Pengembangan Materi Ajar Campur dan Alih Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik Berbasis Komunikasi Promosi

(1)

LAPORAN

PENGEMBANG DALAM PEMB

Pr

Prof

Pr

DIB SESUAI DENGAN SU

HIBAH KOMP

FAKULTAS UNIVERSIT

RAN PENELITIAN HIBAH KOMPETENSI TAHUN KEDUA

ANGAN MATERI AJAR CAMPUR DAN ALIH K MBELAJARAN SOSIOLINGUISTIK BERBAS

KOMUNIKASI PROMOSI

Oleh:

Prof. Dr. Abdul Ngalim (Ketua) NIP: 19461211198031001 NIDN: 0011124601

Prof. Dr. Harun Joko Prayitno (Anggota 1) NIP: 196504281993031001

NIDN: 0028046501

Prof. Dr. Markhamah (Anggota2) NIP:131683025

NIDN:0014045801

DIBIAYAI OLEH DP2M DITJEN DIKTI

N SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIA MPETENSI NOMOR:440.1/A.3-III/LPPM/VIII/2013

AS KEGURUAN DAN ILMUPENDIDIKAN RSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

H KODE ASIS


(2)

(3)

Ringkasan Penelitian

Hibah Kompetensi Tahun Kedua (2013)

PENGEMBANGAN MATERI AJAR CAMPUR DAN ALIH KODE DALAM PEMBELAJARAN SOSIOLINGUISTIK BERBASIS

KOMUNIKASI PROMOSI Oleh:

Abdul Ngalim, Harun Joko Prayitno, dan Markhamah

Menindaklanjuti hasil penelitian tahun pertama, yang berjudul, ”Pengembangan Materi Ajar Campur dan Alih Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik Berbasis Komunikasi Promosi” berupa pemahaman konsep campur dan alih kode oleh dosen pengampu mata kuliah sosiolinguistik dan mahasiswa PBSID FKIP/BSI FS/SB. Berdasarkan temuan hasil penelitian tahun pertama, konsep campur dan alih kode secara eksplanatif masih perlu dikembangkan. Di antaranya Sesuai dengan rencana dan proses penyajian pelaporan, ada dua hal yang perlu disajikan. Pertama, pemahaman dosen tentang campur kode. Kedua, pemahaman dosen tentang alih kode. Ketiga, pemahaman mahasiswa tentang campur kode. Keempat, pemahaman mahasiswa tentang alih kode. Karena mahasiswa kebanyakan mengacu pada konsep teoritik yang juga diacu para dosen sosiolinguistik, maka penulis cukup mengacu hasil pemahaman campur dan alih kode yang dilakukan oleh dosen, kecuali contoh yang dipilih mahasiswa cukup variatif yang tidak disebutkan dalam pemahaman campur dan alih kode oleh dosen, dan layak disajikan Kelima, wujud pengembangan dari sisi teoritik, maupun praktis yang berbasis pada penggunaan bahasa dalam komunikasi promosi.

Faktor yang memacu untuk pengembangan materi ajar tersebut cukup variatif. Ada beberapa varian yang perlu diketahui dalam laporan ini. Pertama, campur kode dan alih kode merupakan dua submateri ajar dalam pembelajaran sosiolinguistik, yang secara teoritik maupun praktis basis penggunaannya belum tampak dibahas dalam kajian yang terpadu dengan komunikasi promosi. Kedua, khusus materi ajar campur kode merupakan salah satu fenomena kebahasaan yang dinyatakan sebagai bagian dari interferensi. Hal ini sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Sumarsono (2010:202), bahwa campur kode (code mixing) serupa dengan apa yang dahulu disebut interferensi dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Sementara itu, interferensi merupakan salah satu fenomena kebahasaan yang disebut sebagai penyimpangan. Crystal (1994:189) menyatakan dalam bahasa aslinya, bahasa Inggris, Interference: The introduction of errors into one language as a result of contact with another language, also called negative transfer. ‘Interferensi merupakan proses pengantar kesalahan ke dalam suatu bahasa sebagai hasil kontak dengan bahasa lain, juga disebut transfer negatif. Ketiga, campur kode dan alih kode tidak hanya berkembang pada komunikasi informal saja, tetapi juga merambah ke komunikasi formal. Bahkan termasuk dalam proses pembelajaran. Terutama pada pembelajaran bahasa daerah dan bahasa asing yang masih memerlukan pengantar bahasa Indonesia.Hal ini ju-ga sesuai denju-gan pandanju-gan Crystal (1994:189), It typically occurs while people are learning a


(4)

foreign language or living in a multilingual situation.‘Tipe interferensi diantaranya terjadi pada saat pembelajaran bahasa asing atau berada dalam situasi multilingual.

Dengan demikian, sulit untuk dinyatakan bahwa pembelajaran bahasa daerah maupun bahasa asing (bahasa Inggris dan bahasa Arab misalnya) dengan pengantar bahasa Indonesia terjadi pengacauan atau kesalahan. Campur dan alih kode pasti terjadi dalam proses pembelajaran bahasa asing dan bahasa daerah dengan pengantar bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu diformulasikan bahwa campur dan alih kode dalam forum pembelajaran semacam itu bukan merupakan pengacauan atau kesalahan. Apalagi dalam komunikasi promosi yang sangat variatif dan sifat informal tampaknya yang dianggap efektif.

Berdasarkan temuan hasil penelitian tahun pertama, konsep campur dan alih kode secara eksplanatif masih perlu dikembangkan. Sesuai dengan rencana dan proses penyajian pelaporan penelitian Hibah Kompetensi Tahun Kedua, ada dua hal yang perlu disajikan. Pertama, pemahaman tentang campur kode. Kedua, pemahaman dosen tentang alih kode. Ketiga, wujud pengembangan dari sisi teoritik, maupun praktis yang berbasis pada penggunaan bahasa dalam komunikasi promosi. Dalam hal ini, yang menjadi fokus kajian adalah berbasis pada bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan (advertising and sales promotion communication mix).

Keterkaitannya dengan campur kode, Ngalim (2012:107) menyampaikan contoh fakta pemakaian bahasa dalam situasi pembelajaran, yang perlu menyebut alat komunikasi seluler dan program perangkat lunak (software) komponen computer.

“Campur kode yang bersifat interferensif sudah lama merambah dalam situasi resmi pembelajaran. Dengan kata lain, jika campur kode itu masih merupakan kesalahan dan penyimpangan, maka para dosen atau guru bahasa daerah dan bahasa asing, termasuk dosen dan guru bahasa Indonesia yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia banyak mengalami kesulitan. Terkait dengan perkembangan teknologi, pada saat dosen dan mahasiswa membicarakan telepon genggam atau hand phone. (HP), yang dominan disebut adalah HP (hand phone). Ketika menyebut pelayanan pesan singkat atau short message service (sms), maka yang dominan adalah menyebut sms. Begitu juga penyebutan tidak disuarakan atau diselent, yang dominan adalah diselent. Termasuk dalam hal ini adalah contoh pembicaraan tentang komputer khususnya, dosen maupun mahasiswa lebih dominan menyebut open, diclose disave, page number, didelete, mapun diprint daripada dibuka, ditutup, disimpan, nomor halaman, dihapus maupun dicetak.”

Dengan demikian, sulit untuk dinyatakan bahwa pembelajaran bahasa daerah maupun bahasa asing (bahasa Inggris dan bahasa Arab misalnya) dengan pengantar bahasa Indonesia terjadi pengacauan, kesalahan, maupun transfer negatif. Campur dan alih kode pasti terjadi dalam proses pembelajaran bahasa asing dan bahasa daerah dengan pengantar bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu diformulasikan bahwa campur dan alih kode dalam forum pembelajaran semacam itu bukan merupakan pengacauan atau kesalahan. Apalagi dalam bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang sangat variatif.

Pada tahun kedua ini, ada dua masalah yang perlu dibahas dalam penelitian ini.

1. Bagaimanakah desain pengembangan materi ajar campur kode dalam pembelajaran sosiolinguistik berbasis komunikasi promosi?

2. Bagaimanakah desain pengembangan materi ajar alih kode dalam pembelajaran sosiolinguistik berbasis komunikasi promosi?


(5)

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, ada dua tujuan penelitian yang telah dicapai. 1. Menghasilkan desain pengembangan materi ajar campur kode dalam pembelajaran

sosiolinguistik berbasis komunikasi promosi.

2. Menghasilkan desain pengembangan materi ajar alih kode dalam pembelajaran sosioli-nguistik berbasis komunikasi promosi.

Jenis penelitian ini kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik focus group discussion (FGD) dan dokumentasi, serta simak catat. Teknik analisis data dengan langkah reduksi, sajian data, verivikasi dan interpretasi (Sukmadinata, 2011:115). Dalam hal ini, peneliti menganalisis data secara interpretatif terhadap pemahaman campur kode, serta upaya pengembangannya. Sudah barang tentu, jika mungkin trianggulasi dilakukan dengan antar peneliti, maupun FGD. Begitu juga, perlunya analisis dengan memperhatikan aspek bahasa (intralingual) maupun yang ada di luar bahasa (ekstralingual).

Produk yang dihasilkan pada tahun pertama, adalah proseding makalah seminar di University Islam Yala Thailand. Pada tahun kedua ini, artikel jurnal nasional. Direncanakan tahun ketiga nanti, berupa artikel jurnal internasional.

Ada beberapa hal yang perlu disajikan sebagai bagian dari temuan penelitian ini.

1. Pemahaman tentang teori campur kode didasarkan pada sumber acuan inti ada tiga. a. Campur kode sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten. b. Campur kode adalah percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam satu klausa yang sama. Unsur bahasa yang terlibat dalam campur kode (co occurance) itu terbatas pada tingkat klausa. c. Faktor penyebab terjadinya campur kode adanya saling ketergantungan bahasa (language depency) dalam masyarakat multilingual. Ada dua penyebab terjadinya campur kode. 1) Unsur yang berasal dari bahasa asli dengan segala variasinya yang disebut campur kode ke dalam (inner code mixing). 2) Unsur yang disisipkan dari luar disebut campur kode ke luar (outer code mixing).

