Kewajiban Pemegang Hak Atas Tanah

34 Fase sebelum berlakunya UUPA di Indonesia berlaku Hukum Agraria Adat yang diperuntukkan bagi penduduk Indonesia asli atau pribumi yang tunduk pada Hukum Adat, dan Hukum Agraria Barat yang diperuntukkan bagi penduduk Indonesia yang tunduk pada Hukum Perdata Barat golongan Eropa dan Timur Asing. Hukum Agraria Adat mengenal Hak Atas Tanah yang meliputi Hak Ulayat, Hak Milik Adat yang diakui berdasarkan ketentuan ketentuan Hukum Adat. Hukum Agraria Barat melahirkan Hak Atas Tanah seperti Hak Eigendom, Hak Opstal, Hak Erfpacht, Hak Gebruik dan sebagainya. Dualisme hukum yang dialami bangsa Indonesia baru dapat diakhiri dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA tanggal 24 September 1960. Dengan berlakunya UUPA maka hanya ada satu Hukum Agraria Nasional yang berlaku di Indonesia. Demikian pula Hak Atas Tanahnya, dikonversi dengan Hak Atas Tanah berdasarkan UUPA. Hak Atas Tanah yang dimiliki oleh orang atau badan hukum sebelum berlakunya UUPA dikonversi sesuai dengan Hak Atas Tanah yang diatur dalam UUPA.

2.1.2. Kewajiban Pemegang Hak Atas Tanah

Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA, Hak Atas Tanah memberi kewenangan kepada pemegang haknya untuk mempergunakan tanah yang dihaki, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya. Ini merupakan kewenangan umum, artinya merupakan isi tiap Hak Atas Tanah. Selain kewenangan, Hak Atas Tanah juga berisikan kewajiban-kewajiban. Pada umumnya dapat disimpulkan bahwa selain memberikan kewenangan untuk 35 mempergunakan tanah yang dihaki, seperti halnya dalam Hukum Adat, Hak Atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional juga meletakkan kewajiban untuk menggunakan dan memelihara potensi tanah yang bersangkutan. Dalam UUPA kewajiban-kewajiban tersebut yang bersifat umum artinya berlaku terhadap setiap Hak Atas Tanah, diatur dalam: a. Pasal 6 yang menyatakan bahwa semua Hak Atas Tanah mempunyai fungsi sosial. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa semua Hak Atas Tanah apapun yang ada pada seseorang tidak boleh digunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya tetapi penggunaan tanah tersebut harus juga memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat dan Negara. b. Pasal 15 tentang kewajiban memelihara tanah yang dihaki. Pasal 15 menentukan bahwa memelihara tanah termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonominya lemah. Memang seharusnya tanah dipelihara dengan baik agar bertambah subur dan dicegah kerusakannya. Kesuburan tanah mudah berkurang dan tanah pun mudah menjadi rusak jika penggunaannya tidak teratur, padahal seluruh kehidupan manusia di bumi ini menurut para ahli tergantung pada kehidupan lapisan bumi yang tebalnya tidak lebih dari 20 duapuluh sentimeter saja. c. Pasal 10 khusus mengenai tanah pertanian, yaitu kewajiban bagi pihak yang mempunyai untuk mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif. 36 Selain apa yang ditentukan dalam pasal-pasal di atas, dalam menghadapi kasus-kasus konkrit perlu diperhatikan juga kewajiban-kewajiban yang secara khusus dicantumkan dalam surat keputusan pemberian haknya atau dalam surat perjanjiannya serta dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.3. Larangan Bagi Pemegang Hak Atas Tanah