Beberapa Aspek Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak di Medan dan Sekitarnya

Beberapa Aspek Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak
di Medan dan Sekitarnya
Delfitri Munir
Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak: Karsinoma nasofaring merupakan penyakit tumor ganas di nasofaring. Penyakit ini
cendrung mengenai kelompok etnis tertentu dan menunjukkan karakteristik yang bervariasi pada
beberapa kelompok etnik. Gejala dini penyakit ini tidak khas, sehingga diagnosa sering terlambat
ditegakkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa aspek dari karsinoma
nasofaring suku Batak. Sebanyak 55 kasus karsinoma nasofaring yang dijumpai selama satu tahun,
dimasukkan dalam penelitian ini. Gejala pertama yang paling sering dikeluhkan penderita adalah
pembesaran kelenjar getah bening servikal (43%).
Kata kunci: Karsinoma nasofaring, Virus Epstein-Barr, Nitrosamin, HLA
Abstracts: Nasopharyngeal carcinoma is a malignant tumor in nasopharyngeal space. The disease
tends to affect some ethnic groups, and it gives vary appearances. Early symptom is still unclear, thus
most cases are diagnosed late. The objective of this study is to investigate several aspects of
nasopharyngeal carcinoma in Bataknese. Fifty five nasopharyngeal carcinoma patients of Bataknese
were enrolled during 1 year of study. The most common early symptom found was cervical
lymphadenopathy (43%).
Keywords: Nasopharyngeal carcinoma, Batak, Epstein-Barr Virus, Nitrosamine, HLA

PENDAHULUAN
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan
tumor ganas daerah kepala dan leher yang paling
banyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60%
dari tumor ganas kepala dan leher adalah KNF.1
Penyakit ini menduduki urutan ke empat dari
seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim,
payudara dan kulit, dengan prevalensi 4,7 per
100.000 penduduk setiap tahun di Indonesia.2
Dijumpai perbedaan prevalensi yang menyolok
diantara kelompok etnis di dunia. Prevalensi
KNF di Cina Selatan 100 kali dibanding
prevalensi pada populasi etnis Kaukasia.3
Di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan,
Propinsi Sumatera Utara, penderita KNF
ditemukan pada lima kelompok suku. Suku yang
paling banyak menderita KNF adalah suku
Batak, yaitu 46,7% dari 30 kasus.4
Penyebab pasti dari KNF sampai saat ini
belum ditemukan, namun ada beberapa faktor

yang dicurigai sebagai faktor penyebab. Faktor
tersebut adalah faktor ekstrinsik seperti virus
Ebstein-Barr, nitrosamin, pola makan dan
lingkungan, sedangkan faktor intrinsik misalnya
gen HLA, gen proto-onkogen dan gen supresor.5
Seringkali diagnosa KNF terlambat di
tegakkan, karena letak nasofaring tersembunyi
di belakang rongga hidung, sehingga diagnosa
ditegakkan setelah tumor meluas ke hidung atau
tenggorok.5 Disamping itu gejala awal KNF

sering minimal dan tidak khas serta sangat
tergantung pada lokasi tumor di nasofaring.6
Gejala hidung yang sering pada KNF adalah
epistaksis dan ingus berdarah, sedangkan gejala
pada telinga adalah berkurangnya pendengaran
pada satu telinga. Hal ini disebabkan
penyumbatan tuba Eustachius oleh massa tumor
dan sering berlanjut menjadi otitis media
serosa.7,8 Disamping gangguan pendengaran,

kira-kira sepertiga dari penderita KNF
mengeluhkan gejala tinitus yang sulit di obati.9
Gejala neurologis terdiri dari sakit kepala atau
gejala saraf kranial yang berarti telah terjadi
penjalaran lokal dari tumor. Sakit kepala
merupakan gejala yang paling sering terjadi
pada gangguan neurologis dan sakit kepala
unilateral yang persisten merupakan gejala yang
khas pada KNF. Hal ini dapat disebabkan oleh
erosi tulang dasar tengkorak atau iritasi saraf
kranial. Saraf kranial VI paling sering dikenai
dan mengakibatkan diplopia.10 Paralisis
beberapa saraf kranial dapat terjadi seperti pada
N. IX, X, XI dan XII. Gejala dari gangguan
saraf ini dikenal sebagai sindroma Horner yang
terjadi pada 3% dari kasus KNF.5
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
mengetahui beberapa aspek KNF pada suku
Batak di Medan dan sekitarnya


Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006

221

Karangan Asli

BAHAN DAN CARA
Desain penelitian yang dipakai adalah studi
kasus cross sectional bersifat deskriptif analitik.
Penelitian dilakuan di RS H Adam Malik dan
RS Pirngadi serta beberapa Rumah Sakit swasta
di Kota Medan. Pengumpulan data dimulai April
2005 sampai April 2006. Populasi adalah semua
penderita yang dicurigai menderita KNF dari
anamnesa dan pemeriksaan THT-KL
Sampel adalah semua populasi yang
memenuhi kretaria inklusi seperti:
1. Penderita
KNF

yang
diagnosanya
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
biopsi histopatologi tumor di nasofaring
2. Penderita berasal dari suku Batak. Yang
dimaksud dengan suku Batak disini adalah
Batak toba, Tapanuli, Mandiling, Karo,
Dairi, Simalungun dan Nias.
3. Bersedia ikut dalam penelitian
Besar sampel ditentukan berdasarkan
jumlah kasus yang didapat selama rentang
waktu penelitian.
HASIL
Tabel 1.
Distribusi kelompok umur penderita KNF
Umur
≥ 40 tahun
≤ 39 tahun
Total


Jumlah
41
14
55

%
75
25
100

Kelamin

Karsinoma
berkeratinisasi

Laki-laki
Perempuan
Total

11

5
16

kelamin

dengan

Karsinoma
tidak
berkeratinisasi
22
17
39

jenis

Total

%


p

33
22
55

60
40

0,396

Pada tabel diatas terlihat penderita laki-laki
lebih banyak dari perempuan (60%). Dengan uji
statistik Chi-Square diperoleh nilai p = 0,396
atau p > 0,005, berarti pada penelitian ini tidak
ada hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin dengan jenis histopatologi.
Tabel 3.
Distribusi pekerjaan penderita KNF
PEKERJAAN

Tani
PNS
Swasta
Rumah tangga
Total

222

Jumlah
20
14
11
10
55

Tabel 4.
Distribusi gambaran histopatologi
HISTOPATOLOGI
Karsinoma
berkeratinisasi


Jlh
16

%
29

Karsinoma tidak
berkeratinisasi

39

71

Total

55

100


HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel
skuamosa
berkeratinisasi
Karsinoma
tidak
berkeratinisasi
Karsinoma
tidak
berdeferensiasi
Total

Jlh
16

%
29

10

18

29

53

55

100

Pada tabel diatas terlihat jenis histopatologi
terbanyak adalah karsinoma tidak berkeratinisasi
(71%). Jenis terbanyak dari karsinoma tidak
berkeratinisasi
adalah
karsinoma
tidak
berdeferensiasi (53%).
Tabel 5.
Distribusi stadium kasus KNF
Stadium
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Jumlah

Jumlah
4
37
14
55

%
7
67
26
100

Pada Tabel 5 terlihat stadium yang paling
banyak adalah stadium III (67%).

Pada tabel diatas terlihat penderita KNF
paling banyak pada umur 40 tahun atau lebih
(75%).
Tabel 2.
Hubungan
jenis
histopatologi

Pada tabel diatas terlihat penderita paling
banyak bekerja sebagai tani (36%).

%
36
26
20
18
100

Tabel 6.
Gejala pertama yang dikeluhkan penderita KNF
suku Batak
GEJALA PERTAMA
Pembesaran getah bening servikal
Sakit kepala
Tinitus
Epistaksis
Hidung tumpat
Total

Jumlah
24
13
7
6
5
55

%
43
24
13
11
9
55

Pada Tabel 6 terlihat gejala pertama yang
dikeluhkan pasien paling banyak adalah
pembesaran getah bening servikal (43%).
Tabel 7.
Hubungan kebiasaan makan ikan asin ketika
berumur di bawah 10 tahun dengan jenis
histopatologi KNF

Kebiasaan
makan
ikan asin
Tidak biasa
makan
ikan asin
Total

Karsinoma
berkeratinisas
i
8

Karsinoma
tidak
berkeratinisasi
33

Tota
l

%

p

41

75

0,007

8

6

14

25

16

39

55

Pada tabel diatas terlihat penderita yang
mempunyai kebiasaan makan ikan asin hampir

Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006

Delfitri Munir

Beberapa Aspek Karsinoma Nasofaring...

setiap hari ketika berumur sebelum 10 tahun
adalah 41 (75%). Dengan uji statistik ChiSquare diperoleh nilai p = 0,007 atau p < 0,005,
berarti pada penelitian ini ada hubungan yang
bermakna antara kebiasaan makan ikan asin
dengan jenis histopatologi.
Tabel 8.
Hubungan
kebiasaan
histopatologi
Karsinoma
berkeratinisasi
Perokok
Tidak
perokok
Jumlah

