PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN BAGI SISWA SMA DALAM MENGHADAPI UJIAN DI SMA NEGERI 1 KASIHAN

(1)

BAGI SISWA SMA DALAM MENGHADAPI UJIAN DI SMA NEGERI 1 KASIHAN

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : AZIZ AKHMAD MUSLIM

20120310104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN

BAGI SISWA SMA DALAM MENGHADAPI UJIAN DI SMA NEGERI 1 KASIHAN

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : AZIZ AKHMAD MUSLIM

20120310104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

iii

Nama : Aziz Akhmad Muslim NIM : 20120310104

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil Karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari Karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis ini.

Apabila kemudian terbukti atau dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 28 April 2016 Yang membuat pernyataan,


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Khadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dapat selesai sebagaimana yang diharapkan. Dalam penelitian ini, penulis menyajikan informasi yang diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini niscaya tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing dan orang tua dan keluarga yang telah memberi bantuan baik moral maupun materil sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan.

Dengan selesainya KTI ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah sehingga

penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan karya tulis ini. 2. Kedua orang tua tercinta dan yang selalu mendoakan mendoakan dan

memberikan motivasi yang besar dalam setiap langkah. Semoga Allah menyertai kalian, Aamiin

3. Kakak dan adik saya yang selalu menjadi semangat untuk meraih impian yang lebih baik.

4. Dr. H. Ardi Pramono Sp.An, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. dr. Orizati Hilman, M.Sc, CMFM,PhD selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, kritikan dan semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan KTI ini dengan baik.

6. Sahabat seperjuangan dalam menyelesaikan KTI ini yang selalu sabar dan memberikan semangat yang luar biasa.


(5)

v

Penulis sadar bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi para pembaca yang budiman, Amin.

Yogyakarta, 28 April 2016


(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Kecemasan ... 8

2. Ujian ... 19

3. Kecemasan Menghadapi Ujian ... 20

4. Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)... 21

5. Cara Melakukan SEFT ... 22

6. Manfaat SEFT ... 23

B. Kerangka Teori ... 24

C. Kerangka Konsep ... 25

D. Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 26

A. Desain Penelitian ... 26


(7)

vii

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 28

D. Variabel Penelitian ... 28

E. Definisi Operasional ... 29

F. Instrumen Penelitian ... 30

G. Uji Validitas dan Reabilitas... 31

H. Jalannya Penelitian ... 31

I. Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 33

2. Karakteristik Kelompok Penelitian ... 34

3. Analisis Kecemasan Kelompok ... 35

B. Pembahasan ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. Kesimpulan... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan metode EFT dengan SEFT ... 22

Tabel 2. Jadwal Penelitian ... 28

Tabel 3. Tingkat Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian ... 34

Tabel 4. Hasil Karakteristik Siswa pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ... 34

Tabel 5. Prevalensi perubahan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian ... 36

Tabel 6. Kecemasan kelompok intervensi dan kontrol skala TMAS ... 36

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Skala TMAS ... 37

Tabel 8. Hasil Uji Wilcoxon pretest dan posttest tingkat kecemasan skala TMAS ... ………38

Tabel 9. Hasil Uji Wilcoxon tingkat kecemasan dengan skala persepsi pasien tentang kecemasan ... 38

Tabel 10. Perbedaan hasil posttest skala TMAS dengan skala persepsi pasien .. 39


(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori ... 24 Gambar 2. Kerangka Konsep ... 25


(10)

(11)

x

DI SMA NEGERI 1 KASIHAN INTISARI

Latar belakang : Kecemasan merupakan sebuah masalah psikologis yang ditunjukan dengan sikap khawatir terhadap suatu hal yang dipersepsikan kurang baik oleh individu. Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan metode baru dan masih dalam proses eksperimen yang berkelanjutan sebagai solusi untuk mengatasi berbagai masalah fisik dan emosi. Terapi SEFT dapat diterapkan di berbagai bidang salah satunya dilingkungan sekolah yang dapat diterapkan oleh Guru kepada muridnya yang mengalami kecemasan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tingkat kecemasan bagi siswa SMA yang akan menghadapi ujian.

Metode : penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental dengan rancangan two group pretest-posttest with control group design di SMA Negeri 1 Kasihan dari bulan Oktober 2015 sampai Februari 2016. Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) dan Skala persepsi pasien tentang kecemasan.

Hasil : prevalensi tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian didapatkan 40 (17,1%) siswa kecemasan ringan, 112 (47,9%) siswa kecemasan sedang, 82 (35%) siswa kecemasan berat. Hasil penelitian ini menggunakan Wilcoxon, didapatkan 34 (48,6%) siswa mengalami penurunan kecemasan pada kelompok intervensi dan 21 (30%) siswa pada kelompok kontrol, Sedangkan 11(15,7%) siswa mengalami peningkatan kecemasan pada kelompok kontrol, dan sebanyak 4 (5,7%) siswa mengalami kecemasan tetap.

Kesimpulan : terdapat pengaruh yang bermakna sebelum dan sesudah dilakukan terapi dengan menggunakan metode SEFT terhadap siswa SMA Negeri 1 Kasihan dimana nilai p=0,00

Kata kunci :Kecemasan, SEFT, Spiritual, Emotional, Freedom Technique, Siswa, Ujian


(12)

xi

THE EFFECT OF METHOD SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TO DECREASE THE LEVEL OF ANXIETYBY EXAM FOR HIGH SCHOOL STUDENT

IN SMA NEGERI 1 KASIHAN ABSTRACT

Background : Anxiety is a psychological problem shown by being anxious about something that an individual feels bad about. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) method is a new method that is still in ongoing experiment process. It is a solution to solve several physical and emotional problems. SEFT method can be applied to many kinds o f aspects, such as in school environment applied by teachers to their students who experience the anxiety. This research is aimed to analyze effect of SEFT method in decreasing level of anxiety for senior high school students who will face an exam.

Methods: This research had used quasi experimental design with two group pretest-posttest with control group in SMA Negeri 1 Kasihan from October 2015 to February 2016. This research instrument used Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS).

Result : Wilcoxon was used to get the results of this research. The following statements are the results. 34 students (48,6%) experienced the decreasing level of anxiety in a therapy while 21 students (30%) experienced it in a control group. On the other hand, 4 students (5,7%) still experienced permanent anxiety.

Conclusion :In short, there are several meaningful effects before and after applying therapy that used SEFT to SMA Negeri 1 Kasihan (p=0,00).

Keywords :Anxiety, SEFT, Spiritual Emotional, Freedom Technique, Student, Exam


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kecemasan merupakan sebuah masalah psikologis yang ditunjukkan dengan sikap khawatir terhadap suatu hal yang dipersepsikan kurang baik oleh individu. Kecemasan bisa berupa kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas (Armasari et al, 2012)

Menurut Sadock (2010) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

Namun kecemasan yang biasanya bermanfaat untuk bertahan hidup justru menimbulkan hal-hal negatif dalam kehidupan kita. Hal ini tidak jadi masalah bila kecemasan hanya terjadi untuk sementara waktu. Bila kecemasan itu berlangsung cukup lama, kita mulai mencemaskan rasa cemas itu sendiri. Akibatnya, kita takut menghadapi kecemasan di dalam diri kita, sehingga Perbandingan kecemasan antara wanita dan pria adalah 2 banding 1 dan diperkirakan orang yang menderita kecemasan baik akut maupun kronik


(14)

Mencapai 5% dari jumlah penduduk. Dan sekitar 2% - 4% diantara penduduk di suatu daerah pernah mengalami kecemasan (Hawari, 2011).

Sejak hampir satu abad silam para pakar psikologi telah tahu bahwa manusia dapat bekerja dengan lebih baik jika merasa sedikit cemas. Manusia tidak akan begitu sukses dalam mengerjakan ujian kalau tidak merasa cemas sama sekali, pendek kata, kinerja fisik dan intelektual manusia didorong dan diperkuat oleh kecemasan. Tanpa itu, hanya sedikit yang dapat dikerjakan manusia dengan sukses. Tetapi, kecemasan yang terlalu banyak, mungkin akan membuat gagal dalam ujian karena tidak mampu berkonsentrasi pada pertanyaan-pertanyaan karena membayangkan tentang betapa mengerikannya jika mengalami kegagalan (Durland, 2006).

Kecemasan yang timbul pada anak tidak selalu patologis, tetapi dapat juga disebabkan oleh proses perkembangan itu sendiri atau tingkah laku yang salah dari orang tua (Soeharjono, 2008). Selain itu, pengaruh dan peranan dari teman sebaya mulai menggeser peranan orang tua yang tidak jarang membuat tegang hubungan antara remaja dan orang tua.teman sebaya menjadi tolak ukur dan bahkan bagi remaja dalam bersikap dan berprilaku, kedekatan yang bisa membuka mata dan hati pada orang tua untuk melihat jerih payah nilai-nilai yang sebenarnya dipegang oleh remaja. Keinginan yang besar untuk mencoba banyak hal menjadi pemicu untuk kecemasan, perilaku nekat dan hasil yang tidak jelas membuat peluang besar untuk meningkanya kecemasan pada remaja (Pitaloka, 2007).


