Uji Daya Parasitoid Cotesia flavipes Cam.(Hymenoptera: Braconidae) Pada Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) dan Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium
UJI DAYA PARASITOID Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) PADA LARVA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) DAN
Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh:
SISKO BUDIANTO
090301029/ AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
(2)
UJI DAYA PARASITOID Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) PADA LARVA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) DAN Chilo
auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh:
SISKO BUDIANTO
090301029/ AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
(3)
Judul Skripsi : Uji Daya Parasitoid Cotesia flavipes Cam.
(Hymenoptera: Braconidae) Pada Larva
Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) dan Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium
Nama : Sisko Budianto
Nim : 090301029
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS.) (Dr. Ir. Hasanuddin, MS.) Ketua Anggota
Mengetahui,
Ir. T. Sabrina, M. Agr, Sc, Ph. D Ketua Program Studi Agroekoteknologi
(4)
ABSTRACT
Sisko Budianto, “The Ability of Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) on larvae of Chilo aurilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) and Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) in
Laboratory”, supervised by Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. and Dr. Ir. Hasanuddin, MS. The objectives of the research were to study the ability of
parasitoid C. flavipes on larvae of C. sacchariphagus and C. auricilius. The research was held at Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from Mei until July 2013. The method used Randomized Complete Design with three factors, the first factor was kind of host (Chilo sacchariphagus and C. auricilius), the second factor was number of host (2, 3, 4 larvae) and the third factor was method of parasititation (artificial and natural).
The results showed that method parasititation significantly effected the percentage of parasititation. The highest percentage of parasititation (40,83%) on artificial parasititation and the lowest (27,30%) on natural parasititation. The highest number of cocoon (1,45 cocoon) on artificial parasititation and the lowest (1,11 cocoon) on natural parasititation. The number of host significantly effected parasitoid adult and sex ratio. The highest parasitoid adult (6,66 adult) 4 larvae and the lowest (3,92 adult) on 2 larvae. Sex ratio of male and female was 1 : 1,277.
(5)
ABSTRAK
Sisko Budianto, “Uji Daya Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) pada Larva Chilo aurilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) dan Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. Dan Dr. Ir. Hasanuddin, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya parasitasi C. flavipes terhadap larva C. sacchariphagus dan C. auricilius secara alami dan buatan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan Mei sampai Juli 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga faktor, faktor pertama adalah jenis inang (C. sacchariphagus dan C. auricilius), faktor kedua adalah jumlah larva (2, 3, 4 ekor) dan faktor ketiga adalah metode parasititasi (buatan dan alami).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larva dan metode parasititasi berpengaruh nyata terhadap persentase parasititasi dan jumlah kokon. Persentase parasititasi tertinggi (40,83%) pada parasititasi buatan dan terendah (27,30%) pada parasititasi alami. Jumlah kokon tertinggi (1,45 kokon) pada parasititasi buatan dan terendah (1,11 kokon) pada parasititasi alami. Jumlah inang berpengaruh nyata terhadap jumlah imago parasitoid dan nisbah kelamin. Jumlah imago tertinggi (6,66 ekor) pada 4 larva dan terendah (3,92 ekor) pada 2 larva. Nisbah kelamin jantan dan betina yang dihasilkan 1 : 1,277.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Sisko Budianto, dilahirkan di Perbaungan, Sumatera Utara, pada tanggal 13 Maret 1991 dari pasangan Ayahanda Supriadi dan Ibunda Rosma Dewi. Penulis merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh :
‐ Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 105360 Perbaungan pada tahun 2003.
‐ Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Perbaungan, pada tahun 2006.
‐ Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Perbaungan pada tahun 2009. ‐ Pada tahun 2009 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur PMP. Pendidikan informal yang pernah ditempuh diantaranya :
‐ Tahun 2011-2012 menjadi Asisten Laboratorium Morfologi dan Taksonomi Tumbuhan di Fakultas Pertanian USU, Medan.
‐ Tahun 2012 menjadi Asisten Laboratorium Pengelolaan Hama Terpadu dan Laboratorium Botani Tanaman di Fakultas Pertanian USU, Medan.
‐ Tahun 2013 menjadi Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman, Pestisida dan Teknik Aplikasi, Mikrobiologi Akuatik dan Hama Penyakit Ikan di Fakultas Pertanian USU, Medan.
‐ Tahun 2011 mengikuti kompetisi nasional “Trust by Danone” di Jakarta. ‐ Tahun 2012 mengikuti kompetisi nasional “Youth Power UGM” di Fakultas
FISIP, UGM, Yogyakarta dan kompetisi nasional “Danone Young Social Enterpreneur” di Balai Sudirman, Jakarta.
(7)
‐ Tahun 2012 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Melati, PTPN II, Kec. Pegajahan, Kab. Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
‐ Tahun 2013 melaksanakan penelitian di Balai Riset dan Pengembangan Tebu, Sei Semayang.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.
Penelitian ini berjudul “Uji Daya Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) Pada Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) dan Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) dan di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. selaku
Ketua dan Dr. Ir. Hasanuddin, MS. sebagai Anggota, yang telah membimbing dan memberikan kritik dan saran berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul hingga penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang berguna bagi semua orang.
Medan, Juli 2013
(9)
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) ... 5
Biologi ... 5
Gejala Serangan ... 7
Pengendalian ... 8
Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) ... 9
Biologi ... 11
Gejala Serangan ... 11
Pengendalian ... 12
Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) ... 13
Biologi ... 13
Perilaku ... 15
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
Bahan dan Alat Penelitian ... 17
Metode Penelitian ... 17
Persiapan Penelitian ... 19
Penyediaan Stoples ... 19
Penyediaan Sogolan Tebu ... 20
(10)
Penyediaan Stater ... 20
Pelaksanaan Penelitian ... 20
Parasititasi Buatan ... 20
Parasititasi Alami ... 21
Peubah Amatan ... 21
Persentase Parasitasi... 21
Jumlah dan Ukuran Kokon C. flavipes ... 22
Hari Terparasit (hari)... 22
Jumlah Imago C. flavipes yang Muncul ... 22
Nisbah Kelamin Jantan dan Betina C. flavipes ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Parasititasi (%) ... 23
Hari Terparasit (hari) ... 24
Jumlah Kokon ... 25
Ukuran Kokon (mm) ... 27
Jumlah Imago C. flavipes yang Muncul ... 27
Nisbah Kelamin Jantan dan Betina C. flavipes ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30
Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hlm
1. Pengaruh jenis larva terhadap persentase parasititasi
C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius ... 23 2. Pengaruh metode parasititasi terhadap persentase parasititasi
C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius ... 24 3. Pengaruh jumlah larva terhadap jumlah kokon C. flavipes ... 25 4. Pengaruh metode parasititasi terhadap jumlah kokon
C. flavipes ... 26 5. Pengaruh jumlah larva terhadap jumlah imago C. flavipes yang
muncul ... 27 6. Pengaruh jumlah larva terhadap nisbah kelamin jantan dan
(12)
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hlm
1. Telur C. sacchariphagus ... 5
2. Larva C. sacchariphagus ... 6
3. Pupa C. sacchariphagus ... 6
4. Imago C. sacchariphagus ... 7
5. Gejala Serangan C. sacchariphagus ... 7
6. Telur C. auricilius ... 9
7. Larva C. auricilius ... 9
8. Pupa C. auricilius ... 10
9. Imago C. auricilius ... 11
10. Gejala Serangan C. auricilius ... 11
11. Larva C. flavipes ... 13
12. Kokon C. flavipes ... 14
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hlm
1. Bagan Penelitian ... 34
2. Data Persentase Parasititasi C. flavipes ... 35
3. Data Hari Terparasit (hari) ... 37
4. Data Jumlah Kokon ... 39
5. Data Ukuran Kokon (mm) ... 41
6. Jumlah Imago (ekor) ... 45
7. Data Nisbah Kelamin Jantan dan Betina (ekor) ... 47
(14)
ABSTRACT
Sisko Budianto, “The Ability of Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) on larvae of Chilo aurilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) and Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) in
Laboratory”, supervised by Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. and Dr. Ir. Hasanuddin, MS. The objectives of the research were to study the ability of
parasitoid C. flavipes on larvae of C. sacchariphagus and C. auricilius. The research was held at Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from Mei until July 2013. The method used Randomized Complete Design with three factors, the first factor was kind of host (Chilo sacchariphagus and C. auricilius), the second factor was number of host (2, 3, 4 larvae) and the third factor was method of parasititation (artificial and natural).
The results showed that method parasititation significantly effected the percentage of parasititation. The highest percentage of parasititation (40,83%) on artificial parasititation and the lowest (27,30%) on natural parasititation. The highest number of cocoon (1,45 cocoon) on artificial parasititation and the lowest (1,11 cocoon) on natural parasititation. The number of host significantly effected parasitoid adult and sex ratio. The highest parasitoid adult (6,66 adult) 4 larvae and the lowest (3,92 adult) on 2 larvae. Sex ratio of male and female was 1 : 1,277.
(15)
ABSTRAK
Sisko Budianto, “Uji Daya Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) pada Larva Chilo aurilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) dan Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. Dan Dr. Ir. Hasanuddin, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya parasitasi C. flavipes terhadap larva C. sacchariphagus dan C. auricilius secara alami dan buatan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan Mei sampai Juli 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga faktor, faktor pertama adalah jenis inang (C. sacchariphagus dan C. auricilius), faktor kedua adalah jumlah larva (2, 3, 4 ekor) dan faktor ketiga adalah metode parasititasi (buatan dan alami).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larva dan metode parasititasi berpengaruh nyata terhadap persentase parasititasi dan jumlah kokon. Persentase parasititasi tertinggi (40,83%) pada parasititasi buatan dan terendah (27,30%) pada parasititasi alami. Jumlah kokon tertinggi (1,45 kokon) pada parasititasi buatan dan terendah (1,11 kokon) pada parasititasi alami. Jumlah inang berpengaruh nyata terhadap jumlah imago parasitoid dan nisbah kelamin. Jumlah imago tertinggi (6,66 ekor) pada 4 larva dan terendah (3,92 ekor) pada 2 larva. Nisbah kelamin jantan dan betina yang dihasilkan 1 : 1,277.
