PROFIL KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN PEMAHAMAN KONSEP PEMANTULAN CAHAYA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VIII.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Batasan Masalah ... 6

D.Tujuan Penelitian ... 6

E.Manfaat Penelitian ... 7

F. Variabel Penelitian...7

G.Definisi Operasional ... 7

BAB II BERPIKIR LOGIS, PEMAHAMAN KONSEP, DAN THREE-TIER TEST ... 8

A.Berpikir Logis ... 8

B.Pemahaman Konsep ... 18

C.Pemantulan Cahaya...22

D.Alat Evaluasi ... 34

E.Three-tier Test ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 45 A.Metode dan Desain


(2)

B.Penyusunan Instrumen Penelitian ... 46

C.Subyek Penelitian ... 48

D.Prosedur Penelitian ... 49

E.Teknik Pengumpulan Data ... 52

F. Teknik Pengolahan Data ... 53

G.Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

A.Temuan dan Pembahasan Test Of LogicalTthinking (TOLT) standar serta TOLT Modifikasi Berdasarkan Usia... 65

B.Temuan dan Pembahasan three-tier test Pemantulan Cahaya ... 74

1. Data Statistik dari hasil skor three-tier test Pemantulan Cahaya ... 76

2. Hubungan antara Skor B dengan Tingkat Keyakinan Siswa ... 77

3. Persentase False Positif dan False Negatif...78

4. Perbandingan Skor A, Skor B, dan Skor C ... 81

5. Pengategorian Berdasarkan Skor C... 83

6. Profil Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya dengan Menggunakan dengan three-tier test ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 93

A.Kesimpulan ... 93

B.Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 103 RIWAYAT HIDUP...


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2006 (Puskur, 2006) tentang Standar Kompetensi Kelulusan menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Kemampuan berpikir logis (penalaran), yaitu kemampuan menemukan suatu kebenaran berdasarkan aturan, pola atau logika tertentu (Otrina, 2010). Upaya untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir logis dapat menjembatani pada hasil belajar fisika melalui pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep fisika. Peneliti mengidentifikasi kemampuan berpikir logis dengan Test Of Logical Thinking (TOLT).

Kemampuan berpikir logis ini dapat dibangun pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga suatu proses penemuan atau penyelidikan ilmiah (Standar Isi Permen No. 22 tahun 2006).

Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun IPA. Pembelajaran fisika memiliki ciri khas sendiri yaitu berhubungan erat dengan fenomena dan konsep. Salah satu tujuan pendidikan fisika di sekolah agar siswa paham terhadap fenomena alam secara ilmiah, memahami konsep,


(4)

dan menerapkan atau mengaplikasikannya secara fleksibel dalam kehidupan sehari-hari.

Terkait dengan pembelajaran fisika di SMP, terdapat konsep-konsep abstrak yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan berpikir logis. Salah satu tingkatan kemampuan berpikir logis yaitu tahap operasional formal dengan ciri dapat berpikir abstrak. Berdasarkan teori Piaget (1958) (Dahar, 1989: 155) bahwa siswa SMP yang berusia antara 13-15 tahun telah berada pada tingkat operasional formal. Dengan demikian, siswa seharusnya mampu mempelajari konsep fisika yang bersifat abstrak. Contoh konsep fisika yang bersifat abstrak diantaranya adalah pemantulan cahaya.

Fakta dilapangan, pembelajaran berpusat pada guru, akibatnya siswa lebih mampu menguasai materi pada tingkat hafalan dan kurang memahaminya. Guru juga kurang memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswa jarang praktikum. Hal ini kurang mampu merangsang kemampuan berpikir logis.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti melakukan wawancara kepada guru fisika di salah satu SMP swasta di kota Bandung. Hasil wawancara, guru mengatakan bahwa kemampuan berpikir logis siswa belum pernah diukur dan untuk mengukur pemahaman konsep fisika pada ulangan harian yaitu tes uraian. Alasannya dari hasil tes uraian yaitu dapat mengetahui ketercapaian indikator pembelajaran dan dapat mengidentifikasi tingkat pemahaman konsep siswa. Soal uraian yang digunakan oleh guru kebanyakan bersifat hitungan. Selain tes uraian, guru juga menggunakan tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda biasa digunakan pada saat UTS dan UAS, karena semua materi fisika dapat diujikan, serta waktu pengerjaan relatif sedikit daripada mengerjakan soal tes uraian. Soal Ujian Nasional (UN) juga berupa soal pilihan ganda. Skor rata-rata siswa tentang konsep pemantulan cahaya rendah, karena siswa tidak hafal dan tidak memahami sinar-sinar istimewa pada cermin cekung maupun cembung. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menggambarkan bayangan pemantulan pada cermin cekung maupun cembung, dan pemantulan cahaya merupakan materi yang bersifat abstrak.


(5)

Peneliti menganalisis soal-soal IPA-fisika berupa pilihan ganda ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Hasil Analisis Soal IPA-Fisika

Soal IPA-Fisika Jumlah

soal

Ingatan (%)

Hitungan (%)

Pemahaman konsep (%)

UKK IPA-fisika kelas VIII tahun ajaran 2011/2012

20 30 25 45

Pra-UN IPA-fisika tahun ajaran 2011/2012

17 12 53 35

TO UN IPA-fisika SMP/MTs 2012 (buku Erlangga fokus UN SMP/MTs

2012)

17 18 47 35

UN IPA-fisika kode soal P1 tahun ajaran 2009/2010

20 35 40 25

Berdasarkan Tabel 1.1 bahwa soal fisika rata-rata lebih banyak bersifat kuantitatif, sedangkan soal yang bersifat kualitatif sedikit. Diasumsikan jika siswa sudah dapat mengerjakan soal fisika yang bersifat kuantitatif atau hitungan, maka siswa dianggap sudah paham konsep. Berdasarkan pengamatan dilapangan, skor rata-rata siswa terhadap soal konseptual lebih rendah daripada skor rata-rata soal hitungan. Hal ini mengidentifikasi juga bahwa kemampuan berpikir logis siswa kurang dilatih pada proses pembelajaran dan berdasarkan bentuk soalnya juga kurang mendukung untuk menstimulus kemampuan berpikir logis siswa.

Idealnya, guru memberikan soal kepada siswa tidak hanya bersifat kuantitatif atau hitungan saja. Siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan belum tentu paham konsep fisika. Oleh karena itu, peneliti menggunakan soal konseptual untuk mengukur pemahaman konsep fisika, dimana soal konseptual yaitu menghindari soal hitungan dan jawabannya tidak berupa angka serta berkaitan dengan fenomena kehidupan sehari-hari.


(6)

Solusi alternatif untuk mengukur pemahaman konsep, yaitu dengan wawancara, tes uraian, atau pilihan ganda multi-tier. Wawancara dan tes uraian dapat mengukur pemahaman konsep secara mendalam. Namun, kurang efektif untuk skala besar, membutuhkan waktu yang relatif lama, dan sulit menganalisisnya.