(15)

Padatnya jadwal pelajaran pada siswa SMA dapat memicu kecemasan. Kacemasan dalam menghadapi ujian dapat dipicu oleh beberapa hal diantaranya kondisi badan, pikiran, dan perasaan yang tidak terkendali. Akibat yang ditimbulkan oleh kecemasan tersebut adalah kesulitan untuk berkonsentrasi, kebingungan dan kewaspadaan yang berlebihan terhadap suatu masalah yang akan dihadapinya yang akan menyebabkan siswa menjadi gugup saat menghadapi ujian tersebut.

Kecemasan yang terjadi pada siswa yang akan menghadapi ujian adalah normal, namun sejauh mana siswa tersebut dapat mengatasi rasa cemasnya, tergantung pada kemampuan siswa tersebut untuk merespon kecemasan yang dialaminya. Seperti misalnya lebih meningkatkan lagi porsi belajarnya dengan ikut bimbingan belajar atau dengan mengadakan belajar kelompok (Agustiar et.al., 2010).

Kenyataan di lapangan menggambarkan, bahwa kebanyakan siswa mengalami kecemasan menjelang ujian, siswa juga mengalami kecemasan ketika dituntut untuk berbicara di depan umum, ketika menghadapi pelajaran yang sulit, ketika akan diajar guru yang dianggap sangat tegas dan bahkan galak (Armasari et. al., 2012).

Bagi siswa program reguler, kecemasan bisa saja terjadi karena adanya kekhawatiran, jikalau mereka tidak dapat menjawab soal-soal ujian dengan baik, sehingga ada kemungkinan akan gagal dalam ujian. Kegagalan dalam ujian dapat mengakibatkan siswa harus mengulang lagi di kelas tersebut,


(16)

sehingga ia tidak dapat mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi (Supriyantini, 2010).

SEFT dikembangkan dari Emotional Freedom Technique (EFT), oleh Gary Craig (USA), yang saat ini sangat populer di Amerika, Eropa, & Australia sebagai solusi tercepat dan termudah untuk mengatasi berbagai masalah fisik, dan emosi, serta untuk meningkatkan performa kerja. Saat ini EFT telah digunakan oleh lebih dari 100.000 orang di seluruh dunia (Nufirwan,2010).

Metode SEFT merupakan metode baru dan masih dalam proses eksperimental yang berkelanjutan dan dapat diterapkan di berbagai bidang salah satunya di lingkungan sekolah yang dapat diterapkan oleh Guru kepada muridnya yang mengalami gangguan emosi seperti bandel, sukar konsentrasi, malas belajar, cemas berlebihan, dsb (Zainuddin, 2009).

Apabila seseorang mengalami kecemasan sebaiknya berdoa dan bertawakal kepada Allah sehingga hatinya menjadi tenang dan tidak cemas. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat ar-Ra’d ayat 28 yang berbunyi:

َنيذل ونم ن مْطتوقْمهبولبرْكذهلل َ رْكذبهلل ن مْطتبولقْل ۗ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Melihat fenomena di atas bahwa salah satu terapi yang dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian dapat dilakukan adalah terapi SEFT, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang


(17)

pengaruh terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap penurunan kecemasan bagi siswa SMA dalam menghadapi ujian.

B. Rumusan Masalah

Apakah terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan bagi siswa SMA dalam menghadapi ujian di SMA Negeri 1 Kasihan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap penurunan tingkat kecemasan bagi siswa SMA dalam menghadapi ujian di SMA Negeri 1 Kasihan.

2. Tujuan Khusus

a. Menilai tingkat kecemasan pada siswa SMA dalam menghadapi ujian sebelum dilakukan terapi SEFT.

b. Menilai tingkat kecemasan pada siswa SMA dalam menghadapi ujian sesudah dilakukan terapi SEFT.

c. Menilai perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT.

D. Manfaat Penelitian

1. Siswa

Dapat menurunkan skor kecemasan pada siswa menjelang ujian sehingga siswa diharapkan bisa mengerjakan ujian dalam keadaan tenang dan memberikan hasil yang baik.


(18)

2. Guru dan Masyarakat

Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada bapak/ ibu guru serta masyarakat bahwa terapi SEFT dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan siswa menghadapi ujian.

3. Ilmu kedokteran

Memberikan tambahan bukti ilmiah untuk ilmu kedokteran komplementer dan integratif terkait pengelolaan kecemasan dengan melakukan terapi SEFT (Spiritual emotional Freedom Technique).

4. Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tingkat kecemasan bagi siswa SMA dalam menghadapi ujian.

E. Keaslian Penelitian

Sebatas pengetahuan peneliti, belum ada penelitian tentang pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tingkat kecemasan pada siswa SMA dalam menghadapi ujian. Namun ada beberapa penelitian yang memiliki kesamaan variabel diantaranya penelitian yang dilakukan oleh:

1. Derison Marsinova Bakara, Yusniarita, Yati Sutriyanti (2012) dengan judul pengaruh intervensi spiritual emotional freedom technique (SEFT) terhadap tingkat depresi, kecemasan, dan stress pada pasien gagal ginjal kronik. Berdasarkan penelitian, penelitian ini dilakukan terhadap 30 pasien, dengan pembagian 15 sampel untuk intervensi diruang Hemodialisis RSUD Curup dan 15 sampel untuk kelompok kontrol


(19)

diruangan hemodialisis RSUD M. Yunus Bengkulu. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dimana rancangan penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimental, dengan pre test and post test design with control group. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukan perbedaan yang bermakna antara tingkat depresi, kecemasan dan stres sebelum dan sesudah intervensi SEFT. Implikasi penelitian ini bahwa intervensi SEFT membantu menurunkan depresi, kecemasan, dan stres pada pasien gagal ginjal kronik.

2. Penerapan strategi relaksasi untuk mengurangi kecemasan siswa menjelang ujian.penelitian ini dilakukan pada 7 orang siswa kelas VIII A SMP Negeri Benjeng yang teridentifikasi mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian dengan menggunakan penelitian pre test dan post test one group design. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan sebelum dilakukan relaksasi dan sesudah diberikan relaksasi (Irma Warsito, 2010)

Perbedaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian, populasi, dan sampel yang digunakan yaitu siswa SMA.


(20)

8

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Kecemasan

a. Definisi

Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan serta memperingatkan adanya suatu bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil suatu tindakan untuk mengatasi ancaman (kaplan et.al., 2010).

Kecemasan merupakan keadaan perasaan yang ditandai efek negatif yang kuat dan gejala gejala yang muncul dimana seseorang mengantisipasi adanya bahaya atau kemalangan yang muncul di kemudian hari ditanggapi dengan penuh khawatir (Durand et.al., 2006).

Kecemasan merupakan sebuah problem psikologis yang ditunjukkan dengan sikap khawatir terhadap suatu hal yang dipersepsikan kurang baik oleh individu. Kecemasan adalah semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas (Armasari et.al., 2012).

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability), kepribadian masih utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian),


(21)

prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas batas normal (Hawari, 2011).

b. Gejala-gejala Kecemasan

Kecemasan merupakan respon tubuh terhadap keadaan yang dianggap sebagai ancaman.Individu yang normal terkadang mengalami kecemasan yang nampak sehingga dapat dilihat dari penampilan berupa fisik maupun mental.

Menurut Dadang Hawari (2011) gejala yang sering muncul pada seseorang yang mengalami kecemasan antara lain :

1) Tampak khawatir, mempunyai firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung

2) Merasa tegang, gelisah, mudah terkejut 3) Merasa takut ketika sendirian

4) Pola tidur terganggu, mimipi buruk 5) Gangguan konsentrasi

6) Timbul keluhan keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, tinitus, berdebar-debar, gangguan pencernaan, sakit kepala, dan lain sebagainya.

c. Etiologi

Seperti banyak kondisi kesehatan mental, penyebab pasti gangguan kecemasan tidak sepenuhnya dipahami. Diperkirakan bahwa gangguan kecemasan dapat melibatkan ketidak seimbangan kimia otak yang terjadi secara alami (neurotransmiter) seperti serotonin, dopamin atau


(22)

norepinefrin. Pengalaman hidup seperti peristiwa traumatis muncul untuk memicu gangguan kecemasan pada orang yang sudah rentan untuk menjadi cemas (Jiwo,2012).

Menurut Maramis (2009) beberapa stressor yang dapat menyebabkan kecemasan yaitu:

1) Frustasi

Frustasi berhubungan antara individu dan stresor serta timbul bila suatu keinginan yang diharapkan oleh individu tidak tercapai diakibatkan oleh hal-hal yang menghambat.

2) Konflik

Konflik timbul bila individu dihadapkan dengan dua pilihan atau lebih yang diharapkan, namun pada keadaan tersebut individu harus memilih salah satu dari pilihan yang ada.

3) Tekanan

Tekanan dapat menimbulkan kecemasan. Tekanan kecil yang muncul sehari-hari bila sudah terakumulasi dan berlangsung lama (jangka panjang) dapat menimbulkan stress yang hebat. Tekanan, seperti juga frustasi, dapat berasal dari dalam ataupun dari luar individu.

4) Krisis

Krisis adalah keadaan karena stressor datang secara tiba-tiba dan besar yang menimbulkan stres pada seorang individu maupun kelompok.


(23)

Menurut Direja (2011) terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan kecemasan yaitu:

1) Faktor predisposisi

Menurut Stuart dan Laraia dalam Direja (2011) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan kecemasan, diantaranya:

Pandangan Psikoanalitik. Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara 2 elemen kepribadian dan super ego.kepribadian mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Faktor presipitasi

Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dibedakan menjadi:

a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untukmelakukan aktifitas hidup sehari-hari.

b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.


