Pencernaan dalam lambung komplex (ruminansia)

4.3 Pencernaan dalam lambung komplex (ruminansia)

Pada hewan herbivora perlu adanya suatu rongga atau wadah yang besar dalam saluran pencernaannya, sehingga makanan yang berbongkah dan berserabut dapat ditahan untuk mengalami perendaman dan fermentasi . Pada herbivora yang berlambung tunggal, wadah itu adalah caecum (sekum) dan kolon , pada herbivora berlambung komplex (ruminansia) wadah itu terutama dibentuk oleh 2 Pada hewan herbivora perlu adanya suatu rongga atau wadah yang besar dalam saluran pencernaannya, sehingga makanan yang berbongkah dan berserabut dapat ditahan untuk mengalami perendaman dan fermentasi . Pada herbivora yang berlambung tunggal, wadah itu adalah caecum (sekum) dan kolon , pada herbivora berlambung komplex (ruminansia) wadah itu terutama dibentuk oleh 2

(VFA = Volatile Fatty Acids) merupakan hasil akhir fermentasi yang karakteristik pada karbohidrat. Rumen dan retikulum sedikit banyak berhubungan terbuka pada domba, sapi dan kambing dan dalam rongga rongga itu terjadi fermentasi mikrobia atas bahan-bahan pakan, terutama cellulose dan polymere nabati lainnya. Hasil akhir fermentasi dan bahan cellulair mikroba yang dihasilkan banyak menyumbang bahan-bahan makanan bagi hewan ruminansia. Metabolisme mikrobia dalam retikulo- rumen tidak hanya memungkinkan penggunaan cellulose secara intensif, tetapi juga penggunaan nitrogen nonprotein bagi sintesis protein mikrobia. Hal istimewa lain pada ruminansia adalah :

1. gigi geligi yang khusus,

2. Curahan saliva yang melimpah,

3. Gerak otot daging yang terkoordinasi untuk mencapur, membalik memutar dan mendorong aliran digesta dalam lambung,

4. Proses pencernaan enzymatis yang tergantung pada sekresi dalam abomasum dan intestinum tenue,

5. Tempat fermentasi kedua caecum dan colon yang membesar.

Bahan amilum dan gula dari makanan ruminansia yang mudah difermentasikan segera hilang dalam rumen dan tidak mencapai intestinum tenue atau hanya sedikit. Protein makanan mengalami degradasi bakterial dan sedikit yang mencapai abomasum dan intestinum tenue. Bakteria dan protozoa yang tumbuh atas substrat makanan itu dan residu makanan lewat dan masuk ke dalam abomasum, bagian lambung yang mensekresi asam, dan hewan memperoleh sebagian besar asam-asam aminonya dari pencernaan mikroorganisme ini.

Fermentasi cellulose, suatu proses yang lebih lambat, jarang sempurna dalam rumen dan residu makanan yang terus ke abomasum dan intestinum tenue mengandung jumlah yang cukup untuk dapat dicerna. Fase kedua dari fermentasi karbohidrat yang terjadi dalam intestinum crassum dibatasi oleh substrat yang memasuki organ ini, yang terutama berupa cellulose dan bagian-bagian lain dari serat nabati. Sekresi ke dalam lumen usus memberi sumber nitrogen dalam bentuk mukus. Kuda mempunyai Fermentasi cellulose, suatu proses yang lebih lambat, jarang sempurna dalam rumen dan residu makanan yang terus ke abomasum dan intestinum tenue mengandung jumlah yang cukup untuk dapat dicerna. Fase kedua dari fermentasi karbohidrat yang terjadi dalam intestinum crassum dibatasi oleh substrat yang memasuki organ ini, yang terutama berupa cellulose dan bagian-bagian lain dari serat nabati. Sekresi ke dalam lumen usus memberi sumber nitrogen dalam bentuk mukus. Kuda mempunyai

Retikulum dapat dianggap sebagai lanjutan rumen di sebelah anterior yang berhubungan bebas melalui plica ruminoreticularis. Isi retikulum adalah zalir dan bahan-bahan padat yang mengambang. Ingesta yang lebih padat dari rumen dicegah masuknya ke dalam retikulum oleh plica ruminoreticularis, yang berfungsi sebagai sebuah pintu air di antara kedua organ itu. Pada interval yang teratur selama sehari, bagian- bagian isi rumen dan retikulum dikembalikan ke dalam mulut (regurgitasi) untuk remastikasi dan reinsalivasi. Proses ini disebut ruminasi. Sewaktu ada dalam retikulo-rumen ingesta itu dicampur aduk secara kuat dan diperas oleh pergerakan retikulo-rumen.