Bentuk soal pilihan ganda yang ada di sekolah, yaitu pilihan ganda biasa atau pilihan ganda satu tingkat. Akan tetapi, soal pilihan ganda biasa atau satu tingkat yaitu kurang menggali pemahaman konsep siswa, tidak dapat mengidentifikasi antara siswa yang tidak paham konsep, dan miskonsepsi serta kemungkinan siswa menebak jawaban sangat besar. Untuk mengatasi kekurangan pilihan ganda biasa, peneliti mengembangkan pilihan ganda menjadi beberapa tingkat atau multi-tier test.

Pilihan ganda dua tingkat atau two tier test pertama kali dikembangkan oleh Treagust (Treagust, et, al, 2007). Two-tier test yaitu pengembangan pilihan ganda menjadi dua tingkat. Tingkat pertama yaitu pertanyaan pilihan ganda biasa. Tingkat kedua yaitu pilihan alasan menjawab soal tingkat pertama dengan empat pilihan jawaban.

Menurut Hasan, Bagoyo, dan Kelley (Pesman dan Erylimas, 2010) bahwa two-tier test tidak dapat membedakan antara miskonsepsi dan tidak paham konsep. Oleh karena itu, two-tier test dikembangkan lagi menjadi tiga tingkat dengan menambahkan tingkat keyakinan pada tingkat ketiga. Pilihan ganda tiga tingkat ini di sebut three-tier test.


(7)

Oleh karena itu, peneliti menggunakan TOLT untuk mengidentifikasi profil kemampuan berpikir logis dan menyusun three-tier test untuk mengukur pemahaman konsep pemantulan cahaya. Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini berjudul “Profil Kemampuan Berpikir Logis dan Pemahaman

Konsep Pemantulan Cahaya pada Siswa SMP Kelas VIII”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: ”Bagaimana profil kemampuan berpikir logis dan pemahaman konsep pemantulan cahaya pada siswa SMP?”

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil kemampuan berpikir logis siswa SMP dari hasil TOLT standar dan TOLT modifikasi?

2. Bagaimanakah profil pemahaman konsep pemantulan cahaya siswa SMP dengan three-tier test?

C.Batasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup masalah yang akan diteliti, maka perlu dijelaskan batasan masalah dalam penelitian ini. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:


(8)

1. Profil kemampuan berpikir logis dilihat dari hasil skor TOLT standar maupun modifikasi, kemudian skor total disesuaikan dengan kriteria Tobin dan Copie.

2. Profil pemahaman konsep dilihat dari hasil skor C dengan kriteria yang telah dikembangkan oleh Katlacki dan Nilufer, kemudian dideskripsikan.

3. Proses kognitif yang digunakan adalah pemahaman konsep (C2) berdasarkan taksonomi kognitif Anderson dan di batasi pada aspek menafsirkan, menjelaskan, membandingkan, mencontohkan, serta memprediksi. Soal yang digunakan bersifat konseptual.

D.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:

1. Menjelaskan profil kemampuan berpikir logis siswa SMP dari hasil tes TOLT standar dan modifikasi.

2. Menjelaskan profil pemahaman konsep pemantulan cahaya siswa SMP dengan three-tier test.

E.Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa, dapat memberikan pengalaman tes berpikir logis dengan TOLT

dan tes pemahaman konsep dengan bentuk soal three-tier test.

2. Bagi guru fisika, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuannya terhadap asesmen alternatif untuk mengukur pemahaman


(9)

konsep fisika, serta sebagai feedback untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika.

3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang memodifikasi TOLT yang berisi konsep fisika, serta penyusunan soal three-tier test.

4. Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan sebagai rujukan alternatif dalam penelitian selanjutnya.

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah kemampuan berpikir logis dan pemahaman konsep pemantulan cahaya.

G.Definisi Operasional

1. Kemampuan berpikir logis dalam penelitian ini adalah kemampuan menemukan suatu kebenaran berdasarkan aturan, pola atau logika tertentu sehingga diperoleh kebenaran secara rasional. Tobin dan Copie (Valanides,1997: 169) mengembangkan Test Of Logical Thinking (TOLT) yang terdiri atas 10 butir tes. Untuk mengukur kemampuan berpikir logis, peneliti menggunakan soal TOLT standar dan TOLT modifikasi.

2. Kemampuan pemahaman konsep fisika adalah kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau konsep fisika yang telah dipelajari. Peneliti menggunakan bentuk soal three-tier test untuk mengukur pemahaman konsep pemantulan cahaya.


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang bertujuan menggambarkan suatu gejala, peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Arikunto, 2010:245). Hal yang digambarkan pada penelitian ini adalah profil kemampuan berpikir logis dan pemahaman konsep pemantulan cahaya. Pada penelitian ini tidak ada perlakuan. Penelitian deskriptif melibatkan deskripsi, pencatatan, analisis, dan interpretasi yang terjadi pada saat ini. Data yang dianalisis berasal dari hasil Test Of Logical Thingking

(TOLT) untuk mengukur kemampuan berpikir logis dan pilihan ganda multi tier berupa three-tier test untuk mengukur pemahaman konsep pemantulan cahaya, kemudian data diinterpretasi sehingga kemampuan berpikir logis serta pemahaman konsep siswa dapat diketahui. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-shot Design dengan pola:

Gambar 3.1. One-Shot Design


(11)

B. Penyusunan Instrumen Penelitian

Penelitian ini menyusun alat ukur TOLT modifikasi untuk mengetahui profil kemampuan berpikir logis dan three-tier test untuk mengukur pemahaman konsep pemantulan cahaya.

1. Desain penyusunan TOLT

Kemampuan berpikir logis menggunakan TOLT berbasis konsep fisika dengan bentuk tes pilihan ganda dua tingkat. Model penyusunan TOLT mengadaptasi dari TOLT yang standar. Peneliti memodifikasinya dengan konten berbasis konsep fisika. Indikator TOLT ada lima aspek, yaitu kemampuan penalaran proporsional, penalaran probabilistik, pengontrolan variabel, penalaran korelasional, dan penalaran kombinatorial. Setelah soal TOLT dibuat oleh peneliti, kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan di judgement kepada pakar materi, ahli evaluasi, serta guru fisika. TOLT modifikasi diujikan ke lapangan. Validitas dan reliabilitas dihitung, kemudian dibandingkan hasilnya dengan hasil validitas dan reliabilitas TOLT yang standar. Adapun tahapan perancangan TOLT modifikasi ditunjukkan pada Gambar 3.2.


(12)

Gambar 3.2. Tahapan Penyusunan TOLT Modifikasi

2. Desain penyusunan three-tier test

Model penyusunan tes pemahaman konsep berupa two-tier test terlebih dahulu dan mengadaptasi dari model Treaguts. Setelah dibuat, dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan di judgement kepada pakar materi ahli evaluasi serta guru fisika.