(24)

d. Respon Terhadap Cemas

Menurut Stuart & Sundeen (1996) respon cemas dibagi menjadi 4, yaitu:

1) Respon fisiologis a) Kardiovaskular

Paliptasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi b) Pernafasan

Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik

c) Neuromuskular

Refleks meningkat, mata berkedip-kedip, insomnia d) Gastrointestinal

Kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, diare e) Traktus urinarius

Sering berkemih, tidak dapat menahakn BAK f)Kulit

wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa panas dan dingin pada kulit

2) Respon perilaku

Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah, menghindar.


(25)

3) Respon kognitif

Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, bidang persepsi menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat.

4) Respon afektif

Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, gelisah. e. Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Menurut Rebecca (2005) klasifikasi tingkat kecemasan seseorang dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu:

1) Normal

Seseorang mungkin mengalami peringatan secara periodic dari ancaman seperti kegelisahan atau ketakutan yang mengakibatkan seseorang tersebut mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegahan ancaman atau mengurangi konsekuensinya.

2) Euphoria

Seseorang mengalami perasaan yang berlebihan namun tidak berbanding lurus dengan keadaan atau situasi. Euphoria biasanya muncul mendahului timbulnya kecemasan ringan.

3) Kecemasan ringan (mild anxiety)

Seseorang memiliki tingkat kewaspadaan terhadap perasaan atau lingkungan. Pada tingkatan ini seseorang masih memiliki kemampuan untuk belajar, kekuatan motivasi, dan dapat memiliki


(26)

kesempatan menjadi individualis. Perasaan gelisah biasanya tampak dan seseorang mungkin tidak dapat rileks.

4) Kecemasan sedang (moderate anxiety)

Seseorang mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi pada satu hal yang spesifik pada suatu waktu. mondar-mandir, tremor suara, peningkatan denyut jantung, perubahan fisiologis, dan verbalisasi tentang bahaya yang akan terjadi. Seseorang tersebut mencari pengobatan untuk kecemasan umumnya hadir dengan gejala-gejala ini selama fase akut.

5) Kecemasan berat (Severe anxiety)

Seseorang mengalami ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, terjadi karena meningkatnya kecemasan dan penurunan intelektual dalam proses berpikir.

6) Status panik (panic state)

Individu mengalami gangguan kehilangan kendali serta tidak fokus pada kenyataan dan terjadi perubahan psikologis, emosional, dan intelektual.

Kecemasan menurut peplou yang dikutip dari suliswati (1985) kecemasan dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:

1) Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan merupakan ketegangan yang dialami sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan lapangan persesi meningkat. Pada tingkatan kecemasan ini dapat memotivasi


(27)

dan menghasilkan kreatifitas. Manifestasi perilaku dan emosi yang memunculkan ketidaktenangan saat duduk, gerakan halus pada tangan, suara terkadang meninggi dan berkaitan dengan mekanisme koping yang minimal. Contoh orang yang mengalami kecemasan ringan adalah seseorang yang sedang menghadapi ujian. Sedangkan menifestasi kognitifnya berupa, mampu dalam menerima yangsangan yang kompleks dan menyelesaikan masalah secara efektif.

2) Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan individu lebih memusatkan perhatian kepada hal yang penting pada saat itu dan mengesampingkan yang lain sehingga individu mengalami perhatian lebih selektif dan terarah. Manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah seseorang dapat merasakan bicara mudah lelah, sulit tidur, perasaan tidak aman, mudah tersinggung, banyak pertimbangan dan mudah lupa. Sedangkan manifestasi fisiologisnya berupa nafas pendek, dada berdebar-debar, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, gelisah, diare atau konstipasi dan tangan gemetar.

3) Kecemasan Berat

Kecemasan berat membuat lapangan persepsi seseorang menjadi sangat sempit. Individu tidak dapat berfikir berat, sehingga membutuhkan pengarahann dan cenderung memikirkan hal kecil


(28)

serta mengabaikan yang lain. Manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah disorientasi, bingung dan kemungkinan halusinasi. Sedangkan manifestasi fisiologis yang muncul antara lain nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, penglihatan kabur, tegang, rasa tertekan, nyeri dadan berkeringat, sakit kepala, tidak mampu menyelesaikan masalah, tidak mampu membuat keputusan serta butuh bantuan.

4) Panik

Tahap ini membuat lapangan persepsi sudah terganggu, sehingga individu tidak mampu mengendalikan diri dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi tuntunan dan arahan. Manifestasi perilaku dan emosi yang mucul adalah marah, ketakutan, mengamuk, berteriak dan kehilangan kendali diri. Manifestasi fisiologis yang dapat muncul adalah nafas pendek, rasa tercekik, palpitasi, tekanan darah meningkat dan koordinasi metorik rendah. Sedangkan manifestasu kognitif berupa lapangan pandang persepsi menjadi sempit dan tidak dapat berfikir logis

f. Pengukuran Tingkat Cemas

1) Menurut Hawari (2009) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih


(29)

spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 sampai dengan 4.

Skala HRS-A diperkenalkan pertama kali oleh Max Hamilton pada tahun 1959 dan sekarang menjadi pengukuran standar untuk kecemasan. Skala ini mempunyai validitas dan reliabilitas yang cukup tinggiuntul pengukuran tingkat kecemasan.

2) Pengukuran tingkat kecemasan menggunakan Taylor Manifest Anxiety Scale yaitu tes kecemasan sebagai ciri kepribadian dikembangkan oleh Janet Taylor pada tahun 1953 untuk mengetahui tingkat kecemasan seseorang.

g. Terapi Cemas 1) Farmakologi

Agen antide presan adalah obat pilihan dalam pengobatan gangguan kecemasan, khususnya agen baru yang memiliki profil efek samping yang lebih aman dan mudah penggunaannya. Benzodiazepin sering digunakan dengan antidepresan sebagai pengobatan tambahan. Mereka sangat berguna dalam pengelolaan gangguan kecemasan situasional akut dan gangguan penyesuaian di mana durasi farmakoterapi diantisipasi akan 6 minggu atau kurang dan untuk kontrol cepat serangan panik. Sedangkan alprazolam untuk pengelolaan serangan kecemasan mengikat reseptor di sistem saraf pusat, termasuk sistem limbik dan formasi reticular. Efek ini dimediasi melalui reseptor GABA sistem.Selain itu, Agen


(30)

farmakologis dengan reuptake penghambatan serotonin dan norepinefrin dapat membantu dalam berbagai gangguan mood dan kecemasan (Yates, 2011).

Sedangkan menurut Bandelow et.al.,(2012) farmakologi yang dapat digunakan untuk terapi cemas, yaitu:

a) Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)

Inhibitor selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin – norepinefrin reuptake inhibitor (SNRIs) direkomendasikan sebagai obat lini pertama karena risiko-benefit rasio menguntungkan mereka, dengan beberapa perbedaan mengenai berbagai kecemasan. Efek samping lain termasuk mual (dan karena itu rekomendasi adalah untuk dikonsumsi setelah makan), sakit kepala, kelelahan dan pusing.

b) Benzodiazepin

Benzodiazepin aman digunakan bagi individu yang mengalami kecemasan dan dapat dikombinasi dengan obat serotonergik selama minggu pertama pengobatan untuk menekan peningkatan kecemasan. Namun pengobatan benzodiazepin mungkin terkait dengan sedasi, pusing, dan berkepanjangan waktu reaksi.

c) Antihistamin

Antihistamin efektif dalam gangguan kecemasan umum. Antihistamin hanya boleh digunakan ketika obat lain belum


(31)

berhasil atau tidak ditoleransi. Efek samping termasuk sedasi, efek antikolinergik pada dosis tinggi, penglihatan kabur, kebingungan, delirium dan lain-lain. Ketika efek penenang diinginkan, antihistamin lebih baik dari benzodiazepin.

2) Non farmakologi

Pendekatan psikoterapi untuk gangguan kecemasan adalah kognitif perilaku, suportif, dan berorientasi tilikan. Terapi kognitif-perilaku memiliki kemanjuran jangka panjang dan jangka pendek. Pendekatan kognitif secara langsung menjawab distorsi kognitif pasien yang di hipotesiskan, dan pendekatan perilaku menjawab keluhan somatik secara langsung (Kaplan et.al., 2010)

Cognitive behavior therapy didasarkan pada mode kognitif respon emosional, manfaat mood dapat merubah cara berfikir sehingga dapat memiliki perasaan yang lebih baik dan melakukan sesuatu dengan baik meskipun situasi tidak berubah (Zakiyah, 2014). Terapi suportif menawarkan ketentraman dan kenyamanan bagi pasien walaupun terapi jangka panjang masih meragukan.Psikoterapi berorientasi tilikan memusatkan untuk mengungkapkan konflik bawah sadar dan mengenali kekuatan ego (Kaplan et.al., 2010).

2. Ujian

Ujian merupakan parameter keberhasilan yang dapat diukur untuk proses pembelajaran pada peserta didik. Jenis ujian yang diberikan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu ujian lisan, ujian tulis, dan ujian


(32)

praktik.Setiap ujian memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda (Mufida, 2012).

3. Kecemasan Menghadapi Ujian

Setiap orang tentunya memiliki rasa cemas.Kecemasan merupakan suatu respon yang ditunjukan individu ketika menghadapi masalah termasuk siswa di lingkungan sekolah.Rasa cemas dapat memicu siswa untuk melakukan tindakan yang kreatif.