Isi retikulum dan rumen domba sebesar 4-6 kg. Isi ke-2 organ itu pada sapi dewasa yang makan kenyang sampai 30-60 kg. Harga-harga ini bervariasi dengan makanan, waktu makan dan kecepatan fermentasi dalam rumen. Rumen itu tak pernah kosong, pada waktu berpuasa isi rumen makin cair. Bahan kering yang tercampur dengan baik juga bervariasi, tetapi pada hewan yang diberi makan secara teratur kira-kira ada 10-15% dari berat basah. Pada hewan yang merumput fermentasi dalam retikulo- rumen berlangsung 8 jam sehari. Bakteria dan protozoa rumen hidup pada makanan yang dimakan dan menyebabkan perubahan- perubahan kimiawi yang extensif. Hasil-hasil fermentasi yang larut sebagian besar diabsorpsi dan bahan yang meninggalkan rumen terdiri atas campuran residu makanan, bakteria, protozoa dan beberapa hasil fermentasi yang larut dalam cairan penyangga (buffer). Ada aliran saliva yang terus menerus berubah ke dalam ke 2 organ itu dan ada aliran bahan yang terus menerus dari retikulo rumen ke omasum dan seterusnya ke caudal ke abomasum dan intestinum.

4.3.1 Perkembangan Digesti Dalam Rumen

Fase transisi antara waktu disapih dan dewasa berlangsung sampai ± umur 8 minggu pada anak domba dan ± umur 3 bulan pada godel. Selama fase ini pola pencernaan tidak teratur. VFA sebagai hasil Fase transisi antara waktu disapih dan dewasa berlangsung sampai ± umur 8 minggu pada anak domba dan ± umur 3 bulan pada godel. Selama fase ini pola pencernaan tidak teratur. VFA sebagai hasil

4.3.2 Mikroorganisme Dalam Rumen

Pada umumnya mikroorganisme terdapat dalam saluran pencernaan (caecum) semua hewan ternak, kera, marsupialia dan beberapa jenis rodensia. Akan tetapi yang terpenting peranannya adalah pada herbivora, terutama ruminansia. Pada hewan-hewan yang mikroorganismenya terdapat dalam caecum, hasil sampingan metabolisme yang dilakukan mikroorganisme tersebut sebagian masih dapat diabsorpsi, tetapi bangkai mikroorganisme sendiri dikeluarkan bersama tinja.

Pada ruminansia, mikroorganisme yang terdapat dalam rumen bila masuk abomasum akan mati oleh HCl. Selanjutnya bangkai mikroorganisme itu dicerna. Mikroorganisme dalam rumen terdiri atas bakteria (mikroflora) dan protozoa (mikrofauna).

1. Bakteria

Banyak sekali spesies bakteria dalam rumen, secara mikroskopis diperoleh sekitar 33 tipe yang berbeda. Bryant (1959) menemukan sekitar 29 genera dan 63 spesies bakteria dalam rumen. Umumnya mereka merupakan bakteria anaerob dan apathogen. Bakteria anaerob yang tak membentuk spora paling banyak, meskipun ada bakteria anaerob pembentuk spora maupun bakteria yang dapat tumbuh di luar kondisi anaerob, seperti sterptococcus bovis dan genus lactobacillus. Bakteria usus seperti escherichia coli dan salmonella terdapat dalam rumen dan jumlahnya sangat terbatas. Bakteria patogen yang membentuk spora tipe D dapat masuk ke dalam rumen. Dalam rumen bakteria tersebut dapat dirombak atau terbunuh. Bila selamat dan masuk ke dalam usus, bakteria itu akan cepat berkembang biak dan dapat menimbulkan penyakit.

