15
ataupun keluar negeri. Ketika gaya hidup diekspresikan dengan cita rasa dan nilai material pada akhirnya akan berhubungan dengan karakteristik sosio struktural
lainnya. Amstrong Kaparang, 2013,lebih jauh menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu internal dan faktor yang berasal dari luar eksternal.
Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi sedangkan faktor eksternal terdiri dari kelompok
referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan.Faktor internal merupakan faktor yang didasarkan pada diri seseorang seberapa terbuka dirinya terhadap pengaruh
yang muncul dalam dirinya yang menuntut perubahan pada kehidupannya. Faktor eksternal merupakan faktor yang muncul dari orang-orang yang ada disekeliling
kita yang secara tidak kita sadari memberikan pengaruh pada individu.
2.2. Konsumsi
Dunia modern saat ini menunjukkan bahwa kebahagiaan yang diinginkan oleh masyarakat adalah apabila mereka memiliiki dan menunjukkan tanda-tanda
atau barang-barang yang dipandang oleh masyarakat umum sebagai barang yang mewah.Mereka yang telah mampu untuk memiliki barang-barang mewah tersebut
dianggap menjadi masyarakat yang telah menemukan kebahagiaannya.Dalam hal ini mereka yang telah mampu mencapai hal tersebut merupakan masyarakat yang
berada dalam kelas sosial atas.Perbedaan dalam akses terhadap barang-barang mewah inilah yang semakin menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
16
konsumsi yang terjadi antara masyarakat yang tergolong dalam kelas sosial atas dan masyarakat kelas sosial bawah.
Rasionalitas konsumen dalam sistem masyarakat telah mengalami perkembangan dan perubahan, karena mereka membeli barang bukan lagi karena
kebutuhan needs, namun lebih kepada pemenuhan hasrat desire. Ketika hendak mengonsumsi sesuatu, individu juga harus mempertimbangkan kepuasan
hasratnya yang harus terpenuhi.Konsumsi menurut Baudrillard bukan sekedar nafsu untuk membeli begitu banyak komoditas, satu fungsi kenikmatan, satu
fungsi individual, pembebasan kebutuhan, pemuasan diri, kekayaan atau konsumsi objek. Manusia tidak hanya ditawari apa yang mereka butuhkan what
they needed, melainkan pula apa yang mereka harapkan what they desired. Dengan demikian, “wants” berubah secara aktif menjadi “needs”, apa yang
semula sekedar menjadi keinginan berubah menjadi yang dibutuhkan. Konsumsi berada dalam suatu pemaknaan yaitu satu manipulasi tanda dan
manipulasi objek sebagai tanda. Nilai simbol dijadikan sebagai sebuah komoditas utama masyarakat untuk mengonsumsi sesuatu.Jadi, yang layak untuk dikonsumsi
oleh masyarakat banyak adalah apabila objek tersebut telah memiliki tanda sign yang terbaik. Simbol atau citra yang dimiliki suatu objek tersebut layak menjadi
salah satu faktor bagi mereka untuk mempertimbangkan apakah objek tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak. Meskipun suatu objek memiliki tujuan yang
sama namun dengan semakin eksis dan dan baiknya citranya sehingga objek tersebut dapat terlihat berbeda dimata konsumen.
Saat ini banyak orang yang lebih suka membeli merek dari pada mempertimbangkan manfaat mereka ketika mengonsumsinya.Merek dapat
17
menentukan status sosial yang dimiliki seseorang. Mengonsumsi objek berdasarkan merek maka dapat terlihat bahwa mereka juga memperhatikan gengsi
sosial.Mengonsumsi objek yang tidak memiliki citra atau merek yang tidak baik atau terkenal maka hal ini dapat dipengaruhi oleh gengsi sosial yang selalu
dipertimbangkan. Mengonsumsi objek maka berarti mengonsumsi tanda dan dalam prosesnya mendefinisikan diri kita.
