT. Nojorono yang berpusat di Kudus (Gatra, 2000).


(22)

2. Definisi Rokok

Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah, kertas,dsb. Merokok adalah suatu kata kerja yang berarti melakukan kegiatan atau aktifitas menghisap, sedangkan perokok adalah orang yang suka merokok (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011).

Sitopoe menyebutkan bahwa alasan utama menjadi perokok adalah karena ajakan teman-teman yang sukar ditolak. Selain itu juga, ada juga pelajar mengatakan bahwa pria menjadi perokok setelah melihat iklan rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari adanya suatu sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini adalah rokok (Sitopoe, 2000).

3. Perilaku Merokok

Ada beberapa penyebab mengapa seseorang merokok, yaitu faktor biologis, faktor psikologis, maupun faktor lingkungan sosial (Sarafino, 1994). Seseorang mulai merokok karena faktor sosial antara lain karena pengaruh orang tua, karena teman sekelompok (takut tidak diterima dalam kelompok tertentu) maupun karena adanya contoh dari saudara, orang tua, guru maupun media massa. Faktor ini terkait dengan pengalaman dan pengetahuan manusia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan (Trihandini dan Wismanto, 2000) yang menunjukkan bahwa remaja yang merokok dipengaruhi oleh persepsinya terhadap gaya hidup


(23)

12

modern. Gaya hidup modern ini dipersepsi dari teman-teman sekelompoknya.

Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (dalam Cahyani, 1995) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu:

a. Tahap Preparatory

Pada tahap ini seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbukan minat untuk merokok. b. Tahap Initiation.

Ini merupakan tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok. c. Tahap becoming a smoker

Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

d. Tahap maintenance of smoking

Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (selfregulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

Sarafino (1994) juga membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, diantaranya yaitu:


(24)

a. Faktor Biologis

Banyak penelitian menunjukan bahwa nikotin yang terkandung di dalam rokok, adalah salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Pendapat ini didukung oleh Aditama (1992) yang mengatakan bahwa nikotin dalam darah perokok cukup tinggi.

b. Faktor Psikologis

Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghilangkan rasa ngantuk, mengakrabkan suasana sehingga terciptanya rasa persaudaraan, serta dapat memberi kesan seorang perokok itu mempunyai wibawa yang tinggi. Sehingga bagi individu perokok yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sangat sulit untuk dihilangkan.

c. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian individu terhadap perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.

Sementara itu Komalasari dan Helmi (2000), menjelaskan bahwa ada empat prediktor yang dijadikan alat ukur bantu perilaku merokok, yaitu: a. Intensitas merokok

Intensitas merokok adalah seberapa sering individu melakukan aktivitas merokok.


(25)

14

Tempat merokok adalah tempat individu melakukan aktivitas merokoknya (rumah, sekolah, jalan, dan lain-lain). Mu’tadin (2002) mengatakan bahwa tipe perokok berdasarkan tempat dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik.

2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi seperti kamar tidur dan toilet.

c. Waktu merokok

Waktu merokok adalah kapan (pada momen apa saja) individu melakukan aktivitas merokoknya.

d. Fungsi merokok

Fungsi merokok yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi seorang perokok dalam kehidupan sehari-hari dan makna merokok itu sendiri bagi individu yang bersangkutan.

4. Kandungan Rokok

Manakala sebatang rokok dibakar, maka terbentuklah 4.000 senyawa kimia yang berbahaya, diantaranya sekitar 200 yang beracun dan telah dinyatakan berbahaya bagi kesehatan tubuh, sementara sekitar 43 bahan kimia lainnya dapat berpotensi menyebabkan kanker. Dan setengah dari zat kimia tersebut telah diketahui berasal dari substansi yang terkandung di dalam tembakau (Satiti,2011).

Bahan kimia yang paling berbahaya terhadap kesehatan tubuh yang berasal dari rokok dan merupakan racun utama adalah:


(26)

a. Tar

Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan mengiritasi paru-paru. Racun ini membunuh sel dalam saluran udara dan paru-paru, serta meningkatkan produksi lendir di dalam paru-paru. Akibatnya, orang yang kecanduan rokok dan telah merokok bertahun-tahun sulit bernafas karena saluran udara ke dalam paru-paru terhambat. Racun ini juga dapat memicu kanker paru-paru (Satiti, 2011).

b. Nikotin

Nikotin adalah senyawa pirrolidin, suatu zat kimia organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami oleh tumbuhan terutama suku terung-terungan (Solanaceae), termasuk diantaranya pada tomat, terung ungu, kentang dan lada hijau namun dengan kadar rendah (Sukendro, 2007). Nikotin berkadar 0,3 sampai 5 % dari berat kering tembakau berasal dari hasil biosintesis di akar dan terakumulasi di daun. Nikotin merupakan racun saraf yang potensial dan digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis insektisida. Pada konsentrasi rendah, zat ini dapat menimbulkan kecanduan, khususnya pada rokok, yang dengan kadar 1 – 3 mg pada sebatangnya setelah dikonsumsi 25% dari jumlah tersebut akan masuk kedalam darah, dan dalam 15 detik telah sampai ke otak (Zulkifli, 2008).


(27)

16

c. Karbon Monoksida (CO)

Karbon Monoksida (CO) merupakan salah satu zat yang terdapat pada asap rokok. Sifatnya yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa membuat CO menjadi gas yang sangat berbahaya (US.EPA,2005). CO dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 2 – 5% (Murdiyati,2009). Orang yang terpapar gas CO pada tingkat tertentu dapat menyebabkan sakit kepala, kelelahan dan mual. Pada tingkat yang lebih seirus, paparan CO dapat mengakibatkan disorientasi atau tidak sadarkan diri bahkan kematian (Hidayat,2012).

Menurut Satiti (2011), adapun bahan kimia lainnya yang terbukti dapat menyerang selaput halus pada saluran pernapasan dan memasuki aliran darah sehingga mengganggu peredaran darah adalah:

a. Acatona (Bahan penghapus cat)

b. Ammonia (Bahan kimia pembersih lantai) c. Arsenic (Racun tikus)

d. Butane (Bahan bakar korek api) e. Methanol


(28)

5. Efek terhadap Kesehatan a. Penyakit Kardiovaskuler

Menurut Satiti (2011), senyawa kimia yang terkandung di dalam rokok akan meningkatkan detak jantung, tekanan darah, resiko hipertensi dan penyumbatan arteri. Di samping itu, rokok juga akan menurunkan kadar HDL (kolesterol baik di dalam darah) dan menurunkan tingkat elastisitas aorta (pembuluh darah terbesar pada tubuh manusia) yang dapat meningkatkan terjadinya penggumpalan pembuluh darah sehingga dapat memicu penyakit seperti:

1) Serangan jantung

Kondisi dimana adanya penggumpalan darah pada arteri yang menyumbat suplai darah pada jantung sehingga dapat mengakibatkan serangan jantung.

2) Gagal Ginjal

Terjadi karena adanya penggumpalan darah pada arteri yang menyumbat suplai darah pada ginjal sehingga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah, bahkan gagal ginjal. b. Pengaruh Rokok terhadap Rongga Mulut Rongga

Mulut adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek rokok, karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok yang utama (Aditama, 1997).