Bakteria dalam rumen dengan bantuan enzim-enzimnya melaksanakan proses fermentasi. Bakteria Butyrivibrio fibrisalvens dan Bacterioides ruminicola dapat memfermentasi saponin, glikosida, Bakteria dalam rumen dengan bantuan enzim-enzimnya melaksanakan proses fermentasi. Bakteria Butyrivibrio fibrisalvens dan Bacterioides ruminicola dapat memfermentasi saponin, glikosida,

2. Protozoa

Sejumlah spesies protozoa dalam rumen, terutama merupakan ciliata, lainnya adalah flagellata. Ciliata dari famili Isotrichidae (holotrichs) mempunyai genus Isotricha dan Dasytricha. Sedangkan famili Ophryoscolecidae (oligotricha) mempunyai species yang sangat bervariasi dalam bentuk, ukuran dan organelnya. Genusnya yang sudah dikenal.Entodinium, Diplodinium, Epidinium dan Ophrycolex.

Protozoa rumen bersifat anaerob penuh dan memperoleh energi dari hasil fermentasi karbohidrat. Hasil akhir metabolismenya adalah asam asetat, asam butirat, asam laktat, CO2 dan H 2 . Selain itu diproduksi pula dalam jumlah kecil asam propionat. Holotrichus lebih banyak menghasilkan

asam laktat dan asam-asam lemak lain (non-volatil). Umumnya holotrichs memfermentasi karbohidrat yang larut dalam air. Sedangkan Oligotricha sedikit memanfaatkan karbohidrat yang larut dan lebih menyukai butiran-butiran amilum (pati). Spesies oligotricha banyak yang mampu memfermentasi selulose, hemiselulose dan pektin.

4.3.3 Fermentasi Karbohidrat

Populasi bakteria dalam rumen bisa sampai 109 sel per-gram, selain itu ada pula populasi protozoa yang bercilia dan berflagella (sedikit). Ada beberapa bentuk (species) bakteria, tetapi bentuk yang penting adalah bentuk Coccoid (90% dari populasi bakteria). Kecepatan fermentasi karbohidrat dalam rumen bervariasi dengan avaibabilitasnya (kehadirannya). Gula yang larut cepat difermentasikan, zat pati kurang cepat, sedang komponen struktural jaringan tanaman, cellulose dan hemicellulose lambat . Umur tanaman dan tingkat lignifikasi penting dalam menentukan seberapa jauh komponen struktural serat tumbuh-tumbuhan itu difermentasi dalam rumen.

Komposisi rumput umumnya bervariasi dengan umur tanaman dan antara species. Karbohidrat yang ada terutama hexosa, sakarose dan fruktoasan (25% bahan kering pada permulaan musim panas, tetapi hanya 4-5% pada musim semi). Dari ke-3 komponen itu fruktoasan yang terbesar dalam rumput muda. Hemicellulose adalah polysaccharida dinding sel yang larut dalam alkali encer, tetapi tidak larut dalam air, yang dapat dihidrolisis menjadi gula dan unit-unit asam-gula (pentosa dan hexosa). Lignin didepositkan antara mikrofibril dan serabut-serabut cellulose . Pencernaan lignin, bila ada meliputi tidak lebih dari 15% lignin yang dimakan.

Hasil fermentasi karbohidrat yang komplex itu adalah campuran asam-asam lemak yang mudah menguap (VFA), CO2 dan methane . Dalam rumen proporsi VFA adalah asam asetat (60-70%), asam propionat (15-20%) dan asam butirat (10-15%) pada hewan yang diberi makan hijauan kering atau jerami

lainnya. Konsentrasi asam propionat dalam rumen paling besar bila makanan mengandung sejumlah besar zat pati atau gula yang larut dan paling sedikit pada hewan yang diberi makan jerami yang rendah mutunya. Sebaliknya asam asetat akan meningkat bila kandungan bahan kasar meningkat. Bahan pakan yang dicerna dalam rumen terdapat dalam medium cairan yang berasal dari air yang diminum, air yang terkandung dalam makanan dan saliva. Kandungan bahan kering bervariasi antara 8-14% tergantung pada makanan dan waktu setelah makan. Retikulo-rumen itu anaerob dan digesta dipertahankan pada temperatur yang sama 37-39°C, yang baik bagi suasana fermentasi. Hasil akhir fermentasi terus menerus diabsorpsi, ada aliran substrat yang tetap dan pHnya meskipun berubah atas berbagai makanan dipertahankan antara 6,0 - 6,7. Sejumlah besar saliva yang alkalis menjamin kapasitas penyanggaan (buffer) yang baik.