Thorstein Veblen mengajukan sebuah istilah conspicuous consumption konsumsi yang mencolok untuk menunjukkan barang- barang yang kita beli dan
kita pertontonkan kepada oranglain untuk menegaskan gengsi dan status kita serta menunjang gaya hidup di waktu luang. Veblen juga mengemukakan istilah
pecuniary emultion penyamaan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan uang dimana golongan yang tidak masuk pada leissure class berusaha menyamai
perolehan dan pemakaian benda-benda tertentu dengan harapan bahwa mereka akan mencapai keadaan dengan golongan-golongan yang berada diatas mereka.
Menurut Bourdieu konsumsi dianalisis sebagai bentuk pemuasan kebutuhan yang berakar secara biologis, lebih jauh Bourdieu lebih menekankan konsumsi meliputi
tanda, simbol, ide dan nilai yang digunakan sebagai cara memisahkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya. Bourdieu memaknai modal
bukan hanya dimaknai modal semata-mata sebagai modal yang berbentuk materi, melainkan modal merupakan sebuah hasil kerja yang terakumulasi dalam bentuk
yang “terbendakan” atau bersifat “menumbuh”-terjiwai dalam diri seseorang.Bourdieu menyebut istilah modal sosial social capital, modal budaya
cultural capital, modal simbolik symbolic capital.
18
a. Modal sosial menunjuk pada sekumpulan sumberdaya yang aktual atau
potensial yang terkait dengan pemilikan jaringan hubungan saling mengenal danatau saling mengakui yang memberi anggotanya
dukungan modal yang dimiliki bersama. Modal sosial dapat diwujudkan dalam bentuk praktis seperti pertemanan, dan bentuk terlembagakan
terwujud dalam keanggotaan kelompok yang relatif terikat seperti keluarga, suku, sekolah.
b. Modal budaya merujuk pada serangkaian kemampuan atau keahlian
individu, termasuk di dalamnya adalah sikap, cara bertutur kata, berpenampilan, cara bergaul, dan sebagainya.
c. Modal simbolik merupakan sebuah bentuk modal yang berasal dari jenis
yang lain, yang disalahkenali bukan sebagai modal yang semena, melainkan dikenali dan diatur sebagai sesuatu yang sah dan natural.
Modal simbolik ini berupa pemilihan tempat tinggal, pemilihan tempat wisata, hobi, tempat makan, dan sebagainya. Menurut Bourdieu modal
simbolik merupakan sumber kekuasaan yang krusial. Menurut Bourdieu setiap kelas memiliki sikap, selera, kebiasaan, perilaku
atau bahkan modal yang berbeda.Bourdieu membedakan kelas menjadi tiga.Pembedaan ini sekali lagi didasarkan pada faktor pemilihan modal
tadi.Pertama, kelas dominan, yang ditandai oleh pemilikan modal yang cukup besar. Individu dalam kelas ini mampu mengakumulasikan berbagai modal dan
secara jelas mampu membedakan dirinya dengan orang lain untuk menunjukkan identitasnya. Kelas dominan juga mampu memaksakan identitasnya kepada kelas
lain. Kedua, kelas borjuasi kecil. Mereka diposisikan ke dalam kelas ini karena
19
memiliki kesamaan sifat dengan kaum borjuasi, yaitu mereka memiliki keinginan untuk menaiki tangga sosial, akan tetapi mereka menempati kelas menengah
dalam struktur masyarakat. Mereka dapat dikatakan akan lebih banyak melakukan imitasi terhadap kelas dominan. Ketiga, kelas populer.Kelas ini merupakan kelas
yang hampir tidak memiliki modal, baik modal ekonomi, modal budaya maupun modal simbolik. Mereka berada pada posisi yang cenderung menerima dominasi
kelas dominan, mereka cenderung menerima apa saja yang dipaksakan kelas dominan.
2.3. Pilihan Rasional