Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT

d. Kolom Kolom berfungsi memisahkan masing-masing komponen. Kolom merupakan jantung pada kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis dipengaruhi pada pemilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. e. Detektor Detektor berfungsi mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Terdapat beragam jenis detektor, penggunaanya harus selektif tergantung pada jenis komponen yang akan dipisahkan. f. Rekorder Rekorder berfungsi menangkap sinyal elektronik yang dihasilkan detektor, untuk selanjutnya dibaca dalam bentuk peak yang disebut kromatogram. Sample yang mengandung banyak komponen akan mempunyai kromatogram dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk overlap. Skema alat KCKT disajikan pada Gambar 10. Gambar 10. Skema alat KCKT. Pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT ada 2 tipe pemisahan yaitu : 1. Pemisahan dengan Fasa Normal Pemisahan yang dilakukan jika Fasa diamnya bersifat lebih polar dibandingkan dengan fasa geraknya. 2. Pemisahan dengan Fasa Terbalik Pemisahan yang dilakukan jika fasa diamnya bersifat kurang non polar dibandingkan dengan fasa geraknya Panggabean dkk, 2009. Prinsip kerja KCKT pada dasarnya sama dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom, yang membedakan adalah pada kolom fasa diam KCKT memperbolehkan ukuran butir partikel yang lebih kecil sehingga memberi luas permukaan yang lebih besar untuk molekul-molekul yang lewat berinteraksi dengan fasa diamnya. Hal ini membuat keseimbangan antar fasa menjadi lebih baik dan efisien. Tekanan tinggi menyebabkan fasa gerak berdifusi menjadi sekecil-kecilnya karena gerakan yang begitu cepat. Sehingga akan didapatkan hasil pemisahan komponen-komponen dari campuran yang sebaik-baiknya. Metode ini dapat digunakan pada senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan berbobot molekul besar Kupiec, 2004. Waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor disebut waktu retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel diinjeksikan sampai satu senyawa keluar di prosesor unit pengolah data yang ditunjukkan oleh ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa itu. Waktu retensi yang dihasilkan oleh tiap senyawa akan berbeda-beda, hal ini ditunjukkan pada Gambar 11. Pada Gambar 11, ditampilkan kromatogram dari beberapa gula alkohol, monosakarida dan disakarida. Untuk gula alkohol seperti gliserol, xylitol, sorbitol dan manitol, kromatogram akan muncul pada waktu retensi kurang dari 5 menit. Sedangkan untuk monosakarida seperti glukosa dan fruktosa kromatogram akan muncul pada rentang kromatogram dari beberapa gula alkohol monosakarida, dan disakarida seperti pada Gambar 11 : Gambar 11. Kromatogram dari gula alkohol, monosakarida dan disakarida Corporation, 2015

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung. Analisis distribusi ukuran partikel dilakukan di UPT. Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi, Universitas Lampung dan analisis struktur kristal dilakukan di BATAN Serpong. Analisis jenis situs asam dan morfologi katalis dilakukan di Laboratorium Universitas Gadjah Mada. Serta uji katalitik katalis dilakukan di PT. SIG Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan April 2015 sampai September 2015.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, termometer, oven, neraca digital, desikator, ultrasonikasi, Magnetic Strirrer, Freezer Dry, Fourier Transform Infra Red FTIR, Particle Size Analyzer PSA, Transmission Electron Microscopy TEM, X-ray Difraction XRD dan High Performance Liquid Chromatography HPLC. Adapun bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah serbuk pektin, NiNO 3 2 .6H 2 O Merck, 99, FeNO 3 3 .9H 2 O Merck, 99, CuNO 3 2 .3H 2 O Merck, 99, piridin C 5 H 5 N J.T Baker, NH 3 Merck, 99, gas hidrogen, selulosa Merck, 99, dan aquades.

C. Prosedur Kerja

Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan katalis dan karakterisasi katalis, serta uji aktivitas dalam reaksi konversi selulosa.

1. Pembuatan Nanokatalis

Pembuatan nanokatalis Ni 0,7 Cu 0,3 Fe 2 O 4 dilakukan dengan cara melarutkan 8 gram pektin dalam 400 mL aquades. Larutan tersebut diaduk menggunakan magnetik stirer pada temperatur ruang sampai diperoleh larutan yang homogen ± 3 jam . Sebanyak 25 mL NH 3 ditambahkan kedalam larutan tersebut untuk menjaga pH larutan pektin dalam keadaan basa. Kemudian kedalam larutan tersebut ditambahkan tetes demi tetes secara perlahan sebanyak 40 mL larutan yang mengandung 2,14 gram NiNO 3 3 .6H 2 O, 400 mL larutan yang mengandung 8,33 gram FeNO 3 3 .9H 2 O dan 120 mL larutan yang mengandung 0,75 gram CuNO 3 2 .3H 2 O yang dilarutkan dalam aquades menggunakan heating magnetic stirrer pada suhu ruang sampai campuran benar-benar homogen. Kemudian sistem larutan tersebut dipanaskan pada suhu 100 ˚C hingga volum larutan menyusut dan membentuk gel. Gel yang didapatkan selanjutnya di frezee dry untuk menghilangkan molekul air sampai terbentuk serbuk kering. Serbuk kering tersebut dibagi menjadi 2 ke dalam cawan penguap dengan bobot yang sama untuk kemudian dikalsinasi sampai suhu 60 0˚C pada cawan pertama dan 800˚C pada cawan kedua dengan laju temperature 2 ˚Cmenit. Kemudian katalis digerus hingga halus menggunakan mortar, ditimbang dan dilanjutkan untuk uji karakterisasi katalis.

2. Karakterisasi Katalis

a Analisis Struktur Katalis Penentuan struktur kristal dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi sinar-X. Prosedur analisis ini disesuaikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Maiti et al. 1973. Analisis dilakukan menggunakan radiasi CuK α 1,5425 Å, tabung sinar-X dioperasikan pada 40 kV dan 200 mA. Rentang difraksi yang diukur 2 θ dalam rentang 10 – 80 o , dengan scan step size 0,02 o menit. Puncak-puncak yang terdapat pada difraktogram kemudian diidentifikasi menggunakan metode Search Match dengan standar file data yang terdapat dalam program Macth Crystal Impact . Ukuran partikel dihitung menggunakan persamaan Scherrer sebagai berikut. D = Dimana, D = ukuran partikel nm K = konstanta 0,94 Λ = 1,5425 Å β = radian FWHM θ = lebar puncak