Two-tier test diujikan pada lingkup yang terbatas untuk mengetahui analisis butir soal, validitas, dan reliabilitas. Setelah itu two-tier test di tambahkan satu tingkat berupa respon keyakinan siswa dalam menjawab soal

two-tier test. Instrumen pada saat penelitian berupa three-tier test untuk mengukur pemahaman konsep siswa. Adapun tahapan perancangan three-tier test ditunjukkan pada Gambar 3.3.

1.Studi literatur dan analisis materi pemantulan cahaya

5. Uji coba TOLT

6. Uji validitas, uji reliabilitas dan analisis butir 7. TOLT valid dan reliabel

4.Revisi

2.Merumuskan indikator-indikator TOLT dan menyusun TOLT 3. Konsultasi TOLT dengan pembimbing, judgement ke ahli materi dan ahli evaluasi


(13)

Gambar 3.3. Tahapan Pengembangan Three-Tier Test Pemantulan Cahaya

C. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah 37 orang siswa SMP kelas VIII di Kabupaten Bandung Barat pada semester genap tahun ajaran 2011/2012 dan Tahap 2: Mengumpulkan informasi

konsep

Telaah literatur dan materi pemantulan cahaya Tahap 1: Menentukan konten atau isi

materi

Memilih standar kompetensi dan kompetensi dasar

Mengidentifikasikan konsep utama

Tahap 3:

Mengembangkan instrumen diagnosis two-tier test

Rincian kisi-kisi soal one-tier test

Membuat draf instrumen two-tier test

Konsultasi dengan dosen pembimbing dan judgement ke ahli

Perbaikan instrumen

Uji coba dan analisis two-tier test

Menambahkan tingkat keyakinan pada two-tier test


(14)

dipilih dengan teknik purposive sampling. Penentuan subyek ini menggunakan teknik purposive sampling, yakni teknik pengambilan sampel dengan tujuan tertentu. Selain mengetahui profil kemampuan berpikir logis, peneliti juga mempunyai tujuan untuk mengetahui profil pemahaman konsep pemantulan cahaya dengan bentuk soal three-tier test yang telah disusun dan di ujikan ke lapangan. Pemilihan subyek penelitian di SMP tersebut karena siswa kelas VIII sudah mendapatkan materi pemantulan cahaya. Kedua, siswa kelas VIII belum pernah mendapatkan soal TOLT dan three-tier test.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

a. Telaah kompetensi mata pelajaran IPA SMP.

b. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.

c. Mengurus surat izin penelitian dan menghubungi pihak sekolah tempat penelitian yang akan dilaksanakan.

d. Studi pendahuluan, meliputi wawancara dengan guru dan menganalisis soal-soal fisika.

e. Perumusan masalah penelitian.

f. Studi literatur terhadap jurnal, buku, artikel, dan laporan penelitian mengenai TOLT dan three-tier test.


(15)

g. Telaah kurikulum IPA SMP dan menetukan materi yang akan dijadikan bahan penelitian.

h. Menyusun instrumen penelitian TOLT modifikasi dan two-tier test. i. Melakukan judgement instrumen TOLT modifikasi dan two-tier test. j. Melakukan uji coba instrumen.

k. Menganalisis hasil uji coba instrumen yang meliputi validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas, sehingga layak dipakai untuk tes. l. Menambahkan tingkat keyakinan pada two-tier test, sehingga menjadi

three-tier test.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Penentuan subjek penelitian yang terdiri dari satu kelas. b. Pelaksanaan tes TOLT standar.

c. Pelaksanaan tes TOLT modifikasi. d. Pelaksanaan tes three-tier test. 3. Tahap Penyelesaian

a. Mengolah data penelitian b. Menganalisis data penelitian c. Menarik kesimpulan dan saran d. Penyusunan


(16)

Gambar 3.4 Bagan Prosedur Penelitian Studi

pendahuluan

Rumusan masalah

Studi literatur Solusi permasalahan

Studi kurikulum dan materi pemantulan cahaya

Penyusunan instrumen penelitian TOLT modifikasi dan two tier test

Konsultasi dengan pembimbing

Judgement instrumen penelitian

Uji coba dan analisis intrumen penelitian

Menambahkan tingkat keyakinan pada two- tier test sehingga menjadi three-tier test

Melakukan penelitian dengan memberikan soal

TOLT standar TOLT modifikasi Three-tier test

Pengolahan data dan analisis data

Kesimpulan

Tahap Pelaksanaan


(17)

E. Teknik Pengumpulan Data

Kemampuan berpikir logis siswa dapat diketahui dari hasil TOLT standar dan modifikasi. Sebelum melakukan tes kemampuan berpikir logis, terlebih dahulu peneliti menyiapkan TOLT standar dan menyusun TOLT modifikasi. TOLT modifikasi isinya berkaitan dengan konsep pemantulan cahaya. Instrumen ini kemudian diujikan pada siswa dan bentuknya berupa tes pilihan ganda dua tingkat serta dibandingkan hasilnya.

Pemahaman konsep dapat diketahui dari hasil three-tier test. Sebelum melakukan tes pemahaman konsep bentuk three-tier test, terlebih dahulu peneliti menyusun two-tier test pemantulan cahaya dan diujikan pada siswa. Setelah diujicobakan dan dianalisis, peneliti menambahkan tingkat keyakinan pada two-tier test, sehingga menjadi three-tier test. Three-tier test yaitu pilihan ganda tiga tingkat.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

a. Telaah literatur.

b. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian.

c. Menyusun intrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.

d. Melakukan judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat.


(18)

Setelah instrumen yang diujikan tersebut valid dan reliabel, maka instrumen itu dapat digunakan untuk melakukan penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh berupa data kualitatif, yang termasuk data hasil kemampuan berpikir logis dan pemahaman konsep pemantulan cahaya.

1. Validitas

Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes. Tes yang valid (absah = sah) adalah tes yang benar-benar mengukur apa yang hendak dukur. Agar data yang diperoleh valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus valid. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriteria. Ada dua validitas yaitu validitas konstruksi dan validitas isi.

Validitas konstruksi dilakukan dengan meminta pertimbangan pakar terhadap three-tier test. ada tiga pakar yang diminta untuk memberikan pertimbangan. Satu orang pakar dari ahli materi gelombang optik, satu orang dari ahli evaluasi, dan satu orang guru Fisika SMP. Ketiga pakar diminta untuk memberikan pertimbangan terhadap kesesuaian tiap butir soal dengan aspek pemahaman konsep dan indikator soal. Para pakar diminta untuk menuliskan pertimbangannya dalam lembar judgement (Lampiran B.3). Tiap butir soal diminta para pakar memberikan nilai 1 jika butir soal sesuai dengan aspek pemahaman konsep atau sesuai dengan indikator soal, dan memberi nilai 0 jika butir soal tidak sesuai dengan aspek pemahaman konsep atau indikator soal.


