Pemerasan Yang Ditujukan untuk Menguntungkan Diri Sendiri
Tabel 30: Pemerasan Yang Ditujukan untuk Menguntungkan Diri Sendiri
Kasus Setuju Cukup Kurang Tidak Total
setuju
setuju setuju (%)
63,6 100 menerima pekerjaan atau mendapat barang/uang/jasa seolah-olah itu adalah hutang bagi dirinya padahal bukan hutang Menggunakan tanah negara yang
Penyelenggara negara meminta atau
53,8 100 diatasnya terdapat hak pakai sehingga pihak yang memiliki hak pakai harus melepaskan haknya Seorang pegawai negeri/aparat
66,2 100 birokrasi boleh memaksa atau mengintimidasi orang lain untuk memberikan sesuatu dengan tujuan agar urusan orang lain tersebut dipermudah
Berdasarkan kasus-kasus yang tercantum pada tabel 30 di atas, Nampak bahwa sebagian besar responden tidak menyetujui berbagai bentuk pemerasan yang dilakukan oleh aparat birokrasi pemerintahan, khususnya pada kasus pengakuan hutang oleh pihak lain kepada aparat penyelenggara negara (63,6 persen) dan pada kasus paksaan atau intimidasi aparat birokrasi pemerintahan kepada masyaraka agar masyarakat memberikan sesuatu dengan tujuan agar urusan mereka dipermudah (66,2 persen). Namun untuk kasus penggunaan tanah negara di mana aparat birokrasi pemerintahan meminta pihak yang memiliki hak pakai tanah tersebut agar mau melepaskan haknya, masih dianggap bukan merupakan tindakan koruptif, di mana sekitar 13,9 persen responden setuju dan cukup setuju terhadap tindakan semacam itu. Persoalan hak kepemilikan tanah di Indonesia memang masih belum banyak dimengerti oleh sebagian besar masyarakat dan masyarakat cenderung bersedia memberikan haknya ketika diminta kembali oleh negara. Yang menjadi persoalan adalah ketika para aparat birokrasi pemerintahan tidak bersikap toleran terhadap masyarakat yang menempati tanah milik negara, dan demi kepentingannya mereka sewenang-wenang mengusir warga masyarakat dari lokasi tanah yang dimiliki negara.
e. Gratifikasi dan Perbuatan yang Berkaitan dengan Benturan Kepentingan
Gratifikasi adalah salah satu bentuk tindakan koruptif di mana pejabat yang memiliki wewenang atau kekuasaan menerima pemberian barang atau jasa dari seseorang tanpa ada pertalian langsung pada kepentingan utama. Pemberian itu bisa ditujukan untuk modal atau investasi atau untuk mendapatkan keuntungan lain yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Sedangkan benturan kepentingan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai pemerintah atau penyelenggara negara yang secara langsung atau tidak, atau sengaja maupun tidak, ikut dalam suatu kegiatan bisnis (misalnya pemborongan atau pengadaan/persewaan barang atau jasa yang sedang dibutuhkan oleh negara) sedangkan yang bersangkutan bertugas sebagai pejabat atau pemberi kewenangan dalam pengadaan barang/jasa tersebut.
Tabel 31: Gratifikasi dan Benturan Kepentingan Kasus
Setuju Cukup Kurang Tidak Total
setuju
setuju setuju (%)
56,9 100 Kado Ulang Tahun, Dari Orang Yang Berhubungan Dengan Jabatan Dan Berlawanan Dengan Kewajiban Atau Tugasnya (gratifikasi). Pegawai Negeri Atau Penyelenggara
Menerima Hadiah, Parcel Lebaran,
50,8 100 Pemerintahan Menjadi Pemborong Dalam Sebuah Proyek Yang Di Saat Bersamaan Ditugaskan Untuk Mengawasi Proyek Tersebut (benturan kepentingan).
Berdasarkan tabel 31 di atas, terlihat bahwa cukup banyak responden yang mentolerir atau menyetujui (setuju dan cukup setuju sebesar 24,6 persen) tindakan gratifikasi.