Pada tingkat kecemasan yang sedang, persepsi individu lebih memfokuskan hal yang penting saat itu saja dan mengesampingkan hal yang lainnya. Pada tingkat kecemasan berat/tinggi, persepsi individu menjadi turun, hanya memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan yang lainnya, sehingga individu tidak dapat berpikir dengan tenang (Tresna, 2011).

Fenomena sangat cemas dalam menghadapi ujian pada siswa, sudah tentunya dapat menghambat tujuan belajar yang ingin dicapai oleh siswa. Kecemasan menghadapi ujian dipicu oleh kondisi pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif yang tidak terkendali menyebabkan pikiran menjadi tegang, manifestasi afektif yang tidak terkendali mengakibatkan timbulnya perasaan akan terjadinya hal buruk, dan perilaku motorik yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi gugup dan gemetar saat menghadapi ujian, khususnya ujian akhir semester (Tresna, 2011).


(33)

4. Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)

SEFT pertama dikembangkan dari EFT (Emotional freedom Technique) yaitu versi akupuntur tanpa jarum berdasarkan suatu temuan bahwa adanya hubungan antara aliran enegy dalam tubuh dan emosi dengan masalah kesehatan mulai dari permasalahan emosi, kesehatan dan performance (Zainuddin,2009). EFT menggunakan unsure Cognitive Therapy dan Terapi Exposure, dan menggabungkan mereka dengan akupressur, dalam bentuk ujung jari menekan pada 12 titik akupunktur. Lebih dari 20 uji klinis yang diterbitkan dalam jurnal medis dan psikologi pre-review telah menunjukkan bahwa EFT efektif untuk fobia, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, nyeri, dan masalah lainnya (Gary, 2012).


(34)

Walaupun 90% terapi SEFT merupakan isi dari EFT, terdapat perbedaan antara kedua metode tersebut, yaitu:

Tabel 1. Perbedaan metode EFT dengan SEFT

EFT SEFT

 Asumsi kesembuhan berasal dari diri sendiri 

Asumsi kesembuhan berasala dari Tuhan

 Dilakukan dalam suasana santai dan nyaman

 Dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa kesembyhan berasal dari Tuhan, kehusyuan, keikhlasan, kepasrahan, dan rasa syukur

 Meyebutkan detail masalah

 Tidak terlalu fokus terhadap detail masalah

Tapping menggunakan 14 titik

Tapping menggunakan 18 titik

 Tidak mengandung unsur spiritualitas

 90% penekanan pada unsur spiritualitas

Teknik yang terlibat Teknik yang terlibat

Neurolinguistik Programming

 Semua teknik dalam EFT

Behavioral therapy Logotherapy

Psychoanalisa Sedona method

EMDR Ericksonian hypnosis

Sugesty & affirmasi Provocative therapy

Visualization Transcendental relaxtion & medication

Gesalt therapy Powerful prayer

Energy therapy Loving – kindness therapy

5. Cara Melakukan SEFT

Cara melakukan SEFT terdiri dari 3 langkah, yaitu: a. The set-up

Pada langkah pertama ini bertujuan untuk memastikan agar energi tubuh terarah dengan tepat. Langkah ini dilakukan dengan menetralisir pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif dengan cara


(35)

mengucapkan doa dengan penuh perasaan yang dipanjatkan kepada Allah SWT bahwa apapun permasalahan yang di alami saat ini.

b. The tune-in

Cara melakukan tune-in dengan cara merasakan rasa sakit yang di alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit mengucapkan doa dengan ikhlas dan pasrah kepada Allah SWT.

c. The tapping

Tapping adalah mengetuk ringan dengan 2 ujung jari pada titik-titik tertentu di bagian tubuh dan tetap terus melakukan tune-in. Titik-titik ini merupakan kunci dari The Major Energy Meridians yang akan menetralisirgangguan emosi atau rasa sakit.

6. Manfaat SEFT

Menurut Ahmad Faiz Zainudin (2009) SEFT mempunyai banyak manfaat dalam berbagai bidang, yaitu:

a. Individu

SEFT dapat mengatasi dan membebaskan berbagai masalah pribadi dan dapat mengembangkan potensi diri dengan optimal sehingga menuju ke arah yang lebih baik untuk menjadi manusia paripurna.

b. Keluarga

Dalam bidang ini, SEFT dapat menjadi alat bantu untuk menciptakan hubungan yang kokoh serta harmonis dan menetralisir emosi yang sering timbul dalam keluarga.


(36)

c. Sekolah

Penerapan SEFT di lingkungan sekolah dapat digunakan oleh guru, pelajar dan mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan misalnya, sukar konsentrasi, cemas, malas belajar dengan demikian kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah atau kampus akan lebih efektif dan efisien.

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Frustasi, konflik, terkanan,Krisis

Serotonin

Otak

GABA Norepinefrin

Refleks meningkat, mata berkedip-kedip, insomnia Nafas cepat,

pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, sensasi tercekik Palpitasi,

Jantung berdebar, tekanan darah meningkat

Gastrointestinal Neuromuskular

pernafasan Kardiovaskular

Kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, diare


(37)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

1. H0 : Tidak ada perbedaan tingkat kecemasan pada siswa yang mendapatkan terapi SEFT dengan yang tidak mendapatkan terapi.

2. H1 : Ada perbedaan tingkat kecemasan antara siswa yang mendapatkan terapi SEFT dengan yang tidak mendapatkan terapi.

Tetap Terapi SEFT

Faktor-faktor penyebab

Kecemasan

Tingkat kecemasan


(38)

26

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-post test with control group design.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau kelompok yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007).Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMANegeri 1 Kasihan yang berjumlah 234 orang.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Arikunto (2010) yaitu jika jumlah populasi lebih dari 100 orang maka besar sampel dapat diambil sebanyak 10-15% sehingga jumlah dalam penelitian ini adalah : 15/100 X 234 = 35,1 jika dibulatkan menjadi 35 orang sampel terapi dan ditambah 35 sampel kontrol sehingga jika ditotal menjadi 70 orang sampel. Adapun teknik pengambilan sampelnya adalah consecutive sampling.


(39)

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel didasarkan pada kriteria penerimaan yang meliputi kriteria inklusi, eksklusi. Kriteria tersebut antara lain:

a. Kriteria inklusi

1) Siswa kelas 2 SMA yang akan melaksanakan ujian 2) Siswa bersedia menjadi peserta penelitian

3) Siswa yang mengalami kecemasan karena ujian maupun sebab lain yang akan mengganggu pelaksanaan ujian

b. Kriteria eksklusi

1) Siswa yang tidak di mengikuti pretest 2) Siswa yang tidak mengikuti terapi SEFT 3) Siswa yang tidak mengikuti posttest

Adapun teknik pengambilan sampel adalah stratified random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sehingga setiap siswa berkesempatan menjadi responden, setelah itu di ambil sebanyak 35 siswa yang mengalami tingkat kecemasan paling tinggi dari siswa yang lainnya.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diambil langsung dari responden. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan melalui pretest dan posttest pada siswa SMA Negeri1 Kasihan.


(40)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMANegeri 1 Kasihan 2. Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini kurang lebih selama 9 minggu, pada minggu ke-3 Oktober s/d Minggu ke-3Februari 2016.

Tabel 2. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Waktu Keterangan

1 Persiapan Peneltian Oktober 2015 Sesuai Prosedur 2 Mengurus Perizinan Oktober –

November2015

Izin dari Instansi Setempat 3 Penelitian November 2015 Diketahui oleh

pembimbing 4 Pengumpulana Hasil Januari2016 Menggunakan

Program Komputer (SPSS 15.0) 5 Pendistribusian Data Januari 2016

6 Pengolahan Data Januari 2016 7 Pengetikan Hasil Penelitian Februari 2016

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel Bebas

Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). 2. Variabel Terikat

Penurunan tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa SMA Negeri 1 Kasihan Yogyakarta dalam menghadapi Ujian.


(41)

E. Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati/diteliti dan variabel-variabel tersebut diberi batasan. Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen/alat ukur.(Notoatmodjo, 2010).

Definisi operasional pada penelitian ini, yaitu:

1. Terapi SEFT dilakukan oleh terapis SEFT (SEFTer) yang sudah mendapatkan training SEFT dan berpengalaman dalam terapi SEFT. Terapi SEFT dilakukan satu kalikepada tiap siswa dalam kelompok intervensi sesuai dengan standar terapi SEFT dan dilakukan sekitar 10-15 menit.

2. Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor kecemasan dari kelompok penelitian yang diukur dengan instrumen Taylor manifest anxiety scale yang terdiri dari tanda-tanda kecemasan, keluhan kelompk aktif, gejala somatik, gangguan konsentrasi, dan kurang percaya diri yang dapat di ukur dengan angka dan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kecemasan rendah jika nilai <7, kecemasan sedang jika nilai 7-21, dan kecemasan tinggi jika nilai >21.