Komponen toksik dalam rokok dapat mengiritasi jaringan lunak rongga mulut, dan menyebabkan terjadinya infeksi mukosa, dry socket,


(29)

18

memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, serta dapat mengurangi asupan aliran darah ke gingiva (Bergstrom et al, 2000).

Kelainan jaringan lunak mulut akibat komponen toksik dan agen karsinogen yang terkandung dalam asap rokok, antara lain eritroplakia, leukoplakia, keratosis rokok, squamous cell carcinoma, serta verrucous carcinoma. Kondisi patologis dalam rongga mulut yang juga sering ditemukan pada perokok adalah karies akar, halitosis, periimplantitis, penurunan fungsi pengecapan, staining pada gigi atau restorasi, serta penyakit periodontal. Penyakit periodontal termasuk akumulasi plak dan kalkulus, saku periodontal, inflamasi gingiva, resesi gingiva, serta kehilangan tulang alveolar (Sham dkk, 2003).

Merokok juga menyebabkan rangsangan pada papilla filiformis sehingga menjadi lebih panjang (hipertropi). Rangsangan asap rokok yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada bagian mukosa mulut yang terpapar, penebalan menyeluruh bagian epitel mulut, hingga dapat menimbulkan bercak putih keratotik yang menandai leukoplakia dan kanker mulut (Sham dkk, 2003).

e. Dampak paru-paru

Menurut Satiti (2011), merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi


(30)

radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.

Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM).

Merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma. Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.

Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih sering.

6. MPOWER

MPOWER merupakan enam paket kebijakaan yang dibuat oleh WHO (World Health Organization) pada bulan Mei tahun 2003 untuk mengurangi penggunaan rokok dan angka kematian yang disebabkan oleh


(31)

20

rokok (WHO, 2008). Enam paket kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Monitor Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya

Sistem monitoring penggunaan tembakau yang kuat diperlukan baik dalam perumusan maupun evaluasi kebijakaan pengendalian tembakau. Sistem monitoring yang baik ini harus memantau setidaknya tiga indikator, yaitu: prevalensi penggunaan tembakau, dampak implementasi kebijakan pengendalian tembakau, serta iklan atau promosi dan perkembangan industri rokok. (WHO, 2008).

Di Indonesia sendiri, data yang ada menunjukan penggunaan tembakau sangat meningkat dalam tiga dekade terakhir. Berdasarkan Susenas 2004, prevalensi perokok pada orang dewasa usia 15 tahun keatas adalah 63,1% pada laki-laki (meningkat 1,4% dari tahun 2001) dan 4,5% pada wanita (lebih besar tiga kali lipat prevalensi tahun 2001 yakni sebesar 1,3%), dengan prevalensi merokok secara keseluruhan telah meningkat dari 31,5% (2001) menjadi 34,4% pada tahun 2004 (BPS, 2004). Pada kelompok usia 13-15 tahun, data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2006 menyebutkan bahwa sebesar 13,7% anak usia 13-15 tahun di Jawa adalah pengguna tembakau. Angka yang lebih tinggi didapatkan di Sumatra yaitu sebesar 22,8%, artinya setiap 1 dari 5 anak usia 13-15 tahun di wilayah tersebut mengkonsumsi tembakau atau rokok setiap harinya (GYTS, 2006).


(32)

Saat ini regulasi pengendalian tembakau atau secara spesifik pengendalian masalah rokok di Indonesia ada dalam bentuk Peraturan Pemerintahan (PP) N0.19 tahun 203 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan yang merupakan perubahan dari dua Peraturan Pemerintahan sebelumnya. Peraturan Pemerintaha No.81 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintahan No.38 tahun 2000. Dicantumkan secara spesifik dalam Peraturan Pemerintahan No.19 tahun 2003, bahwa PP ini bertujuan mencegah penyakit akibat rokok baik bagi individu perokok maupun bagi masyarakat. Hal-hal yang diatur dalam peraturan ini meliputi pengaturan tentang kandungan kadar nikotin dan tar; persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi rokok; serta penetapan kawasan tanpa rokok (PP No.19, 2003) b. Perlindungan terhadap Asap Tembakau

Rokok tidak hanya berbahaya bagi penggunanya tetapi juga membahayakan bagi orang yang berada disekitarnya. Perokok pasif dewasa dapat menderita berbagai penyakit kronis seperti stroke, kanker paru-paru, penyakit jantung kororner dan lain-lain. Pada anak-anak asap rokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit asma, tumor otak serta gangguan napas bagian bawah (U.S. Department of Health and Human Service, 2006).

Hal yang ironis adalah dari separuh negara di dunia, dengan jumlah penduduk mencakup 2/3 populasi dunia belum memberi perhatian yang cukup mengenai masalah ini dengan masih


(33)

22

mengizinkan orang merokok di dalam gedung ataupun di tempat kerja (WHO, 2008).

Larangan untuk merokok di dalam ruangan ataupun di tempat kerja yang ditetapkan di berbagai negara telah terbukti mampu menurunkan prevalensi penggunaan tembakau di negara tersebut. Di berbagai negara industri, penetapan kawasan tanpa rokok di tempat kerja mengurangi 29% konsumsi tembakau dan juga mengurang prevalensi perokok sebesar 4% (California Environmental Protection Agency, 2005). Penelitian lain di Irlandia menyebutkan penetapan kawasan tanpa rokok pada tahun 2004 telah mengurangi konsentrasi nikotin di udara sebesar 83% (Mulcahy M et al, 2005).

c. Optimalkan Dukungan untuk Berhenti Merokok

Tiga dari 4 perokok di seluruh dunia menyatakan ingin berhenti merokok namun bantuan komprehensif yang tersedia baru dapat menjangkau 5% nya (Jones JM, 2006).

Dari berbagai pengalaman di dunia, WHO mengajukan tiga bentuk dukungan layanan berhenti merokok yang dapat diberikan yaitu: 1) Pelayanan konsultasi bantuan berhenti merokok yang terintegrasi di pelayanan kesehatan primer; 2) Quitline: Telepon layanan bantuan berhenti merokok yang mudah diakses dan cuma-cuma; 3) Terapi obat yang murah dengan pengawasan dokter (WHO, 2004).


(34)

d. Waspadakan Masyarakat akan Bahaya Tembakau

Walaupun informasi mengenai bahaya tembakau bagi kesehata telah sering dipublikasikan, namun hanya sebagian kecil perokok mengerti apa saja sebenarnya bahaya rokok bagi kesehatan. Karena itulah peringatan kesehatan wajib dicantumkan pada setiap kemasan produk tembakau dalam bentuk gambar untuk memastikan pesan tersebut tersampaikan kepada masyarakat (Hammond D et al, 2006).

Dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang telah di keluarkan oleh WHO, pesan kesehatan yang dianjurkan adalah berupa gambar dengan area minimal sepertiga permukaan kemasan produk tembakau dengan pergantian gambar secara periodik (WHO, 2003).

Saat ini baru 15 negara di dunia, mencakup 6% populasi dunia yang mencantumkan pesan kesehatan berupa gambar pada kemasan produk tembakau. Langkah tersebut terbukti efektif untuk menyadarkan masyarakat khususnya pengguna tembakau akan bahaya penggunaan tembakau dan mendorong mereka untuk berhenti (Borlan R, 1997).