(16)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tebu, Saccharum officinarum L. (Poaceae), adalah rumput tahunan yang berasal dari benua Asia tetapi sekarang telah dibudidayakan di daerah tropis maupun subtropis. Yang terbaru dari tebu adalah sebagai bahan bakar hijau seperti etanol dan sebagai pemberharuan sumber daya energi, secara signifikan telah meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi (UNICA, 2009).
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu ha pada periode 2000-2005, industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai sekitar 1,3 juta orang. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah. Karena merupakan kebutuhan pokok, maka dinamika harga gula akan mempunyai pengaruh langsung terhadap laju inflasi (Deptan, 2007).
Perkembangan produksi gula pada sepuluh tahun terakhir juga mengalami penurunan sekitar 1,8% per tahun. Tahun 1994, produksi gula nasional mencapai 2,435 juta ton, sedangkan tahun 2004 hanya 2,051 juta ton. Dekade terakhir, produksi terendah terjadi tahun 1998 dengan volume produksi 1,494 juta ton. Selain penurunan areal, serangan hama penyakit merupakan salah satu penyebab penurunan produktivitas gula. Jika tahun 1990-an produktivitas tebu/ha rata-rata mencapai 76,9/ha, maka tahun 2000-an hanya mencapai sekitar 62,7 ton/ha (Deptan, 2010).
(17)
Di Sumatera Utara terdapat 2 Pabrik Gula (PG) yaitu PG Sei Semayang dan PG Kwala Madu yang dikelola oleh PTPN II dengan kapasitas masing-masing 4.000 ton tebu/hari. Bila pengelolaan tanaman tebu telah maksimal dan menggunakan varietas bibit unggul maka produksi gula akan naik meskipun belum dapat memenuhi kebutuhan di Sumatera Utara yang mencapai 210.000 ton/tahun. Pada tahun 2008 potensi produksi tebu di Sumatera Utara 40.585
ton/ha dengan luas lahan yang telah digunakan 12.366 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).
Serangan hama merupakan kendala dalam peningkatan produktivitas tebu. Penggerek pucuk dan batang merupakan hama-hama utama di beberapa perkebunan gula khususnya di Jawa dan Sumatera. Hama penggerek yang
menyerang batang tebu adalah C. sacchariphagus (penggerek bergaris),
C. auricilius (penggerek berkilat), Eucosma scistaceana (penggerek abu-abu),
Chilotraea infuscatella (penggerek kuning), Sesamia inferens (penggerek jambon) dan Phragmatocea castanea (penggerek raksasa) (P3GI, 2008).
Hama Penggerek Batang Raksasa (P. castanae Hubner.) telah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1977 yang ditemukan di Perkebunan Tebu khususnya di PTPN II. Serangan hama ini menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas tebu karena menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil gula yang cukup tinggi yaitu sekitar 15%. Namun, akhir-akhir ini di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya, penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan penggerek batang tebu berkilat (C. auricilius) merupakan kendala besar dalam produktivitas tanaman tebu. Serangan hama ini dapat menimbulkan kerugian mencapai 30-45%, pada tanaman berumur 3 bulan mengakibatkan kematian tunas dan titik tumbuh,
(18)
pada tanaman dewasa mengakibatkan penurunan bobot batang dan pertumbuhan ruas menjadi tidak normal (Meidalima dkk, 2012).
Berbagai cara yang telah dilakukan dalam mengendalikan hama penggerek batang tebu seperti pengendalian secara mekanis yaitu eradikasi lahan yang terserang, pengutipan larva maupun pengelolaan lahan yang tepat. Kultur teknis meliputi menanam varietas unggul yang tahan. Pengendalian secara hayati dengan menggunakan musuh alami seperti C. flavipes, Trichogamma, Crysoperla, dan
Tumidiclava. Pengendalian secara kimiawi dapat mengaplikasikan Thimate atau
karbofuran (Scaglia dkk, 2005).
Pengendalian hama secara hayati dengan menggunakan musuh alami memiliki beberapa keuntungan yaitu mencegah pencemaran lingkungan oleh bahan kimia dari insektisida serta bersifat permanen, efisien, berkelanjutan, tidak mengganggu dan merusak keragaman hayati dan kompatibel dengan cara pengendalian lainnya (Kartohardjono, 2011).
Salah satu serangga yang dapat dijadikan musuh alami bagi
C. sacchariphagus dan C. auricilius adalah Cotesia flavipes, yang merupakan parasitoid larva. Menurut hasil penelitian Ganesa dan Rajablee (1997), secara umum C. flavipes mempunyai tingkat parasitasi yang rendah, tetapi parasitoid tersebut mengalami peningkatan pada saat tertentu dan secara tidak langsung dapat menjadi faktor kematian populasi inang. Pada tahun 1996 diperoleh 5,4% larva kecil terparasit, 9,4% larva berukuran sedang terparasit dan 19,8% larva yang berukuran besar terparasit. Berbagai cara telah dilakukan untuk memperbanyak parasitoid C. flavipes di laboratorium dengan metode buatan pada inang yang berbeda sehingga dihasilkan jumlah imago parasitoid yang berbeda pula. Berdasarkan informasi tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui perbedaan
(19)
daya parasitasi dan jumlah imago C. flavipes yang muncul pada larva
C. sacchariphagus dan C. auricilius dengan metode parasit buatan dan alami di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya parasitasi
Cotesia flavipes terhadap larva Chilo sacchariphagus dan Chilo aurilius pada berbagai jumlah larva dan untuk mengetahui jumlah imago parasitoid C. flavipes
yang muncul dari inang secara alami dan buatan. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh jenis larva, jumlah larva, metode parasititasi, interaksi jenis larva dan jumlah larva, interaksi jenis larva dan metode parasititasi, interaksi jumlah larva dan metode parasititasi serta interaksi ketiganya terhadap daya parasititasi C. flavipes cam di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai bahan informasi dalam perbanyakan parasitoid C. flavipes.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi
Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur yang baru menetas mempunyai bentuk oval, datar, kilat dan berwarna putih dengan dikelilingi warna hitam sebelum menetas. Telur mempunyai ukuran dengan panjang 0,75-1,25 mm dan rata-rata 0,95 mm. periode inkubasi adalah antara 6 hari dengan rata-rata 5,13 hari (Yalawar dkk, 2010).
Gambar 1. Telur C. sacchariphagus
Larva dapat mencapai panjang sekitar 2-4, 6-9, 10-15, 15-20, 20-30 mm selama instar 1 sampai 5. Larva berwarna jingga dan terdapat garis putus-putus hitam pada bagian dorsalnya dengan kepala berwarna coklat kehitaman. Pada instar 1 dan 2 larva hanya berada pada pelepah daun, namun setelah instar 3 larva mulai menggerek batang Lama stadia larva 37-54 hari (Capinera, 2009).
(21)
Gambar 2. Larva C. sacchariphagus
Larva menjelang jadi pupa akan keluar dari liang gerek dan memilih bagian tanaman yang agak kering kemudian setelah 10-18 jam pupa terbentuk. Garis-garis segmen akan semakin jelas dan setelah 1-2 hari warna pupa berubah jadi cokelat cerah kemudian akhirnya cokelat tua. Pupa terletak di dekat lubang atau pintu keluar pada tebu bekas gerekan. Masa pupa 6-7 hari (Way dkk, 2004).
Gambar 3. Pupa C. sacchariphagus
Ngengat berwarna kekuningan atau kuning kecoklatan. dengan lebar sayap 18-28 mm pada ngengat jantan dan 27-39 mm pada ngengat betina. Sayap yang tersembunyi pada betina berwarna putih tetapi pada jantan lebih gelap. Ngengat bersifat nokturnal, bersembunyi pada siang hari. Oviposisi terjadi saat dan berlanjut pada malam hari. Ngengat betina dapat mengasilkan telur sampai
(22)
empat hari. Umur ngengat jantan adalah 4-8 hari dan ngengat betina adalah 4-9 hari (Capinera, 2009).
Gambar 4. Imago C. sacchariphagus
1.2 Gejala Serangan
Penggerek batang tebu merupakan hama yang serius. Pada tanaman dewasa menyerang bagian ujung sampai mati, terkadang patah. Pada tanaman muda, daun yang belum membuka mati, dan kondisi ini disebut mati hati (dead heart). Jumlah sari gula yang diekstrak dari gula berkurang ketika penggerek ini muncul dan hasil sukrosa berkurang 10-20%. Terakhir, saat tebu diserang, lubang gerekan pada masing-masing benih menyebabkan benih mudah terinfeksi jamur (Capinera, 2009).
(23)
1.3 Pengendalian
Salah satu pengendalian penggerek batang bergaris adalah dengan menggunakan perangkap berupa feromon buatan. Hasil percobaan di Marromeu diperoleh bahwa pada sebuah botol tertangkap 14 ngengat C. sacchariphagus
selama delapan malam. Jumlah total ngengat tertangkap adalah sebanyak 74 ekor dalam waktu lima malam. Penangkapan tertinggi dengan perangkap tunggal yaitu diperoleh Sembilan individu (Way dkk, 2004).
Pengendalian penggerek batang bergaris juga dapat menggunakan parasitoid Xanthopimpla stemmator dari penangkapan 30 telur dengan waktu pencarian dua jam, diperoleh bahwa 29 diantaranya terparasit secara total. Sementara secara umum juga ditemui bahwa C. sacchariphagus memparasit larva. Banyak larva ditemukan mati karena terinfeksi oleh Bacillus thuringiensis. Sedangkan jamur entomopatogen Beauveria bassiana, ditemukan tiga larva yang mati karena terinfeksi. Dari 240 larva dan pupa yang ditemukan, 6,3% mati pada saat pengumpulan, dimana 5% terinfeksi oleh patogen dan 1,3% terparasit oleh serangga (Conlong dan Goebel, 2002).