(42)

F. Instrumen Penelitian

1. Taylor manifest Anxiety Scale (TMAS)

Instrumen Taylor Manifest Anxiety Scale ini terdiri dari dari 50 buah

pertanyaan dengan dua alternatif jawaban yaitu “ya” atau “tidak” yang

ditulis dalam bentuk favourable dan unfavourable.

a. Contoh pertanyaan favourable pada skala penelitian ini beberapa diantaranya:

1) Kadang-kadang saya merasa tidak berguna

2) Kadang-kadang saya merasa bahwa saya bisa menjadi gila

b. Sementara contoh untuk pertanyaan unfavourable ini beberapa diantaranya:

1) Saya menghargai diri sendiri secara wajar 2) Saya sangat yakin terhadap diri saya sendiri

Untuk menilai masing-masing item pada skala TMAS tergantung dari jenis pertanyaannya. Pertanyaan dengan item favourable diberi skor 1 jika

kelompok menjawab “ya” dan diberi skor 0 jika kelompok menjawab “tidak” demikian sebaliknya. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kecemasannya. Skor yang diperoleh kemudian digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu:

<7 : Kecemasan Rendah 7-21 : Kecemasan Sedang >21 : Kecemasan Tinggi


(43)

2. Skala persepsi pasien tentang kecemasan

Terapi SEFT akan menilai kecemasan yang dialami oleh responden dengan menggunakan skala kecemasan yang hamper sama dengan VAS (Visual Analogue Scale) dengan skala 0 hingga 10

G. Uji Validitas dan Reabilitas

Hasil validasi Instrumen Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) memiliki sensitifitas 90% dan spesifitas 95%, serta reabilitasnya dengan metode analisis KR 20 adalah r=0,86 penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dengan sampel anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pada tahun 1991-1992 (Wicaksono, 1992).

H. Jalannya Penelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan:

1. Meminta persetujuan Dekan Fakultas Kedokteran untuk mendapatkan izin penelitian di SMA Negeri 1 Kasihan.

2. Menghubungi pihak sekolah untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas dan Bappeda. 3. Melaksanakan penelitian pada siswa kelas 2 dengan memberikan pretest, lalu dilakukan intervensi berupa terapi SEFT dilanjutkan dengan posttest dalam waktu yang berbeda.


(44)

I. Analisis Data

Data diolah dengan metode analisis deskriptif untuk data dasar (umur, jenis kelamin, tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi SEFT) dalam bentuk tabel. Uji statistik dilakukan dengan komparatif kategorik wilcoxon (Wilcoxon Comparative Test).


(45)

33 A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Kasihan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Tempat ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena lokasinya dekat (± 3km), dan mudah di akses oleh peneliti. Disamping itu, SMAN 1 Kasihan memiliki jumlah siswa yang cukup banyak sehingga memudahkan peneliti mendapatkan kelompok penelitian yang sesuai kriteria inklusi. Penelitian dilakukan pada siswa kelas 2, karena pada saat penelitian dilakukan siswa kelas 3 sedang mempersiapkan Ujian Nasional dan kelas 1 masih dalam tahap adaptasi di lingkungan sekolah, sehingga peneliti memberikan terapi SEFT pada siswa kelas 2 yang akan melaksanakan Ujian Semester.


(46)

2. Karakteristik Kelompok Penelitian

Jumlah seluruh siswa kelas 2 di SMAN 1 Kasihan adalah 234 siswa. Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi tingkat kecemasan sebagai berikut :

Tabel 3. Tingkat Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian

Tingkat kecemasan f %

Ringan 40 17,1

Sedang 112 47,9

Berat 82 35

Total 234 100

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat 112 siswa (47,9%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang dalam menghadapi ujian dan 82 (35%) siswa yang mengalami kecemasan berat. Dari 82 siswa yang mengalami kecemasan berat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 70 siswa. Dengan demikian jumlah kelompok yang dianalisis seperti tabel-tabel berikut.

Tabel 4. Hasil Karakteristik Siswa pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Karakteristik Kelompok

Total p Intervensi

Frekuensi (%)

Kontrol

Frekuensi (%) Jenis kelamin :

- Perempuan - Laki-laki 26 (74,3) 9 (25,7) 19 (54,3) 16 (45,7) 45 25 0,081

Usia (tahun) :

- ≤ 16 - >16 Rata-rata pretest 29(82,9) 6(17,1) 31,31 23(56,7) 12(43,3) 25,49 52 18 0,100


(47)

Tabel 4 menunjukan bahwa jenis kelamin perempuan pada kelompok penelitian ini lebih banyak dibanding laki-laki yaitu sebanyak 19 siswa (54,35%) pada kelompok kontrol dan 26 siswa (74,3%) pada kelompok intervensi. Berdasarkan nilai Chi-Square tersebut didapatkan nilai p= 0,081 , maka hubungan antara kelompok intervensi dan kontrol berdasarkan kelompok jenis kelamin tidak terdapat perbedaan.

Pada kelompok dengan kriteria umur ≤16 tahun lebih banyak dibandingkan dengan umur >16 tahun yaitu sebanyak 23 siswa (56,7%) pada kelompok kontrol dan 29 siswa (82,9%) pada kelompok intervensi. Berdasarkan nilai Chi-Square tersebut didapatkan nilai p= 0,100 , maka hubungan antara kelompok intervensi dan kontrol berdasarkan kelompok usia tidak terdapat perbedaan

3. Analisis Kecemasan Kelompok

Dari 70 sampel yang memenuhi kriteria dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dalam pembagian kedua sampel dilakukan tes homogenitas untuk mengetahui varian dari kedua kelompok sama atau berbeda. Dari perhitungan didapatkan nilai uji homogenitas sebesar 0,108. Maka dapat disimpulkan bahwa data pretestkecemasan dari kedua kelompok mempunyai varian yang sama atau sejenis.


(48)

Tabel 5. Prevalensi perubahan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian

Tingkat kecemasan

f total %

Intervensi Kontrol

Ringan 1 - 1 1,43

Sedang 17 12 29 41,43

Berat 17 23 40 57,14

Total 100

Dari tabel 5. Didapatkan prevalensi tingkat kecemasan ringan sebanyak 1 siswa (1,43%) yang termasuk kelompok intervensi, sebanyak 29 siswa (41,43%) mengalami kecemasan sedang terdiri dari 17 dari kelompok Intervensi dan 12 dari kelompok kontrol dan sebanyak 40 siswa (57,14) mengalami kecemasan berat yang teridiri dari 17 0rang dari kelompok intervensi dan 23 dari kelompok kontrol.

Hasil penelitian perubahan tingkat kecemasan kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat dalam tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Kecemasan kelompok intervensi dan kontrol skala TMAS

Perbedaan tingkat kecemasan pretest dan posttest

Intervensi Kontrol

n % N %

Meningkat 0 0 11 31,42

Tetap 1 2,86 3 8,57

Menurun 34 97,14 21 60,1

Total 35 35

Dari tabel 6 diatas, didapatkan jumlah kelompok penelitian sebanyak 55 siswa yang mengalami penurunan tingkat kecemasan dari jumlah total sampel. Pada kelompok ini sebanyak 21 siswa merupakan kelompok kontrol dan 34 siswa merupakan kelompok intervensi. Sementara


(49)

didapatkan hasil dengan peningkatan kecemasan tetap atau tidak berubah sebanyak 3 orang dari sampel kontrol dan 1 orang dari kelompok intervensi. Pada sampel kontrol didapatkan 11 siswa mengalami tingkat kecemasan yang meningkat pada hasil posttest dibandingkan hasil pretest.

4. Hasil Uji Normalitas Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Uji normalitas tingkat kecemasan sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Skala TMAS Pengukuran Waktu Kelompok Rerata P

Kecemasan Sebelum Kontrol 25,49 0,009 Intervensi 31,37 0,037 Sesudah Kontrol 23,66 0,200 Intervensi 20,47 0,200

Pada tabel 7 ditampilkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji statistik kolmogorov-smirnov. Hasil uji normalitas menunjukan nilai p tingkat kecemasan sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kontrol sebagian besar lebih dari 0,05. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa data tingkat kecemasan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat disimpulkan data tidak berdistribusi normal, sehingga uji statistik yang tepat untuk dilakukan adalah dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu Wilcoxon.


(50)

5. Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Uji statistik yang digunakan melihat tingkat kecemasan adalah non parametrik Wilcoxon dan Mann-Whitney karena hasil uji beda rerata sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kontrol didapatkan hasil distribusi data tidak normal.

Tabel 8. Hasil Uji Wilcoxon pretest dan posttest tingkat kecemasan skala TMAS

Intervensi Kontrol

Sig pre-post 0,00 0,64

Z -5,090 -1,856

Dari tabel 8 didapatkan hasil signifikansi pretest dan posttest kelompok kontrol sebesar 0,64 dengan nilai z -1,856 hasil tersebut dapat diartikan bahwa tingkat kecemasan kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna. Pada kelompok intervensi didapatkan signifikansi sebesar 0,00 dengan nilai z -5,090 hasil tersebut dapat diartikan bahwa tingkat kecemasan pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang bermakna.

Tabel 9. Hasil Uji Wilcoxon tingkat kecemasan dengan skala persepsi pasien tentang kecemasan

Intervensi

Sig pre-post 0,00

Z -5,174

Dari tabel 9 kelompok intervensi didapatkan signifikansi sebesar 0,00 dengan nilai z -5,174 hasil tersebut dapat diartikan bahwa tingkat kecemasan pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang bermakna.


(51)

Tabel 10. Perbedaan hasil posttest skala TMAS dengan skala persepsi pasien

Perbedaan tingkat kecemasan posttest

Skala TMAS Skala Persepsi Pasien p

n % n %

Meningkat 1 2,86 0 0

0,317

Tetap 0 0 0 0

Menurun 34 97,14 35 100

Dari tabel 10. Didapatkan nilai p= 0,317 hal ini dapat diartikan bahwa perbedaan tingkat kecemasan yang diukur oleh skala TMAS dan skala persepsi pasien tidak terdapat perbedaan.