Di Indonesia, pesan kesehatan diatur dalam PP Republik Indonesia No.19 tahun 2003 berupa pesan teks dengan ukuran 3 mm yang diberi kotak dengan warna dasar kontras dengan tulisan ( PP Republik Indonesia No. 19 tahun 2003).


(35)

24

e. Eliminasi iklan, Promosi dan Sponsor terkait Tembakau

Pemasaran tembakau memiliki peranan besar dalam meningkatkan gangguan kesehatan dan kematian karena tembakau. Larangan terhadap promosi produk tembakau adalah senjata yang ampuh untuk memerangi tembakau. Sepuluh tahun sejak inisiasi larangan iklan rokok dijalankan, konsumsi rokok di negara dengan larangan iklan turun 9 kali lipat dibandingkan dengan negara tanpa larangan iklan (Saffer H, 2000).

f. Raih Kenaikan Cukai Tembakau

Kenaikan harga tembakau melalui pajak merupakan upaya paling efektif untuk mengurangi konsumsi dan mendorong orang berhenti merokok. Peningkatan 70% harga produk tembakau dapat mencegah hingga seperempat kematian terkait tembakau di dunia ( Jha P et al, 2006).

Di Indonesia, peraturan tentang cukai tembakau telah ditetapkan dalam Undang-undang No.39 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 134/PMK.04/2007. Peraturan tersebut menetapkan pajak cukai yang berkisar 15-36% untuk kretek dan rokok putih buatan mesin, serta 0-18% untuk kretek buatan tangan. Penurunan cukai tersebut diimbangi dengan kenaikan pajak khusus menjadi RP. 35,-/ batang untuk semua jenis rokok kecuali kretek buatan tangan ukuran kecil yang dinaikan Rp. 30,-/ batang, serta pajak maksimal yang dinaikan pada produk tembakau adalah sebesar 57%.


(36)

7. Metode pemberhentian Merokok (SEFT)

SEFT pertama dikembangkan dari EFT (Emotional freedom Technique) yaitu versi akupuntur tanpa jarum berdasarkan suatu temuan bahwa adanya hubungan antara aliran enegy dalam tubuh dan emosi dengan masalah kesehatan mulai dari permasalahan emosi, kesehatan dan performance (Zainuddin,2009). EFT menggunakan unsur Cognitive Therapy dan Terapi Exposure, dan menggabungkan mereka dengan akupresur, dalam bentukujung jari menekan pada 12 titik akupunktur.

Lebih dari 20 uji klinis yang diterbitkan dalam jurnal medis dan psikologipeer-review telah menunjukkan bahwa EFT efektif untuk fobia, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, nyeri, dan masalah lainnya (Gary, 2012).

Walaupun terapi SEFT merupakan perkembangan dari EFT, terdapat perbedaan antara kedua metode tersebut, yaitu:

Tabel 2.1. Perbedaan Terapi SEFT dan EFT

EFT SEFT

Asumsi kesembuhan berasal dari diri sendiri

Asumsi kesembuhan berasal dari Tuhan

Dilakukan dalam suasana santai dan nyaman

Dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan.

Tapping menggunakan 14 titik Tapping menggunakan 18 titik Tidak mengandung unsur

spiritualitas

90% penekanan pada unsur spiritualitas

Teknik yang terlibat:

a. Neuro linguistik

programming b. Behavioral therapy c. Psychoanalisa d. EMDR

e. Sugesty & affirmasi f. Visualization

Teknik yang telibat:

a. Semua teknik dalam EFT b. Logotherapy

c. Sedona method d. Ericksonian hypnosis e. Provokative therapy

f. Trancendental relaxation & medication


(37)

26

g. Gesalt hterapy h. Energy therapy

g. Powerful prayer

h. Loving-kindness therapy

a. Cara Melakukan SEFT

Cara melakukan SEFT terdiri dari 4 langkah, yaitu. 1) The set-up

Pada langkah pertama ini bertujuan untuk memastikan agar energi tubuh terarah dengan tepat. Langkah ini dilakukan dengan menetralisir pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif dengan cara mengucapkan doa dengan penuh perasaan yang dipanjatkan kepada Allah SWT bahwa apapun permasalahan yang di alami saat ini. Sebelum melakukan set-up sebaiknya kita melakuka langkah berikut:

a) Minum air putih diiringi doa sepenuh hati.

b) Melepaskan jam tangan dan perhiasan, mematikan telepon genggam dan menjauhkan diri dari alat elektronik.

c) Mengklarifikasi masalah: d) Rasa sakit yang dirasakan.

e) Lokasi spesifik rasa sakit atau perasaan negatif yang dirasakan. f) Intensitas rasa sakit (0=hilang, 10=paling parah).

2) The tune-in

Cara melakukan tune-in dengan cara merasakan rasa sakit yang di alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit mengucapkan doa dengan ikhlas dan pasrah kepada Allah SWT.


(38)

3) The tapping

Tapping adalah mengetuk ringan dengan 2 ujung jari pada titik-titik tertentu di bagian tubuh dan tetap terus melakukan tune-in. Titik-titik ini merupakan kunci dari The Major Energy Meridians yang akan menetralisirgangguan emosi atau rasa sakit. 4) Nine Gamut Procedure

Langkah ini disebut dengan EMDR (Eye Movement Desensitization Reprocessing), dan biasanya ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang berat. Khusus untuk titik ini dilakukan tapping terus menerus sambil melakukan 9 gerakan :

a) Menutup mata kuat-kuat. b) Membuka mata lebar-lebar.

c) Melirik kuat-kuat ke arah kanan bawah. d) Melirik kuat-kuat kearah kiri bawah. e) Memutar bola mata searah jarum jam.

f) Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam.

g) Bergumam berirama selama 3 detik (happy birthday to you) h) Berhitung 1,2,3,4,5.

i) Bergumam berirama lagi selama 3 detik.

j) Diakhiri dengan mengambil nafas panjang, kemudian hembuskan perlahan sambil mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT.


(39)

28

b. 5 Kondisi Hati Penentu Efektifitas SEFT 1) Yakin

Pada beberapa teknik terapi yang lain, sangat menekankan pentingnya aspek yakin baik kepada teknik terapinya ataupun kepada terapisnya. Namun yang berbeda di dalam SEFT, yakin yang paling penting adalah keyakinan kita pada:

a) Maha Kuasanya Tuhan

Bahwa jika Allah turun tangan maka tidak ada yang tidak mungkin, tetapi jika Allah tidak berkehendak, maka tidak ada yang bisa kita capai.

b) Maha Kasihnya Tuhan

Bahwa apapun kondisi kita saat ini, sembuh maupun belum, itulah yang terbaik untuk kita saat ini menurut Allah SWT. 2) Khusyuk

Selama proses terapi SEFT ini, khususnya pada tahap set-up dan tune-in, kita diharuskan untuk bisa berkonsentrasi penuh (khusyuk). Pusatkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan masalah kita kepada Allah SWT. Selama proses tapping, tetaplah berkonsentrasi pada rasa sakit atau kondisi emosi yang ingin dihilangkan.