(19)

Validitas isi yaitu dari data hasil uji coba intrumen. Teknik yang digunakannya adalah teknik korelasi product momen yang dikemukakan oleh Pearson. Rumus korelasi product moment dengan angka kasar

(3.1)

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = skor tiap butir soal. Y = skor total tiap butir soal. N = jumlah siswa.

Tabel 3.1. Klasifikasi Validitasi Butir Soal

Nilai rxy Kriteria

1,00 Sempurna

0,800-0,99 Sangat tinggi

0,600-0,79 Tinggi

0,40-0,59 Cukup

0,20-0,39 Rendah

0,00-0,19 Sangat rendah

(Arikunto, 2010:75) 2. Reliabilitas

Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan/kekonsistenan suatu instrumen apabila diberikan kepada subyek yang sama meskipun oleh orang lain yang berbeda dan waktu yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif sama (Arikunto, 2010: 90).


(20)

Dalam menghitung reliabilitas dengan teknik ini peneliti melalui langkah membuat tabel analisis butir soal. Rumus yang digunakan adalah Alpha-Cronbach.

(3.2) dengan:

r11 : reliabilitas instrumen k : banyaknya butir soal

Si² : jumlah varians skor setiap butir soal St² : varians total

Nilai ini kemudian dibandingkan dengan tabel interpretasi reliabilitas.

Tabel 3.2. Interpretasi Reliabilitas Tes

Koefisien Korelasi Kriteria

0.80 – 1.00 Sangat tinggi 0.60 – 0.79 Tinggi 0.40 – 0.59 Sedang 0.200 – 0.39 Rendah

0.00 – 0.19 Sangat rendah

3. Daya pembeda

Daya pembeda suatu butir soal adalah bagaimana kemampuan butir soal itu untuk membedakan siswa yang termasuk kelompok tinggi dengan siswa yang termasuk kelompok rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi/daya pembeda. Indeks ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi:


(21)

(3.3)

dengan

D : daya pembeda

BA : jumlah siswa dari kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar

BB: jumlah siswa dari kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar

JA : banyaknya peserta kelompok atas JB : banyaknya peserta kelompok bawah

PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Indeks atau koefisien daya pembeda berkisar antara +1,0 sampai -1,0. Daya pembeda +1,0 artinya bahwa seluruh anggota kelompok atas menjawab dengan benar butir soal itu, sedangkan semua anggota kelompok bawah menjawab dengan salah butir soal itu. Sebaliknya, daya pembeda -1,0 artinya bahwa seluruh anggota kelompok atas menjawab dengan salah butir soal itu, sedangkan semua anggota kelompok bawah menjawab dengan benar butir soal itu. Klasifikasi daya pembeda.

Tabel 3.3 Interpretasi Daya Pembeda

Nilai D Kategori

0.00 Tidak mempunyai daya pembeda

1.00 Hanya bisa dijawab oleh kelompok tinggi

- (negatif) Tidak baik sekali atau kelompok rendah lebih banyak


(22)

Nilai D Kategori

tinggi.

Kunci jawaban tidak ada atau menimbulkan pengertian ganda < 0.20 Jelek (poor)

0.20 – 0.40 Cukup (satisfactory) 0.41 – 0.70 Baik (good)

0.70 > Baik sekali (exellent)

(Arikunto, 2010:218 ) 4. Tingkat kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran (difficulty indeks) adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Besar indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa saolnya terlalu mudah. Rumus mencari P adalah:

P = (3.4) (Arikunto, 2010:208)

Dengan

P : indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS : jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.4. Interpretasi Indeks Taraf Kemudahan

Nilai f Kriteria

0.00 – 0.25 Sukar

0.26 – 0.75 Sedang

0.76 – 1.00 Mudah


(23)

5. TOLT untuk mengukur kemampuan berpikir logis

Tes TOLT terdiri dari 10 nomor. Untuk penskoran nomor 1-8 yaitu setiap jawaban dan alasan benar maka diberi skor 1; selain itu diberi 0. Khusus untuk nomor 9 dan 10 yaitu skor 1 diberikan pada jawaban yang lengkap dan skor 0 untuk jawaban yang tidak lengkap (Hapsari, 2009: 51). Hasil skor total TOLT dapat dijadikan acuan tahap berpikir menurut Teori Piaget dengan kriteria: a. Skor antara 0-1, maka tahap berpikir siswa berada pada tahap berpikir

konkret.

b. Skor antara 2-3, maka tahap berpikir siswa berada pada tahap berpikir transisi.

c. Skor antara 4-10, maka tahap berpikir siswa berada pada tahap berpikir formal. (Valanides, 1997: 174).

6. Tes pemahaman konsep bentuk three-tier test

Pada awalnya, three-tier test pemantulan cahaya terdiri dari 22 soal, setelah di judgement dan direvisi, berdasarkan masukan dari pakar, diperoleh 15 butir soal yang selanjutnya digunakan dalam penelitian ini. Three-tier test

pemantulan cahaya berupa pilihan ganda bertingkat tiga. Tingkat satu yaitu pilihan ganda biasa berupa konten pengetahuan dengan pilihan jawaban sebanyak empat buah. Tingkat kedua yaitu alasan alternatif untuk menjawab tingkat satu dengan pilihan alasan sebanyak empat buah, dan tingkat ketiga


(24)

yaitu respon keyakinan siswa menjawab pilihan ganda tingkat satu dan dua (two-tier test) dengan pilihan respon berupa yakin atau tidak yakin.

Three-tier test digunakan peneliti untuk mengukur pemahaman konsep siswa pada materi pemantulan cahaya. Pemahaman konsep siswa diperoleh dari hasil rata-rata persentase jumlah jawaban siswa yang dapat menjawab soal

three-tier test. Aturan penskoran dalam tes ini (Pesman, 2010: 39-40) yaitu: a. Skor A. Memberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban

salah pada tingkat satu.

b. Skor B. Memberi skor 1 untuk jawaban benar pada tingkat satu dan tingkat dua. Jika jawabanya salah pada salah satu tingkat maka diberi skor 0.

c. Skor C. Memberi skor 1 untuk jawaban benar pada tingkat satu dua dan yakin atas jawabannya, selain itu diberi skor 0.

d. Skor tingkat keyakinan. Memberi skor 1 untuk jawaban yakin pada tingkat tiga. Jika jawabannya tidak yakin maka diberi skor 0.

Salah satu keuntungan three-tier test yaitu dapat mengkategorikan false negatif dan false positif berdasarkan hasil skor B. False negatif yaitu jawaban salah pada tingkat pertama dan jawaban benar pada tingkat kedua. False positif yaitu jawaban benar pada tingkat pertama dan jawaban salah pada tingkat kedua. Pada Tabel 3.5 merupakan kategori jawaban berdasarkan hasil skor B.