2. Wujud pengembangan secara teoritik, campur kode adalah percampuran atau perbauran dua bahasa atau lebih, dua ragam bahasa atau lebih, dua dialek atau lebih, dua tingkat tutur atau lebih, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab dimaksudkan: bilingual atau multilingual, penguasaan dua ragam bahasa atau lebih, penguasaan dua dialek atau lebih, penguasaan dua tingkat tutur atau lebih, pembelajaran bahasa asing dengan pengantar bahasa Indonesia, perkembangan teknologi baru yang berbasis bahasa internasional seperti bahasa Inggris. Dalam pembelajaran bahasa asing dengan pengantar bahasa Indonesia, maupun produk teknologi baru yang menggunakan bahasa asing (Inggris dan Arab misalnya), perisiwa campur kode yang sulit dihindari rupanya bukan lagi sebagai pengacauan, kesalahan atau transfer negatif, tetapi sebagai suatu kewajaran.

3. Wujud perkembangan komunikasi promosi, dari bauran promosi (promotional mix) dengan empat metode: iklan (advertising ) jual wiraniaga (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), publisitas (publicity) menjadi bauran komunikasi pemasaran (the marketing promotional mix) dengan ditambah metode pemasaran langsung (direct marketing) dan hubungan masyarakat (public relation).

4. Wujud campur kode yang dapat disajikan baru pada campur kode antar bahasa (CKAB) baik secara internal maupun eksternal, serta campur kode antar ragam bahasa (CKAR). basis


(6)

an komunikasi promosi, bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang tampak dominan. Hasil dari bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan tampak yang dominan memberi kontribusi terhadap upaya peningkatan daya jual produk barang maupun jasa.

5.Pemahaman teori alih kode didasarkkan pada beberapa sumber acuan ada dua konsep. a. Alih kode merupakan peristiwa peralihan kode yang satu ke kode yang lain. b. Alih kode juga merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa (language dependency) di dalam masyarakat multilingual. alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat terjadi antar ragam atau gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Alih kode ditandai oleh dua hal. a. Masing-masing bahasa masih mendukung fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya. b. Fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan. Tanda demikian disebut unit-unit kontekstual (contexctual units). Penyebab terjadinya alih kode: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal, (5) perubahan topik pembicaraan. Berdasarkan acuan tersebut disimpulkan, bahwa alih kode merupakan peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain karena perubahan situasi yang mungkin terjadi antarbahasa, antarvarian (baik regional maupun sosial) antar register, antarragam ataupun antargaya.

6. Wujud pengembangan secara teoritik, alih kode layak dikembangkan dengan peralihan atau perpindahan dari bahasa yang satu yang lain, dari dialek yang satu ke dialek yang lain, dari ragam bahasa yang satu ke ragam bahasa yang lain, dan dari tingkat tutur yang satu ke tingkat tutur yang lain karena adanya faktor tertentu. Faktor penyebab terjadinya campur kode di antaranya: penguasaan lebih dari satu bahasa, perkembangan terknologi, penguasaan lebih dari satu dialek, penguasaan beberapa ragam bahasa, serta penguasaan atau pembelajaran bahasa Jawa yang memiliki komponen tingkat tutur, dan pembelajaran bahasa daerah serta bahasa asing yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Di samping itu, produk teknologi baru yang menggunakan bahasa asing (Inggris dan Arab misalnya), perisiwa alih kode sulit dihindari. Oleh sebab itu, layaknya bukan lagi sebagai pengacauan, kesalahan atau transfer negatif, tetapi sebagai suatu kewajaran.

7. Wujud alih kode yang dapat disajikan juga baru pada alih kode antar bahasa (AKAB) baik secara internal maupun eksternal, serta alih kode antar ragam bahasa (CKAR). basis bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan. Hal ini sesuai dengan fenomena perkembangan komunikasi promosi, bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang tampak dominan. Hasil dari peristiwa kebahasaan alih kode dalam bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan tampak pada stimulasi dari pengusaha sebagai penyaji bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang dominan memberi kontribusi daya tarik terhadap upaya peningkatan daya jual produk barang maupun jasa. Jika calon (konsumen, nasabah, dan kastemer) merespons secara positif terjadilah interaksi dan komunikasi antara pengusahan dengan calon (pelanggan) melalui campur dan alih kode dalam bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan..


(7)

SUMMARY

A DEVELOPMENT OF CODE MIXING AND SWITCHING INSTRUCTIONAL MATERIALS IN PROMOTION COMMUNICATION-BASED

SOCIOLINGUISTICS LEARNING

Abdul Ngalim, Harun Joko Prayitno, and Markhamah

In reference to the result of the study in the first year entitled “A Development of Code Mixing and Switching Instructional Materials in Promotion Communication-Based Sociolingu-istics Learning,” it is associated with understanding a concept of code switching by the lecturers of Sociolinguistics course and the students of Regional and Indonesian Literature and language (PBSID), School of Teacher and Training Education (FKIP), Muhammadiyah University of Surakarta (UMS). Based on the results of the study in the first year, a concept of code mixing and code switching need to be developed. In relation to a report plan and process, there are two points to be described: understanding a code mixing and code switching by the lecturers, and understanding a code mixing and code switching by the students. Since many students and sociolinguistics lecturers refer to a theoretical concept, the writers only refer to understanding a code mixing and code mixing by the lecturers; but the students’ examples that are regarded as variation are not explained in a code mixing and code switching by the lecturers and reasonably described. A form of theoretical and practical development is based on the use of language in promotion communication.

A significant factor in developing instructional materials is enough variation. There are some variations that need to be described in the study. First, a code mixing and code switching are two sub-instructional materials of sociolinguistics that have not theoretically and practically discussed in the study integrated to promotion communication. Second, the instructional materials of a mixing and switching in particular is one of the language phenomena stated as part of interference. It is relevant by Sumasrsono’s concept (2010:202), stating that a code mixing is previously similar to the interference from one language to another one. The term interference is one of the language phenomena called deviation. Crystal (1994:189) stated that Interference: The introduction of errors into one language as a result of contact with another language, also called negative transfer. Third, a code mixing and code switching not only develop in informal communication but also in formal communication and even in learning process, local and foreign learning explained in Indonesian in particular. Crystal (1994:189) stated that It typically occurs while people are learning a foreign language or living in a multilingual situation.

It is difficult to state, therefore, that both local and foreign language learning (for example, English and Arabic) explained in Indonesian happen an error. A code mixing and code switching must happen at both local and foreign language learning explained in Indonesian. For this, it is essential to formulate that a code mixing and code switching in learning process is not an error. Furthermore, it will be regarded as effective in promotion communication in variation and informal.


(8)

In reference to the findings of the study in the first year, a concept of code mixing and code switching needs developing. In relation to the plan and report of the Competence Grand study in the second year, there are these points: first, understanding a code mixing by the lecturers and second, understanding a code switching by the lecturers, and third, a form of theoretical and practical development based on the use of language in promotion communication, in this case, based on advertising and sales promotion communication mix. In relation to the code mixing, Ngalim (2012:107) states an evidence of language use in learning activity, called a medium of cell communication and software.

An interference code mixing has happened at learning process. In other words, if a code mixing is an error and deviation, the local and foreign lecturers or teachers and Indonesian lecturers using Indonesian experience any problem. Related to technological development, when the lecturers and students talk about hand phone, they dominantly call it HP; when they talk about short message service, they dominantly term it as SMS; when they speak not to be sounded, they dominantly call it diselent. Also, if talking about computer in particular, the lecturers and students more dominantly call it open, diclose, disave, page number, didelete, and

diprint rather than dibuka, ditutup, disimpan, nomor halaman, dihapus and dicetak.”

Therefore, it is hard to state that the local and foreign language learning (for example, English and Arabic) with Indonesian is an error and negative transfer. A code mixing and code switching happen at a local and foreign language with Indonesian. It is essential to state formulate, thus, that a code mixing and code switching in learning activity is nor an error. Furthermore, advertising and sales promotion communication mixes are regarded as effective.

In the second year, the problem statements can be described as follows:

1. What is the development design of a code mixing instructional materials of sociolinguistics course based on promotion communication?

2. What is the development design of a code switching instructional materials of sociolinguistics course based on promotion communication?

The aims of the study are as follows:

1. Describing the development design of a code mixing instructional materials of sociolinguistics course based on promotion communication.

2. Describing the development design of a code switching instructional materials of sociolinguistics course based on promotion communication.

The study used a qualitative. The technique of data collection employed a focus group discussion (FGD), documentation, and analysis content. The data analysis technique sued an interactive model, including data reduction, display data, verification and interpretation (Sukmadinata, 2011:115). The researchers analyzed a code mixing and its development interpretatively. The triangulation technique was employed among the researchers and FGD. Similarly, it is necessary to analyze linguistic and extra-linguistic aspects.

The product of the study in the first year is the Proceeding of seminar papers in University Islam Yala Thailand; in the second year is an article in national journal; and the third year will be planned an article in international journal.

The following are the discussions of the study results.

1. Understanding a code mixing and code switching based on the main references. a) A code mixing as a use of two or more languages by introducing elements of one language to


(9)

ano-ther one consistently. b) A code mixing is a mix or combination among different variations in the same clause. The elements of a language in a code mixing (co-occurrence) are limited to a clause unit. c) A factor in a code mixing is mutually language dependence in a multilingual community. The causes of a code mixing are described as follows: 1) the element deriving from an original language with its variations is called an inner code mixing and 2) the element inserted outside called an outer code mixing.

2. As a form of theoretic development, a code mixing is a mix of two or more languages, two or more language versions, two or more speeches, caused by various factors. The factors include skills in bilingual and multilingual, two or more language versions, two or more dialects, two or more speeches, foreign language learning with Indonesian, and new technological development based on international language (for example, English). In a foreign language learning with Indonesia and new technology using a foreign language (for example, English and Arabic), a code mixing is hard to avoid and it is no longer an error or negative transfer but it is said to be common.

3. A form of promotion communication development is from promotional mix with four methods: advertising, sales girl or sales man, sales promotion and publicity into marketing promotional mix and direct marketing and public relation.

4. A form of a code mixing can be explained in the code mixing among languages internal and externally, and code mixing among language versions, based on advertising communication mix and sales promotion. It is consistent to the development of promotion communication, advertising communication mix and dominant sales promotion. The results of dominant advertising communication mix and sales promotion give a contribution to expand sales of products: goods and services.