Pengendalian penggerek batang bergaris dengan parasitoid telur antara lain adalah dengan menggunakan parasitoid Trichogramma australicum. Tumidiclava sp. Telur yang terparasit adalah 64,8%, dengan nilai maksimum 99-100% selama bulan Juni, Juli, Agustus dan Desember. Parasitoid larva yang ditemukan adalah
(24)
2. Chilo auricilius Dudgeon. (Lepidoptera: Crambidae) 2.1 Biologi
Telur berbentuk oval, bagian dorsal rata, bergelombang dan pada saat telur baru diletakkan berwarna putih kekuningan, tersusun dalam 2-5 kelompok barisan parallel, telur kembali hitam setelah beberapa hari (Gambar 6),
Gambar 6. Telur C. auricilius
Lama stadia telur 5-6 hari. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor imago
betina sekitar 285 - 412 butir dan diletakkan pada malam hari (Anderson dan Nguyen, 2012).
Larva memiliki panjang badan larva yang baru menetas + 2 mm, sedang larva dewasa sekitar 11,5 - 21 mm. Kepala dan protoraks berwarna coklat kehitaman hingga hitam, sedang warna bagian badan yang lain putih kekuningan (Gambar 7).
(25)
Lama stadia larva 21-41 hari dengan melalui 5-9 kali pergantian kulit. Seekor larva mampu menggerek 1-3 ruas dan di dalam satu ruas biasanya dijumpai seekor larva, tetapi kadang-kadang dapat juga dari 1 ekor larva (Pramono, 2005)
Stadia pupa terjadi di dalam lobang gerekan ruas tebu. Panjang pupa sekitar 10-15,8 mm. Pupa betina lebih panjang dan besar dari pada pupa jantan (Gambar 8)
Gambar 8. Pupa C. auricilius
Warna pupa semula kuning muda, selanjutnya makin lama makin coklat kehitaman. Pada bagian kepala terdapat 2 tonjolan semacam tanduk. Lama masa stadia pupa sekitar 5-7 hari (Pramono, 2005).
Imago memiliki ciri khusus yang terletak pada sayapnya. Sayap depan berwarna kecoklatan dengan noda berwarna hitam ditengahnya. Di dalam noda hitam tersebut terdapat bintik-bintik berwarna mengkilat (Gambar 9).
(26)
Gambar 9. Imago C. auricilius
Bangun sayap belakang agak menyudut lima dan berwarna abu-abu muda dengan rumbai-rumbai putih keabu-abuan. Lama stadia imago 4-5 hari (Anderson dan Nguyen, 2012).
2.2 Gejala Serangan
Gejala pada daun berupa luka-luka berbenuk lonjong atau bulat. Luka pada daun ini dibatasi oleh warna cokelat. Pada daun muda juga terdapat lubang-lubang yang terjadi sewaktu ulat tersebut menggerek masuk ke dalam pupus daun yang masih menggulung. Pada tanaman yang masih sangat muda gerekan ulat dapat juga mengakibatkan terjadinya gejala mati puser (Gambar 10).
(27)
Kerusakan yang ditimbulkan penggerek batang berkilat mengakibatkan penurunan bobot batang tebu serta kemunduran kualitas nira dan kuantitas nira.Tanaman yang terserang berat akan mati atau batangnya mudah patah. Luka-luka bekas gerekan larva dapat menjadi tempat infeksi beberapa macam pathogen. (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).
2.3 Pengendalian
Umumnya pengendalian penggerek batang tebu berkilat (C. auricilius
Dudgeon.) adalah :
1. Dengan penanaman varietas tebu yang tahan / toleran terhadap serangan penggerek biasanya memiliki ciri daunnya yang tegak, berbulu, pelepahdaun sulit di klentek, kulit batang keras.
2. Secara kultur teknis dengan sanitasi lingkungan ari berbagai gulma yang bisa merupakan inang alternatif (misal: Gelagah/tebu liar, gulma Rottboelia spp.) 3. Secara mekanis dengan pengacauan perkawinan imago saat musim
penerbangan yang dilakukan pada awal musim hujan (mating distribution) menggunakan feromon seks.
4. Secara Biologis dengan menggunakan musuh alami (misal: Trichogramma
spp.)
5. Secara Kimiawi dengan menggunakan berbagai insektisida golongan organofosfat, karbamat, dan hidrokarbon berklor yang merupakan alternatif terakhir (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).
(28)
3. C. flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) 3.1 Biologi
Lama siklus hidup C. flavipes adalah sekitar 20 hari. Setelah 12-16 hari
C. flavipes keluar dari inang dan membentuk pupa putih (Gambar 11), yang biasanya masih diselimuti bangkai inangnya. C. flavipes dewasa dapat bertahan hidup 1 sampai 3 hari tanpa makanan, tetapi C. flavipes dapat hidup sampai 6 hari bila diberi pakan madu (Muirhead dkk, 2010).
Telur menetas dalam waktu 3-4 hari pada inang dan instar pertama larva parasitoid mulai makan di dalam tubuh inang. Larva parasitoid terdiri dari 3 instar dalam tubuh inang, periode larva rata-rata adalah 11 hari. Setelah menyelesaikan perkembangannya larva muncul dari tubuh inang dengan mengunyah integumen. Setelah muncul, larva instar terakhir segera membentuk kokon. Periode pra-pupa dan pupa menjadi 4-5 hari. Di alam, kokon ditemukan di dalam batang bekas gerekan larva inang. Perkembangan selesai dalam 16 hari pada suhu 300C (periode larva 11,5 hari, pra-pupa dan pupa periode 4,5 hari) (Abraha, 2003).
Gambar 11. (a) kokon C. flavipes.
Cotesia flavipes adalah parasitoid hitam. Kaki dan antena pendek berwarna merah kecuali untuk bagian basal kaki belakang berwarna kecoklatan.
(29)
Antena pada jantan lebih panjang dibandingkan parasitoid betina (Gambar 13) Tegulae, stigma dan vena sayap coklat kemerahan. Segmen abdomen pertama melebar di belakang. Ovipositor pada parasitoid betina pendek. Parasitoid betina dapat meletakkan telur hingga 20 butir dalam tubuh inang. Imago parasitoid dapat hidup 5 sampai 7 hari (Pinheiro dkk, 2010).
Gambar 12. (a) imago C. flavipes jantan, (b) imago C. flavipes betina
Semakin banyak oviposisi, ukuran kelompok telur yang diletakkan pada inang akan semakin menurun. Setelah oviposisi larva inang yang kedua, kebanyakan betina telah meletakkan seluruh telurnya atau kurang lebih 85% dari keseluruhan jumlah telur. Walaupun semua betina telah meletakkan seluruh telur mereka pada inang yang ketiga, beberapa parasitoid masih mengoviposisi inang tetapi tidak meletakkan telur (Muirhead dkk, 2010).
3.2 Perilaku
Cotesia flavipes adalah endoparasitoid gregarious koinobiont yang menyimpan telurnya di dalam hemocele larva inang dengan kemampuan untuk memanipulasi fisiologi inang dengan mengakomodasi perkembangan stadia telur sampai larva. Kompetisi sengit dalam system inang-parasitoid menunjukkan bahwa parasitoid mengalahkan sistem pertahanan inangnya. Kompetisi ini
(30)
bergantung pada laju perkembangan, jumlah telur, perkembangan stadia larva, oviposisi dan interval waktu antar oviposisi (Mesquito dkk, 2011).
Pemilihan inang seekor imago parasitoid sangat berpengaruh terhadap kelangsungan keturunannya. Oleh karena itu, di samping faktor nutrisi, ketersediaan ruang yang sesuai juga merupakan hal yang penting. Parasitoid
C. flavipes hanya memilih larva berukuran 1,5 cm yang dianggap sesuai bagi
keberhasilan hidup keturunannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
C. sacchariphagus yang terparasit C. flavipes hanya larva dengan ukuran besar (instar 5, panjang> 1,5 cm). Larva dengan ukuran kecil maupun sedang tidak berhasil diparasit oleh C. flavipes (Purnomo, 2006).
Tingkah laku kawin dari imago dan nisbah kelamin perlu diteliti dalam serangga entomofagus. Banyak serangga entomofagus telah hilang karena gagal dalam perkawinan atau memiliki nisbah kelamin yang tidak sesuai dengan kondisi tempat perbanyakan serangga. Bila telur dihasilkan dalam jumlah yang besar maka rasio kelaminnya tinggi, dimana akan lebih banyak betina daripada jantan (teliotoki) (Sembel, 2010).
Jenis kelamin parasitoid sangat ditentukan oleh ada tidaknya pembuahan telur oleh sperma sebelum imago betina meletakkan telurnya pada inang. Parasitoid hymenoptera yang meletakkan telurnya sebelum kawin akan menghasilkan telur-telur jantan. Nisbah kelamin dipengaruhi oleh suhu. Ketahanan parasitoid jantan dan betina berbeda terhadap suhu dingin. Larva, prapupa, pupa dan imago betina diduga mempunyai ketahanan lebih rendah dibanding dengan jantan sehingga kemunculannya dari telur inang terhambat. Hal
(31)
ini terlihat dari nisbah kelamin betina jantan dan persentase betina yang rendah setelah mendapat perlakuan suhu 9oC (Murtiyarini dkk, 2006).
Parasitoid betina dalam meletakkan telur pada permukaan kulit inang atau dengan tusukan ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang. Larva yang keluar dari telur menghisap cairan tubuh inangnya dan menyelesaikan perkembangannya dapat dari luar tubuh inang (ektoparasit) dan sebagian besar dari dalam tubuh inang (endoparasitoid) (Soviani, 2012).
Efek parasitisasi C. flavipes pada pada inang menimbulkan dua reaksi seluler yaitu enkapsulasi dan pembentukan nodul hemocyte. Enkapsulasi adalah reaksi selular yang utama inang melawan endoparasitoid. Sebagai gambaran, pada serangga inang nonpermisif hemocyte membentuk dan menyebar kemudian berkembang membentuk lapisan pelindung (Mahmoud dkk, 2011).
