TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1.Pengertian dan Unsur-unsur APBD Berdasarkan pasal 64 ayat 2 UU.No.5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran- pengeuaran dimaksud Mamesah:1995,20 dalam Halim:2002,16. Unsur-unsur APBD menurut Halim 2004: 15-16 adalah sebagai berikut : 1. Rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secra rinci 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran- pengeluaran yang akan dilaksanakan 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka 4. Periode anggaran yang biasanya 1 satu tahun Menurut Mardiasmo 2000: 1-2 agar pengelolaan APBD dapat dilakukan dengan baik, maka ada beberapa konsep dasar yang harus diperhatikan : 1. Akuntabilitas keuangan daerah, yaitu kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktifitas yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan uang publik kepada pihak yang memberi hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. 2. Kejujuran, yaitu pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staff yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga peluang untuk terjadinya KKN dapat diminimalisir. 3. Transparansi, yaitu keterbukaan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. 4. Value for Money, yaitu pengelolaan keuangan daerah harus mendasar pada prinsip ekonomi, efektif dan efisien. 5. Pengendalian, yaitu penerimaan dan pengeluaran daerah harus senantiasa dimonitor dengan cara membandingkan antara jumlah anggaran dengan realisasinya. 2.1.2. Hubungan Pajak dengan Pendapatan Menurut Waluyo 2011:12 pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, adalah sebagai berikut. a. Menurut golongan atau pembebanan dibagi menjadi berikut ini : 1.Pajak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan. 2.Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. b. Menurut sifat, pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut : 1.Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh : pajak penghasilan. 2.Pajak Objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut : 1.Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. 2.Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan. Penerimaan pajak tersebut dimanfaatkan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka pajak memiliki fungsi, antara lain : a.Fungsi Budgetary Dalam fungsinya sebagai budgetary, pajak digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pemerintah, terutama kegiatan-kegiatan rutin. b.Fungsi regulatory Sebagai fungsi regulatory, yaitu mengatur perokonomian guna menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi. c.Fungsi Sosial Dalam fungsi ini hak milik seseorang diakui dan pemanfaatanya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat atau boleh dikatakan bahwa besarnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan seseorang untuk dapat mencapai kepuasan kebutuhan setinggi- tingginya setelah dikurangi yang mutlak untuk kebutuhan primer Dian, 2004. 2.1.3. Pendapatan Asli Daerah PAD Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Pengertian pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu “sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.” Menurut Nurcholis 2007:182, pendapatan asli daerah adalah “pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.” Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah. Pendapatan daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karena itu kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang dapat diberikan oleh PAD terhadap APBD. Semakin besar kontribusi yang yang dapat diberikan Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pusat. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 pendapatan asli daerah terdiri dari: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4. Lain – lain Pendapatan Hasil Daerah yang dipisahkan Pajak Daerah Pengertian pajak daerah berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 adalah “kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.” Retribusi Daerah Dalam pasal 1 angka 26 Undang-Undang dimaksud menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah “pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan danatau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.” Objek retribusi daerah ada 3, yaitu: a Jasa umum b Jasa usaha c Perizinan usaha Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari: a.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerahBUMD b.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintahBUMN c.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup: a. Hasil penjualan asset daerah yang dipisahkan b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan c. Jasa giro d. Bunga deposito e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi f. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanan pekerjaan. h. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi i. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan j. Pendapatan dari pengembalian k. Fasilitas sosial dan faslitas umum l. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan m. Pendapatan dari angsurancicilan penjualan Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan yang sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup : 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerahBUMD, 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintahBUMN, dan 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 2.1.4. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah penerimaan daerah yang berasal dari orang pribadi atau badan yang sifatnya dapat dipaksakan yuridis berdasarkan peraturan perundang-undangan dan tidak ada imbalan secara langsung serta untuk membiayai pemerintah dan pembangunan daerah. Wewenang pemungutan pajak daerah ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah merupakan komponen dari pendapatan asli daerah sampai saat ini. Pajak daerah memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan asli daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan peluang kepada daerah kabupatenkota untuk memungut jenis pajak daerah lainnya yang dipandang memenuhi syarat selain jenis pajak daerah yang sudah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar spesifik dan potensial di daerah tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah kabupatenkota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan ekonomi daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesejahteraan dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan. Kriteria pajak daerah yang ditetapkan oleh undang-undang bagi kabupatenkota adalah: 1. Bersifat pajak bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak daerah 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta melayani masyarakat di wilayah yang bersangkutan 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama secara lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. 