5. Understanding a theory of code switching based on some references consists of two concepts: a) a code switching is a switch from one code to another one and 2) a code switching is also one of the aspects of mutual language dependency in a multilingual community. A code switching not only occurs among languages but also among language versions or styles in one language. The code switching is characterized with two points: a) by each language facilitates its own function in context and b) each function of language is adapted to relevant situation. It is termed as contextual units. The code switching is caused by: 1) speaker, 2) listeners, 3) change in situation with the presence of the third, 4) formal-to-informal change, and 5) change in topic. Based on the reference, it could be concluded that a code mixing is a shift from one code to another code because situation changes among languages, variants (both regional and social), registers, versions or styles

6. As a form of theoretic development, a code switching is reasonably developed with a shift from one language to another language, from one dialect to another dialect, from one language version to another, and from one speech to another because a given factor. The factors in a code switching may be caused by a skill in one or more languages, technological development, skills in one more dialects, language versions and Java learning having a competency in speech and local and foreign language learning with Indonesian. Likewise, a new technology using foreign language (for example, English and Arabic) is hard to avoid a code switching. Therefore, the code switching is not longer an error or negative transfer but it is common.


(10)

7. A form of a code switching is new in the code switching among languages internally and externally and among language versions, based on advertising and sales promotion communication mix. It is consistent to the phenomena of promotion communication development, dominant advertising communication mix and sales promotion. The results of a code switching language event in advertising communication mix and sales promotion seem at the simulation of the entrepreneurs as a user of dominant advertising communication mix and sales promotion give a contribution to expand the products of goods and services. If customers respond positively, interaction and communication between entrepreneurs and customers through a code switching in advertising and sales promotion communication will happen.


(11)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA

Hasil penelitian Hibah Kompetensi pada tahun pertama berupa proseding makalah yang diseminarkan di University Islam Yala Thailand. Pada tahun kedua ini direalisasi desain pengembangan materi ajar campur dan alih kode dalam pembelajaran sosiolinguistik berbasis komunikasi promosi. Sebagian dituangkan dalam artikel yang sedang dikirim ke penerbit jurnal nasional, dengan judul, “Pengembangan Materi Ajar Campur Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik Berbasis Bauran Komunikasi Iklan dan Promosi Penjualan”. Insya Allah pada tahun ketiga (2014) direalisasi hasil implementasi desain pengembangan materi ajar campur dan alih kode dalam pembelajaran sosiolinguistik berbasis komunikasi promosi. Bagian dari hasil peneltian tahun ketiga nanti dituangkan dalam artikel yang dimuat dalam jurnal ilmiah internasional.

Secara singkat pemahaman tentang teori campur kode didasarkan pada sumber acuan inti ada tiga. a. Mengacu konsep (Kachru, 1978:28; Suwito, 1983:89; Santoso, 1996:25; Markhamah, 2000:229; Wijana dan Rohmadi 2010:171-178; Rochman, 2011:58), campur kode sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman campur kode ada tiga. Pertama, campur kode sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten. Kedua, apabila dalam suatu tuturan terjadi percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam satu klausa yang sama, peristiwa itu disebut campur kode. Ketiga, campur kode adalah percampuran dua bahasa atau lebih, dua ragam bahasa atau lebih, dua dialek atau lebih tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran itu. Konsep terakhir tersebut belum dilengkapi dengan contoh. Oleh sebab itu, dapatlah dikembangkan, bahwa campur kode adalah percampuran dua bahasa atau lebih, dua ragam bahasa atau lebih, dua dialek atau lebih, dari tingkat tutur yang satu ke tingkat tutur yang lain, dengan berbagai faktor penyebab. Faktor penyebab dimaksudkan antara lain, penguasaan dua bahasa atau lebih, penguasaan dua dialek atau lebih, penguasan dua ragam bahasa atau lebih, penguasaan dua tingkat tutur atau lebih, faktor pembelajaran bahasa daerah, bahasa asing dengan pengantar bahasa Indonesia, atau pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan pengantar bahasa Inggris misalnya, serta faktor perkembangan teknologi.

Mengacu konsep Suwito (1983:80) alih kode merupakan peristiwa peralihan kode yang satu ke kode yang lain. Alih kode juga merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa (language dependency) di dalam masyarakat multilingual. Hymes (1975:103) dalam Chaer dan Agustina (1995: 142), alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat terjadi antar ragam atau gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Alih kode ditandai oleh dua hal. a. Masing-masing bahasa masih mendukung fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya. b. Fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan. Mengacu konsep Kachru (1965), tanda demikian disebut unit-unit kontekstual (contexctual units). Penyebab terjadinya alih kode, menurut Fishman (1976:28) dalam Chaer dan Agustina (1995: 143): (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal, (5) perubahan topik pembicaraan.


(12)

Berdasarkan acuan tersebut disimpulkan, bahwa alih kode merupakan peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain karena perubahan situasi yang mungkin terjadi antarbahasa, antarvarian (baik regional maupun sosial) antar register, antarragam ataupun antargaya. Markhamah (2000:237) alih kode adalah proses berpindahnya seseorang dari satu kode ke kode lain, atau dari satu bahasa ke bahasa lain.

Seperti disebutkan di muka, bahwa konsep alih kode yang dipahami oleh dosen dan mahasiswa pada umumnya berupa perpindahan dari kode yang satu ke kode yang lain, atau dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dengan demikian, baru sebatas perpindahan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Sementara itu, beberapa konsep yang juga belum diperjelas dalam satu rangkaian definisi alih kode perlu disajikan sebagai bagian dari acuan untuk pengembangan konsep alih kode.

Analogi pada wujud pengembangan konsep alih kode, juga didasarkan pada konsep kode menurut Wardhaugh (2002:87), kode dapat berupa bahasa (language), dialek (dialect), ragam bahasa (style). Di samping itu, juga dilengkapi dengan tingkat tutur (speech level). Mengenai tingkat tutur, sesuai dengan pandangan Rahardi (2000:21) juga sebagai salah satu kode. Dengan demikian, alih kode layak dikembangkan dengan peralihan atau perpindahan dari bahasa yang satu yang lain, dari dialek yang satu ke dialek yang lain, dari ragam bahasa yang satu ke ragam bahasa yang lain, dan dari tingkat tutur yang satu ke tingkat tutur yang lain karena adanya faktor tertentu. Faktor penyebab terjadinya campur kode di antaranya: penguasaan lebih dari satu bahasa, perkembangan terknologi, penguasaan lebih dari satu dialek, penguasaan beberapa ragam bahasa, serta penguasaan atau pembelajaran bahasa Jawa yang memiliki komponen tingkat tutur.

Pemahaman tentang teori campur kode didasarkan pada sumber acuan inti ada tiga. a. Campur kode sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten. b. Campur kode adalah percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam satu klausa yang sama. Unsur bahasa yang terlibat dalam campur kode (co occurance) itu terbatas pada tingkat klausa. c. Faktor penyebab terjadinya campur kode adanya saling ketergantungan bahasa (language depency) dalam masyarakat multilingual. Ada dua penyebab terjadinya campur kode. 1) Unsur yang berasal dari bahasa asli dengan segala variasinya yang disebut campur kode ke dalam (inner code mixing). 2) Unsur yang disisipkan dari luar disebut campur kode ke luar (outer code mixing).

Wujud pengembangan secara teoritik, campur kode adalah percampuran atau perbauran dua bahasa atau lebih, dua ragam bahasa atau lebih, dua dialek atau lebih, dua tingkat tutur atau lebih, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab dimaksudkan: bilingual atau multilingual, penguasaan dua ragam bahasa atau lebih, penguasaan dua dialek atau lebih, penguasaan dua tingkat tutur atau lebih, pembelajaran bahasa asing dengan pengantar bahasa Indonesia, perkembangan teknologi baru yang berbasis bahasa internasional seperti bahasa Inggris. Dalam pembelajaran bahasa asing dengan pengantar bahasa Indonesia, maupun produk teknologi baru yang menggunakan bahasa asing (Inggris dan Arab misalnya), perisiwa campur kode yang sulit dihindari rupanya bukan lagi sebagai pengacauan, kesalahan atau transfer negatif, tetapi sebagai suatu kewajaran.

Wujud perkembangan komunikasi promosi, dari bauran promosi (promotional mix) dengan empat metode: iklan (advertising ) jual wiraniaga (personal selling), promosi penjualan


(13)

(sales promotion), publisitas (publicity) menjadi bauran komunikasi pemasaran (the marketing promotional mix) dengan ditambah metode pemasaran langsung (direct marketing) dan hubungan masyarakat (public relation).

Peristiwa campur kode yang dapat disajikan baru pada campur kode antar bahasa (CKAB) baik secara internal maupun eksternal, serta campur kode antar ragam bahasa (CKAR). basis bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan. Hal ini sesuai dengan fenomena perkembangan komunikasi promosi, bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang tampak dominan. Hasil dari bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan tampak yang dominan memberi kontribusi terhadap upaya peningkatan daya jual produk barang maupun jasa.

Pemahaman teori alih kode didasarkkan pada beberapa sumber acuan ada dua konsep. a. Alih kode merupakan peristiwa peralihan kode yang satu ke kode yang lain. b. Alih kode juga merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa (language dependency) di dalam masyarakat multilingual. alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat terjadi antar ragam atau gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Alih kode ditandai oleh dua hal. a. Masing-masing bahasa masih mendukung fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya. b. Fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan. Tanda demikian disebut unit-unit kontekstual (contexctual unit-units). Penyebab terjadinya alih kode: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal, (5) perubahan topik pembicaraan. Berdasarkan acuan tersebut disimpulkan, bahwa alih kode merupakan peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain karena perubahan situasi yang mungkin terjadi antarbahasa, antarvarian (baik regional maupun sosial) antar register, antarragam ataupun antargaya.

Pengembangan secara teoritik, alih kode layak dikembangkan dengan peralihan atau perpindahan dari bahasa yang satu yang lain, dari dialek yang satu ke dialek yang lain, dari ragam bahasa yang satu ke ragam bahasa yang lain, dan dari tingkat tutur yang satu ke tingkat tutur yang lain karena adanya faktor tertentu. Faktor penyebab terjadinya campur kode di antaranya: penguasaan lebih dari satu bahasa, perkembangan terknologi, penguasaan lebih dari satu dialek, penguasaan beberapa ragam bahasa, serta penguasaan atau pembelajaran bahasa Jawa yang memiliki komponen tingkat tutur, dan pembelajaran bahasa daerah serta bahasa asing yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Di samping itu, produk teknologi baru yang menggunakan bahasa asing (Inggris dan Arab misalnya), perisiwa alih kode sulit dihindari. Oleh sebab itu, layaknya bukan lagi sebagai pengacauan, kesalahan atau transfer negatif, tetapi sebagai suatu kewajaran.