Tabel 11. Uji Mann-Whitney

Sig kontrol-intervensi

Pretest 0,00

Posttest 0,00

Dari tabel 11 didapatkan hasil signifikansi pretest antara kelompok kontrol dengan intervensi sebesar 0,00 dan didapatkan hasil signifikansi posttest antara kelompok intervensi dengan kontrol sebesar 0,00.

B. Pembahasan

Kelompok penelitian sebagian besar adalah perempuan, lebih banyak dibanding laki-laki yaitu 45 siswa (64,3%). Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan individu sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Carmin dkk (2012) bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang. Bahkan jenis kelamin perempuan pada umumnya mempunyai prevalensi paling tinggi dan juga


(52)

lebih rentan daripada laki-laki. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh lewisohn dkk (1998) bahwa dari penelitiannya yang berjumlah 1221 siswa didapatkan 97 perempuan diantaranya mengalami kecemasan dan hanya 45 laki-laki yang mengalami kecemasan.

Kelompok penelitian ini mempunyai rentang usia 14 sampai 17 tahun. Menurut WHO (2010) usia tersebut termasuk dalam kategori usia remaja yang merupakan masa yang sulit karena individu mengalami berbagai macam perubahan yang mempengaruhi kepribadian, tingkah laku maupun emosional mereka. Selain itu pada masa remaja ini telah menggabungkan antara pengalaman masa lalu yang telah di peroleh dengan tantangan saat ini dan mulai memikirkan masa yang akan datang (Papalia, 2004)perkembangan inilah yang menuntut mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan penyesuaian diri terhadap mental sehingga jika tidak bisa beradaptasi akan menimbulkan kecemasan pada dirinya (Kurniawati et. al., 2012).

Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa tingkat kecemasan seseorang berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dan ditandai dengan perasaan kekhawatiran yang mendalam, ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya, dimana kondisi tersebut dapat menimbulkan kecemasan yang dapat dilihat dari gejala fisiologis, psikologis serta sosial pada individu yang mengalaminya (Puspitasari,2010).

Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yunita (2015) bahwa terapi SEFT efektif dalam menurunkan kecemasan


(53)

pada wanita klimakterium dengan jumlah responden sebanyak 30 responden yang dilakukan di RW 6 Kelurahan Padalarang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Jawa Tengah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa terdapat penurunan tingkat kecemasan pada kelompok kontrol sebanyak 21 orang dengan rincian 14 siswa perempuan dan 7siswa laki-laki, sedangkan pada kelompok yang diberi terapi SEFT dengan hasil penurunan tingkat kecemasan sebanyak 34 dari 35 siswa. Hal ini membuktikan bahwa terapi SEFT dapat mengurangi kecemasan pada siswa dalam menghadapi ujian.

SEFT merupakan penggabungan antara spiritualitas, keikhlasan, dan doa yang telah dibuktikan dengan penelitian ilmiah serta dikembangkan dari EFT yang mempunyai metode yang sangat cepat untuk menurunkan intensitas kecemasan. Hal ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Boath (2012) bahwa EFT dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa sebanyak 21 dari 25 orang dalam menghadapi public speaking.

Pada kelompok kontrol yang tidak mengalami perubahan tingkat kecemasan sebanyak 3 siswa hal ini dapat diakibatkan karena siswa tersebut tidak melakukan hal-hal yang dapat menurunkan tingkat kecemasan. Sebanyak 1 siswa dari 35 siswa yang dilakukan terapi SEFT tidak mengalami perubahan tingkat kecemasan.

Menurut Freud dalam Yustinus (2006) mekanisme pertahanan merupakan aksi penurunan kecemasan. Ketika mekanisme ini berhasil maka


(54)

kecemasan akan menurun dan memunculkan rasa aman. Namun bila konflik berkepanjangan maka kecemasan akan menetap bahkan meningkat.

Dari 35 siswa kontrol didapatkan 11 siswa yang mengalami peningkatan kecemasan. Peningkatan kecemasan dapat diakibatkan karena berbagai faktor seperti tekanan yang dapat berasal dari dalam ataupun luar individu siswa yang muncul sehari-hari yang tidak diatasi sehingga terakumulasi dan berlangsung lamasehingga menyebabkan kecemasan yang berlebihan (Maramis, 2009).

Signifikansi hasil pretest dan posttest kelompok kontrol dengan menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai 0,64 yang mendakan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok pretest dan posttest. Sedangkan signifikansi hasil pretest dan posttest kelompok intervensi didapatkan nilai 0,00 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT.

Hasil pretest dan posttest kelompok intervensi menggunakan skala TMAS dan skala persepsi pasien tentang kecemasan memiliki nilai p= 0,00 hal ini membuktikan bahwa terdapat hasil yang berdanding lurus antara kedua skala yang digunakan.

Perbandingan hasil antar skala TMAS dengan skala pasien tentang kecemasan memiliki nilai p=>0,05 hal ini membuktikan tidak terdpt perbedaan hasil menggunakan skala TMAS maupun skala pasien tentang kecemasan.


(55)

Perbandingan dengan menggunakan uji mann-whitney dari kedua kelompok tersebut pada saat pretest didapatkan nilai p=0,00 yang menandakan bahwa dari hasil tersebut terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok intervensi dengan kontrol hal ini dikarenakan nilai rata-rata kecemasan pada kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata kecemasan pada kelompok kontrol. Sedangkan perbandingan dengan menggunakan uji mann-whitney pada saat posttest didapatkan nilai p= 0,00 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan antara kelompok intervensi dan kontrol. Dengan demikian kelompok intervensi mengalami penurunan kecemasan lebih besar dibandingkan pada kelompok kontrol.


(56)

44

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, terdapat pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap penurunan tingkat kecemasan pada Siswa-Siswi SMA dalam menghadapi Ujian. Dengan demikian terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) efektif dalam penurunan tingkat kecemasan pada Siswa-Siswi SMA dalam menghadapi Ujian di SMAN 1 Kasihan.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Sebaiknya menghindari hal-hal yang membuat mereka merasa cemas menjelang ujian. Siswa memanfaatkan terapi SEFT yang sangat sederhana dan praktis untuk menurunkan tingkat kecemasan.

2. Bagi Guru dan Masyarakat

Perlu ada upaya dari bapak/ ibu guru di SMAN 1 Kasihan serta masyarakat untuk memahami kecemasan serta membantu menurunkan tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa-siswi serta dengan memanfaatkan terapi SEFT untuk menanggulangi kecemasan dan membantu siswa-siswi menjadi lebih tenang dalam menghadapi ujian.


(57)

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh terapi SEFT, dengan menerapkan pada siswa-siswi kelas 3 SMA yang akan melaksanakan ujian yang lebih berat, yaitu Ujian Nasional.


(58)

46

Agustiar, Wisnawati., Asmi, Yuli.. (2010). Kecemasan Menghadapi Ujian

Nasional, Motivasi Belajar Pada Siswa Kelas XII SMAN “X” Jakarta

Sealatan. (online). Ejurnal.esaunggul.aci.id. di akses 16 maret 2015.

Arikunto, Syharni. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Armasari, Kurnia. D. (2012).Penerapan Model Konseling Behavioral Dengan Teknik Desinsitasi Untuk Meminimalisasi Tingkat Kecemasan Dalam Proses Pembelajaran.(online) ejurnal.undiksha.ac.id. di akses 16 maret 2015

Both, E., Strwart, A., Carryer, A. (2012). Emotional Freedom Technique (EFT) in reducing Presentation Expression Anxiety Syndrom (PEAS) in University student. Staffordshire University.

Derison Marsinova Bakara, Yusniarita, Yati Sutriyanti (2012) Pengaruh Intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Tingkat Depresi, Kecemasan, Dan Stress Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.(online).www.academia.edu. di akses 16 maret 2015.

Direja, Ade H S. (2011).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Durland, Mark V., Barlow, David H (2006) Intisari Psikologi Abnormal. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Ending Warsiki dan Lestari Soeharjono.(2008). Kecemasan Pada Anak Remaja. (online), http://www.kalbe.co.id/files /cdk/files/15. Di akses 11 april 2015 Hawari, Dadang (2009). Psikometri Alat Ukur (Skala) Kesehatan Jiwa. Jakarta:

FKUI.

Hawari, Dadang. (2011). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI. Hidayat, A. 2007.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta:

Salemba Medika.

Irmayanti, Dwi F., Warsito, Hadi (2010). Penerapan Strategi Relaksasi Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Ujian. (online),


(59)

Jiwo, tirto.(2012). Anxiety. (online) http://Tirtojiwo.org. di akses 24 maret 2015. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., (2010). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku

Psikiatri Klinis. Jakarta: Binaputra Aksara.

Kurnia, Ana., Hermawati, Erna., Fanani, Moh., (2012).Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Remaja dengan Ciri Kepribadian Introvert dan Ekstrovert di Kelas X SMA NEGERI 4 SURAKARTA. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Solo.

Maramis (2009).Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Erlangga University Press.

Notoatmodjo, S. ( 2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nufirwan (2010).Siapa Bilang Saya Tidak Bisa Kaya Dan Sukses. Jakarta: Alex

Media Komputindo.