(32)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu PTPN II Sei Semayang (+ 40 m dpl) mulai Mei sampai Juli 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah imago C. flavipes
berumur satu hari, larva penggerek batang bergaris C. sacchariphagus instar 4, larva penggerek batang berkilat C. auricilius instar 4, madu murni, sogolan tebu, selotip, kertas label dan bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik dengan tinggi 7 cm, solder, kawat baja halus, pisau, telenan, tabung reaksi dengan panjang 20 cm dan diameter 4 cm, kain hitam, karet gelang, pinset bambu dan alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 faktor yaitu :
Faktor I : Jenis inang yang dipergunakan (I) dengan dua taraf yaitu : L1 : Larva C. sacchariphagus
L2 : Larva C. auricilius
Faktor II : Jumlah inang (T) dengan tiga taraf yaitu: T1 : 2 ekor
(33)
T3 : 4 ekor
Faktor III : Metode Parasititasi (P) dengan dua taraf yaitu: P1 : Buatan
P2 : Alami
Metode linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Ck + (AC)ik + (BC)jk + ABC(ijk) +
ε
(ijk) Dimana :Yijk = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A, taraf ke j faktor B, dan taraf ke k faktor C yang terdapat pada pengamatan/unit perlakuan ke n
µ
= efek rata-rata yang sebenarnya (nilai konstan) Ai = efek sebenarnya dari taraf ke i faktor ABj = efek sebenarnya dari taraf ke j faktor B ABij = efek sebenarnya dari taraf ke k faktor C
ACik = efek sebenarnya dari interaksi taraf ke i faktor A dengan taraf ke k faktor C
BCjk = efek sebenarnya dari interaksi taraf ke j faktor B dengan taraf ke k faktor C
ABCijk= efek sebenarnya terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi antara taraf ke i faktor A, taraf ke j faktor B dan taraf ke k faktor C
ε
(ijk) = efek sebenarnya unit eksperimen ke i disebabkan oleh kombinasi(34)
Dengan kombinasi perlakuan 2 x 3 x 2 = 12 L1T1P1
L1T1P2 L1T2P1 L1T2P2
L1T3P1 L1T3P2 L2T1P1 L2T1P2
L2T2P1 L2T2P2 L2T3P1 L2T3P2
Dengan jumlah ulangan yang dihitung dengan rumus : (t – 1 ) (r – 1) > 15
(18 – 1) (r – 1) > 15 17 (r – 1) > 15 17r – 17 > 15 17r > 32 r > 32/17 r > 1,8 Ulangan : tiga (3)
Jumlah parasitoid yang akan dinokulasikan untuk setiap perlakuan adalah 1
pasang (1 ekor jantan dan 1 ekor betina) maka diperoleh jumlah unit penelitian 12 x 3 = 36 unit penelitian.
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1989).
Persiapan penelitian
1. Penyediaan Wadah Plastik
Disediakan wadah plastik dengan diameter 14 cm dan tinggi 7 cm untuk metode parasititasi buatan dan parasititasi alami. Tutup wadah plastik tersebut
(35)
diberi lubang dengan menggunakan solder dan lubang tersebut ditutup menggunakan jaring kawat halus, agar sirkulasi udara dalam wadah plastik tetap terjaga sehingga larva dapat terpelihara dengan baik.
2. Penyediaan Sogolan Tebu
Sogolan tebu diambil dari lapangan kemudian dipotong dengan panjang 5 cm agar tidak melebihi tinggi wadah plastik dimasukkan ke dalam wadah
plastik tersebut dengan cara disusun secara vertical sampai penuh. 3. Penyediaan larva C. sacchariphagus dan C. auricilius
Larva C. sacchariphagus dan C. auricilius instar 4 diperoleh dari Perkebunan Tebu Balai Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang.
4. Penyediaan starter parasitoid
Dimasukkan kokon C. flavipes yang berasal dari Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang ke dalam tabung reaksi, dibiarkan sampai muncul imago C. flavipes. Selanjutnya imago tersebut digunakan sebagai starter. Starter dipelihara dengan memberi pakan berupa madu murni yang telah dicelupkan pada kertas berukuran kecil dan dimasukkan pada tabung reaksi.
Pelaksanaan Penelitian 1. Parasititasi Buatan
Stater imago C. flavipes dimasukkan ke dalam tabung reaksi dibiarkan
selama 2-3 jam agar parasitoid dapat berkopulasi dan kemudian dimasukkan larva
C. sacchariphagus dan C. aurilius sesuai masing-masing perlakuan dengan menggunakan pinset bambu agar larva terparasit. Setelah larva-larva tersebut terparasit oleh C. flavipes maka larva C. sacchariphagus dan C. auricilius
(36)
dipindahkan pada sogolan tebu yang ada di dalam wadah plastik dan diberi selotip serta label sebagai penanda perlakuan dan diletakkan pada rak untuk dipelihara. Setelah 12-16 hari maka sogolan tebu dibongkar dan diambil kokon C. flavipes
lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan menggunakan kain hitam. Kemudian ditunggu sampai imago C. flavipes muncul.
2. Parasititasi Alami
Dimasukkan larva C. sacchariphagus dan C. auricilius sesuai perlakuan ke dalam wadah plastik dengan 14 cm dan tinggi 7 cm yang sudah berisi sogolan tebu. Selanjutnya stater imago C. flavipes yang sudah berkopulasi dari tabung reaksi dimasukkan ke dalam wadah plastik tersebut. Dibiarkan dan diamati hingga parasitoid C. flavipes memarasit larva C. sacchariphagus dan C. auricilius dengan sendirinya. Setelah 12-16 hari maka sogolan tebu dibongkar dan diambil kokon
C. flavipes lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan menggunakan kain hitam. Kemudian ditunggu sampai imago C. flavipes muncul. Peubah Amatan
1. Persentase parasititasi
Persentase parasititasi C. flavipes pada kedua jenis larva (C. sacchariphagus dan C. auricilius) dapat diketahui dengan menggunakan
rumus :
%Parasitasi = Jumlah larva yang terparasit x 100% Jumlah larva seluruhnya
2. Hari terparasit (hari)
Diamati pada hari keberapa ketika larva terparasit oleh C. flavipes yang ditandai dengan keluarnya kokon parasitoid dari permukaan tubuh inang.
(37)
3. Jumlah dan ukuran kokon C. flavipes
Penghitungan jumlah kokon C. flavipes yang terbentuk dilakukan 12-16 hari setelah parasititasi pada masing-masing perlakuan. Ukuran kokon dapat diketahui dengan mengukur panjang dan lebar kokon dengan menggunakan kertas milimeter pada masing-masing perlakuan.
4. Jumlah imago C. flavipes yang muncul
Jumlah imago C. flavipes dihitung setelah keluar dari kokon pada larva
C. sacchariphagus dan C. auricilius.
5. Nisbah kelamin jantan dan betina C. flavipes
Nisbah kelamin jantan dan betina C. flavipes dapat diketahui dengan
mengamati parasitoid yang muncul dari larva C. sacchariphagus dan
C. auricilius. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga parasitoid tersebut mati, selanjutnya dihitung nisbah imago jantan dan betina dari masing-masing perlakuan
(38)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persentase Parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis inang berpengaruh
nyata terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan
C. auricilius (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh jenis inang terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada
C. sacchariphagus dan C. auricilius
Perlakuan Rataan (%)
L1 (C. sacchariphagus) 40,83a
L2 (C. auricilius) 27,30a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase parasititasi pada perlakuan L1 (C. sacchariphagus) lebih tinggi (40,83%) dibandingkan dengan perlakuan L2 (C. auricilius) (27,30%). Hal ini menunjukkan bahwa larva penggerek batang
bergaris (C. sacchariphagus) lebih sesuai digunakan untuk perbanyakan
C. flavipes dan imago C. flavipes yang dihasilkan pun lebih banyak. Hasil
penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Sclagia dkk (2005) yang menyatakan bahwa C. sacchariphagus merupakan inang
non-spesifik C.flavipes yang lebih sesuai untuk perbanyakan di laboratorium. Pada larva C. sacchariphagus, parasitoid betina lebih cepat melakukan oviposisi.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa metode parasititasi
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius (Tabel 2).
(39)
Tabel 2. Persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan
C. auricilius
Perlakuan Rataan (%)
P1 (Buatan) 43,92a
P2 (Alami) 24,21b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase parasititasi tertinggi (43,92%) terdapat pada perlakuan parasititasi buatan (P1) dan terendah (24,21%) terdapat pada perlakuan parasititasi alami (P2). Persentase parasititasi pada perlakuan P1 lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2 karena di dalam parasititasi buatan, inang yang diinokulasikan langsung ditemukan dengan parasitoid betina, sehingga proses peletakkan telur (oviposisi) lebih cepat dibandingkan parasititasi alami yang membutuhkan proses penemuan inang. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Soviani (2012) diperoleh bahwa proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dimana proses itu perbedaannya tergantung pada jarak inang (jauh atau dekat). Hal itu merupakan proses yang dilakukan oleh parasitoid betina sebelum meletakkan telurnya pada inang sebagai penentu keberhasilan dalam memarasit inangnya.
2. Hari Terparasit (hari)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh jenis inang, jumlah larva dan metode parasititasi serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap hari terparasit C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius
(Lampiran 3). Hari terparasit tertinggi (3,63 hari) pada perlakuan L2T2P1 (3 ekor larva C. auricilius diparasititasi buatan) dan terendah (1,74 hari) pada perlakuan L2T1P2 (2 ekor larva C. auricilius diparasititasi alami).