Peristiwa alih kode yang dapat disajikan juga baru pada alih kode antar bahasa (AKAB) baik secara internal maupun eksternal, serta alih kode antar ragam bahasa (CKAR). basis bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan. Hal ini sesuai dengan fenomena perkembangan komunikasi promosi, bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang tampak dominan. Hasil dari peristiwa kebahasaan alih kode dalam bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan tampak pada stimulasi dari pengusaha sebagai penyaji bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang dominan memberi kontribusi daya tarik terhadap upaya peningkatan daya jual produk barang maupun jasa. Jika calon (konsumen, nasabah, dan kastemer) merespons secara positif terjadilah interaksi dan komunikasi antara pengusahan dengan calon (pelanggan) melalui campur dan alih kode dalam bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan.


(14)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt Pencipta dan Pengatur alam semesta. Dengan rahmat dan berkah dari Allah swt, penelitian Hibah Kompetensi Tahun Kedua (2013) serta penyusunan buku laporan ini selesai. Judul penelitian ini, “Pengembangan Materi Ajar Campur dan Alih Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik Berbasis Komunikasi Promosi” Tim peneliti berkeyakinan bahwa tanpa anugerah kesehatan, kekuatan dan kemampuan dari Allah swt, diiringi perantara bantuan dari berbagai pihak berikut tidak akan dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tim peniliti, di samping menyampaikan puji syukur kepada Allah swt, juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak berikut, yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan buku laporan penelitian ini.

1. Direktur Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masysrakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah berkenan mendukung biaya proyek penelitian Hibah Kompetensi ini.

2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penelti untuk melakukan kegiatan penelitian Hibah Kompetensi ini..

3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta beserta staf, yang telah berkenan memproses usulan penelitian Hibah Kompetensi ini sampai berhasil, dan membantu kelancaran dalam pelaksanannya hingga selesai.

4. Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Ketua Program Studi Magister Pengkajian Bahasa yang sejak awal memberikan dukungan proses pengusulan sampai dengan pelaporan penelitian ini.

5. Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ketua Jurusan Bahasa Indonesia, yang telah berkenan mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian, beserta dosen yang telah berkenan menjadi bagian dari Focus Group Discussion (FGD) Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) di Surakarta.

6. Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ketua Jurusan Bahasa Indonesia, yang telah berkenan menijinkan peneliti untuk melakukan penelitian, beserta para dosen yang telah berkenan menjadi bagian dari Focus Group Discussion (FGD) Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) di Purwokerto.

7. Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Ilmu Pendidikan, Ketua Jurusan Bahasa Indonesia, yang telah berkenan mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian, beserta para dosen yang telah berkenan menjadi bagian dari Focus Group Discussion (FGD) Universitas Muhammadiyah (UMP) di Purwokerto.

8. Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ketua Jurusan Bahasa Indonesia, yang telah berkenan mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian, beserta para dosen yang telah berkenan menjadi bagian dari Focus Group Discussion (FGD) Universitas Pekalongan (UNKAL) di Pekalongan.

9. Pimpinan Fakultas Kkeguruan dan Ilmu Pendidikan, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, yang telah berkenan mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian, beserta para dosen yang telah berkenan menjadi bagian dari Focus Group Discussion (FGD) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Surakarta.

Teriring doa, semoga menjadi amal saleh Bapak/ Ibu/ Saudara yang telah disebutkan di mu-ka. Jazakumullahi khairan katsira. Dalam proses penelitian dan penulisn buku laporan ini, tim


(15)

peneliti telah berupaya semaksimal mungkin demi hasil yang optimal. Namun, peneliti menyadari, bahwa hasil penlitian dan penulisan buku laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, tegur sapa, kritik, serta saran-saran yang konstruktif akan peneliti terima dengan senang hati demi perbaisan untuk penulisan buku berikutnya. Akhirnya, penulis berharap buku ini ada manfaatnya bagi upaya pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, bidang pendidikan dan humaniora khususnya.

Surakarta, 10 Desember 2013 Tim Penulis,


(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………... i

RINGKASAN………. ii

SUMMARY………. vi

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA………. x

PRAKATA……… viii

DAFTAR ISI ………... xv

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Penelitian ………... 1

B. RumusanMasalah……… 7

C. Roadmap Kegian dan Alur Penelitian………. 8

BAB II TINJAUANPUSTAKA……… 9

A. Penelitian tentang Komunikasi………... 9

B. Penelitian Campurdan Alih Kode………. 12

C. Penelitian tentang Sosiolinguistik ……….. 15

D. Penelitian tentang Interferensi ……….. 21

E. Penelitian tentang Promosi ……… 22

F. Penelitian tentang Pembelajaran Bahasa ………. 23

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN………. 28

A. Tujuan Penelitian ……….. 28

B. Manfaat Penelitian………. 28

BAB IV METODE PENELITIAN……… 30

A. Desain dan Strategi Penelitian ………. 30

B. Lokasi Penelitian………... 31

C. Sumber Data ………. 31

D. Metode Penelitian MenurutTahun Pelaksanaan………... 32

E. Metode Penelitian Menurut Tahun Ketiga……….. 34

F. Alir Metode Penelitian………... 34

BAB V HASIL YANG DICAPAI………... 36

A. Pemahaman dan Pengembangan Campur Kode ………. 36

B. Konsep Bauran komunikkasi Promosi, serta Perkembangannya……... 40

C. Wujud Campur Kode dalam Bauran Komunikasi Iklan dan Promosi Penjualan……….. 45

D. Pemahaman Alih Kode ………... 55

E. Pengembangan Konsep Alih Kode ……… 65

F. Wujud Alih Kode dalam Bauran Komunikasi Iklan dan Promosi Pen-julan………..67

BAB VI RENCANA TAHAPANBERIKUTNYA………... 73

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN……….. 78


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Menindaklanjuti hasil penelitian tahun pertama, yang berjudul, ”Pengembangan Materi Ajar Campur dan Alih Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik Berbasis Komunikasi Promosi” berupa pemahaman konsep campur dan alih kode oleh dosen pengampu mata kuliah sosiolinguistik dan mahasiswa PBSID FKIP/BSI FS/SB. Berdasarkan temuan hasil penelitian tahun pertama, konsep campur dan alih kode secara eksplanatif masih perlu dikembangkan. Di antaranya Sesuai dengan rencana dan proses penyajian pelaporan, ada dua hal yang perlu disajikan. Pertama, pemahaman dosen tentang campur kode. Kedua, pemahaman dosen tentang alih kode. Ketiga, pemahaman mahasiswa tentang campur kode. Keempat, pemahaman mahasiswa tentang alih kode. Karena mahasiswa kebanyakan mengacu pada konsep teoritik yang juga diacu para dosen sosiolinguistik, maka penulis cukup mengacu hasil pemahaman campur dan alih kode yang dilakukan oleh dosen, kecuali contoh yang dipilih mahasiswa cukup variatif yang tidak disebutkan dalam pemahaman campur dan alih kode oleh dosen, dan layak disajikan Kelima, wujud pengembangan dari sisi teoritik, maupun praktis yang berbasis pada penggunaan bahasa dalam komunikasi promosi.

Faktor yang memacu untuk pengembangan materi ajar tersebut cukup variatif. Ada beberapa varian yang perlu diketahui dalam buku ini. Pertama, campur kode dan alih kode merupakan dua submateri ajar dalam pembelajaran sosiolinguistik, yang secara teoritik maupun praktis basis penggunaannya belum tampak dibahas dalam kajian yang terpadu dengan komunikasi promosi. Kedua, khusus materi ajar campur kode merupakan salah satu fenomena kebahasaan yang dinyatakan sebagai bagian dari interferensi. Hal ini sesuai dengan


(18)

konsep yang disampaikan oleh Sumarsono (2010:202), bahwa campur kode (code mixing) serupa dengan apa yang dahulu disebut interferensi dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Sementara itu, interferensi merupakan salah satu fenomena kebahasaan yang disebut sebagai penyimpangan. Crystal (1994:189) menyatakan dalam bahasa aslinya, bahasa Inggris, Interference: The introduction of errors into one language as a result of contact with another language, also called negative transfer. ‘Interferensi merupakan proses pengantar kesalahan ke dalam suatu bahasa sebagai hasil kontak dengan bahasa lain, juga disebut transfer negatif. Ketiga, campur kode dan alih kode tidak hanya berkembang pada komunikasi informal saja, tetapi juga merambah ke komunikasi formal. Bahkan termasuk dalam proses pembelajaran. Terutama pada pembelajaran bahasa daerah dan bahasa asing yang masih memerlukan pengantar bahasa Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan pandangan Crystal (1994:189), It typically occurs while people are learning a foreign language or living in a multilingual situation. ‘Tipe interferensi di antaranya terjadi pada saat pembelajaran bahasa asing atau berada dalam situasi multilingual.

Dengan demikian, sulit untuk dinyatakan bahwa pembelajaran bahasa daerah maupun bahasa asing (bahasa Inggris dan bahasa Arab misalnya) dengan pengantar bahasa Indonesia terjadi pengacauan atau kesalahan. Campur dan alih kode pasti terjadi dalam proses pembelajaran bahasa asing dan bahasa daerah dengan pengantar bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu diformulasikan bahwa campur dan alih kode dalam forum pembelajaran semacam itu bukan merupakan pengacauan atau kesalahan. Apalagi dalam komunikasi promosi yang sangat variatif dan sifat informal tampaknya yang dianggap efektif.

Berdasarkan temuan hasil penelitian tahun pertama, konsep campur dan alih kode secara eksplanatif masih perlu dikembangkan. Sesuai dengan rencana dan proses penyajian pelaporan, ada dua hal yang perlu disajikan. Pertama, pemahaman tentang campur kode. Kedua, pemahaman dosen tentang alih kode. Ketiga, wujud pengembangan dari sisi teoritik,


(19)

maupun praktis yang berbasis pada penggunaan bahasa dalam komunikasi promosi. Dalam hal ini, yang menjadi fokus kajian adalah berbasis pada bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan (advertising and sales promotion communication mix).