Papalia., Olds., Fielman. (2007). Human Development. New York: Graw Hill Inc. Pitaloka, Ardiningtyas. (2007). Menelusuri Kecemasan Pada Anak Remaja.

(online) ,(http:www.e.psikologi.com. di akses 11 April 2015). Puri, B K.,et.al (2011). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: EGC.

Puspitasari, A,I., (2010).Hubungan Antara Persepsi Siswa tentang Peran Konselor Sekolah dengan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas IX SMPN 22 Semarang.Karya Tulis Ilmiah. Semarang.

Ramaiah, S. (2003).Kecemasan, Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Yayasan Obor Indonesia.

Sears, Freedman, Peplau. (1985). Social Psychology 5thed. London: Prentice-Hall Inc.

Semun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Kaninus. Yogyakarta.

Shives, Louise R. (2005) Basic Concept of Psychiatry Mental Health Nursing. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, Baltiore, New York.


(60)

Supriyantini, S. (2010).Perbedaan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian Antara Siswa Program Reguler Dengan Siswa Program Akselerasi.

Tresna, I Gede., (2010). Efektivitas Konseling Behavioral dengan Teknik Desensitisasi Sistematis untuk Mereduksi Kecemasan Menghadapi Ujian: Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja Tahun Ajaran 2010/2011 (Doctoral dissertation, Universitas pendidikan indonesia). Wicaksono, I., (1992) “Ansietas pada Wartawan Anggota PWI cabang

Yogyakarta” Karya Tulis untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai

Derajat Spesialis I Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Yogyakarta: Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa, FK UGM.

Yates, William R. (2014) Anxiety Disorder. Emedical Medscape.

Zainuddin, Ahmad. F., (2009) SEFT Spiritual Emotiolan Freedom Technique.Jakarta: Afzan Publishing.

Zakiyah, Z. (2014). Pengaruh dan Efektifitas Cognitive Behaviorsl Therapy (CBT) Berbasis Komputer Terhadap Klien Cemas dan Depresi. E-Journal Widya Kesehatan dan Lingkungan, 1(1)


(61)

(62)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Alamat :

Bersedia ikut menjadi responden untuk penelitianyamh berjudul pengaruh metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap penurunan kecemasan bagi siswa SMA dalam menghadapi ujian di SMA 1

Kasihan.Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap tingkat kecemasan (anxiety level) siswa kelas 2 SMA menjelang ujian.

Dengan alasan apapun apabila saya menghendaki maka saya berhak membatalkan surat persetujuan ini. Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada unsur paksaan.

Yogyakarta, 2015

Yang membuat pernyataan Mengetahui,

Peneliti

Aziz akhmad ( ) (20120310104)


(63)

T-MAS

(Taylor Manifest Anxiety Scale)

Data Responden:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Kelas :

Tanggal pengisian : PETUNJUK:

Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban (Ya), bila pertanyaan dibawah ini sesuai dengan perasaan dan keadaan Anda, dan berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban (Tidak). Bila bila pernyataan dibawah tidak sesuai yang Anda rasakan atau keadaan Anda.

Pernyataan ini Anda rasakan sedikitnya 1 bulan dalam 6 bulan terakhir

Ya tidak

1 Saya tidak cepat lelah ( ) ( )

2 Saya terganggu oleh rasa mual dan muntah ( ) ( ) 3 Menurut saya, saya tidak lebih gugup dari pada orang lain ( ) ( ) 4 Saya jarang sekali sakit kepala ( ) ( ) 5 Saya bekerja dalam ketegangan yang sangat besar ( ) ( ) 6 Saya merasa sukar memusatkan perhatian pada suatu pekerjaan ( ) ( ) 7 Ternyata saya sering merisaukan sesuatu ( ) ( ) 8 Tangan saya sering gemetar bila saya mencoba melakukan

sesuatu

( ) ( )

9 Aku tersipu-sipu (wajah saya merah karena malu) tidak lebih dari orang lain


(64)

10 Saya suka mencret-mencret sebulan sekali atau lebih ( ) ( ) 11 Saya sering riasu tentang kemungkinan kecemasan ( ) ( ) 12 Wajah saya tak pernah tersipu (menjadi merah karena malu) ( ) ( ) 13 Saya sering takut tersipu-sipu ( ) ( ) 14 Saya bermimpi buruk beberapa malam sekali ( ) ( ) 15 Tangan dan kaki saya biasanya cukup hangat ( ) ( ) 16 Saya udah berkeringat walaupun udara dingin ( ) ( ) 17 Kadang-kadang bila malu dan tersinggung saya mandi keringat

dan hal ini sangat mengganggu

( ) ( )

18 Saya jarang memperhatikan jantung saya berdebar-debar dan saya jarang sekali sesak nafas

( ) ( )

19 Saya hampir selalu merasa lapar ( ) ( ) 20 Saya jarang sekali terganggu sembelit ( kesukaran buang air

besar)

( ) ( )

21 Saya sering menderita sakit perut ( ) ( ) 22 Kadang-kadang saya begitu tegang sehingga sulit tidur ( ) ( ) 23 Tidur saya sering terganggu dan terjaga ( ) ( ) 24 Saya sering bermimpi tentang hal-hal yang paling baik

kurahasiakan sendiri

( ) ( )

25 Saya mudah sekali menjadi canggung (kikuk) ( ) ( ) 26 Saya lebih perasa daripada kebanyakan orang lain ( ) ( ) 27 Saya merisaukaun soal uang dan pekerjaan ( ) ( ) 28 Saya ingin dapat berbahagia seperti orang lain ( ) ( ) 29 Biasanya saya tenang dan tak mudah menjadi gelisah ( ) ( )

30 Saya mudah menangis ( ) ( )


(1)

Pendahuluan

Kecemasan merupakan sebuah masalah psikologis yang ditunjukkan dengan sikap khawatir terhadap suatu hal yang dipersepsikan kurang baik oleh individu. Kecemasan bisa berupa kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas1.

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya2.

Namun kecemasan yang biasanya bermanfaat untuk bertahan hidup justru menimbulkan hal-hal negatif dalam kehidupan kita.Hal ini tidak jadi masalah bila kecemasan hanya terjadi untuk sementara waktu.Bila kecemasan itu berlangsung cukup lama, kita mulai mencemaskan rasa cemas itu sendiri. Akibatnya, kita takut menghadapi kecemasan di dalam diri kita, sehingga Perbandingan kecemasan antara wanita dan pria adalah 2 banding 1 dan diperkirakan orang yang menderita

kecemasan baik akut maupun kronik mencapai5% dari jumlah penduduk. Dan sekitar 2% - 4% diantara penduduk di suatu daerah pernah mengalami kecemasan3.

Padatnya jadwal pelajaran pada siswa SMA dapat memicu kecemasan. Kacemasan dalam menghadapi ujian dapat dipicu oleh beberapa hal diantaranya kondisi badan, pikiran, dan perasaan yang tidak terkendali. Akibat yang ditimbulkan oleh kecemasan tersebut adalah kesulitan untuk berkonsentrasi, kebingungan dan kewaspadaan yang berlebihan terhadap suatu masalah yang akan dihadapinya yang akan menyebabkan siswa menjadi gugup saat menghadapi ujian tersebut.

Kecemasan yang terjadi pada siswa yang akan menghadapi ujian adalah normal, namun sejauh mana siswa tersebut dapat mengatasi rasa cemasnya, tergantung pada kemampuan siswa tersebut untuk merespon kecemasan yang dialaminya. Seperti misalnya lebih meningkatkan lagi porsi belajarnya dengan ikut bimbingan belajar atau dengan mengadakan belajar kelompok4.

SEFT dikembangkan dari

Emotional Freedom Technique (EFT), oleh Gary Craig (USA), yang saat ini sangat populer di Amerika, Eropa, & Australia sebagai solusi tercepat dan


(2)

termudah untuk mengatasi berbagai masalah fisik, dan emosi, serta untuk meningkatkan performa kerja. Saat ini

EFT telah digunakan oleh lebih dari 100.000 orang di seluruh dunia5.

Metode SEFT merupakan metode baru dan masih dalam proses eksperimental yang berkelanjutan dan dapat diterapkan di berbagai bidang salah satunya di lingkungan sekolah yang dapat diterapkan oleh Guru kepada muridnya yang mengalami gangguan emosi seperti bandel, sukar konsentrasi, malas belajar, cemas berlebihan, dsb6.

Bahan dan Cara

Penelitian ini menggunakan quasi

eksperimental design dengan

menggunakan rancangan two group pretest-post test with control group design.

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Arikunto (2010) yaitu jika jumlah populasi lebih dari 100 orang maka besar sampel dapat diambil sebanyak 10-15%7. Sehingga jumlah dalam penelitian ini adalah : 15/100 X 234 = 35,1 jika dibulatkan menjadi 35 orang sampel terapi dan ditambah 35 sampel kontrol sehingga jika ditotal menjadi 70 orang sampel. Adapun teknik pengambilan sampelnya adalah stratified random sampling pengambilan sampel secara acak sehingga setiap siswa berkesempatan menjadi responden.

Instrumen

penelitian

ini

menggunakan

kuisioner

Taylor

Manifest Anxiety Scale (TMAS).