(40)
3. Jumlah Kokon
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh jumlah larva berpengaruh nyata terhadap jumlah kokon C. flavipes pada C. sacchariphagus dan
C. auricilius (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh jumlah larva terhadap jumlah kokon C. flavipes
Perlakuan Rataan
T1 (2 larva) 1.11b
T2 (3 larva) 1.25b
T3 (4 larva) 1.49a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah kokon tertinggi (1,49 kokon) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) sedangan yang terendah (1,11 kokon) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Hal ini disebabkan adanya perbedaan jumlah larva yang diinokulasikan, semakin banyak jumlah larva yang diinokulasikan maka semakin banyak kokon yang akan dihasilkan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa total kokon yang terbentuk bergantung pada jumlah inang, dimana semakin besar
ketersediaan inang maka keturunan yang akan dihasilkan oleh parasitoid
C. flavipes betina semakin besar jumlahnya. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Murthy dan Rajeshwari (2011) yang menyatakan bahwa ketersediaan inang akan mempengaruhi jumlah keturunan dari parasitoid. Serta jumlah keturunan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh panjang umur (longevity) parasitoid, semakin lama umur maka semakin besar jumlah telur yang akan dikeluarkan oleh parasitoid betina.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh metode
parasititasi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah kokon C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. aurilius (Tabel 4).
(41)
Tabel 4. Pengaruh metode parasititasi terhadap jumlah kokon C. flavipes
Perlakuan Rataan
P1 (buatan) 1.45a
P2 (alami) 1.11b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah kokon pada perlakuan parasititasi buatan (P1) lebih tinggi (1,45 kokon) dibanding perlakuan parasititasi alami (P2) (1,11 kokon). Hal ini dikarenakan jumlah larva pada perlakuan parasititasi buatan (P1) yang dinokulasikan lebih banyak yang terparasit dibanding parasititasi alami (P2) sehingga kokon yang dihasilkan lebih banyak. Penelitian ini menunjukkan bahwa parasititasi buatan dengan mempertemukan langsung parasitoid betina dengan larva lebih baik dan peletakkan telur parasitoid C. flavipes betina ke dalam tubuh larva dengan cara mengepakkan kedua sayapnya, dan pada saat itu inang akan memberikan reaksi. Pada saat peletakkan telur, parasitoid C. flavipes betina mengeluarkan senyawa biokimia untuk mendukung perkembangan telur. Hal ini sesuai dengan penelitian Scaglia dkk (2005) yaitu parasitoid C. flavipes betina selama oviposisi memasukkan polydnavirus, venom dan protein ovarian, secara efektif membantu ketahanan telur dan larva parasitoid. Selain itu, embrio membran sarosal (teratocytes) mempunyai efek kuat untuk merusak keseimbangan sistem imun dan endokrin inang.
4. Ukuran Kokon (mm)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh jenis inang, jumlah larva dan metode serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap ukuran kokon C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius (Lampiran 5).
(42)
C. sacchariphagus diparasititasi buatan) dan terpendek (1,86 mm) pada perlakuan L2T2P2 (3 ekor larva C. auricilius diparasititasi alami). Sedangkan kokon terlebar (2,36 mm) pada perlakuan L1T2P1 (3 ekor larva C. sacchariphagus diparasititasi
buatan) dan terendah (1,10 mm) pada perlakuan L2T1P2 (2 ekor larva
C. auricilius diparasititasi alami). 5. Jumlah Imago C. flavipes
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah larva berpengaruh
nyata terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan
C. auricilius berpengaruh nyata (Tabel 6).
Tabel 5. Pengaruh jumlah larva terhadap jumlah imago C. flavipes yang muncul
Perlakuan Rataan
T1 (2 larva) 3.92b
T2 (3 larva) 4.55b
T3 (4 larva) 6.66a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah imago tertinggi (6,66 ekor) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) dan terendah (3,92 ekor) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Perlakuan 4 larva (T3) dapat mencapai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 2 larva (T1) karena parasitoid C. flavipes betina dalam menghasilkan keturunannya, sangat ditentukan oleh jumlah inang yang tersedia sangat menentukan. Semakin banyak jumlah inang, maka jumlah parasitoid yang akan dihasilkan semakin besar pula. Hal ini berhubungan dengan kesuburan (fecundity) dari parasitoid C. flavipes betina, yang mana kesuburan sangat mempengaruhi jumlah oocyte yang terbentuk. Sedangkan keperidian (fecundity) itu sendiri dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Hal tidak berbeda jauh dengan penelitian Emana (2007) yang menyatakan bahwa suhu, kelembaban
(43)
udara (RH) dan interaksi keduanya memberikan pengaruh besar terhadap jumlah keturunan C. flavipes. Pada suhu yang rendah didapatkan adanya pengurangan jumlah oocyte dan keperidian C. flavipes secara signifikan lebih tinggi ketika berada pada suhu 25-300C.
6. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah larva berpengaruh
nyata terhadap nisbah kelamin jantan dan betina C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh jumlah larva terhadap nisbah kelamin jantan dan betina
C. flavipes
Perlakuan Jumlah Parasitoid C. flavipes Nisbah Kelamin
Jantan Betina Jantan Betina
T1 (2 larva) 2.55b 3.11b 1 1.22
T2 (3 larva) 3.04b 3.47ab 1 1.14
T3 (4 larva) 4.52a 4.91a 1 1.08
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid C. flavipes jantan tertinggi (4,52 ekor) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) dan terendah (2,55 ekor) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Sedangkan jumlah parasitoid C. flavipes
betina tertinggi (4,88 ekor) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) dan terendah (3,11 ekor) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Imago parasitoid betina yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan imago parasitoid jantan. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan salah satunya adalah suhu. Suhu sangat mempengaruhi ketahanan parasitoid pada saat fase larva, karena terdapat ketahanan yang berbeda antara parasitoid jantan dan betina. Parasitoid jantan lebih rentan terhadap suhu yang ekstrim, sehingga kemunculan imago parasitoid menjadi terhambat. Hal ini sesuai dengan penelitian Abraha (2003) yang menyatakan bahwa suhu yang lebih
(44)
rendah, kelembaban lingkungan dan kesesuaian madu sebagai pakan meningkatkan lama hidup C. flavipes dewasa. Betina C. flavipes dari Melkasa (Ethiopia) hidup lebih lama daripada jantan pada suhu 280C dan betina Ziway (Ethiopia) C. flavipes hidup lebih lama daripada jantan pada suhu 200C.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid jantan yang muncul lebih rendah dibandingkan betina. Nisbah jantan dengan betina C. flavipes yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu 493 ekor (43,90%)dan 630 ekor (56,09%) maka nisbah jantan dengan betina 1 : 1,277. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin C. flavipes dalam penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Batelho (1980) yang memperoleh hasil nisbah kelamin C. flavipes 1 : 1,27. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Lv dkk (2011) nisbah kelamin rata-rata imago C. flavipes sekitar 1 : 2,57. Terjadinya perbedaan hasil nisbah kelamin disebabkan oleh ada tidaknya parasitoid betina yang berkopulasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lv dkk (2011) yaitu larva yang telah terparasit C. flavipes betina akan menghasilkan berbagai nisbah kelamin jantan dan betina namun apabila larva diparasit oleh parasitoid betina yang tidak berkopulasi, hanya menghasilkan keturunan jantan. Nisbah kelamin rata-rata yang dihasilkan oleh C. flavipes yang telah berkopulasi antara jantan dan betina adalah 1 : 2,75.
(45)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase parasititasi tertinggi pada perlakuan larva C. sacchariphagus (L1) yaitu 40,83%% dan terendah larva C. auricilius (L2) yaitu 27,30%.
2. Persentase parasititasi tertinggi pada perlakuan parasititasi buatan (P1) yaitu 43,92%% dan terendah parasititasi alami (P2) yaitu 24,21%.
3. Jumlah kokon tertinggi terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) yaitu 1,49 kokon dan terendah terdapat pada perlakuan 2 larva (T1) yaitu 1,11 kokon.
4. Jumlah kokon tertinggi terdapat pada perlakuan parasititasi buatan (P1) yaitu 1,45 kokon dan terendah terdapat pada perlakuan parasititasi alami (P2) yaitu 1,11 kokon.
5. Jumlah imago parasitoid tertinggi terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) yaitu 6,66 ekor dan terendah terdapat pada perlakuan 2 larva (T1) yaitu 3,92 ekor. 6. Nisbah kelamin yang dihasilkan antara jantan dan betina adalah 1 : 1,277. Saran
Perbanyakan parasitoid C. flavipes lebih baik menggunakan inang
C. sacchariphagus dengan metode parasititasi buatan.
(46)
DAFTAR PUSTAKA
Abraha, H. 2003. Study on the Biology and Population Variation of
Cotesia flavipes (Hymenoptera: Braconidae) on Chilo partellus
(Lepidoptera: Crambidae). The Degree of Master Science in Biology, Addis Ababa University, Ethiopia.
Anderson, S. and L. T. Nguyen. 2012. Gold-fringed Rice Borer (Chilo auricilius). http://www.padil.gov.au (13 Agustus 2013).
Capinera, J. L. 2009. Life Cycle of Diatraea saccharalis (Fabricius) (Insecta:
Lepidoptera: Pyralidae). http://entomology.ifas.ufl.edu. Diunduh (13 Agustus 2013).
Deptan. 2010. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. http://www.deptan.go.id. Diunduh (08 Februari 2013).
Emana, G. D. 2007. Comparative Studies of the Influence of Relative Humidity and Temperature on the Longevity and Fecundity of the Parasitoid
Cotesia flavipes. J. Ins. Sci. 7:19.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan 2008-2010. www.deptan.go.id/ditjenbun. diunduh (08 Februari 2013).
Kartohardjono, A. 2011. Penggunaan Musuh Alami Sebagai Komponen Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. J. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(1):29-46.
Kuniata, L. S. dan Korowi, K. T. 2005. Overview of Natural Enemies of Sugarcane Moth Stem Borers at Ramu Sugar Estate, Papua New Guinea, from 1991-2004. Proc. S. Afr. Sug. Technol. Ass. 79:368-376.
Lv, J., L. T. Wilson, J. M. Beuzelin, W. H. White, T. E. Reagan, M. O. Way. 2011. Impact of Cotesia flavipes (Hymenoptera: Braconidae) as an Augmentative Biocontrol Agent for the Sugarcane Borer (Lepidoptera: Crambidae) on Rice. Biol. Cont. 56:156-169.