Keterkaitannya dengan campur kode, Ngalim (2012:107) menyampaikan contoh fakta pemakaian bahasa dalam situasi pembelajaran, yang perlu menyebut alat komunikasi seluler dan program perangkat lunak (software) komponen computer.

“Campur kode yang bersifat interferensif sudah lama merambah dalam situasi resmi pembelajaran. Dengan kata lain, jika campur kode itu masih merupakan kesalahan dan penyimpangan, maka para dosen atau guru bahasa daerah dan bahasa asing, termasuk dosen dan guru bahasa Indonesia yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia banyak mengalami kesulitan. Terkait dengan perkembangan teknologi, pada saat dosen dan mahasiswa membicarakan telepon genggam atau hand phone. (HP), yang dominan disebut adalah HP (hand phone). Ketika menyebut pelayanan pesan singkat atau short message service (sms), maka yang dominan adalah menyebut sms. Begitu juga penyebutan tidak disuarakan atau diselent, yang dominan adalah diselent. Termasuk dalam hal ini adalah contoh pembicaraan tentang komputer khususnya, dosen maupun mahasiswa lebih dominan menyebut open, diclose disave, page number, didelete, mapun diprint daripada dibuka, ditutup, disimpan, nomor halaman, dihapus maupun dicetak.”

Dengan demikian, sulit untuk dinyatakan bahwa pembelajaran bahasa daerah maupun bahasa asing (bahasa Inggris dan bahasa Arab misalnya) dengan pengantar bahasa Indonesia terjadi pengacauan, kesalahan, maupun transfer negatif. Campur dan alih kode pasti terjadi dalam proses pembelajaran bahasa asing dan bahasa daerah dengan pengantar bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu diformulasikan bahwa campur dan alih kode dalam forum pembelajaran semacam itu bukan merupakan pengacauan atau kesalahan. Apalagi dalam bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan yang sangat variatif.

Memang dalam forum pembelajaran sebagai salah satu forum resmi, perlu menggunakan bahasa Indonesia ragam baku atau standar. Dengan kata lain, tidak tepat jika salah satunya memasukkan unsur bahasa yang mengalami campur dan alih kode. Namun, seperti disebutkan sebelumnya sulit dipungkiri, untuk dihindari adanya campur dan alih kode. Formulasi yang tampaknya perlu dicermati, adalah menempatkan peristiwa bahasa campur


(20)

dan alih kode sebagai sesuatu yang wajar dalam pembelajaran bahasa daerah dan bahasa asing yang memerlukan pengantar bahasa Indonesia. Misal, dalam pembelajaran bahasa Inggris maupun bahasa Arab yang menggunakan pengantar bahasa Indonesia.

Pengaruh perkembangan teknologi, seperti telah disebutkan di muka, serta modal bilingual atau multilingual, juga menyebabkan terjadinya peristiwa campur kode. Maupun alih kode. Hikmahnya, daripada pemakain bahasa Indonesia terkesan menyimpang, salah serta tidak standar dalam berkomunikasi, perbendaharaan kata bahasa Indonesia diperkaya dengan proses integrasi baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah yang memang memeiliki frekeuensi tinggi dalam penggunannnya. Simak pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan edisi ketiga (2005-2008, dst.) yang menunjukkan perkembangan pesat dalam memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia, dengan mengintegrasikan (mengindonesiakan) bahasa daerah maupun bahasa asing yang dominan diperguanakan dalam situasi resmi ataupun tidak resmi.

Formulasi yang tampaknya perlu dicermati, adalah menempatkan peristiwa bahasa campur dan alih kode sebagai sesuatu yang wajar dalam pembelajaran bahasa daerah, bahasa asing, yang memerlukan pengantar bahasa Indonesia misalnya. Bahkan pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing itu sendiri, maupun untuk pengguna bahasa Indonesia sebagai penutur asli (native speaker) jelas juga sulit menghindari adanya campur kode maupun alih kode. Misal, dalam pembelajaran bahasa Inggris yang menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Berikut contoh hasil simak catat peneliti untuk kemampuan berbahasa Inggris yang diampu oleh dosen bahasa Inggris di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan daerah (PBSID) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Dalam pembelajaran materi matakuliah bahasa Inggris, khususnya pemahaman bacaan, unsur penerjemahan dan penerapan istilah dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia sering


(21)

dilakukan. Terkait dengan unsur penerjemahan, kegiatan pembelajaran seringkali membahas makna kata atau istilah bahasa Inggris yang dialihkan ke bahasa Inggris. Kegiatan penerjemahan dilakukan karena istilah dalam bahasa Inggris mempunyai padanan dalam bahasa Indonesia. Demikian pula, dalam pembelajaran materi kuliah bahasa Inggris seringkali ditemukan campur kode (code mixing) atau alih kode (code switching). Hal ini sulit dihindari adanya interferensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam proses pembelajaran dan pengembangan kemampuanbahasa Inggris.”

Selain itu, kegiatan pembelajaran tersebut membahas penyerapan unsur asing (bahasa Inggris khususnya) ke bahasa Indonesia, di mana istilah tersebut sudah lazim di kenal dalam bidang linguistik dengan mengubah ejaannya. Untuk lebih konkretnya, kita simak sajian beberapa data, yang dihasilkan dari berikut.

(1) Misalnya, padanan makna kata sentence dan language masing-masing kalimat dan bahasa.

(2) Kata morphology diserap ke bahasa Indonesia menjadi morfologi di mana huruf ph dan y masing-masing berubah menjadi f dan i;

(3) Kata phonology diserap ke bahasa Indonesia menjadi fonologi di mana huruf ph dan y masing-masing berubah menjadi f dan I; dan

(4) Kata linguistic diserap ke bahasa Indonesia menjadi linguistik di mana huruf c masing berubah menjadi k dalam bahasa Indonesia.

(5) Misalnya, ungkapan ‘greeting’ Good morning, Good day, Good afternoon, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, dan Wa’alaikum salam warahmatullahhi Wabarakatuh. Ungkapan ini seringkali diujarkan dalam proses pembelajaran.


(22)

(6) Contoh lain adalah mahasiswa kadang-kadang mendapatkan tugas untuk berbicara dalam bahasa Inggris untuk merespon pertanyaan seperti How are you, do you understand, what is the problem, any question, dan what is the main idfea of the paragrap 1?

(7) Ungkapan atau pertanyaan seperti ini seringkali mewarnai kegiatan pembelajaran matakuliah bahasa Inggris. Demikian pula, contoh, open on page 5, anwser these questions, identify the simple and compound sentences in the second paragraphes? Kalimat perintah ini seringkali dirujukan oleh pengampu pada mahasiswa (sebagai mitra tutur) untuk mendiskusi tugas atau latihan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa. (Sumber: Dosen Bahasa Inggris).

Berikut contoh dialog antara dosen bahasa Arab dengan mahasiswa dalam pembelajaran bahasa Arab yang masih menggunakan pengantar bahasa Indonesia di PBSID FKIP UMS.

(8) Dosen Bahasa Arab (DBA): Bahasa Arabkan kalimat, “Kitab itu di kamar.” (9) (M) : Al kitaabu fi al hujroti

ةﺮﺠﺤﻟا ﻰﻓ ب ﺎﺘﻜﻟا

(10) (DBA) : Bahasa Arabkan kalimat,“Penggaris itu di atas meja.” (11) (M) :Almisthorotu ‘ala almaktabi

ﺐﺘﻜﻤﻟا ﻰﻠﻋ ةﺮﻄﺴﻤﻟا

(12) (DBA) : Bahasa Arabkan kalimat, “Saya masuk dalam rumah.”

(13) (M) : Dahaltu fi albaiti.

ﺖ ﺒﻟا ﻰﻓ ﺖﻠﺧ د

(

Sumber: Dosen Bahasa Arab pada Program Studi PBSID FKIP UMS).

(14) Dosen Bahasa Jawa (DBJ) : Ubahlah ke dalam bahasa Indonesia, kalimat berbahasa Jawa krama inggil, Panjenengan sampun dhahar?

(15) (M) : Kamu sudah makan?.

(16) (DBJ) : Ubahlah ke dalam bahasa Jawa krama inggil kalimat berbahasa In donesia berikut, “Saya sudah makan nasi goreng.


(23)

(17) (M) : Dalem sampun nedha sekul goreng.”(Sumber: Dosen Bahasa Daerah pada Program Studi PBSID FKIP UMS).

Memang dalam forum pembelajaran sebagai salah satu forum resmi, perlu menggunakan bahasa Indonesia ragam baku atau standar. Dengan kata lain, tidak tepat jika salah satunya memasukkan unsur bahasa yang mengalami campur dan alih kode. Namun, seperti disebutkan sebelumnya sulit dipungkiri, untuk dihindari adanya campur dan alih kode. Formulasi yang tampaknya perlu dicermati, adalah menempatkan peristiwa bahasa campur dan alih kode sebagai sesuatu yang wajar dalam pembelajaran bahasa daeran dan bahasa asing yang memerlukan pengantar bahasa Indonesia. Misal, dalam pembelajaran bahasa Inggris yang menggunakan pengantar bahasa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Setiap tahun, ada 2 masalah yang perlu dibahas dalam penelitian ini. Tahun II:

1. Bagaimanakah desain pengembangan materi ajar campur kode dalam pembelajaran sosiolinguistik berbasis komunikasi promosi?

2. Bagaimanakah desain pengembangan materi ajar alih kode dalam pembelajaran sosiolinguistik berbasis komunikasi promosi.


(24)

C. Roadmap Kegiatan dan Alur Penelitian

TAHUN TAHAP LUARAN INDIKATOR

II 1.Penyusunan desain pengembangan materi ajar, ”Campur Kode dalam

Pembelajaran Sosiolinguistik Berbasis

Komunikasi Promosi”

2. Penyusunan desain pengembangan

materi ajar, ”Campur dan Alih Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik

Berbasis Komunikasi Promosi”

.

1.Desain pengembangan materi ajar,

”Campur Kode dalam

Pembelajaran Sosiolinguistik

Berbasis Komunikasi Promosi” 2.Desain pengembangan materi ajar,

”Campur dan Alih Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik Berba

sis Komunikasi Promosi”

.

