Latar Belakang BAB I Pendahuluan

1 I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran penting sektor pertanian telah terbukti dari keberhasilan sektor pertanian pada saat krisis ekonomi dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok dalam jumlah yang memadai dan tingkat pertumbuhannya yang positif dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor pertanian mempunyai peran langsung dan tidak langsung dalam perekonomian nasional. Peran langsung sektor pertanian dapat dilihat dengan pendekatan nilai Produk Domestik Bruto PDB, penyediaan sumber devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan perbaikan pendapatan masyarakat. Untuk peran tidak langsungnya sektor petanian dapat dilihat melalui efek pengganda multiplier effect berupa keterkaitan input dan output antar industri, konsumsi dan investasi Departemen Pertanian, 2007. Kontribusi sektor pertanian primer terhadap perekonomian indonesia yang dapat dilihat dari struktur Produk Domestik Bruto mengalami penurunan pada beberapa periode tahun. Terlihat pada tahun 2004 kontribusi sektor pertanian sebesar 14,3 persen, dan kontribusi ini menurun pada tahun 2006 hingga 2007 masing-masing menjadi 13,00 persen dan 13,7 persen. Akan tetapi pada tahun 2008 dan 2009, kontribusi sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 14,5 persen dan 15,3 persen. Berbeda halnya dengan sektor pertanian turunan, walaupun kontribusinya cenderung menurun dalam produk domestik bruto akan tetapi persentasenya cenderung lebih besar daripada sektor pertanian primer selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari data pada Tabel. 1 dapat dilihat adanya perubahan struktur pembangunan yaitu dari sektor pertanian primer ke sektor industri olahan sektor pertanian turunan. Perubahan ini sangat mempengaruhi distribusi pendapatan di berbagai sektor usaha, tidak terkecuali dalam penggunaan tenaga kerja. 2 Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Lapang Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sektor Pertanian Primer 14,3 13,1 13,0 13,7 14,5 15,3  Tanaman Bahan Makanan 7,2 6,5 6,4 6,7 7,1 7,5  Tanaman Perkebunan 2,2 2,0 1,9 2,1 2,1 2,0  Peternakan 1,8 1,6 1,5 1,6 1,7 1,9  Perikanan 2,3 0,8 2,2 2,5 2,8 3,2  Kehutanan 0,9 2,2 0,9 0,9 0,8 0,8 Sektor Pertanian Turunan 31,9 30,1 29,4 29,2 28,7 27,9  Industri Makanan dan Minuman 7,1 6,4 6,4 6,7 7,0 7,0  Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 3,1 2,8 2,7 2,4 2,1 2,1  Industri Kayu dan Produk Lainnya 1,4 1,3 1,3 1,4 1,5 1,4  Industri Produk Kertas dan Percetakan 1,4 1,2 1,2 1,2 1,0 1,1  Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet 2,8 2,8 2,8 2,8 3,1 2,9  Perdagangan, Hotel Restoran 16,1 15,6 15,0 14,9 14,0 13,4 Sumber: BPS, 2009 data diolah Menurut Simatupang 1997, sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi masalah pengangguran. Sektor pertanian primer merupakan penopang utama perekonomian desa dimana sebagian besar penduduk berada. Oleh karena itu, pembangunan pertanian paling tepat untuk mendorong perekonomian desa dalam rangka meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan sekaligus pengentasan kemiskinan. Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa kesempatan kerja menurut sektor ekonomi tahun 2006–2007, menyatakan bahwa sektor industri pengolahan yang berkontribusi pada PDB sebesar 16,69 persen dan tahun 2006 dan 16,68 persen tahun 2007, hanya menyerap tenaga kerja sebesar 16,67 persen pada tahun 2006- 2007, dibandingkan dengan sektor pertanian tahun 2006-2007 yang justru masih dapat menyerap tenaga kerja masing-masing sebesar 56,34 persen pada tahun 2006 dan 55,58 persen pada tahun 2007. 3 Tabel 2. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama jiwa No. Sektor Usaha Tahun 2004 2005 2006 2007 1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 40.608.019 57,36 41.309.776 58,04 40.136.242 56,34 41. 206.474 55,58 2. Industri Pengolahan 11. 070. 498 15,64 11. 952. 985 16,80 11. 890.170 16,69 12. 368. 729 16,68 3. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 19.119.156 27,00 17 909 147 25,16 19.215.660 26,97 20.554.650 27,74 Total 70.797.673 71.171.908 71.242.072 74.129.853 Sumber : BPS, 2009 data diolah Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa tingkat produktivitas yang rendah serta penerimaan pendapatan yang sangat rendah yang terjadi di sektor pertanian juga turut mempengaruhi penggunaan tenaga kerja di sektor usaha masing-masing, sehingga yang terjadi adalah peningkatan jumlah penduduk miskin baik di kota maupun di desa. Hal ini sangat kontraproduktif dimana sektor pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja justru semakin terabaikan dibandingkan sektor yang lain seperti sektor industri. Sekitar 70 persen petani padi Indonesia terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin berpendapatan rendah Suryana, dkk, 2001. Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik BPS pada Tabel 3 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di desa terus berfluktuatif. Pada periode 2001-2007 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin dari 37,90 juta jiwa menjadi 38,52 juta jiwa. Dari Tabel 3 tersebut dapat dilihat jumlah penduduk miskin cenderung lebih banyak berada di daerah perdesaan dari pada di perkotaan. 4 Tabel 3. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007 Tahun Jumlah Penduduk Miskin Juta Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa 2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20 2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2007 14,20 24,32 38,52 12,49 21,89 17,19 Sumber : BPS, 2008 data diolah 1 Data ini dapat menunjukkan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Sekitar 63,4 dari jumlah penduduk miskin yang tercatat 38,52 juta jiwa tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 berada pada skala mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar Departemen Pertanian, 2009. Menurut Sumedi dan Supadi 2004, tingkat pendapatan masyarakat perdesaan lebih sensitif elastis terhadap perubahan struktur perekonomian. Diduga hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat miskin di perdesaan memiliki tingkat pendapatan di sekitar batas garis kemiskinan, Dengan demikian, adanya perbaikan struktur perekonomian yang meningkatkan pendapatan masyarakat dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan. Sebaliknya, adanya krisis ekonomi yang menurunkan pendapatan masyarakat menyebabkan terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin di perdesaan semakin besar. Potensi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja sangat besar, sehingga dibutuhkan suatu program yang dapat mengembangkan potensi perdesaan yang sampai saat ini masih menjadi pusat usaha pertanian untuk mampu berkembang dan berdiri sendiri serta meningkatkan kesejahteraan 1 BPS.2008.Penduduk Miskin Indonesia.[Terhubung Berkala]. http:www. Google.comsearchpenduduk Indonesiapenduduk miskin indonesia .html. [15 April 2009]. 5 masyarakat perdesaan yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang rendah sangat mempengaruhi indeks kemiskinan di daerah perdesaan. Hasil penelitian Darwis dan Nurmanaf 2001 menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen kepala rumah tangga miskin di perdesaan tidak tamat Sekolah Dasar dan kurang dari 25 persen yang menamatkan Sekolah Dasar. Lebih lanjut disebutkan bahwa rumah tangga miskin memiliki rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Dengan demikian, bila diasumsikan bahwa jumlah anggota rumah tangga merupakan beban tanggungan pengeluaran, maka dapat disimpulkan bahwa rumah tangga miskin memiliki beban yang lebih berat dalam mencukupi kebutuhan anggota keluarganya dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Hasil penelitian Yusdja et al. 2003 menunjukkan bahwa lebih dari 62 persen angkatan kerja rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian di perdesaan, disusul pada kegiatan di sektor perdagangan sebagai pedagang kecil 10 persen, industri rumah tangga 7 persen dan jasa 6 persen. Menurut Susanto 2005, penyebab kemiskinan di perdesaan umumnya bersumber dari sektor pertanian, yang disebabkan oleh ketimpangan kepemilikan lahan pertanian. Kepemilikan lahan pertanian sampai dengan tahun 1993 mengalami penurunan 3,8 persen dari 18.3 juta Ha. Di sisi lain, kesenjangan di sektor pertanian juga disebabkan oleh ketidakmerataan investasi. Alokasi anggaran kredit yang terbatas juga menjadi penyebab daya injeksi sektor pertanian di perdesaan menurun. Tahun 1985 alokasi kredit untuk sektor pertanian mencapai 8 persen dari seluruh kredit perbankan, dan hanya naik 2 persen pada tahun 2000 menjadi 10 persen. Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Lukman 2008 2 , beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Tidak sedikit petani yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang 2 Lukman Hakim. 2008. Kelembagaan dan Kemiskinan Indonesia. http:www.google.comkelembagaanhtml. [17 April 2009]. 6 dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian. Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP Harga Pembelian Pemerintah dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit dari petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian, misalnya kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya. Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Ini terjadi karena masih adanya stigma yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah karena pilihan terakhir dikarenakan tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah keberpihakan pemerintah di sektor industri daripada sektor pertanian yang berdampak pada semakin sempitnya lahan yang dimiliki oleh petani akibat konversi lahan menjadi lahan industri maupun pemukiman. Keempat, masalah paling mendasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut diantaranya adalah sebagian besar petani yang mengalami kekurangan modal untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani 3 . Permodalan berkaitan erat dengan penyaluran modal bagi petani. Lemahnya permodalan masih menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha pertanian. Selama ini kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan 3 Apriyantono, A. 2004 Pembangunan Pertanian di Indonesia.http:www.pdfgeni.compertanian indonesia.html. [17 April 2009]. 7 perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition dalam menilai usaha pertanian dimana tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Untuk mengatasi masalah tersebut, selama lebih dari empat dekade, pemerintah telah meluncurkan beberapa kredit programbantuan modal bagi petani dan pelaku usaha pertanian, melalui beberapa bentuk skim seperti dana bergulir, penguatan modal, subsidi bunga, maupun yang mengarah komersial. Secara umum usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, bahkan belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi. Hingga sampai saat ini lembaga penjamin belum berkembang dan lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian juga belum ada Syahyuti, 2007. Sejak dekade tahun 1950-an semakin disadari bahwa kelembagaan menjadi unsur penting bagi usaha memajukan pertanian di negara-negara berkembang di kawasan, yang bercirikan padat penduduk. Bahkan lebih lanjut, Nasution 1987 menyatakan bahwa dalam pembangunan pertanian dan perdesaan, masalah-masalah internal dan eksternal didalamnya merupakan masalah kelembagaan yang pemecahannya hanya dapat dilakukan oleh reformasi kelembagaan. Tanpa adanya sistem kelembagaan yang kondusif sebagai sarana untuk melaksanakan strategi pembangunan, maka kesejahteraan yang lebih baik akan sulit dicapai, bahkan akan semakin jauh. Dengan demikian, dalam proses pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat terutama yang ada di pertanian dan perdesaan, kelembagaan merupakan unsur strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan yang berbasis pada sumberdaya dan potensi lokal di daerah tersebut 4 . Departemen Pertanian menargetkan akan membentuk satu Gapoktan di setiap desa khususnya yang berbasiskan pertanian Deptan, 2008. Ini merupakan satu lembaga andalan baru, meskipun semenjak awal 1990-an Gapoktan telah dikenal. Saat ini, Gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang gateway institution yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. 4 Lukman, M Baga. dkk., 2009. Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis 8 Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani. Akan tetapi kelembagaan yang seharusnya merupakan ’gerbang’ hingga saat ini belum begitu dirasakan manfaatnya oleh para petani. Salah satu program jangka menengah 2005-2009 yang dicanangkan Departemen Pertanian adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian KEPMENTAN Nomor 545KptsOT.16092007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP. Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini memiliki tujuan, pertama, untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. Kedua, meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. Ketiga, memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. dan keempat, meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan Deptan,2009. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian PUAP dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat BLM tersebut telah disalurkan sebagian besar kepada gapoktan-gapoktan dengan nilai Rp 1,0573 Trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta jiwa 5 . Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui gabungan kelompok tani 5 Anwar, Khoiril. 2008. Bahan Penjelasan Kepada Pers Tentang Pelaksanaan PNPM Mandiri Tahun Anggaran 2007-2008 . www.google.comsearchPNPM mandiri.html. [Terhubung Berkala]. Diakses tanggal 30 mei 2009. 9 Gapoktan selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Ini dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis kedepannya. Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 provinsi, 389 kabupaten atau kota, 3.065 kecamatan miskin dan 10.524 desa miskin Lihat di Lampiran 1. Salah satu propinsi yang memperoleh PUAP adalah Jawa Barat. Dana PUAP ini dialokasikan ke 21 kabupatenkota, 225 kecamatan, 621 desa yang ada di Provinsi Jawa Barat. Untuk kabupaten Bogor sendiri terdapat 25 Desa yang menerima bantuan dana PUAP. Salah satu kecamatan yang menerima dana PUAP adalah kecamatan Dramaga untuk lebih jelas dapat dilihat di Lampiran II Sektor pertanian di kabupaten Bogor memegang peranan sangat penting mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar desa di kabupaten Bogor masih tergolong desa Perdesaan yang menitik beratkan pada sektor pertanian terutama komoditi padi. Luas lahan yang digunakan untuk sawah tahun 2008 seluas 48.888 Ha, sedangkan lahan kering seluas 275.509 Ha. Adapun produksi padi sawah tahun 2008 sebanyak 480.211 ton dan padi gogoladang sebanyak 6.985 ton. Sebelum adanya PUAP, kabupaten Bogor telah banyak menerima program bantuan pemerintah baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Hampir seluruh program tersebut berkaitan dengan pengembangan kelembagaan di perdesaan. Salah satu kelembagaan yang menjadi fokus utama adalah Gabungan Kelompok Tani Gapoktan. Beberapa program tersebut antara lain : 1 Pengadaan Sarana Produksi Pertanian, 2 Usaha Jual-Beli Sayuran Organik, 3 Budidaya Ternak Bersama, dan 4 Bantuan Simpan-Pinjam 6 . Kabupaten Bogor memiliki beberapa keunggulan dalam kelembagaan di perdesaan, salah satunya yakni kabupaten Bogor memiliki beberapa Gapoktan Percontohan PUAP untuk tahun 2008 yaitu : a. Gapoktan Budaya Tani Kecamatan Tenjo; b. Gapoktan Mekarsari Kecamatan Taman Sari; c. 6 BP4K.2010, Diskusi singkat dengan Kepala Badan pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan BP4K. 10 Gapoktan Bunga Wortel Kecamatan Cisarua; d. Gapoktan Mekarsari Kecamatan Dramaga 7 . Tabel 4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan Utama di Kecamatan Dramaga Sumber : Profil Desa, 2008 data diolah Salah satu Gapoktan PUAP yang ada di kabupaten Bogor adalah Gapoktan Mekarsari. Gapoktan Mekarsari terletak di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Sebagian besar penduduk Desa Purwasari menggantungkan hidup pada sumber penghasilan dari sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari persentase rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan Dramaga tahun 2008, Desa Purwasari memiliki persentase rumah tangga sebesar 51,02 yang hidup pada sektor pertanian. Untuk desa yang menerima bantuan dana PUAP tahun 2008, Desa Purwasari merupakan desa yang memiliki persentase terbesar yang penduduknya berada pada sektor pertanian. 7 BP4K.2010, Rapat Koordinasi Evaluasi PUAP. No Desa Pertanian Non Pertanian 1 Purwasari 51,02 48,98 2 Petir 45,27 54,73 3 Sukadamai 35,12 64,88 4 Sukawening 49,80 50,20 5 Neglasari 51,37 48,63 6 Sinar Sari 23,69 76,31 7 Ciherang 12,83 87,17 8 Dramaga 5,20 94,80 9 Babakan 0,60 99,40 10 Cikarawang 65,42 34,58 11

1.2 Perumusan Masalah