4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi danatau objek pajak pusat 5. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidak mengganggu alokasi sumber-sumber dana efisien. 7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek keadilan antara lain objek dan subjek harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak yang diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek untuk memikul tambahan beban pajak. 8. Menjaga kelestarian lingkungan. Maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Menurut UU No 28 Tahun 2009, pajak yang dikelola daerah ada 2 jenis: 1. Pajak provinsi, terdiri dari: a. Pajak kendaraan bermotor b. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor d. Pajak air permukaan e. Pajak rokok. 2. Pajak kabupaten atau kota, terdiri dari: a. Pajak hotel b. Pajak restoran c. Pajak hiburan d. Pajak reklame e. Pajak penerangan jalan f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C g. Pajak parkir Pajak Hotel Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Sedangkan pengertian hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapanperistirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup : a Motel b Losmen c Gubuk pariwisata d Wisma pariwisata e Pesanggrahan f Rumah penginapan dan sejenisnya serta g Rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Pemungutan pajak hotel dilakukan melalui sistem self assessment system. Sistem ini menganjurkan wajib pajak agar dapat menghitung pajak, memungut, menyetor, melunasi dan melaporkan pajaknya sendiri berdasarkan kesadaran dari wajib pajak. Sistem self assessment ini diwujudkan dalam bentuk sistem setor tunai. Pemungutan pajak hotel dengan self assessment system menggunakan Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah SPTPD. SPTPD adalah formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pemberitahuan Pajak Daerah STPD. Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan jasa hotel yang diterima kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Dengan kata lain orang yang menginap atau menggunakan jasa hotel untuk keperluan yang lain. Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Yang mengusahakan hotel bisa dikatakan yang mempunyai dan menjalankan usaha atau hanya diberi mandat untuk mengelolah usaha hotel tersebut. Objek pajak hotel adalah pelayanan yang diberikan hotel dengan pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang yang dimaksud adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelolah hotel. Tidak termasuk objek pajak hotel, antara lain: a Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. b Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya. c Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan. d Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis. e Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dimanfaatkan oleh umum. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10 sepuluh persen. Penetapan besarnya tarif pajak hotel ini dilakukan oleh pemerintah daerah melalui peraturan daerah. Pemerintah daerah melihat potensi daerah tersebut dalam menetapkan besarnya pajak hotel. Tarif paling tinggi digunakan untuk memaksimalkan penerimaan daerah dari pajak hotel. Tarif rendah digunakan untuk meransang pertumbuhan hotel di daerah tersebut. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Dalam kata lain dasar pengenaan pajak hotel adalah seberapa besar seorang individu atau kolompok menggunakan fasilitas yang disediakan oleh hotel yang menjadi objek pajak hotel Perda Kab Karo No 5 Tahun 2006. Pajak Terutang =Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Jumlah Pembayaran yang Dilakukan Kepada Hotel Pajak Restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupatenkota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupatenkota. Pada pajak restoran yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha restoran, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang didalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang rumah makan. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Besarnya tarif pajak restoran yang paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupatenkota yang bersangkutan. Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Jumlah Pembayaran yang Dilakukan Kepada Restoran Pajak Hiburan Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan atau pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, danatau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh kabupatenkota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupatenkota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupatenkota. Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hiburan. Besarnya tarif pajak hiburan yang paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupatenkota yang bersangkutan Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Jumlah Pembayaran yang Dilakukan Untuk Menikmatimenonton Hiburan Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang, yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca danatau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan pemerintah. Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame atau yang melakukan pemesanan reklame. Atau bisa dikatakan subjek pajak reklame itu adalah orang pribadi atau badan yang ingin memperkenalkan suatu barang atau jasa kepada masyarakat luas menggunakan jasa reklame. Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh orang pribadi atau badan, wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut yang menjadi wajib pajak reklame. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Objek pajak reklame terdiri atas : a Reklame papan billboard videotron megatron dan sejenisnya. b Reklame kain c Reklame melekat, stiker d Reklame selebaran e Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan f Reklame udara g Reklame apung h Reklame suara i Reklame film slide j Reklame peragaan Tidak termasuk objek pajak reklame adalah : a Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya. b Label merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi membedakan dari produk sejenis lainnya. c Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi yang diselenggarakan, sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut. d Reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah. e Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame. Dalam hak nilai sewa tidak diketahui danatau dianggap tidak wajar, nilai sewa ditetapkan dengan menggunakan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media reklame Perda Kab Karo No 3 Tahun 2006. Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Nilai Sewa Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pengenaan pajak penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupatenkota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupatenkota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupatenkota. Pada pajak penerangan jalan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha penerangan jalan. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha penerangan jalan, yaitu orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan atau pengguna tenaga listrik. Objek pajak penerangan jalan adalah semua penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah. Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Besarnya tarif pajak penerangan jalan yang paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupatenkota yang bersangkutan Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Nilai Jual Tenaga Listrik Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C terdiri dari: a. Nitrat, fosfat, garam batu b. Asbes, talk, mika, grafit, magnetis c. Yarosit, leusit, tawas alum, oker d. Batu permata e. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit f. Batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap g. Marmer, batu tulis h. Batu kapur, dolomit, kalsit i. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B Pada pajak pengambilan galian golongan C yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha galian golongan C, yaitu orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian golongan C. Dengan demikian, pada pajak pengambilan galian golongan C subjek pajak sama dengan wajib pajak. Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian gologan C dari sumber alam di dalam danatau permukaan bumi yang dimanfaatkan. Dasar pengenaan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah jumlah hasil pengambilan galian golongan C. Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Nilai Jual Hasil Pengambilan Galian Golongan C Pajak Parkir Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupatenkota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupatenkota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu pajak di wilayah yang bersagkutan. Pada pajak parkir yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Pajak parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Pengusaha tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus membayar pajak parkir yang terutang. Objek pajak parkir adalah penyelenggaran tempat parkir diluar badan jalan yang memungut bayaran yang disediakan sebagai suatu usaha. Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan adalah gedung parkir, pelataran parkir, tempat penitipan kendaraan bermotor yang dikenakan bayaran, dan sejenisnya. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Besarnya tarif pajak parkir ditetapkan dengan peraturan daerah kabupatenkota yang bersangkutan. Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Jumlah Pembayaran Untuk Pemakaian Tempat Parkir Pajak Air Tanah Pajak air tanah adalah pajak atas penggunaan air tanah. Pengenaan pajak air tanah tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupatenkota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupatenkota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupatenkota. Pada pajak air tanah yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan air tanah. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha air tanah. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha air tanah, yaitu orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan atau pengguna air tanah. Objek pajak air tanah adalah semua penggunaan air tanah di wilayah daerah tersebut. Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai jual air tanah. Besarnya tarif pajak air tanah yang paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupatenkota yang bersangkutan. Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak X Nilai Jual Air Tanah 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu lainnya yang berhubungan dengan pendapatan asli daerah. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Variabel Penelitian Model Yang Digunakan Hasil Penelitian Hindarto Prasetyo Utomo 2006 Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pajak Reklame. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif kuantitatif. Kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah selama lima tahun rata-rata sebesar 0,97 akan tetapi cukup berarti dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah Mohd. Rangga Diza 2009 Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah. Model analisis data yang digunakan adalah analisis statistik dengan menggunakan SPSS 16. Pada periode tahun 2004-2007 pemerintah kota medan merupakan penyumbang retribusi daerah dan PAD terbesar dibandingkan pemerintah kabupatenpemerintah kota lainnya. Ervina BR Sembiring 2011 Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pajak Hotel dan Pajak Reklame. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis kontribusi, uji asumsi klasik, pengujian hipotesis. Pajak hotel memberikan kontribusi rata-rata sebesar 31,88 terhadap PAD. Pajak reklame memberikan kontribusi rata-rata 1,27 terhadap PAD sedangkan untuk keseluruhan pajak daerah memberikan kontribusi rata-rata 76,10 terhadap PAD. Sumber, peneliti 2013 2.2.1. Kerangka Konseptual Menurut Erlina 2008 : 38 kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Hubungan yang dijelaskan adalah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dan juga jika ada variabel lain yang menyertainya. Kerangka berfikir merupakan penjelasan sementara gejala – gejala yang menjadi objek permasalahan tentang hubungan antarvariabel bebas dan variabel terikat yang disusun dari berbagai teori yang telah diuraikan. Hubungan antara Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah PAD dapat digambarkan dalam kerangka konseptual pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variabel Independen Variabel Dependen Sumber, peneliti 2013 Pajak Daerah : 1. Pajak Hotel X1 2. Pajak Restoran X2 3. Pajak Hiburan X3 4. Pajak Penerangan Jalan X4 5. Pajak Reklame X5 6. Pajak Galian Gol.C X6 Pendapatan Asli Daerah PAD Y1 Pendapatan Asli Daerah PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak Daerah merupakan salah satu sumber dana Pendapatan asli daerah yang dimaksimalkan untuk menopang pembangunan daerahwilayah tersebut. 2.2.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis menurut Erlina dan Sri Mulyani 2007:41 , menyatakan “hubungan yang diduga secara logis antar dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris.” Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dijelaskan, hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah memberikan kontribusi baik secara parsial maupun simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD .

BAB III METODE PENELITIAN