merokok

dengan

jenis

Total

%

p

10
6

Karsinoma
tidak
berkeratinisasi
23
16

33
22

60
40

0,808

16

39

55

Pada tabel diatas terlihat penderita yang
mempunyai kebiasaan merokok lebih dari 10
tahun adalah 33 (60%). Dengan uji statistik ChiSquare diperoleh nilai p = 0,808 atau p > 0,005,
berarti pada penelitian ini tidak ada hubungan
yang bermakna antara kebiasaan merokok
dengan jenis histopatologi.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini ditemukan kelompok
umur 40 tahun atau lebih merupakan kelompok
umur terbanyak menderita KNF yaitu 41
penderita (75%). Umur yang termuda dijumpai
umur 21 tahun sedangkan yang tertua adalah 70
tahun. Sesuai dengan beberapa penelitian lain
dimana penderita terbanyak adalah berumur 40
tahun keatas. Kamal (1999) menemukan umur
rata-rata penderita 48 tahun.11 Kecenderungan
penderita KNF lebih tua mungkin ada hubungan
dengan sistem imunitas yang menurun pada
umur tersebut, sehingga baik antigen virus
Ebstein-Barr sebagai penyebab, maupun antigen
tumor sendiri tidak dapat dieliminasi secara baik
oleh sistem imun tubuh.
Pada penelitian ini dijumpai jenis kelamin
yang paling banyak menderita KNF adalah lakilaki yaitu 33 penderita (60%). Disamping itu
tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara
jenis kelamin dengan jenis histopatologi. Dari
beberapa penelitian juga dijumpai penderita
laki-laki lebih banyak dari perempuan. Li (2000)
menjumpai perbandingan penderita laki-laki dan
perempuan 4: 1.12 Kecendrungan penderita KNF
laki-laki lebih banyak dari perempuan
dimungkinkan akibat laki-laki lebih sering
beraktifitas diluar rumah sehingga lebih banyak
terpapar bahan karsinogen.
Pada penelitian ini ditemukan pekerjaan
penderita yang paling banyak adalah tani yaitu
20 penderita (36%). Pada penelitian lain juga
ditemukan
hubungan
pekerjaan
dengan

penderita KNF. Yu (1990) melaporkan
hubungan KNF dengan pekerja industri yang
terpapar bahan formaldehyde dan serbuk kayu.13
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui faktor penyebab KNF yang berperan
pada petani seperti terpapar insektisida.
Jenis
histopatologi
yang
terbanyak
ditemukan pada penelitian ini adalah karsinoma
tidak berkeratinisasi (71%). Diantara jenis yang
tidak berkeratinisasi yang terbanyak adalah
karsinoma tidak berdeferensiasi yaitu 29
penderita (53%). Sesuai dengan penelitian
Spano (2003) dimana jenis karsinoma tidak
berdeferensiasi merupakan tipe histopatologi
KNF yang paling sering dan endemik, terutama
di Asia tenggara.14
Stadium tumor pada penelitian ini paling
banyak stadium III yaitu 37 penderita (67%).
Stadium IV dijumpai 14 penderita (26%)
sedangkan stadium I tidak dijumpai pada
penelitian ini. Geara (2005) dalam penelitiannya
menemukan stadium IV paling banyak (60%).15
Lebih banyak dijumpai penderita ditemukan
pada stadium lanjut menunjukkan terlambatnya
diagnosa ditegakkan. Hal ini dapat disebabkan
oleh gejala dini yang tidak khas dan belum
memadainya pelayanan kesehatan.
Gejala pertama yang dikeluhkan penderita
KNF pada penelitian ini adalah pembesaran
kelenjar getah bening sevikal yaitu 24 penderita
(43%). Dengan demikian penderita datang
berobat ketika stadium telah lanjut atau tidak
terdeteksi
pada
pelayanan
kesehatan
sebelumnya. Hal ini disebabkan gejala dini KNF
tidak khas, sehingga tidak dihiraukan penderita.
Beberapa
penelitian
juga
mendapatkan
pembesaran kelenjar getah bening servikal
merupakan gejala dini paling sering dirasakan
penderita KNF.16
Pada penelitian ini dijumpai 41 (75%)
penderita mempunyai kebiasaan makan ikan
asin setiap hari ketika berumur dibawah 10
tahun dan dijumpai hubungan yang bermakna
antara kebiasaan makan ikan asin dengan jenis
histopatologi. Ikan asin diyakini sebagai salah
satu sumber nitrosamin yang memicu terjadinya
KNF. Nitrosamin merupakan bahan kimia yang
bersifat karsinogenik dan merupakan mediator
yang dapat mengaktifkan virus Ebstein-Barr
sebagai salah satu penyebab KNF. Pada proses
pengasinan atau pengeringan ikan dengan sinar
matahari terjadi reaksi biokimia berupa
nitrosasi. Gugus nitrit dan nitrat yang terbentuk
akan bereaksi dengan ekstrak ikan asin menjadi
nitrosamin. Beberapa penelitian di China selatan
menunjukkan resiko menderita KNF lebih tinggi

Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006

223

Karangan Asli

pada orang yang sering makan ikan asin ketika
berumur dibawah 10 tahun.17
Dijumpai penderita KNF yang mempunyai
kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun sebanyak
33 (60%) dan tidak ada hubungan yang
bermakna antara kebiasaan merokok dengan
jenis histopatologi. Namun pada beberapa
penelitian ditemukan hubungan merokok dengan
KNF.18 Asap rokok mengandung bahan
karsinogenik, namun patofisiologi terjadinya
KNF pada perokok masih diperdebatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Roezin A, Syafril A. Karsinoma nasofaring.
Dalam: (Soepardi, Iskandar N) Telinga
Hidung Tenggorok. Jakarta, Gaya Baru,
2000: 149 – 53.
2.