(25)

Tabel 3.5. Kategori Jawaban Hanya Berdasarkan Skor B

Nomor Tingkat satu Tingkat dua Kategori

1. Benar (1) Salah (0) False positif 2. Salah (0) Benar (1) False negatif

Selain itu, kelebihan three-tier test yaitu hasil penskoran three-tier test

dapat membedakan siswa yang paham konsep, tidak tahu konsep (lack of knowledge), miskonsepsi, dan eror pada Tabel 3.6 merupakan kriteria dari hasil skor three-tier test.

Tabel 3.6 Kategori Analisis Tingkat Berdasarkan Skor A, Skor B, dan Skor C

Analisis tingkat

Kategori Tipe jawaban

Tingkat satu

Paham konsep 1.1 jawaban benar Miskonsepsi 1.2 jawaban salah Tingkat

dua

Paham konsep 2.1 jawaban benar+ alasan benar Error 2.2 jawaban salah+alasan benar

2.3.1 jawaban benar+ alasan salah 2.3.2 jawaban salah+alasan salah Tingkat

tiga

Paham konsep 3.1 jawaban benar+ alasan benar+ yakin Tidak paham

konsep (lack of knowledge)

3.2.1 jawaban benar+alasan benar+ tidak yakin 3.2.2 jawaban salah+alasan benar+tidak yakin 3.2.3 jawaban benar+ alasan salah+tidak yakin 3.2.4 jawaban salah+alasan salah+ tidak yakin Error 3.3 jawaban salah+alasan benar+yakin Miskonsepsi 3.4.1 jawaban benar+alasan salah+yakin

3.4.2 jawaban salah+alasan salah+yakin

(Kaltakci & Nilufer, 2007:500)

Namun, penulis mengkategorikannya hanya berdasarkan hasil analisis skor C yang ditunjukkan pada Tabel 3.7.


(26)

Tabel 3.7. Kategori Jawaban Siswa Berdasarkan Hasil Skor C

Kategori Tingkat satu Tingkat dua Tingkat tiga

Paham konsep Benar Benar Yakin

Tidak paham konsep (lack of knowledge)

Benar Benar Tidak Yakin Benar Salah Tidak Yakin Salah Benar Tidak Yakin Salah Salah Tidak Yakin

Error Salah Benar Yakin

Miskonsepsi Benar Salah Yakin

Salah Salah Yakin

(Kaltakci & Nilufer, 2007:500)

G. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian 1. Hasil uji coba TOLT modifikasi

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan di kelas VIII pada salah satu SMP di Kab. Bandung Barat, diperoleh nilai reliabilitas 0,81 dengan kriteria tinggi dan validitasnya yaitu 0,69 dengan kriteria tinggi.

Tabel. 3.8 Rekapitulasi Analisis Butir Soal TOLT modifikasi Hasil Uji Coba Secara Keseluruhan

Butir soal

Daya pembeda Tingkat kesukaran Validitas Tindakan

Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket

1. 0,61 Baik 0,55 Sedang 0,71 Tinggi Digunakan

2. 0,44 Baik 0,40 Sedang 0,70 Tinggi Digunakan

3. 0,5 Baik 0,50 Sedang 0,71 Tinggi Digunakan

4. 0,28 Cukup 0,50 Sedang 0,83 Sangat tinggi Digunakan

5. 0,11 Rendah 0,45 Sedang 0,37 Rendah Digunakan

6. 0,28 Cukup 0,20 Sukar 0,54 Cukup Digunakan

7. 0,61 Baik 0,60 Sedang 0,55 Cukup Digunakan

8. 0,17 Rendah 0,15 Sangat sukar

0,37 Rendah Digunakan

9. 0,11 Rendah 0,95 Sangat mudah

0,16 Sangat rendah Digunakan


(27)

2. Hasil uji coba two-tier test

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan di kelas VIII pada salah satu SMP di Kab. Bandung Barat, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,67 dengan kriteria sedang. Rekapitulasi hasil uji coba tes pemahaman konsep berupa two-tier test dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel. 3.9 Rekapitulasi Analisis Butir Soal Two-tier test Hasil Uji Coba Secara Keseluruhan

Butir soal

Daya pembeda Tingkat kesukaran Validitas Tindakan

Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket

1. 0,60 Baik 0,40 Sedang 0,597 Tinggi Digunakan 2. 0,40 Cukup 0,80 Mudah 0,409 Cukup Digunakan 3. -0,10 Kelompok

rendah lebih banyak menjawab

benar

0,05 Sangat sukar

-0,036 Sangat Rendah

Direvisi

4. -0,30 Kelompok rendah lebih banyak menjawab benar

0,75 Mudah -0,335 Sangat Rendah

Direvisi

5. -0,10 Kelompok rendah lebih banyak menjawab benar

0,05 Sangat sukar

-0,068 Sangat Rendah

Direvisi

6. 0,70 Baik 0,65 Sedang 0,592 Tinggi Digunakan 7. 0,40 Cukup 0,40 Sedang 0,298 Rendah Digunakan 8. 0,70 Baik 0,65 Sedang 0,565 Tinggi Digunakan 9. 0,80 Baik sekali 0,40 Sedang 0,544 Tinggi Digunakan 10. 0,80 Baik sekali 0,40 Sedang 0,656 Tinggi Digunakan 11. -0,20 Kelompok

rendah lebih banyak menjawab

benar

0,10 Sangat sukar

-0,085 Sangat Rendah

Direvisi

12. 0,30 Cukup 0,25 Sukar 0,236 Rendah Digunakan 13. 0,50 Baik 0,65 Sedang 0,468 Cukup Digunakan 14. 0,00 Jelek 0,30 Sukar 0,024 Sangat

Rendah

Digunakan 15. 0,40 Cukup 0,70 Sedang 0,389 Rendah Digunakan


(28)

Untuk nomor soal 3, 4,5, dan 11 tetap dipakai pada penelitian, karena ditinjau dari validitas konstruksi valid, maka tetap dipakai. Validitas two-tier test pemantulan cahaya dari penjudgement seperti ditunjukkan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10. Hasil Rekapitulasi Judgement Soal Two-Tier Test Pemantulan Cahaya dari Ahli

Aspek pemaha-man konsep

Indikator soal

Bu-tir soal

Jawa-ban

Penilaian Nilai

Vali-ditas kons-truksi Keputu -san Sesuai dengan

aspek pemahaman konsep Sesuai dengan indikator soal

I II III I II III

Menafsir-kan

Memilih hasil bayangan pada cermin datar

1 1.1 c 1.2 2

0 1 1 0 1 1 0,629 Valid

Menafsir-kan

Menafsirkan sinar istimewa pada cermin cembung

2 2.1 b 2.2 1

1 1 1 1 1 1 1 Valid

Menafsir-kan

Menggambarkan bayangan pada cermin cekung

3 3.1 b 3.2 3

1 1 1 1 1 1 1 Valid

Mengkla-sifikasi

Mengelompokkan benda yang tembus cahaya

4 4.1 c 4.2 1

0 1 1 0 1 1 0,629 Valid

Mengkla-sifikasi

Mengelompokkan cermin cembung dari gambar

5 5.1 d 5.2 3

0 1 1 0 1 1 0,629 Valid

Mencon-tohkan

Mengilustrasikan proses pemantulan cahaya pada bidang datar ke dalam bentuk tiga dimensi