Mahmoud, A. M. A., D. L. Santillana and M. A. R. Perez. 2011. Parasitism by the Endoparasitoid, Cotesia flavipes Induces Cellular Immuno Suppression and Enhances Susceptibility of the Sugarcane Borer, Diatraea saccharalis
to Bacillusthuringiensis. J. Ins. Sci. 11:119.
Matnawy, H. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Meidalima, D., S. Herlinda, Y. Pujiastuti dan C. Irsan. 2012. Pemanfaatan Parasitoid Telur, Larva dan Pupa untuk Mengendalikan Penggerek Batang Tebu. Universitas Sriwijaya, Palembang.
Mesquito, F. L. T., A. L. Mendonca, C. E. Da-Silva, A. M. Da-Oliveira, Correia, D. F. M. Sales, C. R. Cabral-Junior and R. R. Do-Nascimento. 2011. Influence of Saccharum officinarum (Poales: poaceae) Variety on the Reproductive Behavior of Diatraea flavipennella (Lepidoptera: crambidae) and on the Attraction of the Parasitoid Cotesia flavipes
(47)
Muirhead, K. A., N. Sallam, dan A. D. Austin. 2010. Karakter Cara Hidup dan Perilaku Pencarian Inang pada Cotesia nonagriae (Olliff) (Hymenoptera: Braconidae), Salah Satu Anggota Spesies Parasitoid Penggerek Batang Kompleks/Kelompok Cotesia flavipes yang Baru Dikenali. Australian.
J. Entomol. 49:56-65.
Murthy, K. S. and R. Rajeshwari. 2011. Host Searching Efficiency of Cotesia Flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae) an Important Parasitoid of the Maize Stem Borer Chilo Partellus Swinhoe. Indian. J. Fund. App. Sci. 1 (3):71-74.
Murtiyarini, D. Buchori dan U. Kartosuwondo. 2006. Penyimpanan Suhu Rendah Berbagai Fase Hidup Parasitoid: Pengaruhnya Terhadap Parasitasi dan Kebugaran Trichogrammatoidea armigera Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae). J. Entomol. Indon. 3(2):71-83.
Pinheiro, D. O., G. D. D. Rossi and F. L. Cônsoli. 2010. External Morphology of
Cotesia flavipes (Hymenoptera: Braconidae) During Larval Development.
ZOOLOGIA 27 (6): 986–992.
P3GI. 2008. Konsep Peningkatan Rendemen untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
Pramono, D. 2005. Seri Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu. Seri Pertanian 2. Dioma, Malang.
Purnomo. 2006. Parasitasi dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang dan Instar yang Berbeda di Laboratorium. J. Hama dan Penyakit Tumb. Trop. 6(2): 87-91.
Scaglia, M., J. Chaud-netto, M. R. Brochetto-braga, A. Ceregato, N. Gobbi and A. Rodrigues. 2005. Oviposition Sequence and Offspring of Mated and Virgin Females of Cotesia flavipes (Hymenoptera: Braconidae) Parasitizing Diatraea saccharalis Larvae (Lepidoptera: Crambidae).
J. Venom. Anim. Toxins incl. Trop. Dis. 11(3):283-298.
Sembel, D. T. 2010. Pengendalian Hayati. Andi. Yogyakarta.
Soviani, E. 2012. Identifikasi Parasitoid pada Erionata thrax yang Terdapat dalam Daun Pisang (Musa paradisiacal). Diunduh dari http://www.repository.upi.edu.pdf (08 Februari 2013).
Steel, R.G.D., J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
UNICA. 2009. União da Indústria de Cana-de-açúcar, São Paulo. Available at: http://www.unica.com.br/FAQ/. Diunduh (13 Agustus 2013).
Way, M. J., F. R. Goebel and D. E. Conlong. 2004. Trapping
Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Crambidae) in Sugarcane using Synthetic Pheromones. Proc. S. Afr. Sug. Technol. Ass. 78: 291-296.
(48)
Yalawar, S. S., S. Pradeep, M. A. A. Kumar, V. Hosamani and S. Rampure. 2010. Biology of Sugarcane Internode Borer, Chilo sacchariphagus indicus
(49)
Lampiran 1. Bagan Penelitian L2T1P1 L1T3P1 L2T1P2 L1T2P1 L2T2P2 L1T1P2 L2T3P1 L1T1P1 L1T3P2 L1T2P2 L2T3P2 L2T2P1
I
L1T2P2 L2T1P1 L1T3P1 L1T1P2 L1T3P2 L2T1P2 L1T2P1 L2T2P2 L2T2P1 L2T3P2 L1T1P1 L2T3P1II
L1T1P1 L1T2P1 L2T1P2 L2T3P1 L1T2P2 L1T3P2 L2T3P2 L2T2P2 L2T2P1 L2T1P1 L1T1P2 L1T3P1III
(50)
Lampiran 2. Data Persentase Parasititasi C. flavipes (%) Persentase Parasititasi (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
L1T1P1 100,00 50,00 50,00 200,00 66,67 L1T1P2 50,00 50,00 0,00 100,00 33,33 L1T2P1 33,33 66,66 66,66 166,65 55,55 L1T2P2 33,33 0,00 25,00 58,33 19,44 L1T3P1 75,00 75,00 25,00 175,00 58,33 L1T3P2 25,00 50,00 25,00 100,00 33,33 L2T1P1 50,00 0,00 50,00 100,00 33,33 L2T1P2 0,00 50,00 0,00 50,00 16,67 L2T2P1 33,33 33,33 33,33 99,99 33,33 L2T2P2 0,00 33,33 33,33 66,66 22,22 L2T3P1 50,00 50,00 25,00 125,00 41,67 L2T3P2 0,00 25,00 25,00 50,00 16,67
Total 449,99 483,32 358,32 1291,63
Rataan 37,50 40,28 29,86 35,88
Transformasi Arcsin √X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
L1T1P1 90,00 45,00 45,00 180,00 60,00 L1T1P2 45,00 45,00 0,00 90,00 30,00 L1T2P1 35,26 54,73 54,73 144,73 48,24 L1T2P2 35,26 0,00 30,00 65,26 21,75 L1T3P1 60,00 60,00 30,00 150,00 50,00 L1T3P2 30,00 45,00 30,00 105,00 35,00 L2T1P1 45,00 0,00 45,00 90,00 30,00 L2T1P2 0,00 45,00 0,00 45,00 15,00 L2T2P1 35,26 35,26 35,26 105,79 35,26 L2T2P2 0,00 35,26 35,26 70,52 23,51 L2T3P1 45,00 45,00 30,00 120,00 40,00 L2T3P2 0,00 30,00 30,00 60,00 20,00 Total 420,79 440,26 365,26 1226,30
(51)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Rataan L
P1 P2 P1 P2 P1 P2
L1 60,00 30,00 48,24 21,75 50,00 35,00 40,83 L2 30,00 15,00 35,26 23,51 40,00 20,00 27,30 Rataan P 45,00 22,50 41,75 22,63 45,00 27,50
Rataan T 33,75 32,19 36,25 34,06
Dwi Kasta LxP
P1 P2 Total
L1 474,73 260,26 734,99 L2 315,79 175,52 491,31
Total 790,51 435,79 1226,30
Rataan 43,92 24,21
ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 1649,39 1649,39 4,55 4,26 7,82 *
T 2 100,60 50,30 0,14 3,40 5,61 tn
P 1 3495,28 3495,28 9,64 4,26 7,82 **
LxT 2 432,62 216,31 0,60 3,40 5,61 tn
LxP 1 152,94 152,94 0,42 4,26 7,82 tn
TxP 2 39,05 19,52 0,05 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 197,37 98,69 0,27 3,40 5,61 tn galat 24 8705,36 362,72
total 35 14772,60
FK 41772,52 KK 1,06%
Uji Jarak Duncan Jenis Larva (L)
SY 4,49 14,19 27,05
I 2,00 3,00
SSR 0.05 2,92 3,07
LSR 0.05 13,11 13,78
27,30 40,83 a
Metode Parasititasi (P)
SY 4,49 11,10 30,14
I 2,00 3,00
SSR 0.05 2,92 3,07
LSR 0.05 13,11 13,78
24,21 43,92 a
(52)
Lampiran 3. Data Hari Terparasit (hari) Hari Parasit (hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
L1T1P1 13,00 10,00 12,00 35,00 11,67 L1T1P2 12,00 12,00 0,00 24,00 8,00 L1T2P1 10,00 13,00 13,00 36,00 12,00 L1T2P2 10,00 0,00 13,00 23,00 7,67 L1T3P1 13,00 13,00 11,00 37,00 12,33 L1T3P2 14,00 13,00 14,00 41,00 13,67 L2T1P1 12,00 0,00 12,00 24,00 8,00 L2T1P2 0,00 14,00 0,00 14,00 4,67 L2T2P1 13,00 12,00 13,00 38,00 12,67 L2T2P2 0,00 12,00 12,00 24,00 8,00 L2T3P1 12,00 12,00 12,00 36,00 12,00 L2T3P2 0,00 12,00 12,00 24,00 8,00 Total 109,00 123,00 124,00 356,00 Rataan 9,08 10,25 10,33 9,89 Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