3) Ikhlas

M.Scott Peck, seorang psikiater yang berengalaman menangani ratusan pasien gangguan jiwa, dalam bukunya yang


(40)

berjudul “The Road Less Traveled” mengatakan, asal orang-orang yang sakit (fisik maupun emosi) mau menerima menerima apapun keadaan dan masalahnya, maka penderitaan mereka akan sangat berkurang dan bahkan pada akhirnya bisa lebih mudah sembuh dari penyakit dan masalahnya.

4) Pasrah

Pasrah adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT apapun yang akan terjadi kepada kita kedepannya nanti. Namun pasrah juga harus dibarengi dengan usaha. Kita berusaha sebisa dan seoptimal mungkin mencari solusi, sembari menggantungkan hati kita hanya kepada Allah SWT.

5) Syukur

Syukur merupakan suatu hal yang tidaklah mudah apalagi disaat kita berada dalam keadaan sakit atau mempunyai masalah. Namun kita harus mendisiplinkan diri untuk selalu bersyukur meski dalam kondisi seberat apapun. Cari dan temukan kemudian syukuri apapun hal dalam hidup kita. Seringkali ketika seseorang terus mensyukuri nikmat yang diberikan ataupun kondisi yang diberikan, maka masalah yang kita hadapi berangsur membaik dan bahkan terselesaikan.

c. Manfaat SEFT

Menurut Ahmad Faiz Zainudin SEFT mempunyai banyak manfaat dalam berbagai bidang, yaitu:


(41)

30

1) Individu

SEFT dapat mengatasi dan membebaskan berbagai masalah pribadi dan dapat mengembangkan potensi diri dengan optimal, sehingga menuju ke arah yang lebih baik untuk menjadi manusia paripurna. 2) Keluarga

Dalam bidang ini, SEFT dapat menjadi alat bantu untuk menciptakan hubungan yang kuat serta harmonis dalam keluarga. 3) Sekolah

Penerapan SEFT di lingkungan sekolah dapat digunakan oleh guru, pelajar dan mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan.


(42)

B. Kerangka Teori

Perilaku merokok

Psikologis Lingkungansosial Biologis

Adanya rasa nyaman ketika merokok

 Sikap

 Kepercayaan

 Perhatian Nikotin

Perasaan Senang Pengeluaran Dopamin

Peningkatan A4β2 nicotinic receptor di Ventral Tegmental Area (VTA)

Peningkatan nicitinic acetylcholine (nACh) receptor di Central Nervous System (CNS)

- Rasa ingin marah - Depresi

- Emosi - Insomnia - Sulit konsentrasi - Nafsu makan ↑ - Rasa tidak sabar - Keinginan merokok

Perilaku berulang

Gejala Withdrawal Adiksi


(43)

32

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan terhadap perubahan skor desakan untuk merokok pada orang yang mendapatkan edukasi bahaya merokok dan terapi SEFT dibandingkan orang yang hanya mendapatkan edukasi bahaya merokok.

H1 : Terdapat perbedaan terhadap perubahan skor desakan untuk merokok pada orang yang mendapatkan edukasi bahaya merokok dan terapi SEFT dibandingkan orang yang hanya mendapatkan edukasi bahaya merokok.

Perubahan skor desakan merokok

Faktor yang mempengaruhi:

 Faktor biologis

 Faktor psikologis

 Faktor lingkungan sosial Prilaku merokok:

 Intensitas merokok

 Tempat merokok

 Fungsi merokok Tarapi SEFT


(44)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-posttest with control group design. Observasi dilakukan dua kali yaitu sebelum eksperimen (O1) disebut pretest, dan sesudah eksperimen (O2) disebut dengan posttest.

pretest Perlakuan posttest

Kel. intervensi O1 X O2

Kel. kontrol O1 X O2

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Menurut Sudjiono (2012), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Populasi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti. Populasi dapat juga diartikan kumpulan orang atau subyek dan obyek yang diamati.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1 dan 2 SMPNegeri 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta.


(45)

33

2. Sampel penelitian

Menurut Sudjiono (2012),bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Ada yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi, oleh karena itu sampel harus refresentatif.

Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimental secara sederhana dapat dirumuskan menggunakan rumus berikut ini:

(t-1) (r-1) ≥ 15 Keterangan :

t = jumlah intervensi r = sample/kelompok

jika jumlah intervensi ada 1 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap intervensi dapat dihitung:

(t-1)(r-1) ≥ 15 (1-1)(r-1) ≥ 15 (r-1) ≥ 15 (r) ≥ 15 + 1 (r) ≥ 16

Karena hasil yang didapatkan adalah 16, maka jumlah sampel minimal yang harus didapatkan oleh penelitih adalah 16 sampel. Untuk mengatasi responden yang mengalami drop out jumlah sampel ditambah 10%.


(46)

= n+n (10%) = 16+16 (10%) = 17,6

≈ 18

Jumlah sampel ditetapkan dengan mengunakan total sampling, yaitu 18 anak. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sampel yang representatif.

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel didasarkan pada kriteria penerimaan yang meliputi kriteria inklusi, eksklusi. Kriteria tersebut antara lain:

a. Kriteria inklusi

1) Merupakan perokok dari siswa SMAN 1 Kasihan, Bantul

2) Tidak sedang mengikuti terapi atau program lain yang berkaitan dengan rokok.

b. Kriteria ekskusi

1) Siswa yang tidak masuk sekolah. 2) Siswa yang tidak mengikuti sesi terapi

3) Siswa yang sedang menjalankan ujian di sekolah. C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini berlangsung sekitar 5 bulan yang dimulai dari bulan Oktober 2015 – bulan Februari 2016.


(47)

35

D. Cara Pengambilan Sample

Pengambilan sampel diambil dari sebagian populasi dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Pengumpulan data melalui pretest dan posttest pada siswa SMP Negeri 1 Kasihan, meliputi kelengkapan subjek (seperti umur, jenis kelamin,).

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel Bebas

Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). 2. Variabel Terikat

Intensitas merokok siswa SMP NEGERI 1 Kasihan Yogyakara sebelum terapi SEFT dan sesudah terapi SEFT.

F. Definisi Operasional 1. Intervensi penelitian

a. Terapi SEFT

Terapi yang diberikan kepada kelompok intervensi adalah terapi SEFTSpiritual Emotional Freedom Technique) yang merupakan terapi komplementer body mind therapy untuk membebaskan aliran energi negatif di tubuh. Terapi ini dilakukan dengan 4 prosedur, yaitu: the set-up, the tune in, the tapping dan yang terakhir nine gamut procedure. Terapis SEFTmerupakan alumni pelatihan SEFT atau disebut juga SEFTer yang dilatih khusus untuk melakukan terapi dengan metode


(48)

SEFT.Terapi SEFT dilakukian sebanyak satu kali kepada responden selama 15 – 20 menit.

b. Edukasi bahaya merokok

Edukasi bahaya merokok diberikan kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakuakan oleh seorang dokterpakar kedokteran keluarga. Edukasi ini diberikan dalam bentuk penyuluhan selama satu jam yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada responden tentang hal-hal yang terkait bahaya merokok.