6 6.1 c 6.2 1

1 1 1 1 1 1 1 Valid

Menjelas-kan

Menjelaskan karakteristik pemantulan baur dan teratur

7 7.1 a 7.2 2

1 1 1 1 1 1 1 Valid

Memban-dingkan

Membandingkan tinggi benda dengan tinggi bayangan pada cermin datar

8 8.1 c 8.2 4

1 0 1 1 0 1 0,359 Valid

Memban-dingkan

Membandingkan

perbesaran bayangan pada cermin cembung

9 9.1 b 9.2 1

1 1 1 1 1 1 1 Valid

Menyim-pulkan

Menyimpulkan sifat bayangann pada cermin cekung

10 10.1 c 10.2 2

1 1 1 1 1 1 1 Valid

Menyim-pulkan

Meramalkan letak benda pada cermin cekung

11 11.1 c 11.2 1

1 0 1 1 1 1 0,359 Valid

Menjelas-kan

Menjelaskan pemanfaatan cermin cembung dalam kehidupan sehari-hari

12 12.1 d 12.2 2

1 1 1 1 1 1 1 Valid


(29)

Keterangan : I, II, dan III yaitu penjudgement. Catatan :

Jika penjudgement memberikan respon sesuai dengan aspek pemahaman konsep, maka diberi skor 1 dan jika tidak sesuai diberi skor 0.

Jika penjudgement memberikan respon sesuai dengan indikator soal, maka diberi skor 1 dan jika tidak sesuai diberi skor 0.

Dengan n = 37 orang, maka validitas kritisnya yaitu 0,325 (Sugiyono, 2011:455). Jika validitas konstruksi lebih besar daripada validitas kritis maka soal tersebut valid dan dipakai.

Aspek pemaha-man konsep

Indikator soal

Bu-tir soal Jawa-ban Penilaian Nilai Vali-ditas kons-truksi Keputu -san Sesuai dengan aspek pemahaman konsep Sesuai dengan indikator soal

I II III I II III

Menafsir-kan

Menafsirkan sinar istimewa pada cermin cembung

14 14.1 d 14.2 2

1 1 1 1 1 1 1 Valid

Mencon-tohkan

Mengilustrasikan grafik antara jarak benda terhadap jarak bayangan

15 15.1 d 15.2 3


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka penelitian ini kesimpulannya sebagai berikut:

1. Profil kemampuan berpikir logis dari hasil TOLT standar yaitu siswa dominan berada pada tahap operasional transisi. Hanya ada empat siswa yang berada pada tahap operasional formal. Hal ini karena kemampuan penalaran proporsional, korelasional, probabilistik, dan pengontrolan variabel masih rendah. Pada soal TOLT standar, siswa dominan menjawab benar hanya pada penalaran kombinatorial. Sedangkan hasil dari TOLT modifikasi yaitu siswa dominan berada pada tahap operasional formal. Hal ini karena soal TOLT modifikasi berkaitan dengan materi pemantulan cahaya yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya.

2. Profil pemahaman konsep pemantulan cahaya dengan menggunakan bentuk soal three-tier test yaitu sedang dengan skor rata-rata 34. Berdasarkan dari hasil perbandingan skor A, skor B, skor C, bahwa nilai skor A paling tinggi. Hal ini mengidentifikasi bahwa siswa dominan menjawab benar pada tingkat satu dengan bentuk soal pilihan ganda biasa dan tingkat kesulitannya paling mudah dari pada soal two-tier test atau three-tier test. Namun, skor B dan skor C rata-rata nilainya sama. Hanya siswa yang memiliki pemahaman


(31)

konsep yang baik akan mendapatkan skor C lebih tinggi. Dari hasil soal

three-tier test ini, presentase siswa yang paham konsep rata-rata rendah dibandingkan presentase siswa yang miskonsepsi, tidak paham konsep, maupun error. Siswa memahami konsep pemantulan cahaya sedang. Hal ini karena kurang termotivasi belajar memahami konsep. Siswa tidak hafal dan tidak paham sinar-sinar istimewa cermin cekung maupun cermin cembung, serta tidak paham cara menggambarkan pembentukan bayangan oleh pemantulan cermin cekung maupun cermin cembung. Siswa lebih tertarik menghafal rumus daripada memahami arti fisisnya.

B. Saran

Berdasarkan pada temuan dan hasil pembahasan, berikut ini disampaikan beberapa saran untuk pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Bagi guru

Sebagai pelaksana dan pengembang kegiatan pembelajaran, guru hendaknya berusaha mengajari fisika sesuai dengan perkembangan kemampuan berpikir logis siswa. Ketika pembelajaran fisika, guru hendaknya memberi contoh/fenomena yang konkret terlebih dahulu, supaya siswa mudah mengkontruksi pikirannya dan mudah berpikir abstrak. Sebelum memulai pembelajaran, guru menggali pengetahuan awal siswa dengan memberi pertanyaan konsep. Hal ini digunakan untuk mengetahui kesulitan siswa mempelajari fisika. Jika pembelajaran dimulai dengan pemahaman konsep dan memberikan pertanyaan konsep, akan mengurangi kesan bahwa fisika


(32)

membosankan dan sulit. Metode pembelajaran yang digunakan guru hendaknya disesuaikan dengan konsep yang akan disampaikan, pemetaan konsep, demonstrasi, atau jembatan penghubung (bridging analogi) hendaknya digunakan untuk memudahkan siswa meemahami konsep.

2. Bagi penelitian lain

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian ini, diajukan beberapa saran yang bermanfaat di dalam upaya memperbaiki instrumen TOLT modifikasi dan three-tier test.

Saran untuk instrumen TOLT modifikasi yaitu pembuatan soal TOLT modifikasi lebih baik tidak hanya mencakup materi pemantulan cahaya, tetapi juga bisa mencakup materi fisika lainnya yang lebih sesuai dengan indikator kemampuan berpikir logis.

Saran untuk memperbaiki instrumen three-tier test yaitu: pertama, tes ulangan harian maupun ujian sekolah sebaiknya memasukkan soal-soal pemahaman konsep. Soal-soal pemahaman konsep mengajak siswa untuk menganalisis dan memahami konsep dengan benar. Disamping itu juga, soal bentuk three-tier test ini dapat mengurangi kebiasaan siswa menghafal pelajaran fisika. Fisika harus dipahami bukan untuk dihafal.