Berbagai ragam bakteria dan protozoa dengan substrat spesifik yang berbeda terdapat dalam digesta retikulo-rumen. Beberapa hanya memfermentasi karbohidrat yang larut dan substrat lain yang larut tersebar dalam fase cairan, sedang lainnya berkelompok atau melekat pada bahan padat. Protozoa menelan partikel-partikel kecil. Cendawan (fungi) juga terdapat pada bahan padat dalam rumen, tetapi kepentingannya belum diketahui. Energi yang diperoleh dari proses fermentasi digunakan oleh mikro- organisme untuk fungsi cellulair, sinthesis protein dan pertumbuhan. Protein makanan secara extensif dihidrolisis dan sementara beberapa asam amino digunakan oleh bakteria dan protozoa untuk sinthesis protein bagi tubuhnya, bagian terbesar difermentasi yang menghasilkan NH3. Kebanyakan, tetapi tidak semua bakteria rumen mempunyai kemampuan mempergunakan NH3 sebagai satu-satunya sumber N dalam sinthesis protein.

4.3.4 Produksi Gas

Campuran gas yang terdapat dalam rumen sebagian besar terbentuk dari CO2 dan methane (CH4). Nitrogen dan oksigen terdapat sedikit sekali. Methane dibentuk pada reduksi CO 2 oleh bakteria

methanogenis. Hidrogen, formate dan succinate merupakan donator hidrogen bagi reaksi ini, itulah sebabnya tak ditemukan dalam rumen, meskipun semuanya dikenal sebagai hasil methabolisme berbagai bakteria rumen. Pada sapi methane membentuk 20-40% dari gas total yang terdapat dalam methanogenis. Hidrogen, formate dan succinate merupakan donator hidrogen bagi reaksi ini, itulah sebabnya tak ditemukan dalam rumen, meskipun semuanya dikenal sebagai hasil methabolisme berbagai bakteria rumen. Pada sapi methane membentuk 20-40% dari gas total yang terdapat dalam

5 - 10 l dalam 30 menit setelah 4 jam.

4.3.5 Pencernaan Protein

Dalam rumen ada aktivitas proteolisis. Protein dengan solubilitas (daya larut) yang berbeda menimbulkan konsentrasi ammonia yang berbeda, karena pembentukan ammonia berkaitan dengan solubilitas protein. Pencernaan protein dalam rumen berlangsung dengan terjadinya hidrolisis secara tetap yang menghasilkan, melalui peptida yang makin pendek rantainya, asam-asam amino bebas yang sebagian besar dipecahkan oleh deaminasi fermentasi dengan hasil CO2, ammonia dan asam lemak berantai pendek. Beberapa peptida dan asam amino dapat langsung masuk sel bakteria, tetapi kebanyakan bakteria rumen mampu mensinthesis protein selnya dengan mempergunakan ammonia sebagai sumber N utama, meskipun perlu adanya sulfur dan struktur carbon yang dibutuhkan dalam proses ini. Konsentrasi ammonia dalam rumen dipengaruhi oleh :

1. jumlah dan solubilitas protein makanan

2. jumlah urea yang masuk bersama saliva

3. kecepatan absorpsi ammonia dari rumen Dalam cairan rumen ada aktivitas urease, sehingga urea yang masuk segera dihidrolisis menjadi ammonia dan CO2. Peningkatan jumlah gula dan zat pati dalam makanan mengurangi konsentrasi ammonia dalam rumen, karena karbohidrat larut yang cepat difermentasi itu, menyediakan energi yang diperlukan bagi sinthesis protein protoplasma sel bakteria dari ammonia secara cepat.