Instrumen Taylor Manifest Anxiety Scale

ini terdiri dari dari 50 buah pertanyaan

dengan dua alternatif jawaban yaitu “ya” atau “tidak” yang ditulis dalam bentuk

favourable dan unfavourable. Untuk menilai masing-masing item pada skala

TMAS tergantung dari jenis pertanyaannya. Pertanyaan dengan item favourable

diberi skor 1 jika kelompok menjawab

“ya” dan diberi skor 0 jika kelompok

menjawab “tidak” demikian

sebaliknya.Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kecemasannya. Skor yang diperoleh kemudian digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu:

<7 : Kecemasan Rendah 7-21 : Kecemasan Sedang >21 : Kecemasan Tinggi

Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Kasihan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Tempat ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena lokasinya dekat (± 3km), dan mudah di akses oleh peneliti. Disamping itu, SMAN 1 Kasihan memiliki jumlah siswa yang cukup banyak sehingga memudahkan peneliti mendapatkan kelompok penelitian yang


(3)

sesuai kriteria inklusi. Penelitian dilakukan pada siswa kelas 2, karena pada saat penelitian dilakukan siswa kelas 3 sedang mempersiapkan Ujian Nasional dan kelas 1 masih dalam tahap adaptasi di lingkungan sekolah, sehingga peneliti memberikan terapi SEFT pada siswa kelas 2 yang akan melaksanakan Ujian Semester.

Tabel 1. Tingkat Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian

Tingkat kecemasan

F %

Ringan 40 17,1 Sedang 112 47,9 Berat 82 35 Total 234 100

Terdapat 112 siswa(47,9%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang dalam menghadapi ujian dan 82 (35%) siswa yang mengalami kecemasan berat. Dari 82 siswa yang mengalami kecemasan berat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 70 siswa.

Sebanyak 70 sampel yang memenuhi kriteria dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok kontrol dan kelompok terapi

SEFT. Dalam pembagian kedua sampel dilakukan tes homogenitas untuk mengetahui varian dari kedua kelompok sama atau berbeda. Dari perhitungan didapatkan nilai uji homogenitas sebesar

0,108. Maka dapat disimpulkan bahwa data pretestkecemasan dari kedua kelompok mempunyai varian yang sama atau sejenis.

Tabel 2. Jenis Kelamin Kelompok Jenis

kelamin

Kontrol Terapi Total n Persentase

(%)

n Persentase (%)

Perempuan 19 54,3 26 74,3 45

Laki-laki 16 45,7 9 25,7 25 70 Tabel 3. Umur Kelompok

Usia Kontrol Terapi Total

n Persentase (%)

N Persentase (%)

≤16 23 56,7 29 82,9 52

>16 12 34,3 6 17,1 18

total 35 100 35 100 70

Jenis kelamin perempuan pada penelitian ini lebih banyak dibanding laki-laki yaitu sebanyak 19 siswa (54,35%) pada kelompok kontrol dan 26 siswa (74,3%) pada kelompok terapi dan

kelompok dengan kriteria umur ≤16 tahun

lebih banyak dibandingkan dengan umur >16 tahun yaitu sebanyak 23 siswa (56,7%) pada kelompok kontrol dan 29 siswa (82,9%) pada kelompok terapi. Tabel 4. Kecemasan kelompok kontrol dan terapi SEFT


(4)

Perbandingan tingkat kecemasan pretest

dan posttest

Menurun Tetap emeningkat Total Kontrol 21 3 11 35 Terapi 34 1 0 35

Total 70

Penelitian ini didapatkan jumlah sebanyak 55 siswa yang mengalami penurunan tingkat kecemasan dari jumlah total sampel. Pada kelompok ini sebanyak 21 siswa merupakan kelompok kontrol dan 34 siswa merupakan kelompok yang diterapi SEFT. Sementara didapatkan hasil dengan peningkatan kecemasan tetap artau tidak berubah sebanyak 3 orang dari sampel kontrol dan 1 orang dari kelompok terapi SEFT. Pada sampel kontrol didapatkan 11 siswa mengalami tingkat kecemasan yang meningkat pada hasil

posttest dibandingkan hasil pretest. Tabel 5. Hasil Uji Wilcoxon

Sig

pre-post

z

Kontrol 0,64 -1,856 Terapi 0,00 -5,090

Dari tabel 7 didapatkan hasil signifikansi pretest dan posttest kelompok kontrol sebesar 0,64 dengan nilai z -1,856 dan dari kelompok terapi didapatkan signifikansi sebesar 0,00 dengan nilai z -5,090. Sedangkan hasil signifikansi perubahan antara kelompok kontrol dan terapi sebesar 0,00 dengan nilai z -4,705. Tabel 6. Hasil uji mann-whitney

Sig

Pretest 0,00

Posttest 0,00

Hasil signifikansi pretest dan

posttest kelompok kontrol sebesar 0,64 dengan nilai z -1,856 dan dari kelompok terapi didapatkan signifikansi sebesar 0,00 dengan nilai z -5,090. Sedangkan hasil signifikansi perubahan antara kelompok kontrol dan terapi sebesar 0,00 dengan nilai z -4,705

Diskusi

Kelompok penelitian sebagian besar adalah perempuan, lebih banyak dibanding laki-laki yaitu 45 siswa (64,3%). Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan individu. Bahkan jenis kelamin perempuan pada umumnya mempunyai prevalensi paling tinggi dan juga lebih rentan daripada laki-laki.

Terdapat penurunan tingkat kecemasan pada kelompok kontrol sebanyak 21 orang dengan rincian 14 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki, sedangkan pada kelompok yang diberi terapi SEFT dengan hasil penurunan tingkat kecemasan sebanyak 34 dari 35 siswa. Hal ini membuktikan bahwa terapiSEFT dapat mengurangi kecemasan pada siswa dalam menghadapi ujian


(5)

Pada kelompok kontrol yang tidak mengalami perubahan tingkat kecemasan sebanyak 3 siswa hal ini dapat diakibatkan karena siswa tersebut tidak melakukan hal-hal yang dapat menurunkan tingkat kecemasan. Sebanyak 1 siswa dari 35 siswa yang dilakukan terapi SEFT tidak mengalami perubahan tingkat kecemasan

Dari 35 siswa kontrol didapatkan 11 siswa yang mengalami peningkatan kecemasan. Peningkatan kecemasan dapat diakibatkan karena berbagai faktor seperti tekanan yang dapat berasal dari dalam ataupun luar individu siswa yang muncul sehari-hari yang tidak diatasi sehingga terakumulasi dan berlangsung lamasehingga menyebabkan kecemasan yang berlebihan.

Signifikansi hasil pretest dan posttestkelompok kontrol dengan menggunakan uji wilcoxondidapatkan nilai 0,64 yang mendakan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok pretest dan posttest. Sedangkan signifikansi hasil pretest

danposttestkelompok terapi didapatkan nilai 0,00 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi

SEFT.

Perbandingan dengan

menggunakan uji mann-whitneydari kedua kelompok tersebut pada saat pretest didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,00 yang menandakan bahwa dari hasil tersebut terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok kontrol dengan terapi SEFT hal ini dikarenakan nilai rata-rata kecemasan pada kelompok terapi lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata kecemasan pada kelompok kontrol. Sedangkan perbandingan dengan menggunakan uji mann-whitney pada saat

posttest didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,00 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan terapi SEFT. Dengan demikian kelompok terapi SEFT mengalami penurunan kecemasan lebih besar dibandingkan pada kelompok kontrol. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, terdapat pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada Siswa-Siswi SMA dalam menghadapi Ujian.Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) efektif dalam penurunan tingkat kecemasan pada Siswa-Siswi SMA dalam menghadapi Ujian di SMAN 1 Kasihan.


(6)

Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis sehubungan dengan penelitian imi adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Siswa dapat menerapkan terapi ini untuk menurunkan tingkat kecemasan dan menghindari hal-hal yang membuat mereka merasa cemas menjelang ujian.

2. Bagi Guru dan Masyarakat

Perlu ada upaya dari bapak/ ibu guru di SMAN 1 Kasihan serta masyarakat untuk memahami kecemasan serta membantu menurunkan tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa-siswi serta dapat memanfaatkan metode SEFT

untuk menanggulangi kecemasan serta dapat membantu siswa-siswi menjadi lebih tenang dalam menghadapi ujian.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat keefektifitasan metode SEFT,dengan menerapkan pada siswa-siswi kelas 3 SMA yang akan melaksanakan Ujian Nasional.

Daftar Pustaka

1. Armasari, Kurnia. D. (2012).Penerapan Model Konseling Behavioral Dengan Teknik Desinsitasi Untuk

Meminimalisasi Tingkat

Kecemasan Dalam Proses

Pembelajaran.(online)

ejurnal.undiksha.ac.id. di akses 16 maret 2015

2. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., (2010).

Sinopsis Psikiatri Ilmu

Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binaputra Aksara 3. Hawari, Dadang. (2011).

Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI.

4. Agustiar, Wisnawati., Asmi, Yuli.. (2010). Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional, Motivasi Belajar

Pada Siswa Kelas XII SMAN “X”

Jakarta Sealatan. (online). Ejurnal.esaunggul.aci.id. di akses 16 maret 2015.

5. Nufirwan (2010).Siapa Bilang Saya Tidak Bisa Kaya Dan Sukses. Jakarta: Alex Media Komputindo. 6. Zainuddin, Ahmad. F., (2009)

SEFT Spiritual Emotiolan Freedom Technique.Jakarta: Afzan Publishing.

7. Arikunto, Syharni. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.