3. Skor desakan untuk merokok

Skor sikap dan perilaku merokok didapatkan daripenilaian kuesioner hasil pre-test dan post-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil pretest dari responden digunakan untuk menentukan kelompok responden, sedangkan hasil skor dari posttest digunakan untuk menilai apakah ada penurun sebelum dilakukan terapi SEFT dan setelah dilakukan terapi SEFT.

G. Instrumen Penelitian

1. Kusioner Desakan Merokok

2. Skala persepsi pasien tentang kecanduan rokok H. Uji Validitas dan Reabilitas

Kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur dinyatakan valid berdasarkan uji validitas dan perhitungan reabilitas semua butir kuesioner dinyatakan reable karena kuesioner ini diadaptasi dari The Questionnaire of Smoking Urges (QSU) yang dikembangkan oleh Robert West dan Wichael


(49)

37

Ussher (2009). Di Indonesia telah diterapkan oleh Retno Rusdjijati dan Riana Mashar (2014) dalam penelitian Efektifitas Metode SEFT Guna Meminimalisasi Kebiasaan Merokok Di Kalangan Pekerja Home Industri dengan nilai r hitung> r(0,05;13) dan nilai Cronbach’s Alpha berada di atas 0,6.

I. JalannyaPenelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan:

1. Meminta persetujuan Dekan Fakultas Kedokteran untuk mendapatkan izin penelitian di SMP Negeri 1 Kasihan.

2. Menghubungi pihak sekolah untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.

3. Penentuan populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Kasihan. Demi memperoleh sampel yang representatif, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik snowball.

4. Pengisian informed consent oleh kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

5. Pemberian pretest

Setelah pengisian informed consent dilakukan pengisian pretest oleh kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

6. Pemberian edukasi

Edukasi diberikan oleh dokter kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol kurang lebih 45 menit.


(50)

7. Pemberian posttest kepada kelompok kontrol

Kelompok kontrol diminta untuk mengisi posttest selah dilakukan edukasi. 8. Pemberian intervensi

Kelompok intervensi diberikan terapi SEFT selama kurang lebih 25 menit per-orang.

9. Pemberian posttest kepada kelompok kontrol

Sampel yang telah mendapat intervensi langsung mengisi lembar posttest yang telah disediakan.

10.Pengolahan data yang dikerjakan menggunakan program komputer SPSS versi 15.

J. Analisis Data

Data yang diambil berupa data sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan program komputer dengan uji statistic SPSS versi 15, diuji memakai Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi dari data normal atau tidak. Dipilih uji Shapiro-Wilkkarena sampel berjumlah ≤ 50. Data terdistribusi normal jika P>0,05, karena distribusi data tidak normal Uji Wilcoxon Signed Rank Test ini digunakan untuk melihat hasil perbandingan pretest dan posttest kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kemudian analisa data dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney Test untuk membandingakan perbedaan skor kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.


(51)

39

K. KesulitanPenelitian

1. Sulitnya menemukan sampel penelitian dikarenakan banyaknya siswa yang tidak mengaku merokok.

2. Adanya siswa yang tidak mengembalikan lembar pretest kepada peneliti sesaat setelah pengisian lembar pretest.

Saat pemberian terapi ada beberapa siswa yang tidak mengaku jika ia merokok dan jumlah rokok yang diisap karena takut dilaporkan guru BK dan orang tuanya.


(52)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian tentang pengaruh terapi SEFT (Spiritual emotional freedom technique) terhadap upaya berhenti merokok pada siswa SMPN 1 Kasihan dilakukan di SMPN 1 Kasihan yang beralamat di Jalan Wates No. 62. SMPN 1 Kasihan ini berdiri semenjak tahun 1987, tepatnya tanggal 2 September 1987. SMPN 1 Kasihan memiliki siswa berjumlah 423 siswa, laki-laki berjumlah 185 sedangkan perempuan berjumlah 247 siswa.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan subyek penelitian sebanyak 40 orang siswa SMPN 1 Kasihan. Subyek penelitian ini dinyatakan masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi.

Tabel 4.1Hasil Karakteristik Siswa Kelompok intervensi dan kontrol

Karakteristik Kelompok Total P

Intervensi Kontrol Frekuensi

(%)

Frekuensi (%) Jenis kelamin

Laki-laki 20(%) 17(%) 37

-

Perempuan 0 0 0

Usia

≤13 3 (42,9%) 4 (57,1%) 7

0,509 >13 17 (56,7%) 13 (43,3%) 30

Kelas

7 2 (50%) 2 (50%) 4

0, 977

8 8 (53,3%) 7 (46,7%) 15


(53)

42

Tabel diatas menunjukkan usia berdasarkan nilai Chi-Square didapatkan p= 0,509 yang artinya p= >0,05, maka hubungan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan usia tidak terdapat perbedaan. Sedangkan berdasarkan kelas, didapatkan p= 0, 977 yang artinya p= >0,05, maka hubungan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menurut kelas tidak terdapat perbedaan.

3. Analisis Kecanduan Rokok

Pada penelitian ini didapatkan 37 sampel yang memenuhi kriteriayang mana dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok mendapatkan pretes dan postes yang mana hasil keduanya dibandingkan dan dilihat hasil perubahanya.

Hasil perubahan pretes dan postes kedua kelompok sampel tersebut dapat dilihat dalm tabel dibawah:

Tabel 4.2 Perbedaan Skor Kecanduan Kelompok Intervensi dan Kontrol Perbedaan tingkat kecanduan

merokok pretest dan posttest

Intervensi Kontrol Total

N % N %

Turun 20 100 9 52,94 29

Naik 0 0 2 11,76 2

Tetap 0 0 6 35,3 6

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai presentase perbedaan tingkat kecanduan rokok pretes dan postes kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dari total sampel sebanyak 37 terdapat 29 sampel yang mengalami penurunan. Peningkatan kecanduan rokok didapatkan 2 sampel


(54)

dan yang tetap didapatkan 6 sampel yang seluruhnya berasal dari kelompok kontrol.

4. Uji Normalitas Tingkat Kecanduan Merokok Sebelum dan Sesudah Terapi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi

Uji normalitas pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol dilakukan sebelum dilakukannya hipotesis. Uji normalitas pretest dan posttest tingkat kecanduan rokok pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Intervensi dan Kontrol

Pengukuran Waktu Kelompok Rerata P

Kecanduan merokok

Sebelum kontrol 16,82 0,004

Intervensi 32,95 0,175

Sesudah Kontrol 15,88 0,000

Intervensi 21,55 0,000

Tabel di atas menunjukkan hasil uji normalitas pretes dan postes pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini digunakan uji normalitas Shapiro-Wilk karena data yang digunakan kurang dari 50. Nilai p pada tabel diatas menunjukan ada yang bernilai > 0.05 dan sebagiannya memiliki nilai < 0.05, yang berarti distribusi data tidak normal.

Dari uji normalitas diatas didapatkan hasil bahwa distribusi data tidak normal, sehingga uji yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu wilcoxon.


(55)

44

5. Perbedaan tingkat kecanduan merokok sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Hasil uji normalitas data dari kedua kelompok menunjukan distribusi data yang tidak normal. Sehingga pada uji hipotesis dan uji beda tingkat kecanduan merokok pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji non-parametrik Wilcoxon dan Mann-Whitney.

