1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., 2013 mengatakan
bahwa penyebaran nyamuk di daerah Indonesia sebesar 76,88 untuk nyamuk A. aegypti dan 89,58 untuk C. quinquefasciatus. Banyaknya penyebaran nyamuk
tersebut mengakibatkan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh nyamuk pun mulai marak terjadi. Penyakit tersebut diantaranya demam berdarah, filariasis,
malaria, dan chikungunya Mutsanir et al., 2011. Penyakit filariasis merupakan penyakit infeksi sistemik yang penularannya dapat melalui gigitan nyamuk Culex
Zulkoni, 2010. Upaya pencegahan untuk menghindari penularan penyakit oleh gigitan nyamuk, Soedarto 1989 mengatakan bahwa gigitan nyamuk tersebut
dapat dicegah dengan menggunakan pembasmi nyamuk, salah satunya menggunakan sediaan repelan yang langsung dapat diaplikasikan pada permukaan
kulit. Repelan yang sudah ada di pasaran biasanya mengandung bahan sintetis
seperti DEET N,N-diethyl-m-toluamide dan ethyl hexanediol Soedarto, 1989. Ditinjau dari segi keamanannya, bahan tersebut berbahaya jika digunakan dalam
jangka waktu yang lama, sebab penggunaan bahan sintetis tersebut dapat menimbulkan resistensi terhadap nyamuk serta menyebabkan iritasi dan
hipersensitivitas pada kulit Shinta, 2010; Depkes RI, 1985. Maka dari itu, perlu adanya peralihan dari bahan sintetis ke bahan alami sebagai bahan pembuat
repelan. Bahan alami yang memiliki daya repelan misalnya minyak mawar Baskoro et al., 2008.
Komponen kimia dalam bunga mawar, diantaranya: citronellol, geraniol, nerol, linalool, phenil etil alkohol dan ester Ketaren, 1985. Kandungan geraniol
dan linalool dalam minyak atsiri mampu menolak gigitan nyamuk Baskoro et al., 2008. Penggunaan minyak atsiri mawar secara langsung untuk repelan dirasa
kurang efektif dikarenakan sifat dari minyak atsiri yang mudah menguap. Maka
dari itu, perlu dibuat dalam bentuk sediaan lotion agar mudah dan praktis digunakan. Lotion merupakan sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang
digunakan sebagai obat luar Depkes RI, 1979. Dalam formulasi lotion, digunakan kombinasi setil alkohol sebagai stiffening agent dengan konsentrasi 2-
10 Unvala, 2009 dan asam stearat sebagai emulsifying agent dengan konsentrasi 1-20 Allen, 2009.
Setil alkohol banyak digunakan dalam sediaan semi solid, termasuk dalam sediaan lotion. Dalam perannya sebagai stiffening agent, setil alkohol mampu
membuat lotion dengan viskositas yang baik sehingga lotion dapat melekat pada kulit lebih lama, meresap dalam kulit dan membuat efek repelan dalam lotion
lebih lama. Bahan ini juga dapat digunakan sebagai emolient yang berguna sebagai bahan pengoklusi di permukaan kulit yang mampu menahan air agar tetap
berada distatrum korneum sehingga kulit akan terasa lembab. Penambahan setil alkohol pada lotion dapat menambah nilai plus dalam sediaan, sebab lotion
tersebut mampu melembabkan kulit dan cocok jika digunakan untuk segala macam kulit Unvala, 2009.
Asam stearat berfungsi sebagai emulsifying agent yaitu bahan yang dapat membentuk emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar muka antara minyak
dalam air ow atau air dalam minyak wo, yang mana kedua zat tersebut tidak dapat bercampur satu sama lain. Kombinasi antara setil alkohol dan asam stearat
dalam lotion tidak menimbulkan iritasi pada kulit Zulkarnain et al., 2013. Penambahan asam stearat dalam formulasi lotion akan membuat sediaan menjadi
homogen, karena kandungan minyak dan air dalam sediaan dapat bercampur dengan rata.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan optimasi formula dengan metode optimasi menggunakan simplex lattice design untuk mengetahui pengaruh
kombinasi setil alkohol dan asam stearat terhadap sifat fisik dan aktivitas repelan, serta untuk memprediksi berapa proporsi asam stearat dan setil alkohol untuk
mendapatkan formula yang optimum pada lotion repelan minyak atsiri bunga mawar.
B. Perumusan Masalah