Kebanyakan N dalam bahan nabati yang dimakan ruminansia terdapat dalam bentuk protein, tetapi asam-asam amino dan amida (asparagine dan glutamine) dan senyawa-senyawa N-non- protein lainnya, juga ada. Dalam beberapa tanaman muda bentuk NPN yang larut dalam air (termasuk nitrat) terdapat sampai 30% dari N total. Protein dan yang mengalami donaturasi dalam hijauan kering (hay) dan protein butiran cereal, meatmeal dan bungkil lainnya yang telah mengalami pemanasan, akan lebih lambat mengalami pemecahan. Beberapa N tanaman tak dapat dipecahkan oleh enzim mikrobia karena batas fisik yang dihasilkan oleh lignin dalam serabut-serabut tanaman atau karena ikatan kimiawi dalam Kebanyakan N dalam bahan nabati yang dimakan ruminansia terdapat dalam bentuk protein, tetapi asam-asam amino dan amida (asparagine dan glutamine) dan senyawa-senyawa N-non- protein lainnya, juga ada. Dalam beberapa tanaman muda bentuk NPN yang larut dalam air (termasuk nitrat) terdapat sampai 30% dari N total. Protein dan yang mengalami donaturasi dalam hijauan kering (hay) dan protein butiran cereal, meatmeal dan bungkil lainnya yang telah mengalami pemanasan, akan lebih lambat mengalami pemecahan. Beberapa N tanaman tak dapat dipecahkan oleh enzim mikrobia karena batas fisik yang dihasilkan oleh lignin dalam serabut-serabut tanaman atau karena ikatan kimiawi dalam

4.3.6 Nasib Lipid

Trigliserida mengalami hidrolisis dalam rumen menjadi gliserol dan asam-asam lemak . Hidrolisis ini disebabkan oleh mikroorganisme rumen. Gliserol yang berasal dari hidrolisis ini difermentasi terutama menjadi asam propionate . Phospholipid juga dihidrolisis demikian. Asam-asam lemak yang berasal dari trigliserida dan tak jenuh mengalami hidrogenasi, sehingga sedikit asam lemak tak jenuh yang meninggalkan rumen.

4.3.7 Sinthesis Vitamin B

Anggota-anggota vitamin B komplex dapat dibuat dalam rumen. Seberapa jauh vitamin B1 (thiamine) dapat disinthesis kurang jelas. Kebanyakan thiamine yang ada dalam rumen larut dan

bersamaan dengan vitamin B lainnya dapat di-absorpsi dari rumen. Satu-satunya deficiensi vitamin B yang dikenal pada ruminansia dewasa berkaitan dengan kurangnya cobalt dalam makanan. Co merupakan grup prosthetik dari cyanocobalamin (vitamin B12) yang disinthesis oleh bakteria dalam rumen. Kekurangan cobalt menyebabkan tidak cukupnya sinthesis vitamn B12 dalam rumen, menyebabkan kekurangan nafsu makan dan pertumbuhan yang lambat pada ruminansia muda.

4.3.8 Aliran Makanan Sepanjang Tractus Alimentarius

Waktu yang diperlukan oleh residu makanan untuk melewati tractus alimentarius dapat dibagi dalam 2 fase, waktu untuk mencapai abomasum dan waktu dari abomasum sampai keluar sebagai faeces. Pada sapi yang diberi jerami yang diwarnai dalam abomasum, partikel jerami ditemukan kembali dalam faeces setelah 30 jam, sedang kalau jerami diberikan pada mulut diperlukan waktu 100 jam. Jadi retikulum, rumen dan omasum menyebabkan kelambatan aliran bahan-bahan makanan dan ternyata kecepatan aliran ingesta dari abomasum ke caudal serupa seperti pada hewan berlambung sederhana.

4.3.9 Peranan Susunan saraf Pusat

Impuls-impuls yang turun melalui serabut-serabut efferent vagus ke retikulum bertanggung jawab atas mulainya gerakan- gerakan utama organ ini. Karena nervus vagus mengandung lebih banyak Impuls-impuls yang turun melalui serabut-serabut efferent vagus ke retikulum bertanggung jawab atas mulainya gerakan- gerakan utama organ ini. Karena nervus vagus mengandung lebih banyak