Tabel 4.4 Hasil uji wilcoxon kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan kuesioner desakan merokok

Intervensi Kontrol

Sig pre-post 0,000 0,034

Z -3,832 -2,121

Tabel diatas menunjukan hasil skor pretest dan skor posttest pada kelompok intervensi dengan nilai p= 0,000 yang artinya p= <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok intervensi memiliki perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT. Sedangkan hasil skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol didapatkan nilai p= 0,034 yang artinya p= <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol memiliki perbedaan sebelum dilakukan edukasi bahaya merokok dan setelah dilakukan edukasi bahaya merokok.

Tabel 4.5 Hasil uji Wilcoxon Tingkat Kecanduan Merokok dengan Skala Persepsi pasien tentang kecanduan merokok

Intervensi Sig pre-post

Z

0,000 -3,936


(56)

Pada tabel diatas didapatkan nilai p= 0,000 yang berarti p= <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kecanduan merokok pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang bermakna.

Tabel 4.6 Perbedaan hasil posttest kuesioner desakan merokok dengan skala persepsi pasien

Kuisioner desakan merokok

Rerata ± Std. Deviation

Skala persepsi pasien Rerata ± Std.

Deviation

P

Perbedaan tingkat kecanduan merokok posttest

-5,0500 ± 1,95946 -11,4000 ± 8,31232 0,11

Tabel diatas menunjukkan nilai p= 0,11 yang artinya p= >0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan tingkat kecanduan merokok yang diukur dengan kuesioner desakan merokok dan skala persepsi pasien.

Tabel 4.7 Uji beda pretest dan posttes antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Sig intervensi-kontrol

Pretest 0,000

Posttest 0,000

Dari tabel diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dari uji coba Mann Whitney Test didapatkan hasil p= 0,000 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil pretest dan posttes antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.


(57)

46

B. Pembahasan

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Laila Komariah, (2012) dengan judul Efektivitas Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Untuk Menurunkan Perilaku Merokok Pada Mahasiswa. Penelitian ini menggunakan analisis Uji Mann-Whitney dan Uji Wicolxon dengan desain penelitian yang digunakan adalah pretest post test control group design. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang signifikan pada mahasiwa yang diberikan SEFT. Hal tersebut berdasarkan pada hasil analisis dengan uji Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen yang menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar 0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah SEFT efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa.

Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Rosita R, Suswardany DL, Abidin Z, (2012), dengan judul Penentu Keberhasilan Merokok Pada Mahasiswa. Metode penelitian menggunakan survei dengan pendekatan cross sectional pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square dan dilanjutkan dengan uji Logistic Regresion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor frekuensi merokok (p=0,001; OR=5,181) dan faktor niat berhenti merokok (p=0,001; OR=14,389) dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa FIK UMS. Tidak ada hubungan antara jumlah rokok (p=0,158), lama merokok (p=0,093), alasan berhenti merokok (p=0,155), dan faktor upaya berhenti


(58)

merokok (p= 0,706) dengan keberhasilan berhenti merokok. Simpulan penelitian adalah frekuensi merokok dan faktor niat berhenti merokok berhubungan dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada masing-masing SMP mempunyai peraturan larangan merokok bagi siswa dan berjualan rokok bagi kantin-kantin di dalam sekolah, namun siswa masih dapat memperoleh rokok di warung sekitar sekolah. Di masing-masing SMP didapatkan banyaknya poster yang menghimbau untuk tidak merokok dan tentang efek negatif rokok terhadap kesehatan, tetapi masih ada guru dan pegawai yang merokok di lingkungan sekolah bahkan di hadapan siswa. Hal-hal tersebut memungkinkan siswa untuk merokok (Rahmadi, 2013).

Kebiasaan rokok dimulai dengan adanya rokok pertama. Kebiasaan merokok pada remaja di-pengaruhi oleh orang tua, teman sebaya, kepribadian dan media informasi yang mengiklankan rokok. Menurut Green, perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor pendahulu (predisposing) yang meliputi pe-ngetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan tradisi (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian didapatkan sampel yang paling banyak digunakan adalah siswa kelas 9. Hal ini bisa dikarenakan berbagai faktor, seperti pengaruh teman yang mengharuskan merokok ketika berkumpul, melihat lingkungan sekitar yang kebanyakan mengkonsumsi rokok, banyak stresor pada siswa ditahun terakhir sekolah, dll.

Salah satu teknik terapi yang kemungkinan dapat membantu para pekerja untuk mengurangi kebiasaan merokok pada waktu kerja adalah SEFT


(59)

48

(Spiritual Emotional Freedom Technique). SEFT adalah salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yaitu energy psychology. SEFT merupakan penggabungan antara spiritual power dan energy psychology. Efek dari penggabungan antara spiritual dan energy psychology ini dinamakan amplifiying effect (efek pelipatgandaan) (Zainuddin, 2009).

Untuk menghentikan kebiasaan merokok, hipnotis digunakan karena mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi sukarela. Artinya, jika pada saat pasien diberi intervensi oleh penghipnotis bahwa merokok itu buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar kembali, besar kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa yang menyuruhnya berhenti merokok (Komariah, 2012).


(60)

51 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Terapi SEFT Spiritual Emotional Freedom Technique) yang dilakukan pada siswa kelas 7,8 dan 9 SMPN 1 Kasihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan skor desakan merokok.

B. Saran

1. Bagi siswa yang merokok dapat menggunakan metode terapi ini sebagai alat alternatif untuk menurunkan kecanduan merokok.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut terkait efektifitas metode SEFT dalam menurunkan tingkat kecanduan merokok pada siswa SMP.

3. Penelitian yang telah dilakukan dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian lain, karena masih sedikit sekali penelitian terkait dengan metode SEFT dan penurunan skor desakan merokok pada siswa SMP.


(61)

53

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY. 1997. Rokok dan kesehatan. Jakarta: UI Press.

Badan Pusat statistika, 2004. Survey sosial-ekonomi nasional. Jakarta

Bergstrom et al. A 10-year prospective study of tobacco smoking and periodontal health. J Periodontol 2000.

Borlan R, 1997. Tobacco health warning and smoking related cognitions and behaviour. Addiction.

Cahyani, B. 1995. Hubungan antara Persepsi terhadap Merokok dan Kepercayaan Diri dengan Perilaku Merokok pada Siswa STM Muhammadiyah Pakem Sleman Yogyakarta. (Skripsi). Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

California Environmental Protection Agency, 2005. Proposed identification of environmental tobacco smoke as a toxic air contaminant: executive summary. Sacramento, California Environmental Protection Agency. Departemen Keuangan Ri. Peraturan Menteri Keuangan No.134/PMK.04/2007

tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Indonesia Harus Melek Bahaya Merokok. Jakarta.

Gatra. 2000. Ragam: Kudus, Tanah Air Kretek Itu, Edisi No 11 Tahun VI, 29 Januari 2015.

Gatra. 2000. Ragam: Rokok, Antara Madu dan Racun, Edisi No 16 Tahun VI, 27 Maret 2015

Global Youth Tobacco Survey, 2006. Diakses di =pada tanggal 9 Juli 2015.