1. Terealisasinya desain

pengembangan ”Cam

pur Kode dalam Pem

bela jaran Sosiolingu

istik Berbasis Komu

ni-kasi Promosi”

2. Terealisasinya desain

pengembangan ”Alih Kode dalam Pembela

jaran Sosiolinguistik

Berbasis Komunikasi


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian tentang Komunikasi

Veen (2006) dalam artikelnya, Communication and Creativity: Methodological shifts in adult education. International Journal of Lifelong Education, menyatakan bahwa perubahan sosial mempengaruhi pendidikan dalam pembelajaran. Peningkatan komunikasi dapat terjadi dalam bentuk kolaborasi manajemen dan demokrasi langsung. Komunikasi lebih efektif dan bermakna apabila kreatif dalam berpartisipasi. Komunikasi tidak dibatasi tentang bagaimana meningkatkan keefektifan sistem sosial, sedangkan komunikasi dikatakan sebagai komunikasi sebenarnya apabila dipadukan dengan budaya dan nilai-nilai personal. Dengan kata lain komunikasi, memiliki kekuatan untuk berkolaborasi manajerial dalam melakukan perubahan sosial. Sementara perubahan sosial memiliki kontribusi yang sangat signifkan terhadap perkembangan pendidikan dan pembelajaran. Dengan demikian, layaklah apabila penelitian tentang komunikasi yang akan dilakukan ini diintegrasikan ke dalam pengembangan materi ajar campur dan alih kode dalam pembelajaran sosiolinguis-tik.

Konsep lain dikemukakan Reid (2007: 118) dalam artikelnya berjudul, Literacy and environmental communications: Towards a ‘pedagogy of responsibility, membahas permasalahan yang disampaikan oleh Martusewicz dan Edmundson. Martusewiz dan Edmundson berpendapat bahwa pedagogy of responsibility merupakan komitmen dasar. Hal itu terkait dengan pengakuan bahwa kita hidup bersama di atas planet ini di antara semua jenis makhluk hidup (manusia dan nonmanusia). Situasinya selalu berubah. Namun, pada dasarnya saling ketergantungan. Menjadi manusia adalah hidup dengan sistem kehidupan yang sangat kompleks, dan memerlukan wujud komunikasi yang efektif. Kesejahteraan manusia juga bergantung pada pembelajaran yang memerlukan komunikasi efektif, dan


(26)

bagaimana cara melindungi kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan yang secara agamis, adalah perihal kebahagiaan hidup manusia lahir batin, dan dunia akhirat. Oleh sebab itu, seseorang yang menikmati hidup sejahtera, atau bahagia dalam menghadapi berbagai kompleksitas hidup, serba diberi ketenangan dan kemudahan. Keterkaitannya dengan penelitian ini, komunikasi akan dijiadikan pusat perhatian sebagai selah satu ciri bidang kajian sosilinguistik

Rachmat (2007), menyajikan konsep hasil penelitiannya ke dalam buku, Psikologi Komunikasi, mengenai esensi psikologi komunikasi dan berbagai sistem komunikasi. Sistem komunikasi yang disampaikan antara lain, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi massa. psikologi komunikator dan psikilogi pesan. Di dalamya juga disajikan adanya pesan linguistik, nonverbal, organisasi, struktur, dan imbauan pesan. Rancangan penelitian yang memasukkan komunikasi sebagai salah satu ciri bidang kajian sosiolinguistik ini, disiapkan dalam rangka mengakomodasikan unsur kejiwaan yang berperan penting dalam berbahasa.

Nixon dalam Ngalim (2010:9) menyajikan hasil penelitiannya tentang komunikasi. Salah satu konsep hasil penelitian Nixon, menunjukkan betapa pentingnya pemahaman terhadap adanya berbagai variasi komunikasi. Variasi komunikasi yang diperlukan ada tiga. Pertama, komunikasi lingkungan. Kedua, penggabungan berbagai macam komunikasi yang didasarkan pada aneka keinginan komunikan. Dalam hal ini dicontohkan adanya berbagai keinginan SDM pada suatu sekolah. Ketiga, komunikasi dalam pembelajaran. Komunikasi lingkungan, dapat diwujudkan interaksi antara warga sekolah dengan lingkungan alam maupun masyarakat sekolah.

Penelitian Hibah Pascasarjana tahun I, Ngalim (2008) berjudul, Model Pengembangan Sistem Komunikasi Manajerail Penyelenggaraan Kelas Khusus. Hasilnya


(27)

berupa identifikasi penyelenggaraan kelas khusus. 1. Adanya keberhasilan dan kendala penyelenggaraan kelas khusus. 2. Di antara keberhasilannya terletak pada penggunaan alat komunikasi, bahasa internasioanal sebagai bahasa pengantar kegiatan belajar mengajar (KBM) pada kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Imersi. Sementara itu, dalam kelas akselerasi di samping berfokus pada program percepatan, juga besar perhatiannya terhadap bahasa internasional sebagai alat komunikasi, sekaligus mewujudkan media untuk berkompetisi secara internasional. Bahasa Indonesia tetap menjadi mata pelajaran inti. Dalam hal ini, menunjukkan tetap eksisnya pembinaan kecintaan terhadap bahasa nasional bahasa Indonesia, dan bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa. 3. Keberhasilan lain, efektifitas pembelajaran dengan diwujudkan jumlah peserta didik antara 22 s.d. 28 tiap rombongan belajar (rombel), serta penyedaan fasilitas yang memadai. Ragam komunikasi di samping internal, eksternal, individual dan instititusional.

Ngalim (2010) dalam bukunya, Komunikasi Multiarah dalam Manajemen Pendidikan, sebagai hasil penelitian Hibah Pasca 3 tahun berturut-turut (multiyears), di samping sebagian telah dipaparkan pada hasil penelitian tahun pertama, dikembangkan dengan beberapa hal berikut. Ragam komunikasi di samping internal, eksternal, individual dan instititusional, vertikal, horizontal, dikembangkan dengan komunikasi struktural, fungsional, intrapersonal, komunikasi Ilahiah, dan komunikasi multiarah. Wujud pengembangan komunikasi tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan manajemen pendidikan.


(28)

B. Penelitian Campur dan Alih Kode

Holmes (2001: 41-45), menyajikan hasil penelitiannya tentang campur dan alih kode. Campur kode mapun alih kode, dinyatakan sebagai terjadinya perubahan kode (code swich dalam komunikasi, karena adanya perubahan situasi komunikasi, datangnya komunikan lain yang berkode lain, adanya komunikan khusus, atau karena tujuan tertentu. Dalam hal tujuan diberikan contoh, untuk keakuratan, kata-kata yang eksat, dan penting. Misalnya: (1) Komunikan (K), Silakan disave dulu, diprintout, baru diclouce. (2) Mitra komunikan (M), Okey, sudah saya save, sudah sayaprintout, dan sudah sayacloce. (3) (K),Who is you name?(4) Nama saya John. (5) Where are you from?(6) Saya dari Jerman.

Markhamah (2000) yang dituangkan dalam bukunya, Etnik Cina, Kajian Linguistis Kultural sebagai pengembangan dari disertasi, campur kode (code mixing) merupakan pemakaian dua bahasa atau lebih dengan cara saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang digunakkannya secara konsisten. Selanjutnya, dapat dibedakan atas campur kode: (1) berwujud kata, 2. berwujud frase, 3. berupa bentuk baster, 4. berupa unsur perulangan, 5. berwujud ungkapan atau idiom. Sementara itu, alih kode (code switching) adalah proses berpindahnya dari kode yang satu ke kode yang lain, atau dari satu bahasa ke bahasa lain.

Ugot (2009) dalam artikelnya Language Choice. Code Switching and Code Mixing in Biase, menguji adanya pertukaran bahasa dan dua fenomena kebahasaan yang menarik yakni alih dan campur kode sebagai bagian dari multilingual. Terjadinya peristiwa alih dan campur kode tersebut disebabkan oleh faktor geografi. Dalam hal ini dicontohkan adanya perbedaaan tuturan berbagai bahasa disebabkan oleh faktor perbedaan tempat pemerintahan dan persimpangan sungai. Berbagai bahasa dimaksudkan di sini dari bahasa ibu sampai dengan bahasa daerah ke bahasa lain, termasuk bahasa Inggris dan Pijin Nigeria,


(29)

dan bahasa khas. Dengan demikian, campur dan alih kode pada dasarnya dapat terjadi oleh adanya perbauran bahasa atau dialek, dan peralihan dari bahasa satu ke bahasa lain, maupun dialek yang satu ke dialek lain, dan dari bahasa khas yang satu ke bahasa khas lain, karena faktor tempat, perilaku linguistik, serta bahasa bias.

Campur dan alih kode merupakan dua peristiwa bahasa yang menjadi materi ajar sosiolinguistik. Materi ajar tersebut muncul karena faktor repertoar yang kebanyakan termasuk bilingual atau multilingual. Fenomena semacam itu, sulit diabaikan bahwa variasi bahasa memang lahir dari faktor heterogenitas pengguna bahasa (Wardhaugh, 2002 : 2; Labov, 2006 : 1-4; Holmes, 2002: 1-5; Hudson, 2002 : 1-2). Hal itulah yang memotivasi hadirnya bidang kajian sosiolinguistik. Seperti telah banyak dipublikasikan, bahwa kaum sosiolinguis melahirkan cabang linguistik yang disebut sosiolinguistik dilatarbelakangi oleh tidak puasnya terhadap kaum formalis maupun strukturalis yang dipelopori oleh Chomsky (Hudson, 2002 : 3-12). Ketidakpuasan tersebut terletak pada konsep pemahaman kaum formalis yang menganggap bahwa sumber utama kebenaran berbahasa terletak pada bahasa ragam formal. Sementara itu, kaum strukturalis, meyakini bahwa sumber utama kebenaran berbahasa terletak pada kebenran struktur. Dengan demikian, belum menyentuh pada tataran adanya variasi bahasa yang dihasilkan oleh pemakai bahasa yang heterogen.

Dari berbagai konsep campur dan alih kode sebagai hasil penelitian tersebut, menunjukkan perlunya pengembangan konsep peristiwa bahasa dalam berkomunikasi. Dalam hal inidititikberatkan pada komunikasi promosi. Beberapa fenomena pengembangan pada campur kode antar bahasa (CKAB), campur kode antar dialek (CKAD), campur kode antar ragam bahasa (CKAR), campur kode antar tingkat tutur (CKAT). Sementara itu, untuk pengembangan alih kode, dapat diwujudkan alih kode dari bahasa yang satu ke bahasa lain (AKAB), alih kode antar dialek (AKAD), alih kode antar ragam bahasa (AKAR), dan alih kode antar tingkat tutur (AKAT). Dalam hal ini layak diberi contoh berikut.


