Latar Belakang PROFIL KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN PEMAHAMAN KONSEP PEMANTULAN CAHAYA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VIII.

Uswatun Khasanah, 2013 Profil Kemampuan Berpikir Logis Dan Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2006 Puskur, 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Kemampuan berpikir logis penalaran, yaitu kemampuan menemukan suatu kebenaran berdasarkan aturan, pola atau logika tertentu Otrina, 2010. Upaya untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir logis dapat menjembatani pada hasil belajar fisika melalui pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep fisika. Peneliti mengidentifikasi kemampuan berpikir logis dengan Test Of Logical Thinking TOLT. Kemampuan berpikir logis ini dapat dibangun pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga suatu proses penemuan atau penyelidikan ilmiah Standar Isi Permen No. 22 tahun 2006. Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun IPA. Pembelajaran fisika memiliki ciri khas sendiri yaitu berhubungan erat dengan fenomena dan konsep. Salah satu tujuan pendidikan fisika di sekolah agar siswa paham terhadap fenomena alam secara ilmiah, memahami konsep, Uswatun Khasanah, 2013 Profil Kemampuan Berpikir Logis Dan Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu dan menerapkan atau mengaplikasikannya secara fleksibel dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan pembelajaran fisika di SMP, terdapat konsep-konsep abstrak yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan berpikir logis. Salah satu tingkatan kemampuan berpikir logis yaitu tahap operasional formal dengan ciri dapat berpikir abstrak. Berdasarkan teori Piaget 1958 Dahar, 1989: 155 bahwa siswa SMP yang berusia antara 13-15 tahun telah berada pada tingkat operasional formal. Dengan demikian, siswa seharusnya mampu mempelajari konsep fisika yang bersifat abstrak. Contoh konsep fisika yang bersifat abstrak diantaranya adalah pemantulan cahaya. Fakta dilapangan, pembelajaran berpusat pada guru, akibatnya siswa lebih mampu menguasai materi pada tingkat hafalan dan kurang memahaminya. Guru juga kurang memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswa jarang praktikum. Hal ini kurang mampu merangsang kemampuan berpikir logis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti melakukan wawancara kepada guru fisika di salah satu SMP swasta di kota Bandung. Hasil wawancara, guru mengatakan bahwa kemampuan berpikir logis siswa belum pernah diukur dan untuk mengukur pemahaman konsep fisika pada ulangan harian yaitu tes uraian. Alasannya dari hasil tes uraian yaitu dapat mengetahui ketercapaian indikator pembelajaran dan dapat mengidentifikasi tingkat pemahaman konsep siswa. Soal uraian yang digunakan oleh guru kebanyakan bersifat hitungan. Selain tes uraian, guru juga menggunakan tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda biasa digunakan pada saat UTS dan UAS, karena semua materi fisika dapat diujikan, serta waktu pengerjaan relatif sedikit daripada mengerjakan soal tes uraian. Soal Ujian Nasional UN juga berupa soal pilihan ganda. Skor rata-rata siswa tentang konsep pemantulan cahaya rendah, karena siswa tidak hafal dan tidak memahami sinar-sinar istimewa pada cermin cekung maupun cembung. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menggambarkan bayangan pemantulan pada cermin cekung maupun cembung, dan pemantulan cahaya merupakan materi yang bersifat abstrak. Uswatun Khasanah, 2013 Profil Kemampuan Berpikir Logis Dan Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Peneliti menganalisis soal-soal IPA-fisika berupa pilihan ganda ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Hasil Analisis Soal IPA-Fisika Soal IPA-Fisika Jumlah soal Ingatan Hitungan Pemahaman konsep UKK IPA-fisika kelas VIII tahun ajaran 20112012 20 30 25 45 Pra-UN IPA-fisika tahun ajaran 20112012 17 12 53 35 TO UN IPA-fisika SMPMTs 2012 buku Erlangga fokus UN SMPMTs 2012 17 18 47 35 UN IPA-fisika kode soal P1 tahun ajaran 20092010 20 35 40 25 Berdasarkan Tabel 1.1 bahwa soal fisika rata-rata lebih banyak bersifat kuantitatif, sedangkan soal yang bersifat kualitatif sedikit. Diasumsikan jika siswa sudah dapat mengerjakan soal fisika yang bersifat kuantitatif atau hitungan, maka siswa dianggap sudah paham konsep. Berdasarkan pengamatan dilapangan, skor rata-rata siswa terhadap soal konseptual lebih rendah daripada skor rata-rata soal hitungan. Hal ini mengidentifikasi juga bahwa kemampuan berpikir logis siswa kurang dilatih pada proses pembelajaran dan berdasarkan bentuk soalnya juga kurang mendukung untuk menstimulus kemampuan berpikir logis siswa. Idealnya, guru memberikan soal kepada siswa tidak hanya bersifat kuantitatif atau hitungan saja. Siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan belum tentu paham konsep fisika. Oleh karena itu, peneliti menggunakan soal konseptual untuk mengukur pemahaman konsep fisika, dimana soal konseptual yaitu menghindari soal hitungan dan jawabannya tidak berupa angka serta berkaitan dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Uswatun Khasanah, 2013 Profil Kemampuan Berpikir Logis Dan Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Solusi alternatif untuk mengukur pemahaman konsep, yaitu dengan wawancara, tes uraian, atau pilihan ganda multi-tier. Wawancara dan tes uraian dapat mengukur pemahaman konsep secara mendalam. Namun, kurang efektif untuk skala besar, membutuhkan waktu yang relatif lama, dan sulit menganalisisnya. Bentuk soal pilihan ganda yang ada di sekolah, yaitu pilihan ganda biasa atau pilihan ganda satu tingkat. Akan tetapi, soal pilihan ganda biasa atau satu tingkat yaitu kurang menggali pemahaman konsep siswa, tidak dapat mengidentifikasi antara siswa yang tidak paham konsep, dan miskonsepsi serta kemungkinan siswa menebak jawaban sangat besar. Untuk mengatasi kekurangan pilihan ganda biasa, peneliti mengembangkan pilihan ganda menjadi beberapa tingkat atau multi-tier test. Pilihan ganda dua tingkat atau two tier test pertama kali dikembangkan oleh Treagust Treagust, et, al, 2007. Two-tier test yaitu pengembangan pilihan ganda menjadi dua tingkat. Tingkat pertama yaitu pertanyaan pilihan ganda biasa. Tingkat kedua yaitu pilihan alasan menjawab soal tingkat pertama dengan empat pilihan jawaban. Menurut Hasan, Bagoyo, dan Kelley Pesman dan Erylimas, 2010 bahwa two-tier test tidak dapat membedakan antara miskonsepsi dan tidak paham konsep. Oleh karena itu, two-tier test dikembangkan lagi menjadi tiga tingkat dengan menambahkan tingkat keyakinan pada tingkat ketiga. Pilihan ganda tiga tingkat ini di sebut three-tier test. Uswatun Khasanah, 2013 Profil Kemampuan Berpikir Logis Dan Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Oleh karena itu, peneliti menggunakan TOLT untuk mengidentifikasi profil kemampuan berpikir logis dan menyusun three-tier test untuk mengukur pemahaman konsep pemantulan cahaya. Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini berjudul “Profil Kemampuan Berpikir Logis dan Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya pada Siswa SMP Kelas VIII”.

B. Rumusan Masalah