L1T1P1 3,67 3,24 3,54 10,45 3,48 L1T1P2 3,54 3,54 0,71 7,78 2,59 L1T2P1 3,24 3,67 3,67 10,59 3,53 L1T2P2 3,24 0,71 3,67 7,62 2,54 L1T3P1 3,67 3,67 3,39 10,74 3,58 L1T3P2 3,81 3,67 3,81 11,29 3,76 L2T1P1 3,54 0,71 3,54 7,78 2,59 L2T1P2 0,71 3,81 0,71 5,22 1,74 L2T2P1 3,67 3,54 3,67 10,88 3,63 L2T2P2 0,71 3,54 3,54 7,78 2,59 L2T3P1 3,54 3,54 3,54 10,61 3,54 L2T3P2 0,71 3,54 3,54 7,78 2,59
Total 34,04 37,16 37,31 108,52
(53)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Total
P1 P2 P1 P2 P1 P2
L1 3,48 2,59 3,53 2,54 3,58 3,76 3,25
L2 2,59 1,74 3,63 2,59 3,54 2,59 2,78
Rataan P 3,04 2,17 3,58 2,57 3,56 3,18
Rataan T 2,60 3,07 3,37 3,01 ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 1,97 1,97 1,42 4,26 7,82 tn
T 2 3,58 1,79 1,29 3,40 5,61 tn
P 1 5,12 5,12 3,70 4,26 7,82 tn
LxT 2 1,43 0,72 0,52 3,40 5,61 tn
LxP 1 0,32 0,32 0,23 4,26 7,82 tn
TxP 2 0,66 0,33 0,24 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 0,63 0,32 0,23 3,40 5,61 tn
galat 24 33,18 1,38
total 35 46,90
FK 327,10 KK 11,94%
(54)
Lampiran 4. Data Jumlah Kokon C. flavipes Jumlah kokon
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33
L1T1P2 2,00 1,00 0,00 3,00 1,00
L1T2P1 1,00 2,00 2,00 5,00 1,67
L1T2P2 1,00 0,00 1,00 2,00 0,67
L1T3P1 3,00 3,00 1,00 7,00 2,33
L1T3P2 1,00 2,00 1,00 4,00 1,33
L2T1P1 1,00 0,00 1,00 2,00 0,67
L2T1P2 0,00 1,00 0,00 1,00 0,33
L2T2P1 3,00 1,00 1,00 5,00 1,67
L2T2P2 0,00 1,00 1,00 2,00 0,67
L2T3P1 3,00 3,00 2,00 8,00 2,67
L2T3P2 0,00 1,00 2,00 3,00 1,00
Total 17,00 16,00 13,00 46,00
Rataan 1,42 1,33 1,08 1,28
Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 1,58 1,22 1,22 4,03 1,34
L1T1P2 1,58 1,22 0,71 3,51 1,17
L1T2P1 1,22 1,58 1,58 4,39 1,46
L1T2P2 1,22 0,71 1,22 3,16 1,05
L1T3P1 1,87 1,87 1,22 4,97 1,66
L1T3P2 1,22 1,58 1,22 4,03 1,34
L2T1P1 1,22 0,71 1,22 3,16 1,05
L2T1P2 0,71 1,22 0,71 2,64 0,88
L2T2P1 1,87 1,22 1,22 4,32 1,44
L2T2P2 0,71 1,22 1,22 3,16 1,05
L2T3P1 1,87 1,87 1,58 5,32 1,77
L2T3P2 0,71 1,22 1,58 3,51 1,17
Total 15,80 15,67 14,73 46,19
(55)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Total
P1 P2 P1 P2 P1 P2 L1 1,34 1,17 1,46 1,05 1,66 1,34 1,34 L2 1,05 0,88 1,44 1,05 1,77 1,17 1,23 Rataan P 1,20 1,03 1,45 1,05 1,71 1,26
Rataan T 1,11 1,25 1,49 1,28
ANOVA
SK Db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 0,11 0,11 2,28 4,26 7,82 tn
T 2 0,86 0,43 9,04 3,40 5,61 *
P 1 1,06 1,06 22,29 4,26 7,82 *
LxT 2 0,15 0,07 1,56 3,40 5,61 tn
LxP 1 0,02 0,02 0,38 4,26 7,82 tn
TxP 2 0,14 0,07 1,43 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 1,26 0,63 0,05 3,40 5,61 tn
galat 24 1,14 0,05
total 35 4,73
FK 59,27 KK 28,05% Uji Jarak Duncan Metode Parasititasi (P)
SY 0,05 0,96 1,30
I 2,00 3,00
SSR 0.05 2,92 3,07
LSR 0.05 0,15 0,16
1,11 1,45 a
b Uji Jarak Duncan
Jumlah Larva (T)
SY 0,06 0,93 1,06 1,29
I 2,00 3,00 4,00
SSR 0.05 2,92 3,07 3,15
LSR 0.05 0,18 0,19 0,20
1,11 1,25 1,49
a
(56)
Lampiran 5. Ukuran Kokon C. flavipes (mm) Panjang Kokon (mm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
L1T1P1 16,75 14,00 18,00 48,75 16,25 L1T1P2 20,00 13,00 0,00 33,00 11,00 L1T2P1 16,00 11,75 13,25 41,00 13,67 L1T2P2 15,50 0,00 10,50 26,00 8,67 L1T3P1 14,16 16,66 10,00 40,82 13,61 L1T3P2 13,00 20,25 12,50 45,75 15,25 L2T1P1 13,00 0,00 16,00 29,00 9,67 L2T1P2 0,00 20,00 0,00 20,00 6,67 L2T2P1 8,83 18,00 11,00 37,83 12,61
L2T2P2 0,00 6,50 4,50 11,00 3,67
L2T3P1 12,30 7,88 16,00 36,18 12,06 L2T3P2 0,00 21,50 13,25 34,75 11,58
Total 129,54 149,54 125,00 404,08
Rataan 10,80 12,46 10,42 11,22
Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 4,15 3,81 4,30 12,26 4,09
L1T1P2 4,53 3,67 0,71 8,91 2,97
L1T2P1 4,06 3,50 3,71 11,27 3,76
L1T2P2 4,00 0,71 3,32 8,02 2,67
L1T3P1 3,83 4,14 3,24 11,21 3,74
L1T3P2 3,67 4,56 3,61 11,84 3,95
L2T1P1 3,67 0,71 4,06 8,44 2,81
L2T1P2 0,71 4,53 0,71 5,94 1,98
L2T2P1 3,05 4,30 3,39 10,75 3,58
L2T2P2 0,71 2,65 2,24 5,59 1,86
L2T3P1 3,58 2,89 4,06 10,53 3,51
L2T3P2 0,71 4,69 3,71 9,11 3,04
Total 36,67 40,15 37,05 113,87
(57)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Total
P1 P2 P1 P2 P1 P2
L1 4,09 2,97 3,76 2,67 3,74 3,95 3,53
L2 2,81 1,98 3,58 1,86 3,51 3,04 2,80
Rataan P 3,45 2,48 3,67 2,27 3,62 3,49
Rataan T 2,96 2,97 3,56 3,16
ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 4,80 4,80 2,62 4,26 7,82 tn
T 2 2,80 1,40 0,76 3,40 5,61 tn
P 1 6,30 6,30 3,43 4,26 7,82 tn
LxT 2 0,73 0,36 0,20 3,40 5,61 tn
LxP 1 0,27 0,27 0,15 4,26 7,82 tn
TxP 2 2,49 1,25 0,68 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 0,45 0,22 0,12 3,40 5,61 tn
galat 24 44,04 1,84
total 35 61,88
FK 360,19 KK 11,38%
(58)
Lebar Kokon (mm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 5.75 3.50 5.50 14.75 4.92 L1T1P2 7.00 4.50 0.00 11.50 3.83 L1T2P1 4.50 5.50 5.25 15.25 5.08 L1T2P2 4.50 0.00 5.00 9.50 3.17 L1T3P1 5.33 5.66 3.50 14.49 4.83 L1T3P2 4.50 5.25 5.00 14.75 4.92 L2T1P1 4.50 0.00 4.50 9.00 3.00 L2T1P2 0.00 3.00 0.00 3.00 1.00 L2T2P1 3.33 5.00 6.50 14.83 4.94 L2T2P2 0.00 5.50 3.50 9.00 3.00 L2T3P1 5.16 3.00 4.00 12.16 4.05 L2T3P2 0.00 4.50 3.75 8.25 2.75
Total 44.57 45.41 46.50 136.48
Rataan 3.71 3.78 3.88 3.79
Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
L1T1P1 2.50 2.00 2.45 6.95 2.32 L1T1P2 2.74 2.24 0.71 5.68 1.89 L1T2P1 2.24 2.45 2.40 7.08 2.36 L1T2P2 2.24 0.71 2.35 5.29 1.76 L1T3P1 2.41 2.48 2.00 6.90 2.30 L1T3P2 2.24 2.40 2.35 6.98 2.33 L2T1P1 2.24 0.71 2.24 5.18 1.73 L2T1P2 0.71 1.87 0.71 3.29 1.10 L2T2P1 1.96 2.35 2.65 6.95 2.32 L2T2P2 0.71 2.45 2.00 5.16 1.72 L2T3P1 2.38 1.87 2.12 6.37 2.12 L2T3P2 0.71 2.24 2.06 5.00 1.67
Total 23.05 23.75 24.02 70.82
(59)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Rataan L
P1 P2 P1 P2 P1 P2
L1 2.32 1.89 2.36 1.76 2.30 2.33 2.16
L2 1.73 1.10 2.32 1.72 2.12 1.67 1.77
Rataan P 2.02 1.49 2.34 1.74 2.21 2.00
Rataan T 1.76 2.04 2.10 1.97
ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 1,34 1,34 3,17 4,26 7,82 tn
T 2 0,81 0,41 0,97 3,40 5,61 tn
P 1 1,79 1,79 4,25 4,26 7,82 tn
LxT 2 0,64 0,32 0,76 3,40 5,61 tn
LxP 1 0,12 0,12 0,28 4,26 7,82 tn
TxP 2 0,25 0,13 0,30 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 0,09 0,04 0,11 3,40 5,61 tn
galat 24 10,11 0,42
total 35 15,15
FK 139,33 KK 18,30%
(60)