(30)

(1) CKAB: O, enggak-enggak, saya mau beli koran aja kok. (2) CKAD: Arek mari sarapan banjur ngombe Mixadin. (3) CKAR: Kalau ada Mixadin ngapain cari yang lain.

(4) CKAT: Mundut wae mixadin, bene ndang ilang watuk panjenengan. (5) AKAB: Buy one get one. Kalau begitu langganan saja?

(6) AKAD: Lu ngapain ngobatin pakai mixadin? Agar segera sembuh batuknya. (7) AKAR: Tak jamin murah dan halal. Kalau begitu, jadi langganan saja.

(8) AKAT: Iki rego cuci gudang. Dalem nyuwun dipun pundhutaken.

Selanjutnya, dalam hal pembelajaran yang berbasis promosi merupakan lahan kajian yang lebih menarik. Artinya, dalam kajian kebahasaan baik pragmatik, maupun sosiolinguistik fenomena iklan baru sebagai bagian dari kajian interdisiplin yang belum merambah ke promosi yang memiliki 5 metode seperti disebutkan di muka. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji tentang adanya fenomena pengembangan komponen campur dan alih kode di padukan dengan penerapannya ke dalam metode promosi. Misalnya, (9) Apa hadiahnya, jika saya beli? Buy one get one. ’Beli satu dapat satu’. (10) Cuci motor 3 x gratis 1x. (11) Berlangganan sekarang Hanya Rp2.800 per hari nikmati lebih dari 40 channelunggulan lokal dan mancanegara.

Secara etimologis sosiolinguistik berasal dari kata bahasa Inggris society ’masya-rakat’, dan linguistics ’ilmu bahasa’. Setelah digabungkan menjadi satu society berubah menjadi socio’masyarakat’. Dengan demikian, terjadi perubahan fonem /ei/ menjadi /o/ serta pelesapan fonem /t/ dan /y/, sehingga society-linguistics berubah menjadi socioli- nguistics. Istilah sociolinguistics diintegrasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi so- siolinguistik. Peristiwa kebahasaan semacam ini juga terjadi pada istilah psikolinguistik yang berasal dari kata bahasa Inggris psychology-linguistics dipadukan menjadi psycholinguistics. Dengan kata lain, melesapkan kata logy, sebagai salah satu hasil integrasi dari kata bahasa Latin logos ke


(31)

dalam bahasa Inggris. Istilah bahasa Inggris psycholinguis- tics.diintegrasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi psikolinguistik.

C. Penelitian tentang Sosiolinguistik

Berdasarkan etimologi tersebut, Fishman (1972:134) mengemukakan pendapat nya, Sociolinguistics is the study of the characteristics their functions, and the characteristics of their speakers as these three constantly interact, change and change one another within a speech community. ’Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri variasi fungsi, penutur, dan perubahan sebuah komunitas penuturan.’ Konsep tersebut menun- jukkan, bahwa sosiolinguistik merupakan salah satu kajian bahasa yang membahas variasi fungsi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Berbagai aspek kehidupan ma nusia di sini sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

Nababan (1984:18) mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain. Yang dimaksud dimensi ma- syarakat dalam konteks ini, adalah berbagai aspek kehidupan yang meliputi agama, pen didikan, pembelajaran, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Artinya, setiap aspek tersebut memerlukan penggunaan bahasa yang sesuai dan tepat. Dalam kajian sosiolinguistik lazimnya dibahas dalam hal register (perbendaharaan kata, kalimat atau wacana khas). Oleh sebab itu, dapat dijumpai adanya kajian register dakwah, register promosi, register perbankan syariah, register promosi, register politik, register manaje men, dan sebagainya.

Kridalaksana (1993: 94) mengemukakan pendapatnya, bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa serta hubungan antara penutur dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat. Konsep lain dikemukakan oleh


(32)

Crystal (1994: 357), Sociolinguistics is a branch of linguistics which studies the ways in which language is integrated with human society (specifically, with reference to such notions as race, ethnicity, class, sex, and social institution) ’Sosiolingu- istik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari metode pengkajian bahasa yang diintegrasikan dengan masyarakat manusia (dengan spesifikasi, dengan acuan sebagai ras, dengan etnik, kelas, seks, dan lembaga kemasyarakatan)’. Pandangan tersebut menunjukkan, bahwa sosiolinguistik merupakan satu hasil pengembangan linguistik, seperti halnya psikolinguistik, semantik, pragmatik, maupun sosiopragmatik. Sosiolinguistik mengkaji metode pembelajaran bahasa yang dipadukan dengan berbagai aspek kehidupan manusia, seperti spesifikasi antar bangsa atau etnik, tingkat pendidik an dan sosial ekonomi, perbedaan seks, serta adanya berbagai kelompok atau organisasi masya- rakat maupun politik. Artinya, secara interdisipliner dalam sosiolinguistik juga dikaji bahasa yang digunakan oleh ras satu dengan lain berbeda.

Secara lengkap Hudson (2001:4) dalam bukunya, Sociolinguistics menyatakan, I defined sociolinguistics as the study of language in relation to society, implying (internationally) that sociolinguistics is part of the study of language. Thus the value of sociolinguistics is the light which it throws on the nature of language in general, or on the characteristics of some particular language. ‘Saya mendefinisikan sosiolinguistik sebagai pengkajian bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat, termasuk (secara internasional) bahwa sosiolonguistik adalah cabang kajian bahasa. Oleh sebab itu, nilai sosiolinguistik adalah cahaya yang menyinari alam bahasa secara umum, atau pada ciri bahasa khusus’. Konsep tersebut menunjukkan, bahwa sosiolinguistik merupakan salah satu pencerah perkembangan bahasa, baik secara global (internasional), nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan oleh konsep linguistik struktural maupun formal, yang belum menyentuh pada esensi bahasa yang bervariasi. Sementara itu, prmakai bahasa yang heterogen. Artinya,


(33)

pengakuan, perhatian. Analisis, serta pengembangan terhadap fenomena kebahasaan formal dan informal, standar dan nonstandar, adanya campur dan alih kode, interferensi, register, dan sebagainya.

Konsep senada dikemukakan oleh Wardhaugh (2002:11), sosiolinguistik adalah cabang bidang kajian linguistik yang membahas hubungan antara bahasa dengan masyararakat, tujuannya lebih memahami adanya berbagai variasi struktur bahasa dan bagaimana fungsinya dalam komunikasi. Misalnya, ”Bagaimana ciri linguistik menyajikan karakterisasi stratum masyarakat khusus?” Holmes (2002:18), sociolinguistics: a term that refers to the study of the relationship between language and society, and how language is used in multilingual speech communities. ‘sosiolinguistik adalah sebuah isti lah yang menunjukkan ke arah pengkajian hubungan antara bahasa dan masyarakat, dan bagaimana bahasa digunakan komunitas penuturan multilingual.’ Dalam hal ini Holmes (2002:26) menegaskan bahwa sosiolinguistik ditandai dengan adanya korelasi antara bahasa dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat pengguna bahasa. Di samping itu, juga ditandai dengan adanya variasi serta kekhususan penggunaan bahasa oleh masyara kat pengguna bahasa yang multilingual (repertoar yang menguasai berbagai bahasa).

Bram dan Dicky dalam Ohoiwutun (2007:9), menyatakan bahwa sosiolinguistik berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa seca- ra tepat dalam situasi yang bervariasi. Menurut Chaer (2004:61), sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat. Kajian dalam sosiolinguistik itu memperhatikan : 1) pelaku tutur, 2) variasi bahasa yang dipergunakan, 3) lawan tutur, 4) tujuan pembicaraan.

Sumarsono (2007:2) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai linguistik institusional yang berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu. Rafiek (2005:1) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai studi bahasa dalam pelaksanaannya


(34)

itu bertujuan untuk mempelajari bagaimana konvensi-konvensi tentang relasi penggunaan bahasa untuk aspek-aspek lain tentang perilaku sosial. Booiji (Rafiek, 2005:2) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam pemakaian bahasa dan yang berperan dalam pergaulan. Wijana (2006:7) berpendapat bahwa sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa itu di dalam masyarakat.

Pendapat tersebut pada intinya berpegang pada satu kenyataan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat manusia di samping sebagai makhlk individu, juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, setiap manusia yang berkeyakinan secara agamis, memerlukan komunikasi dengan Allah Yang Mahamencipta. Wujud variasi komunikasinya antara lain setiap individu manusia merasa perlu beribadah kepada Allah. Ibadah secara Islamik misalnya, perlu melakukan salat, puasa, haji. Ibadah semacam itu, yang disebut ibadah khusus. Adapun ibadah umum sangat banyak jumlahnya, dan memiliki hubungan erat dengan esesnsi manusia sebagai makhluk individual dan sosial yang integratif. Dalam hal ini semua aktivitas manusia yang baik, yang berhubungan dengan sesama makhluk Allah, diiringi doa insya Allah termasuk ibadah. Misalnya: berbuat baik kepada kedua orang tua, menyantuni fakir miskin, yatim piatu, berbuat baik kepada tetangga, sanak saudara, handai tolan, belajar, bekerja, serta menolong orang lain didasarkan pada kebaikan dan takwa.

Yang dikaji dalam sosiolinguistik, pada umumnya berupa karakter bahasa khusus, dan sifat masyarakat yang berbeda-beda. Secara umum, sosiolinguistik didefinisikan sebagai suatu cabang bidang kajian linguistik yang membahas bahasa dalam hubungannya dengan faktor kehidupan masyara- kat, yang meliputi kelas sosial, tingkat pendidikan, agama dan sebagainya. Oleh karena itu, seperti dikemukakan Wijana (1996: 23), para sosiolinguis berpandangan, bahwa masyarakat bahasa bersifat heterogen, bahasa yang dipergunakan


(1)

Dalam hal pembelajaran bahasa asing Egel (2009) artikelnya berjudul, English Language Learning Styles in Two Turkish Primary Schools. Inti pandangan yang disampaikan,

“Foreign language learning styles and are aimed at facilitating students’ learning and therefore the teaching style used is importand in terms of matching learners’ styles to their educational needs. The present study was aimed at investigating several dimensions of primary school students’ language learning styles and the ways in which certain styles are shaped and favored by teachers’ teaching styles. ‘Gaya pembelajaran bahasa asing bertujuan pemfasilitasan pembelajaran peserta didik, penggunaan gaya pembelajaran dan pengajaran adalah penting dalam peristilahan gaya guru yang relevan untuk kebutuhan pendidikan. Kehadiran dalam studi adalah bertujuan meneliti semua dimensi peserta didik Sekolah Dasar, dan jalan yang pasti …

Artikel Hover dan Yeager (2007:672), berjudul, “I Want to Use My Subject Matter to…”The Role of Purpose in One U.S. Secondary History Teacger’s Instructional Decision Making. Dalam artikel tersebut, disampaikan konsep berikut.