Kedua, penelitian ini dilakukan pada populasi terbatas dan jangka waktu yang terbatas. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian sejenis dengan variasi populasi yang lebih luas serta jangka waktu yang lebih lama, dan untuk konsep fisika yang lainnya (mekanika, termal, optik dan magnet).


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and

Assessing (A Revisions of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New

York: Addison Wesley Longman Inc.

Arikunto, S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bloom, B. S. (1979). Taxonomy of Educational Objektives the Classification of Educational Goals Handbook 1 Cognitif Domain. London: Longman Group Limited.

Caleon, Imelda dan Subramaniam, R. (2010). “Development and Application of a

Three-Tier Diagnostic Test to Assess Secondary Students’ Understanding of

Waves”. International Journal of Science Education. 32, (7), 939-961.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2006). Standar Isi Peraturan Mentri Nomor 22 Tahun 2006. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2009). Soal UN IPA-Fisika Kode Soal P1 Tahun Ajaran 2009/2010.

Hapsari,I. (2009). Implementasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Ipa Dihubungkan Dengan Tingkat Perkembangan Intelektual Siswa Smpn Z Di Kota Bandung. Tesis pada Pascasarjana Pendidikan IPA UPI Bandung; Tidak Diterbitkan

Haryanto. (2007). Tahap Perkembangan Intelektual Siswa SMP Dan Sma Dalam Kaitannya Dengan Pembelajaran Fisika (Kajian Berdasarkan Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget). Didakta

Ikhsan, M. (2011). Soal UKK IPA Fisika Kelas VIII Tahun Ajaran 2011/2012. SMP Labschool UPI Bandung. Bandung; Tidak Diterbitkan

Ikhsan, M. (2011). Soal Pra-UN IPA Fisika Tahun Ajaran 2011/2012. SMP Labschool UPI Bandung. Bandung; Tidak Diterbitkan

Kaltakci, D dan Nilufer, D. (2007). Identification of Pre-Service Physics Teachers' Misconceptions on Gravity Concept: A Study with a 3-Tier Misconception Test. Sixth International Conference of the Balkan Physical Union: American Institute of Physics.

Kilic, D. & Saglam, N. (2009). “Development of a Two-Tier Diagnostic Test to

Determine Students’ Understanding of Concepts in Genetics”. Eurasian Journal of


(34)

Kumaedi. (2000). Analisis Miskonsepsi Siswa MAN Dalam Pembelajaran Pembentukan Bayangan Oleh Cermin Datar, Cekung, Dan Cembung. Tesis pada Pascasarjana Pendidikan IPA UPI Bandung; Tidak Diterbitkan.

Otrina, M. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematika dan Berpikir Logis dengan Menggunakan Metode IMPROVE pada Siswa SMP. Tesis pada Pascasarjana Pendidikan Matematika UPI Bandung; Tidak Diterbitkan.

Pesman, H. (2010). Development Of A Three-Tier Test To Assess Misconceptions About Simple Electric Circuits. Tesis pada Pascasarjana Pendidikan Fisika Firat University Turkey: Tidak Diterbitkan.

Pesman, Haki dan Eryilmaz, Ali. (2010). “Development of a Three-Tier Test to Assess

Misconceptions About Simple Electric Circuits”. The Journal of Educational

Research. 103, 208-222.

Saondi, Ondi. 2008. Menumbuhkembangkan Berpikir Logis Dan Bersikap Positif Terhadap Matematika Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Yogyakarta: Equilibrium.

Sri, E. (2010). Profil Tes Open Book Sesuai Dengan Tahap Perkembangan Intelektual.

Tesis pada Pascasarjana Pendidikan IPA UPI Bandung; Tidak Diterbitkan

Suhendar, Endar. (2010). Pemahaman Konsep. [Online]. Tersedia:

http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/pemahaman-konsep.html. [22 September 2011]

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar (Studi Deskriptif-Analisis Terhadap Siswa SMA Negeri Dari Tujuh Kota di Jawa Barat). Disertasi Doktor IKIP, IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Team Erlangga. (2012). E-book Soal TO UN IPA-Fisika SMP/MTs 2012. Jakarta; Erlangga.

Treagust, D.F and Chandrasegaran, A.L. (2007). “The Taiwan National Science

Concept Learning Study in an International Perspective”. International Journal of

Science Education. 29, (4), 391-403.

Treagust, David F. (1988). “Development and use of diagnostic tests to evaluate

students' misconceptions in science”. International Journal of Science Education. 10, (2), 159-169.


(35)

Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Valanides, N. (1997). Formal Reasoning Abilities And School Achievment. Pergamon,

169-185

Werdhiana, I. K. (2010). Pengembangan tes pemahaman konsep fisika siswa SMA.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka penelitian ini kesimpulannya sebagai berikut:

1. Profil kemampuan berpikir logis dari hasil TOLT standar yaitu siswa dominan berada pada tahap operasional transisi. Hanya ada empat siswa yang berada pada tahap operasional formal. Hal ini karena kemampuan penalaran proporsional, korelasional, probabilistik, dan pengontrolan variabel masih rendah. Pada soal TOLT standar, siswa dominan menjawab benar hanya pada penalaran kombinatorial. Sedangkan hasil dari TOLT modifikasi yaitu siswa dominan berada pada tahap operasional formal. Hal ini karena soal TOLT modifikasi berkaitan dengan materi pemantulan cahaya yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya.

2. Profil pemahaman konsep pemantulan cahaya dengan menggunakan bentuk soal three-tier test yaitu sedang dengan skor rata-rata 34. Berdasarkan dari hasil perbandingan skor A, skor B, skor C, bahwa nilai skor A paling tinggi. Hal ini mengidentifikasi bahwa siswa dominan menjawab benar pada tingkat satu dengan bentuk soal pilihan ganda biasa dan tingkat kesulitannya paling mudah dari pada soal two-tier test atau three-tier test. Namun, skor B dan skor C rata-rata nilainya sama. Hanya siswa yang memiliki pemahaman


(2)

konsep yang baik akan mendapatkan skor C lebih tinggi. Dari hasil soal

three-tier test ini, presentase siswa yang paham konsep rata-rata rendah

dibandingkan presentase siswa yang miskonsepsi, tidak paham konsep, maupun error. Siswa memahami konsep pemantulan cahaya sedang. Hal ini karena kurang termotivasi belajar memahami konsep. Siswa tidak hafal dan tidak paham sinar-sinar istimewa cermin cekung maupun cermin cembung, serta tidak paham cara menggambarkan pembentukan bayangan oleh pemantulan cermin cekung maupun cermin cembung. Siswa lebih tertarik menghafal rumus daripada memahami arti fisisnya.