Hammod G et al. Effectiveness of cigarette warning labels in informing smokers about the risk of smoking; findings from the International Tobacco Control Four Century Survey. Tobacco Control 2000.

Hidayat S. 2012. Pengaruh Polusi Udara Dalam Ruangan Terhadap Paru. Jurnal Continuing Medical Education volume 39 no.1. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Jakarta.


(62)

Istiqomah, Umi. 2002. Upaya Menuju Generasi Tanpa Merokok Pendekatan Analisis Untuk menanggulangi dan mengantisipasi Remaja Merokok. Sukoharjo: Setiaji.

Jha p et al, 2006. Tobacco addiction. In; Jamison D et al., eds. Disease Control priorities in developing countries, 2nd ed. New York. Oxford University Pres and Washington.

Jones JM, 2006. Smoking habits stable: most would like to quit.

Komalasari, D. & Helmi, A.F. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Diunduh 9 April 2015.

Mulcahy M et al, 2005. Secondhand smoke exposure and risk following the Irish smoking ban; an assessment of salicary nicotine concentration in hotel workers and air nicotine level in bar. Tobacco control.

Murdiyati, A.S. 2009. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok. Jurnal Buletin Tanaman Tembakau,Serat dan Minyak Industri volume 2 no 1. Malang. 26 Maret 2015.

Mu’tadin, Z. 2002. Remaja & Rokok. http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp. Diunduh 12 April 2015.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Diunduh 5 April 2015.

Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.

Qodratillah M dkk. 2011. Kamus Bahasa Indonesia, hal 458. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .

Rahayu, Ririn N B. 2010. PENGARUH METODE 5As TERHADAP SIKAP MEROKOK. http://eprints.uns.ac.id/5200/1/130890508201004101.pdf. Diunduh 6 April 2015

Redaksi Plus. 2007. Stop Rokok, Mudah, Murah, Cepat. Depok: Penebar Swadaya Rosemary, R. 2011. Antara Motivasi dan Tantangan Berhenti Merokok (Studi Kasus Mahasiswa di Banda aceh). Aceh Development International Conference. Malaysia. 8 April 2015

Saffer H. ‘Tobacco Advertising and Promotion’. In: Jha P. Chaloupka Fl, eds. Tobacco Control in Developing Countries. Oxford, Oxford University Press, 2000.


(63)

55

Saffer H, 2000. Tobacco advertising and promotion. In; Jha P, Choloupka FJ, eds. Tobacco control in developing countries. Oxford. Oxford University Press.

Sarafino, E.P. 1994. Health Psychology, Biopsychosicial Interaction. The Second edition. New York : John Wiley $ Sons.Inc. 24 Maret 2015

Sham A., Cheung L., Jin L., and Corbet E. 2003. The effects of tobacco use on oral health. Hong Kong Med J. 4 April 2015.

Sitepoe. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta. Gramedia. Hal 20. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.

Sudjiono, Anas. 2012. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta. Rajawali Press Suryo Sukendro. 2007. Filosofi Rokok. Yogyakarta. Pinus Book Publisher

Syafiie, R.M., Frieda N.R.H., dan Y.F.L. Kahija. 2008. Stop Smoking! Studi Kualitatif Terhadap Pengalaman Mantan pecandu Rokok dalam Menghentikan Kebiasaannya.

Trihandini, R.A.F.M dan Wismanto, Y.B. 2003. Perilaku Merokok Mahasiswi Ditinjau dari Persepsi terhadap Gaya Hidup Modern. (Skripsi). Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

U.S Environment Protection Agency. 2005. Indoor Air Pollution. Indoor Air Division: Washington. Diunduh 29 Maret 2015

U.S. department of Health and Human Services, 2006. The health consequences of involuntary exposure to tobacco smoke; a report of the Surgeon General.

Undang-undang No.39 tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No.11 tahun 1995 tentang Cukai. Jakarta, 2007.

West, R & Ussher, MM. (2009). Is The Ten of Questionnaire of Smoking Urges (QSU-brief) More Sensirive to Abstinence Than Shorter Craving Measures?. Journal of Pharmochology. Diunduh pada 11 April 2015, dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20033133.

WHO (World Health Organisation). 2011. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic. http://www. who.int/tobacco/global_report/2011/en/index.html. , 2011. Diunduh 6 April 2015.


(64)

WHO (World Health Organisation). Who Report on The Global Tobacco Epidemic, 2008. The MPOWER Package. Geneva, Diakses 8 Juli 2015. WHO (World Health Organisation). 2003. WHO framework convention on

tobacco control. Geneva.

WHO Framework Convention on Tobacco Control, 2003. Fifty-Sixth World Health Assembly.

World Health Organization/ International Agency Research on Cancer. Tobacco Smoke and Involuntary Smoking; summary of data report and evolution. Geneva, Monographs on the Evolution fo Carcinogenic Risk to Human, Vol:83, 2004.

Zainuddin, A. F. 2009. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) for Healing + Success + Happiness + Greatness. Jakarta : Afzan Publishing. Zainuddin, A. F. Self Transformation Training. Seft Corporation. Jakarta. 2013 Zulkifli, Thank You for Smoking, Pinus Book Publisher, Yogyakarta, 2008


(65)

(66)

Kuesioner Perilaku Merokok

Nama : Umur:

Alamat/No.tlp:

Tolong lingkari huruf setiap kalimat sesuai dengan jawaban anda.

I. Kuesioner Desakan Merokok (QSU) : [SS] Sngat Setuju [TS] Tidak Setuju SS TS 1. Saya ingin merokok sekarang

SS TS 2. Saat ini tidak ada yang bisa membuat saya merasa lebih baik selain merokok

SS TS 3. Jika itu mungkin, saya akan merokok sekarang

SS TS 4. Saya bisa melakukan sesuatu dengan baik jika sambil merokok SS TS 5. Semua yang saya ingin sekarang adalah rokok

SS TS 6. Saya ketagihan untuk merokok

SS TS 7. Satu batang rokok akan membuat saya merasa lebih baik untuk saat ini

SS TS 8. Saya akan melakukan apapun sekarang untuk rokok SS TS 9. Merokok dapat menghindarkan saya dari stress/depresi SS TS 10. Saya akan merokok kapanpun setiap ada kesempatan

Penilaian :

I. Kuesioner Desakan Merokok (QSU) : a. SS (Sangat Setuju) = 7 b. TS (Tidak Setuju) = 1


(67)

II. Skala Mood dan Gejala Fisik (Mood and Physical Symptom Scale) Lingkarilah pilihan yang ada sesuai dengan jawaban anda.

