SOSIALISASI PERATURAN MENTERI AGAMA RI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM

VIII. SOSIALISASI PERATURAN MENTERI AGAMA RI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM

( DALAM MONITORING, CONTROLING, DAN EVALUASI LPPD PROVINSI JAWA )

TIMUR OLEH: Drs. HAMID SYARIF TANGGAL 25 JUNI 2015 DI AULA UMSIDA

Sosok masyarakat masa depan adalah:

1. Masyarakat yang memiliki kemampuan sendiri untuk menetapkan idealisasi masa depannya;

2. Yang memiliki alternatif kebijakan yang akan ditempuh, dan mengelola jalannya kehidupan;

3. Mengadakan kontrol sosial sendiri.

4. Timbul tidak top down, melainkan button up.

Pendidikan sebagai bagian kehidupan masyarakat (sub-sistem sosial) mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Di banyak negara menunjukkan kuatnya hubungan antara pendidikan (sebagai pengembangan sumber daya manusia) dengan tingkat perkembangan bangsa-bangsa tersebut.

Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kualitas seseorang sebagai manusia, sumber daya, dan sebagai anggota masyarakat. Selain itu, pendidikan juga mempunyai konotasi sebagai barang konsumsi dan sekaligus barang investasi.

Sebagai barang investasi maupun barang konsumsi, pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan strategis, baik lingkungan global, seperti dinamika penduduk, tingkat mutu sumber daya manusia yang dituntut oleh kemajuan teknologi maupun lingkungan nasional yang berpengaruh pada kinerja pendidikan dalam bentuk oleh berbagai indikator ekonomi dan sosial-budaya.

Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan yang merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya.”

Dari aspek filosofis, secara mendasar pendidikan pondok pesantren perlu memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Mengembalikan Khitoh pondok pesantren sebagai institusi yang menyiapkan santri sebagai Mutafaqqih Fiddin (ahli ilmu agama) yang merupakan misi utama pada awal pendirian pesantren.

2. Mampu mengembangkan kreativitas, keberdayaan, dan peradaban.

3. Mendukung diseminasi (menyerbarluaskan) nilai keunggulan.

4. Mengembangkan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan, dan keagamaan, dan

5. Mengembangkan secara berkelanjutan kinerja, kreatif, dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral.

UNESCO (United Nation Educational Scientific and Cultural) mencanangkan pilar-pilar penting dalam pendidikan, yakni bahwa pendidikan hendaknya mengembangkan :

1. Belajar untuk mengetahui (learn to know);

2. Belajar untuk melakukan sesuatu (learn to do);

3. Belajar untuk menjadi seseorang (diri sendiri) (learn to be);

4. Belajar mengetahui kehidupan bersama/bermasyarakat (learn to be together). Ada 5 (lima) dasar yang melatarbelakangi lahirnya kedua PMA diatas, yakni : Dasar Peraturan Perundangan-Undangan :

Undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 bab I tentang ketentuan umum menyebutkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan nasional dalam sisdiknas adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pasal 12, ayat (1) huruf

a, mengamanatkan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.” Bukan hanya di sekolah negeri, juga di sekolah swasta, bahwa setiap siswa berhak mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan agamanya harus dipenuhi , maka

pemerintah berkewajiban menyediakan / mengangkat tenaga pengajar agama untuk semua siswa sesuai dengan agamanya baik sekolah negeri maupun swasta. Pasal 55, ayat (5) menegaskan: “Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana dan sumber daya lian secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Penyelenggaraan sekolah umum dengan ciri keagamaan merupakan hak masyarakat. UU No. 20 Tahun 2003, pasal 55 ayat (1) menegaskan: “Masyarakat berhak

menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk

kepentingan masyarakat .” Penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah sesuai dengan ciri keagamaan merupakan hak sekaligus kewajiban sekolah yang diselengarakan oleh masyarakat. PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pasal 3 menegaskan: “Setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama .” Hal mendapatkan pelajaran agama memang hak orang tua dan siswa Hak-hak sebagai warga Negara harus dijamin oleh pemerintah.

http://www.kpai.go.id/artikel/implementasi-pendidikan-agama-di-sekolah-dan-solusinya/

1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bagian ke sembilan Pasal 30 tentang Pendidikan Keagamaan.

2. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

3. Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam .

4. Peraturan Menteri Agama No. 18 Tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah Pada Pondok Pesantren.

5. Ada tiga kesetaraan yang harus diperjuangkan secara berkesinambungan dalam pembangunan pendidikan diniyah dan pondok pesantren.

1. kesetaraan regulasi;

2. kesetaraan program;

3. kesetaraan anggaran.

Dasar Historis/Empiris

1. SKB Tiga Menteri ; Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 1975 Tentang Ijazah dan Lulusan Madrasah dinilai sama dengan Ijazah dan Lulusan Umum Yang Setingkat.

2. Terjadinya perubahan dalam skala masif madrasah diniyah menjadi MI, MTs, dan MA baik di dalam maupun di luar pondok pesantren yang dinamakan pendidikan umum berciri khas agama Islam.