Lampiran 6. Jumlah Imago C. flavipes yang Muncul (ekor) Jumlah Imago (ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 45,00 33,00 15,00 93,00 31,00 L1T1P2 37,00 37,00 0,00 74,00 24,67 L1T2P1 39,00 27,00 41,00 107,00 35,67 L1T2P2 41,00 0,00 28,00 69,00 23,00 L1T3P1 67,00 71,00 23,00 161,00 53,67 L1T3P2 34,00 70,00 48,00 152,00 50,67 L2T1P1 30,00 0,00 41,00 71,00 23,67 L2T1P2 0,00 12,00 0,00 12,00 4,00 L2T2P1 38,00 13,00 28,00 79,00 26,33 L2T2P2 0,00 17,00 16,00 33,00 11,00 L2T3P1 67,00 23,00 62,00 152,00 50,67 L2T3P2 0,00 55,00 65,00 120,00 40,00
Total 398,00 358,00 367,00 1123,00
Rataan 33,17 29,83 30,58 31,19 Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 6,75 5,79 3,94 16,47 5,49 L1T1P2 6,12 6,12 0,71 12,95 4,32 L1T2P1 6,28 5,24 6,44 17,97 5,99 L1T2P2 6,44 0,71 5,34 12,49 4,16 L1T3P1 8,22 8,46 4,85 21,52 7,17 L1T3P2 5,87 8,40 6,96 21,23 7,08 L2T1P1 5,52 0,71 6,44 12,67 4,22
L2T1P2 0,71 3,54 0,71 4,95 1,65
L2T2P1 6,20 3,67 5,34 15,22 5,07
L2T2P2 0,71 4,18 4,06 8,95 2,98
L2T3P1 8,22 4,85 7,91 20,97 6,99 L2T3P2 0,71 7,45 8,09 16,25 5,42
Total 61,75 59,11 60,79 181,65
Rataan 5,15 4,93 5,07 5,05
(61)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3
Rataan L
P1 P2 P1 P2 P1 P2
L1 5,49 4,32 5,99 4,16 7,17 7,08 5,70
L2 4,22 1,65 5,07 2,98 6,99 5,42 4,39
Rataan P 4,86 2,98 5,53 3,57 7,08 6,25
Rataan T 3,92 4,55 6,66 5,05
ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 15,51 15,51 2,86 4,26 7,82 tn
T 2 49,55 24,78 4,57 3,40 5,61 *
P 1 21,76 21,76 4,01 4,26 7,82 tn
LxT 2 1,95 0,98 0,18 3,40 5,61 tn
LxP 1 2,47 2,47 0,45 4,26 7,82 tn
TxP 2 2,35 1,18 0,22 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 0,70 0,35 0,06 3,40 5,61 tn
galat 24 130,15 5,42
total 35 224,44
FK 916,56 KK 7,13%
Uji Jarak Duncan Jumlah Larva (T)
SY 0,67 1,96 2,49 4,55
I 2,00 3,00 4,00
SSR
0.05 2,92 3,07 3,15
LSR
0.05 1,96 2,06 2,12
3,92 4,55 6,66 a
(62)
Lampiran 7. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina C. flavipes Jumlah Imago Jantan
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 18,00 15,00 7,00 40,00 13,33 L1T1P2 11,00 23,00 0,00 34,00 11,33 L1T2P1 19,00 10,00 25,00 54,00 18,00 L1T2P2 20,00 0,00 14,00 34,00 11,33 L1T3P1 35,00 28,00 13,00 76,00 25,33 L1T3P2 5,00 30,00 27,00 62,00 20,67 L2T1P1 9,00 0,00 11,00 20,00 6,67 L2T1P2 0,00 4,00 0,00 4,00 1,33 L2T2P1 8,00 7,00 10,00 25,00 8,33 L2T2P2 0,00 7,00 5,00 12,00 4,00 L2T3P1 35,00 12,00 32,00 79,00 26,33 L2T3P2 0,00 19,00 34,00 53,00 17,67
Total 160,00 155,00 178,00 493,00 Rataan 13,33 12,92 14,83 13,69
Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 4,30 3,94 2,74 10,98 3,66 L1T1P2 3,39 4,85 0,71 8,95 2,98 L1T2P1 4,42 3,24 5,05 12,71 4,24 L1T2P2 4,53 0,71 3,81 9,04 3,01 L1T3P1 5,96 5,34 3,67 14,97 4,99 L1T3P2 2,35 5,52 5,24 13,11 4,37 L2T1P1 3,08 0,71 3,39 7,18 2,39 L2T1P2 0,71 2,12 0,71 3,54 1,18 L2T2P1 2,92 2,74 3,24 8,89 2,96 L2T2P2 0,71 2,74 2,35 5,79 1,93 L2T3P1 5,96 3,54 5,70 15,19 5,06 L2T3P2 0,71 4,42 5,87 11,00 3,67
Total 39,02 39,85 42,48 121,35 Rataan 3,25 3,32 3,54 3,37
(63)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Rataan P1 P2 P1 P2 P1 P2 L1 3,66 2,98 4,24 3,01 4,99 4,37 3,88 L2 2,39 1,18 2,96 1,93 5,06 3,67 2,87 Rataan P 3,03 2,08 3,60 2,47 5,03 4,02
Rataan T 2,55 3,04 4,52 3,37
ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 9,16 9,16 4,01 4,26 7,82 tn
T 2 25,29 12,65 5,53 3,40 5,61 *
P 1 9,51 9,51 4,16 4,26 7,82 tn
LxT 2 2,36 1,18 0,52 3,40 5,61 tn
LxP 1 0,32 0,32 0,14 4,26 7,82 tn
TxP 2 0,05 0,03 0,01 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 0,38 0,19 0,08 3,40 5,61 tn
galat 24 54,90 2,29
total 35 101,97
FK 409,03 KK 10,68%
Uji Jarak Duncan Jumlah Larva (T)
SY 0,44 1,28 1,70 3,15
I 2,00 3,00 4,00
SSR 0.05 2,92 3,07 3,15
LSR 0.05 1,27 1,34 1,38
2,55 3,04 4,52
a
(64)
Jumlah Imago Betina
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 27,00 18,00 8,00 53,00 17,67 L1T1P2 26,00 14,00 0,00 40,00 13,33 L1T2P1 20,00 17,00 16,00 53,00 17,67 L1T2P2 21,00 0,00 14,00 35,00 11,67 L1T3P1 32,00 43,00 10,00 85,00 28,33 L1T3P2 29,00 40,00 21,00 90,00 30,00 L2T1P1 21,00 0,00 30,00 51,00 17,00 L2T1P2 0,00 8,00 0,00 8,00 2,67 L2T2P1 30,00 6,00 18,00 54,00 18,00 L2T2P2 0,00 10,00 11,00 21,00 7,00 L2T3P1 32,00 11,00 30,00 73,00 24,33 L2T3P2 0,00 36,00 31,00 67,00 22,33
Total 238,00 203,00 189,00 630,00 Rataan 19,83 16,92 15,75 17,50
Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan 1 2 3
L1T1P1 5,24 4,30 2,92 12,46 4,15 L1T1P2 5,15 3,81 0,71 9,66 3,22 L1T2P1 4,53 4,18 4,06 12,77 4,26 L1T2P2 4,64 0,71 3,81 9,15 3,05 L1T3P1 5,70 6,60 3,24 15,54 5,18 L1T3P2 5,43 6,36 4,64 16,43 5,48 L2T1P1 4,64 0,71 5,52 10,87 3,62 L2T1P2 0,71 2,92 0,71 4,33 1,44 L2T2P1 5,52 2,55 4,30 12,37 4,12 L2T2P2 0,71 3,24 3,39 7,34 2,45 L2T3P1 5,70 3,39 5,52 14,61 4,87 L2T3P2 0,71 6,04 5,61 12,36 4,12 Total 48,67 44,80 44,43 137,90 Rataan 4,06 3,73 3,70 3,83
(65)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Rataan
P1 P2 P1 P2 P1 P2
L1 4,15 3,22 4,26 3,05 5,18 5,48 4,22 L2 3,62 1,44 4,12 2,45 4,87 4,12 3,44 Rataan P 3,89 2,33 4,19 2,75 5,03 4,80
Rataan T 3,11 3,47 4,91 3,83
ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 5,55 5,55 1,76 4,26 7,82 tn
T 2 21,83 10,91 3,46 3,40 5,61 *
P 1 10,40 10,40 3,30 4,26 7,82 tn
LxT 2 0,94 0,47 0,15 3,40 5,61 tn
LxP 1 1,91 1,91 0,61 4,26 7,82 tn
TxP 2 3,26 1,63 0,52 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 0,24 0,12 0,04 3,40 5,61 tn
galat 24 75,63 3,15
total 35 119,76
FK 528,24 KK 9,40%
Uji Jarak Duncan Jumlah Larva (T)
SY 0,51 1,61 1,90 3,30
I 2,00 3,00 4,00
SSR
0.05 2,92 3,07 3,15
LSR
0.05 1,50 1,57 1,61
3,11 3,47 4,91
a
(66)
Lampiran 9. Foto Penelitian
(67)
Parasititasi alami Parasititasi buatan
Rak pemeliharaan larva dalam masa parasititasi Laboratorium penelitian Balai Risbang tebu Sei Semayang
(68)
(69)
(70)
Monograf C. flavipes Jantan dan Betina
C. flavipes Jantan
(1)
Tri Kasta Rataan
T1 T2 T3 Rataan
P1 P2 P1 P2 P1 P2
L1 4,15 3,22 4,26 3,05 5,18 5,48 4,22
L2 3,62 1,44 4,12 2,45 4,87 4,12 3,44
Rataan P 3,89 2,33 4,19 2,75 5,03 4,80
Rataan T 3,11 3,47 4,91 3,83
ANOVA
SK db JK KT F.hit F.005 F.001 Ket
L 1 5,55 5,55 1,76 4,26 7,82 tn
T 2 21,83 10,91 3,46 3,40 5,61 *
P 1 10,40 10,40 3,30 4,26 7,82 tn
LxT 2 0,94 0,47 0,15 3,40 5,61 tn
LxP 1 1,91 1,91 0,61 4,26 7,82 tn
TxP 2 3,26 1,63 0,52 3,40 5,61 tn
LxTxP 2 0,24 0,12 0,04 3,40 5,61 tn
galat 24 75,63 3,15
total 35 119,76
FK 528,24 KK 9,40%
Uji Jarak Duncan
Jumlah Larva (T)
SY
0,51
1,61 1,90 3,30
I
2,00 3,00
4,00SSR
0.05
2,92 3,07
3,15LSR
0.05
1,50 1,57 1,61
3,11 3,47 4,91
a
(2)
Lampiran 9. Foto Penelitian
(3)
Parasititasi alami
Parasititasi buatan
Laboratorium penelitian Balai Risbang tebu Sei Semayang
(4)
(5)
(6)