Sedangkan yang tidak menyetujui sebesar 56,9 persen responden. Begitu juga halnya dengan tindakan yang terkategori sebagai benturan kepentingan, ternyata yang tidak setuju jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tindakan yang terkategori sebagai gratifikasi (50,8 persen), sedangkan yang setuju sebesar 15,40 persen. Ini artinya masyarakat menganggap gratifikasi adalah hal yang wajar dan hal ini mungkin merupakan bagian dari budaya masyarakat yang menganggap pemberian atau hadiah itu adalah bentuk penghormatan, penghargaan atau kasih sayang di antara sesama. Sedangkan benturan kepentingan juga ditolerir oleh masyarakat karena dianggap hak Sedangkan yang tidak menyetujui sebesar 56,9 persen responden. Begitu juga halnya dengan tindakan yang terkategori sebagai benturan kepentingan, ternyata yang tidak setuju jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tindakan yang terkategori sebagai gratifikasi (50,8 persen), sedangkan yang setuju sebesar 15,40 persen. Ini artinya masyarakat menganggap gratifikasi adalah hal yang wajar dan hal ini mungkin merupakan bagian dari budaya masyarakat yang menganggap pemberian atau hadiah itu adalah bentuk penghormatan, penghargaan atau kasih sayang di antara sesama. Sedangkan benturan kepentingan juga ditolerir oleh masyarakat karena dianggap hak
Simpulan
Pemahaman Aparat Desa tentang UU/Hukum yang Berkaitan dengan Tindak Korupsi dan Tindak/Perilaku yang Diangap Koruptif nampaknya masih perlu ditingkatkan. Hal itu dapat ditunjukkan dengan bukti-bukti berikut ini:
a) bahwa masih cukup banyak responden yang belum pernah mempelajari atau mendapatkan informasi tentang UU Anti Korupsi (64,6 persen). Sedangkan yang sudah mendapatkan informasi tentang hal itu baru sekitar 35,4 persen.
b) Bagi responden yang sudah pernah mendapatkan informasi tentang UU Anti Korupsi, sebagian ada yang pernah membaca langsung UU tersebut, namun sebagian kecil sisanya belum pernah membaca secara langsung.
c) Jenis-jenis tindakan yang terkategori korupsi yang diketahui oleh para responden berdasarkan skor pemahaman tertinggi hingga terendah adalah: (1) suap- menyuap; (2) kerugian keungan negara; (3); gratifikasi; (4) penggelapan dalam jabatan; (5) pemerasan; dan perbuatan curang; dan (6) pemahaman yang paling rendah adalah pada jenis tindakan korupsi berupa benturan kepentingan dalam pengaadaan.
d) Berdasarkan pengakuan para responden, sebagian besar di antara mereka mengatakan tidak pernah menemukan atau mengalami kejadian yang berkaitan dengan tindakan korupsi. Namun ada pula responden yang tidak tahu atau tidak bisa mengindikasikan bahwa suatu tindakan termasuk korupsi atau bukan, dan hanya 1 responden yang mengaku pernah menemukan tindakan korupsi. Namun dari pengakuan responden yang pernah mengetahui tindak korupsi itu, kasus yang pernah ditemukannya tidak sampai di bawah ke ranah hukum.
e) Pengetahuan/pemahaman para responden tentang tindakan atau perilaku yang dianggap koruptif cukup bervariasi. Namun hal yang cukup menarik adalah bahwa ada beberapa kategori tindakan koruptif yang dianggap oleh sebagian besar responden cenderung dianggap bukan atau belum merupakan tindakan koruptif. Tindakan-tindakan tersebut adalah: (1) kolusi dengan sistem kickback; (2) suap-menyuap; (3) gratifikasi; dan (4) benturan kepentingan. Tindakan- tindakan tersebut mungkin dianggap oleh sebagian besar responden merupakan
‘kebiasaan’ atau budaya yang telah tertanam lama dalam kehidupan mereka, sehingga mereka menganggap hal tersebut sebagai hal yang wajar dilakukan.
f) Sedangkan tindakan atau perilaku yang dianggap koruptif oleh sebagian besar responden adalah tindakan: penggelapan, penipuan, pemalsuan, dan pemerasan.