3. Berdirinya berbagai varian jenjang, jenis, dan satuan pendidikan (pendidikan umum, pendidikan umum berciri khas agama Islam maupun pendidikan kejuruan mulai, pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA/MA/SMK) sampai dengan pendidikan tinggi di pondok pesantren.

4. Perubahan orientasi pendidikan tersebut dapat mengakibatkan fenomena degradasi ilmu keislaman di pondok pesantren.

Dasar Akademis Menyiapkan para santri sebagai ulama intelektual, artinya santri yang mendalami ilmu

keislaman dengan pola pikir modern sebagai solusi memenuhi kebutuhan gejala krisis ulama (bukan intelektual ulama, artinya santri yang memiliki pola pikir dengan basis keilmuan Islam yang sedikit).

Dasar Regulatif Opsi pendidikan keagamaan Islam bagi pondok pesantren salafiyah dan ashriyah yang

selama ini tidak mengikuti satuan pendidikan yang ada.

Peta Pendidikan Islam di Indonesia

Jenis Pendidikan Keagamaan Islam

Pendidikan Umum Berciri Khas Islam

Diniyah

Jenjang Pesantren Formal Nonformal Formal Nonformal Informal

Tinggi

Mahad al-

PTAI

Ma’had Aly Jami’ah al- Takmiliyah

(UIN/IAI/STAI)

Menengah MA Paket C PDF Ulya DT Ulya

Kitab Kuning/

MTs PDF Wustha

DT Wustha dengan pendidikan mu’allimin dan

Dirasah Islamiyah

Paket B (Wajar

Keluarga

Dikdas Wustha)

takhasus Dasar

Muadalah

Paket A MI PDF Ula DT Ula (Wajar Dikdas Ula)

PAUD RA TPA/TKA/TQA

Pendidikan Keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran Islam dan/atau menjadi ilmu agama Islam dan mengamalkan ajaran agama Islam. Pendidikan Agama Islam terdiri atas :

a. Pondok Pesantren, dan;

b. Pendidikan diniyah

PONDOK PESANTREN

1. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan pesantren dan/atau secara terpadu menyelenggarakan jenis pendidikan lainnya.

2. Pondok pesantren wajib memiliki unsur-unsur yang terdiri atas :

a. Kyai atau sebutan lain yang sejenis;

b. Santri;

c. Pondok atau asrama pesantren;

d. Masjid atau musholla, dan

e. Pengajian kitab kuning atau dirasah islamiyah Pondok pesantren dapat berbentuk sebagai - Satuan pendidikan;dan/atau

- Penyelenggara pendidikan PONDOK PESANTREN SEBAGAI PENYELENGGARA

A. Pesantren sebagai penyelenggara pendidikan dapat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan lainnya meliputi :

1. pendidikan diniyah formal;

2. pendidikan diniyah nonformal;

3. pendidikan umum

4. pendidikan umum berciri khas Islam;

5. pendidikan kejuruan;

6. pendidikan kesetaraan;

7. pendidikan mu’adalah;

8. pendidikan tinggi; dan/atau

9. program pendidikan lainnya

B. Penyelenggaraan pendidikan mu’adalah diatur dalam Peraturan Menteri Agama No. 18 Tahun 2014.

PENDIDIKAN DINIYAH

 Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada

semua jalur dan jenjang pendidikan yang terdiri atas :

a. Pendidikan diniyah formal adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam oleh dan berada di dalam pondok pesantren secara terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal.

b. Pendidikan diniyah nonformal adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan dalam bentuk Madrasah Diniyah Takmiliyah, Pendidikan Al-

Qur’an, Majelis Taklim, atau bentuk lain yang sejenis baik di dalam maupun di luar pesantren pada jalur pendidikan nonformal.

c. Pendidikan diniyah informal adalah pendidikan keagamaan Islam dalam bentuk program yang diselenggarakan di lingkungan keluarga pada jalur pendidikan informal

PENDIDIKAN DINIYAH FORMAL  Pendidikan diniyah formal didirikan dan dimiliki oleh pesantren (pesantren yang telah

memiliki komponen-komponen seperti di atas).  Memiliki santri yang mungkin dan belajar pada pesantren yang bersangkutan paling

sedikit 300 (tiga ratus) orang pada setiap tahun selama 10 tahun pelajaran terakhir.  Memiliki calon peserta didik paling sedikit 30 (tiga puluh) orang. Pendidikan diniyah terdiri atas :

1. Pendidikan diniyah formal jenjang pendidikan dasar : pendidikan diniyah formal ula terdiri atas 6 tingkat sederajat dengan SD/MI, dan pendidikan diniyah formal wustha terdiri atas 3 tingkat sederajat dengan SMP/MTs.

2. Pendidikan diniyah formal jenjang pendidikan menengah berbentuk pendidikan diniyah formal ulya terdiri atas 3 tingkat sederajat dengan SMA/MA/SMK.