3.

4.

5.

Soetjipto D. Karsinoma nasofaring. Dalam:
Tumor Telinga Hidung Tenggorok.
Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta,
Balai Penerbit FK-UI, 1989: 71 – 84.
Lo KW, Huang DP. Aetiology Factors and
Pathogenesis. In: (Hasselt CA, Gibb AG)
Nasopharyngeal Carcinoma. 2nd edition.
Hong Kong, Chinese University Press,
1999: 31 – 50.
Lutan R, Zachreini I. Immunohistochemical
corelation
betwen
Nasopharyngeal
Carcinoma and Epstein Barr Virus. Asean
Otorhinolaryngology-Head
and
Neck
Surgery Journal, 1999; Vol. 3(3): 257 – 9.
Gibb AG and Choa G. Historical aspects.
In: (Hasselt CA and Gibb AG)
Nasopharyngeal Carcinoma, 2nd edition.
Hongkong; The Chinese University Press,
1999: 1 – 9.

6.

Jiang X, Wei L. Nasopharyngeal carcinoma
and cervical masses. Lin Chuang Er Bi Yan
Hou Ke Za Zi, 2005; Vol. 19(4): 160 – 2.

7.

Hsu MM, Young YH, Lin KL. Eustachian
tube of patients with nasopharyngela
carcinoma. Ann Otol Rhinol Laryngol,
1995; Vol. 104(6): 453 – 5.

8.

Indudharan R, Valuyeetham KA, Kannan T,
Sidek DS. Nasophryngeal carcinoma:
clinical trens. J Laryngol Otol, 1997; Vol.
111 (8): 724 – 9

9.

Low WK. Middle ear presures in patiens
with nasopharyngeal carcinoma and their
clinical significance, 1995; Vol. 109 (5):
390 – 3.

224

10. Ilhan O, Sener EC, Ozyar E. Outcom of
abducens
nerve
in
patien
with
nasopharyngeal
carcinoma.
Eur
J
Opthalmol, 2002; Vol. 12 (1): 55 – 9.
11. Kamal MF, Samarrai SM. Presentation of
epidemiology of nasopharyngeal carcinoma
in Jordan. J Laryngol Otol, 1999; Vol.
113(5): 422 – 6.
12. Li P, Ai P, Chen L, Yang Y, Li Z, Zhang H.
Analysis on clinical data of 677 death cases
with nasopharyngeal carcinoma. Lin
Chuang Er Bi Yan Hou Ke Za Zhi, 2002;
Vol. 16(1): 15 – 6.
13. Yu MC, Garabrant DH, Huang TB,
Handerson BE. Occupational and other nondietary risk factors for nasopharyngeal
carcinoma in Guangzhou, China. Int J
cancer, 1990; Vol. 45(6): 1033 – 9.
14. Spano JP, Busson P, Atlan D, Bourhis J,
Pignon JP, Esteban C, Armand JP.
Nasopharyngeal carcinomas: an update. Eur
J Cancer, 2003; Vol. 39(15): 2121 – 35.
15. Geara FB, Nasr E, Tucker SL, Brihi E,
Zaytoun G, Hadi U. Nasopharyngeal
cancerin the Meadle East: Experience of
American University of Beirut Medical
Center. Int J Radiot Oncol Biol Phys, 2005;
Vol. 61(5): 1408 – 14.
16. Stanley
RE,
Fong
KW.
Clinical
presentation & diagnosis. In: (Chong VFH,
Tsao SY) Nasopharyngeal Carcinoma. 3th
edition. Singapore, Amour Publishing,
1999: 29 – 32.
17. Ward MH, Pan WH, Cheng YJ, Li FH,
Brinton LA, Chen CJ. Dietary exposure to
nitrite and nitrosamines and risk of
nasopharyngeal carcinoma in Taiwan. Int J
Cancer, 2000; Vol. 86(5): 603 – 9.
18. Dietz A, Logothetis CA, Helbig M,
Flechtenmacher C, Rudat V, Dollner R.
Prognostic impact of EBV-related LMP-1,
histologic type and environmental factors in
nasopharyngeal carcinoma in a German
popupation. Onkologie, 2004; Vol. 27 (4):
345 – 50.

Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006