1. Berapa kali anda ingin merokok hari ini? a. Tidak sama sekali

b. Sedikit

c. Beberapa kali d. Banyak kali

e. Hampir sepanjang waktu f. Sepanjang waktu

2. Berapa kuat desakan keinginan itu hari ini? a. Tidak mendesak

b. Sedikit mendesak c. Sedang

d. Kuat e. Sangat kuat f. Kuat sekali

Penilaiaan: (Mood and Physical Symptom Scale) Tidak sama sekali = 0

Sedikit = 1

Beberapa kali = 2

Banyak kali = 3

Hampir sepanjang waktu = 4

Sepanjang waktu = 5

Tidak mendesak = 0

Sedikit mendesak = 1

Sedang = 2

Kuat = 3

Sangat kuat = 4


(68)

III. Skala ketagihan merokok Wisconsin

Lingkarilah jawaban yang ada sesuai dengan jawaban anda. 1. Saya sering merasakan dorongan untuk merokok

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju

2. Saya terganggu dengan dorongan tersebut a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju

e. Sangat setuju

3. Saya memikirkan tentang merokok sepanjang hari a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju

4. Saya kesulitan menghilangkan tentang pikiran tersebut a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju


(69)

Penilaiaan :

Sangat tidak setuju = 0

Tidak setuju = 1

Netral = 2

Setuju = 3

Sangat setuju = 4

IV. Skala Ketagihan Rokok

Lingkarilah jawaban yang ada sesuai dengan jawaban anda 1. Satu-satunya hal yang saya pikirkan adalah merokok

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Agak setuju e. Sangat setuju

2. Saya sangat ketagihan dengan merokok a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Agak setuju e. Sangat setuju

3. Saya merasa senang jika merokok a. sangat tidak setuju

b. tidak setuju c. netral d. agak setuju e. sangat setuju


(70)

Penilaian :

Sangat tidak setuju = 0

Tidak setuju = 1

Netral = 2

Agak setuju = 3

Sangat setuju = 4

V. Skala ketagihan nikotin Minnesota Lingkarilah pilihan yang ada sesuai dengan jawaban anda. 1. Berkeinginan dan sangat butuh untuk merokok a. Tidak b. sedikit/ringan c. ringan d. sedang e. berat Penilaian: Tidak =0

Sedikit/ringan =1 Ringan =2

Sedang =3

Berat =4

VI. Skala shiffman

1. Terbiasa untuk merokok a. Rendah

b. Tinggi

2. Merokok adalah kebutuhan a. Rendah


(71)

3. Haus akan rokok a. Rendah b. Tingggi

4. Sangat ketergantungan akan rokok a. Rendah

b. Tingggi

Penilaian: Rendah = 1 Tinggi = 10

VII. Skala kebutuhan

Lingkarilah pilihan yang ada sesuai dengan jawaban anda 1. Seberapa besar keinginanmu untuk merokok hari ini?

a. Tidak sama sekali b. Sangat sedikit c. Sedikit

d. Beberapa e. Agak banyak f. Sangat banyak

Penilaian:

Tidak sama sekali = 0 Sangat sedikit = 1 Sedikit = 2 Beberapa = 3 Agak banyak = 4 Sangat banyak = 5


(1)

Kuesioner Perilaku Merokok

Nama : Umur:

Alamat/No.tlp:

Tolong lingkari huruf setiap kalimat sesuai dengan jawaban anda.

I. Kuesioner Desakan Merokok (QSU) : [SS] Sngat Setuju [TS] Tidak Setuju SS TS 1. Saya ingin merokok sekarang

SS TS 2. Saat ini tidak ada yang bisa membuat saya merasa lebih baik selain merokok

SS TS 3. Jika itu mungkin, saya akan merokok sekarang

SS TS 4. Saya bisa melakukan sesuatu dengan baik jika sambil merokok SS TS 5. Semua yang saya ingin sekarang adalah rokok

SS TS 6. Saya ketagihan untuk merokok

SS TS 7. Satu batang rokok akan membuat saya merasa lebih baik untuk saat ini

SS TS 8. Saya akan melakukan apapun sekarang untuk rokok SS TS 9. Merokok dapat menghindarkan saya dari stress/depresi SS TS 10. Saya akan merokok kapanpun setiap ada kesempatan

Penilaian :

I. Kuesioner Desakan Merokok (QSU) :

a. SS (Sangat Setuju) = 7 b. TS (Tidak Setuju) = 1


(2)

II. Skala Mood dan Gejala Fisik (Mood and Physical Symptom Scale) Lingkarilah pilihan yang ada sesuai dengan jawaban anda.

1. Berapa kali anda ingin merokok hari ini? a. Tidak sama sekali

b. Sedikit

c. Beberapa kali d. Banyak kali

e. Hampir sepanjang waktu f. Sepanjang waktu

2. Berapa kuat desakan keinginan itu hari ini? a. Tidak mendesak

b. Sedikit mendesak c. Sedang

d. Kuat e. Sangat kuat f. Kuat sekali

Penilaiaan: (Mood and Physical Symptom Scale) Tidak sama sekali = 0

Sedikit = 1

Beberapa kali = 2 Banyak kali = 3 Hampir sepanjang waktu = 4 Sepanjang waktu = 5 Tidak mendesak = 0 Sedikit mendesak = 1

Sedang = 2

Kuat = 3

Sangat kuat = 4


(3)

III. Skala ketagihan merokok Wisconsin

Lingkarilah jawaban yang ada sesuai dengan jawaban anda. 1. Saya sering merasakan dorongan untuk merokok

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju

2. Saya terganggu dengan dorongan tersebut a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju

e. Sangat setuju

3. Saya memikirkan tentang merokok sepanjang hari a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju

4. Saya kesulitan menghilangkan tentang pikiran tersebut a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju


(4)

Penilaiaan :

Sangat tidak setuju = 0

Tidak setuju = 1

Netral = 2

Setuju = 3

Sangat setuju = 4

IV. Skala Ketagihan Rokok

Lingkarilah jawaban yang ada sesuai dengan jawaban anda 1. Satu-satunya hal yang saya pikirkan adalah merokok

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Agak setuju e. Sangat setuju

2. Saya sangat ketagihan dengan merokok a. Sangat tidak setuju

b. Tidak setuju c. Netral d. Agak setuju e. Sangat setuju

3. Saya merasa senang jika merokok a. sangat tidak setuju

b. tidak setuju c. netral d. agak setuju e. sangat setuju


(5)

Penilaian :

Sangat tidak setuju = 0

Tidak setuju = 1

Netral = 2

Agak setuju = 3

Sangat setuju = 4

V. Skala ketagihan nikotin Minnesota Lingkarilah pilihan yang ada sesuai dengan jawaban anda. 1. Berkeinginan dan sangat butuh untuk merokok a. Tidak b. sedikit/ringan c. ringan d. sedang e. berat Penilaian: Tidak =0

Sedikit/ringan =1 Ringan =2

Sedang =3

Berat =4

VI. Skala shiffman

1. Terbiasa untuk merokok a. Rendah

b. Tinggi

2. Merokok adalah kebutuhan a. Rendah


(6)

3. Haus akan rokok a. Rendah b. Tingggi

4. Sangat ketergantungan akan rokok a. Rendah

b. Tingggi

Penilaian: Rendah = 1 Tinggi = 10

VII. Skala kebutuhan

Lingkarilah pilihan yang ada sesuai dengan jawaban anda 1. Seberapa besar keinginanmu untuk merokok hari ini?

a. Tidak sama sekali b. Sangat sedikit c. Sedikit

d. Beberapa e. Agak banyak f. Sangat banyak

Penilaian:

Tidak sama sekali = 0 Sangat sedikit = 1 Sedikit = 2 Beberapa = 3 Agak banyak = 4 Sangat banyak = 5