B. Saran

Berdasarkan pada temuan dan hasil pembahasan, berikut ini disampaikan beberapa saran untuk pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Bagi guru

Sebagai pelaksana dan pengembang kegiatan pembelajaran, guru hendaknya berusaha mengajari fisika sesuai dengan perkembangan kemampuan berpikir logis siswa. Ketika pembelajaran fisika, guru hendaknya memberi contoh/fenomena yang konkret terlebih dahulu, supaya siswa mudah mengkontruksi pikirannya dan mudah berpikir abstrak. Sebelum memulai pembelajaran, guru menggali pengetahuan awal siswa dengan memberi pertanyaan konsep. Hal ini digunakan untuk mengetahui kesulitan siswa mempelajari fisika. Jika pembelajaran dimulai dengan pemahaman konsep dan memberikan pertanyaan konsep, akan mengurangi kesan bahwa fisika


(3)

membosankan dan sulit. Metode pembelajaran yang digunakan guru hendaknya disesuaikan dengan konsep yang akan disampaikan, pemetaan konsep, demonstrasi, atau jembatan penghubung (bridging analogi) hendaknya digunakan untuk memudahkan siswa meemahami konsep.

2. Bagi penelitian lain

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian ini, diajukan beberapa saran yang bermanfaat di dalam upaya memperbaiki instrumen TOLT modifikasi dan three-tier test.

Saran untuk instrumen TOLT modifikasi yaitu pembuatan soal TOLT modifikasi lebih baik tidak hanya mencakup materi pemantulan cahaya, tetapi juga bisa mencakup materi fisika lainnya yang lebih sesuai dengan indikator kemampuan berpikir logis.

Saran untuk memperbaiki instrumen three-tier test yaitu: pertama, tes ulangan harian maupun ujian sekolah sebaiknya memasukkan soal-soal pemahaman konsep. Soal-soal pemahaman konsep mengajak siswa untuk menganalisis dan memahami konsep dengan benar. Disamping itu juga, soal bentuk three-tier test ini dapat mengurangi kebiasaan siswa menghafal pelajaran fisika. Fisika harus dipahami bukan untuk dihafal.

Kedua, penelitian ini dilakukan pada populasi terbatas dan jangka waktu yang terbatas. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian sejenis dengan variasi populasi yang lebih luas serta jangka waktu yang lebih lama, dan untuk konsep fisika yang lainnya (mekanika, termal, optik dan magnet).


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and

Assessing (A Revisions of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addison Wesley Longman Inc.

Arikunto, S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bloom, B. S. (1979). Taxonomy of Educational Objektives the Classification of

Educational Goals Handbook 1 Cognitif Domain. London: Longman Group

Limited.

Caleon, Imelda dan Subramaniam, R. (2010). “Development and Application of a Three-Tier Diagnostic Test to Assess Secondary Students’ Understanding of Waves”. International Journal of Science Education. 32, (7), 939-961.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2006). Standar Isi Peraturan Mentri Nomor

22 Tahun 2006. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2009). Soal UN IPA-Fisika Kode Soal P1

Tahun Ajaran 2009/2010.

Hapsari,I. (2009). Implementasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Ipa Dihubungkan Dengan Tingkat Perkembangan Intelektual Siswa Smpn Z Di Kota

Bandung. Tesis pada Pascasarjana Pendidikan IPA UPI Bandung; Tidak

Diterbitkan

Haryanto. (2007). Tahap Perkembangan Intelektual Siswa SMP Dan Sma Dalam Kaitannya Dengan Pembelajaran Fisika (Kajian Berdasarkan Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget). Didakta

Ikhsan, M. (2011). Soal UKK IPA Fisika Kelas VIII Tahun Ajaran 2011/2012. SMP

Labschool UPI Bandung. Bandung; Tidak Diterbitkan

Ikhsan, M. (2011). Soal Pra-UN IPA Fisika Tahun Ajaran 2011/2012. SMP Labschool

UPI Bandung. Bandung; Tidak Diterbitkan

Kaltakci, D dan Nilufer, D. (2007). Identification of Pre-Service Physics Teachers'

Misconceptions on Gravity Concept: A Study with a 3-Tier Misconception Test.

Sixth International Conference of the Balkan Physical Union: American Institute of Physics.

Kilic, D. & Saglam, N. (2009). “Development of a Two-Tier Diagnostic Test to Determine Students’ Understanding of Concepts in Genetics”. Eurasian Journal of


(5)

Kumaedi. (2000). Analisis Miskonsepsi Siswa MAN Dalam Pembelajaran Pembentukan

Bayangan Oleh Cermin Datar, Cekung, Dan Cembung. Tesis pada Pascasarjana

Pendidikan IPA UPI Bandung; Tidak Diterbitkan.

Otrina, M. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematika dan Berpikir

Logis dengan Menggunakan Metode IMPROVE pada Siswa SMP. Tesis pada

Pascasarjana Pendidikan Matematika UPI Bandung; Tidak Diterbitkan.

Pesman, H. (2010). Development Of A Three-Tier Test To Assess Misconceptions About

Simple Electric Circuits. Tesis pada Pascasarjana Pendidikan Fisika Firat

University Turkey: Tidak Diterbitkan.

Pesman, Haki dan Eryilmaz, Ali. (2010). “Development of a Three-Tier Test to Assess Misconceptions About Simple Electric Circuits”. The Journal of Educational

Research. 103, 208-222.

Saondi, Ondi. 2008. Menumbuhkembangkan Berpikir Logis Dan Bersikap Positif

Terhadap Matematika Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Yogyakarta:

Equilibrium.

Sri, E. (2010). Profil Tes Open Book Sesuai Dengan Tahap Perkembangan Intelektual. Tesis pada Pascasarjana Pendidikan IPA UPI Bandung; Tidak Diterbitkan

Suhendar, Endar. (2010). Pemahaman Konsep. [Online]. Tersedia: http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/pemahaman-konsep.html. [22 September 2011] Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar (Studi Deskriptif-Analisis Terhadap Siswa SMA Negeri Dari

Tujuh Kota di Jawa Barat). Disertasi Doktor IKIP, IKIP Bandung: tidak

diterbitkan.

Team Erlangga. (2012). E-book Soal TO UN IPA-Fisika SMP/MTs 2012. Jakarta; Erlangga.

Treagust, D.F and Chandrasegaran, A.L. (2007). “The Taiwan National Science Concept Learning Study in an International Perspective”. International Journal of

Science Education. 29, (4), 391-403.

Treagust, David F. (1988). “Development and use of diagnostic tests to evaluate students' misconceptions in science”. International Journal of Science Education. 10, (2), 159-169.


(6)

Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Valanides, N. (1997). Formal Reasoning Abilities And School Achievment. Pergamon, 169-185

Werdhiana, I. K. (2010). Pengembangan tes pemahaman konsep fisika siswa SMA. Disertasi pada Pascasarjana Pendidikan IPA Bandung; Tidak Diterbitkan