“In this study, we explore the instructional decision making of Charlotte, a graduade of in intensive social studies teacher education program... She possessed a clear view of her purpose of history teaching, which was to impart a particular set of moral values, her practices werw consistent with her purpose, and she controlled her class to accomplish that purpose. ‘Dalam penelitian ini, kami menggali desain pengajaran buatan Charlotte, sebuah tingkatan pembelajaran sosial yang efektif pada program pendidikan yang menanamkan seperangkat nilai moral, pelaksanaannya secara konsisten mencapai tujuan, dan dia mengontrol kelas untuk menyempurnakan tujuan.

Reading dan Richie (2007), dalam artikelnya, Documenting Change in Communication Behaviours Using a Structured ObservationSystem, mengemukakan pandangannya,

“The structured obsevation system (SOS) is a data collection methode deve loped to document changes in the communication behaviours of children identified with speech and language delays. The systememploys a rating scale wich reflects the occurrence of communication behaviours as well as the amount of assistence needed for behaviours to occur. Pre- and post-treatment rating scores may be compared to measure changes in communication behaviours. The structured observation system is effective, efficient and practical methode to record clinical data. It was designed to be used frequently during a treatment programme and it may be adapted by others for the same purpose. ‘Susunan sistem informasi adalah pengembangan metode koleksi data untuk pengubahan dokumen dalam perilaku komunikasi anak teridentfikasi dengan tuturan dan kelambatan bahasa. Penggunaan sistem adalah skala rata-rata mencerminkan peristiwa perilaku komunikasi sebaik sejumlah bantuan yang dibutuhkan untuk tindakan datang. Sebelum dan sesudah percobaan skor rata-rata boleh dibandingkan untuk mengukur perubahan dalam tindaka komunikasi. Struktur sistem komunikasi adalah cara efektif, efisien, dan praktis merekam data klinikal.


(2)

Frymer (2005), dalam penelitiannya berjudul, Student Classroom Communication Effec tiveness, mengemukakan beberapa hal.

“Instructional communication research has frequently examined effective teacher communication. This study draws on the transactional model of communication to hypothesize that students who are effective communication will be more succesful in the classroom. Participnants reported their level of interaction involvement, socio-communication orientation, and out-of-class socio-communication in regard to a specific class… Overrall, students’ communication effectiveness ‘Penelitian komunikasi pembelajaran memiliki frekuensi pengujian yang efektif pada komunikasi peserta didik. Penelitian ini menggambarkan model transaksi komunikasi, ke hipotesis bahwa peserta didik yang menjadi komunikan efektif akan lebih berhasil dalam ruang kelas (pembelajaran).’

Prosser et al. (2005), dalam penelitian berjudul Academic Experiences of Understanding of Their Subject Matter and The Relationship of This to Their Experiences of Teaching and Learning, menghasilkan sebagai berikut.

“In this paper we focus on the issue of how academic staff experience the understanding of their subject matter and the ralationship of this understanding to their experience of teaching. In recent years there has been a substantial amount of research into how academic staff conceive of teaching and learning,…In our present project this research is being extended by looking at the way 31 academics from four broad field of study experience their understanding of their subject matter and how this relates to the way they experience their teaching.” ‘Paper ini kami fokuskan pada isu, bagaimana staf akademik berpengalaman dalam pemahaman materi pembelajaran mereka dan hubungannya dengan pengalaman pengajaran mereka. Pada sajian program penelitian, melalui 31 akademi dari empat wilayah penelitian tentang pengalaman pemahaman materi ajar dan bagaimana hubungannya dengan pengalamanan pengajaran mereka’ .

Dalam hal pembelajaran bahasa asing Egel (2009) artikelnya berjudul, English Language Learning Styles in Two Turkish Primary Schools. Inti pandangan yang disampaikan,

“Foreign language learning styles and are aimed at facilitating students’ learning and therefore the teaching style used is importand in terms of matching learners’ styles to their educational needs. The present study was aimed at investigating several dimensions of primary school students’ language learning styles and the ways in which certain styles are shaped and favored by teachers’ teaching styles. ‘Gaya pembelajaran bahasa asing dan tujuan pemfasilitasan pembelajaran peserta didik dan gaya pengajaran sesuai dengan kebutuhan peseta didik.

Artikel Hover dan Yeager (2007:672), berjudul, “I Want to Use My Subject Matter to…”The Role of Purpose in One U.S. Secondary History Teacger’s Instructional Decision


(3)

Making. Dalam artikel tersebut, disampaikan konsep, In this study, we explore the instructional decision making of Charlotte, a graduade of in intensive social studies teacher education program... She possessed a clear view of her purpose of history teaching, which was to impart a particular set of moral values, her practices werw consistent with her purpose, and she controlled her class to accomplish that purpose.‘Dalam penelitian ini, kami menggali desain pengajaran buatan Charlotte, sebuah tingkatan pembelajaran sosial yang efektif pada program pendidikan yang menanamkan seperangkat nilai moral, pelaksanaannya secara konsisten mencapai tujuan, dan dia mengontrol kelas untuk menyempurnakan tujuan.

Beberapan pandangan tentang pembelajaran pada umumnya, serta konsep materi ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan pengajar dan pembelajar, media pembelajaran, komunikasi dalam pembelajaran, gaya pembelajaran, penilaian, efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan tersebut tampak disajikan secara dikotomik. Namun, pada hakikatnya perlu integratif dan komperhensif. Termasuk di dalam upaya pengembangan materi ajar campur kode dalam pembelajaran sosiolinguistik berbasis bauran komunikasi iklan dan promosi penjualan. Hal ini merupakan bagian dari langkah pengembangannya.

Dalam pembelajaran bahasa, seperti halnya dalam pembelajaran bidang kajian yang lain perlu adanya perhatian terhadap metode, strategi, mapun teknis pembelajaran. Pemilihan berbagai metode, teknik, dan strategi tersebut, dimkasudkan agar tujuan pembejaran yang inovatif, efektif, komunikatif dan interaktif. Dalam hal pemilihan metode pembelajaran dimaksudkan, jika kita cermati pengampu bidang satudi bahasa Indonesia pun akan menyebut adanya strategi pembelajaran yang menggunakan bahasa Inggris asli. Dengan kata lain, belum dindonesiakan. Oleh sebab itu, dipastikan setiap bembahasan strategi pembelajaran terjadi campur maupun alih kode. Misalnya: Guru menggunakan stategi pembelajarn picture and picture ‘gambar dan gambar’, contectual teaching learning ‘pembelajaran dan pengajaran berorientasi situasi’,problem solving learning ‘pembelajaran berbasis pemecahan


(4)

masalah’,Journal base learning‘pembelajaran berbasis jurnal’ baik cetak maupun elektronik . Sementara itu, ceramah sebagai salah satu metode yang paling dianggap jelek atau paling menjenuhkan. Namun, untuk informasi yang baru serta proses pemahaman substansinya, baik bidang kajian sosial, eksat, pendidikan maupun budaya masih sulit dihindari.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arens, William F., 2002. Contemporary Advertising. Eighth Edition. Mc Graw-Hill,Irwin, New York. Crystal, David, 2001. An Encyclopedic Dictionary of Language and Languages. Second Edition.

London: Penguin Books.

Frymier, Ann Bainbridge, 2005.Students’ Classroom Communication Effectiveness. Communication Quarterly; May 2005, Academic Research Library.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kotler, Philip,, Kertajaya, Hermawan, Huan Hooi Den, dan Liu Sandra, 2003. Rethink ing Marketing Sustainable Marketing Enterprise di Asia. Dialihbaha sakan oleh Marcus P. Widodo dari buku Rethingking Marketing Interpris in Asia.

Cetakan I. Pearson Education, Asia, Jakarta: PT Prenhallindo.

Majid, Abdul, 2008. “Perencanaan Pemelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Cetakan Kelima.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Markhamah, 2000. Etnik Cina, Kajian Sosiokultural. Cetakan Pertama. Surakarta: Mu-hammadiyah University Press.

Nababan, P.W.J., 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Cetakan Pertama. Gramedia, Jakarta.

Prosser, Michael; Martin, Elaine, Trigwell, Kkeith, Ramsden, Paul; dan Lueckenhausen, Gillian, 2005. Academics Experiences of Understanding of Their Subject Matter and Relationship of This to Their Experiences of Teaching and Learning. Instructional Science, 2005. P.137

Ngalim, Abdul; Markhamah, dan Harun Joko Prayitno. “Pemahaman Dosen dan Mahasiswa Mengenai Materi Ajar Campur Kode dalam Pembelajaran Sosiolinguistik”. Dalam Memartabatkan Bahasa Melayu di ASEAN. Proseding makalah seminar Antarbangsa di Park View Resort Pattani, University Islam Yala Thailand

Rahardi, Kunjana, 2001. Sosiolinguisti, Kade dan Alih Kode. Cetakan Pertma. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Reid, Jo-Anne, 2007. Literacy and Environmental Communications: Towrds a Pedagogy of Responsibility. Australian Journal of Language and Literacy, Vol. 30. No. 2. 2007. P, 118.

Rochman, Fathur, 2011. Sosiolinguistik Suatu Pendekatan Pmbelajaran Bahasa dalam Masyarakat Multikultural. Universitas Negeri Semarang.


(6)

Santoso, Gunawan Budi, 1996. Sosiolinguistik. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Widya Dharma Klaten.

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan Kedua. Bandung: PT Remaja Rosdakarya p.231.

Tim, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, Departe-men Pendidikan Nasional.

Ugot, Maercy, 2009. Language Choice, Code Switching and Code Mixing Biase Received. Global Journal, 7 August. 2009. Vol. 8, No. 2, p. 27.

Wardhaugh, Ronald, 2002 . An Introduction Sociolinguistics. Fourdh Edition. Oxford: Basil Blackwell.