3. Pendidikan diniyah formal jenjang pendidikan tinggi berbentuk ma’ahad ali Kurikulum satuan pendidikan diniyah formal ula paling sedikit memuat :

a. Al-Qur’an;

b. Hadits;

c. Tauhid;

d. Fiqh;

e. Akhlaq;

f. Tarikh; dan

g. Bahasa Arab

4. Kurikulum satuan pendidikan diniyah formal wustha paling sedikit memuat :

a. Al-Qur’an;

b. Tafsir-Ilmu Tafsir;

c. Hadist-Ilmu Hadist;

d. Tauhid;

e. Fiqh-Ushul Fiqh;

f. Akhlaq-Tasawuf;

g. Tarikh;

h. Bahasa Arab; h. Bahasa Arab;

 Kurikulum satuan pendidikan diniyah formal ulya paling sedikit memuat :

a. Al-Qur’an;

b. Tafsir-Ilmu Tafsir;

c. Hadist-Ilmu Hadist;

d. Tauhid;

e. Fiqh-Ushul Fiqh;

f. Akhlaq-Tasawuf;

g. Tarikh;

h. Bahasa Arab;

i. Nahwu-Sharf; j. Balaghah; k. Ilmu Kalam; l. Ilmu Arudh; m. Ilmu Mantiq; dan n. Ilmu Falak.

Kurikulum pendidikan keagamaan Islam di atas wajib berbahasa Arab.

1. Kurikulum pendidikan umum pada satuan pendidikan formal diniyah ula dan wustha paling sedikit memuat :

a. Pendidikan kewarganegaraan;

b. Bahasa Indonesia;

c. Matematika; dan

d. Ilmu pengetahuan alam.

2. Kurikulum pendidikan umum pada satuan pendidikan formal diniyah ulya paling sedikit memuat :

a. Pendidikan kewarganegaraan;

b. Bahasa Indonesia;

c. Matematika;

d. Ilmu pengetahuan alam; dan

e. Seni dan budaya.

Pendidik pada satuan pendidikan diniyah formal ula, wustha, dan ulya berkualifikasi S1 sesuai dengan kompetensinya. Calon peserta didik satuan pendidikan diniyah formal ula minimal telah berusia 6 tahun. Calon peserta didik satuan pendidikan diniyah formal wustha harus memiliki ijazah pendidikan satuan pendidikan diniyah formal ula, MI, SD, SDLB, Paket A, atau satuan pendidikan sederajat. Calon peserta didik satuan pendidikan formal ulya harus memiliki ijazah pendidikan diniyah formal wustha, MTs, SMP, SMPLB, Paket B, atau satuan pendidikan sederajat.

PENDIDIKAN DINIYAH NONFORMAL

1. Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk :

a. Madrasah diniyah takmiliyah;

b. Pendidikan Al-Qur’an;

c. Majelis taklim; atau

d. Pendidikan keagamaan Islam lainnya.

2. Prosedur dan mekanisme tentang pendidikan diniyah formal lebih lanjut lihat dalam PMA No. 13 Tahun 2014.

Satuan pendidikan muadalah adalah satuan pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren dengan basis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan mualimin secara berjenjang dan terstruktur yang dapat disetarakan dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan Kementerian Agama.

Kitab kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di pesantren.

Dirasah Islamiyah adalah kumpulan kajian tentang ilmu agama Islam yang tersusun secara sistematik, terstruktur, dan terorgananisasi (madrasy).

1. Satuan pendidikan muadalah terdiri atas :

a. Salafiyah berbasis kitab kuning.

b. Satuan pendidikan muadalah mu’alimin berbasis dirasah islamiyah dengan pola pendidikan mu’alimin.

2. Satuan pendidikan muadalah :

a. Didirikan dan dimiliki oleh pesantren;

b. Memiliki santri mukim paling sedikit tiga ratus orang yang memiliki mengikuti layanan pendidikan formal atau program paket A, B dan C.

c. Diselenggarakan paling sedikit :  Lima tahun berturut-turut untuk pengusulan setingkat MI;  Dua tahun berturut-turut untuk pengusulan setingkat MTs dan MA;  Lima tahun berturut-turut pengusulan setingkat MA dengan

menggabungkan setingkat MTs dan MA selama enam tahun.

d. Penamaan satuan pendidikan muadalah  Madrasah salafiyah;  Madrasah mu’alimin;  Kulliyat al-Mualimin al-Islamiyah (KMI);  Tarbiyat al-Mualimin al-Islamiyah (TMI);  Madrasah al-Mualimin al-Islamiyah (MMI);  Madrasah al-Tarbiyah al-Islamiyah (MTI) atau nama lain yang

diusulkan oleh lembaga pengusul dan ditetapkan oleh Menteri.

e. Satuan pendidikan muadalah terdiri atas :  Satuan pendidikan muadalah setingkat pendidikan dasar:  MI selama enam tahun dan MTs selama tiga tahun dan pendidikan

setingkat itu selama tiga tahun  Satuan pendidikan muadalah setingkat pendidikan menengah :

madrasah aliyah.

f. Kurikulum satuan pendidikan muadalah terdiri atas kurikulum keagamaan Islam yang berbasis kitab kuning dirasah Islamiyah dan kurikulum pendidikan umum (pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam).

g. Pendidik satuan pendidikan muadalah harus memenuhi kompetensi sesuai bidang keilmuan yang diampunya.