Latar Belakang ANALISIS PENERAPAN PERATURAN KAPOLRI NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERHADAP UPAYA PAKSA DALAM PROSES PENYIDIKAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan hukum pidana dari bidang hukum lain ialah sanksi berupa pidana yang diancamkan kepada pelanggar normanya. Sanksi dalam hukum pidana adalah sanksi yang negatif, oleh karena itu hukum pidana dikatakan hukum yang bersanksi negatif, pidana memberikan penderitaan atau sesuatu yang dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti –hentinya mencari dasar, hakekat, dan tujuan hukum pidana untuk memberikan pembenaran justification dari pidana itu. Penderitaan atau perasaan tidak enak bukan hanya pada saat pidana dijalani tetapi pada saat setelah pidana dijalani, orang yang dikenai pidana akan tetap merasakan akibatnya berupa “cap” oleh masyarakat bahwa ia pernah berbuat jahat atau dalam ilmu pengetahuan hal ini sering disebut dengan stigma dan orang tersebut mendapat stigma jika tidak hilang maka seolah –olah orang tersebut mendapat pidana seumur hidup. 1 1 Sudarto. “Hukum dan Hukum Pidana” .Alumni. Hlm 24 Hukum pidana terbagi menjadi dua, pertama adalah hukum pidana materill yaitu menentukan perbuatan –perbuatan mana saja yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Kedua adalah hukum pidana formal yaitu dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Agar hukum pidana yang dibuat oleh penguasa dapat dipatuhi setiap orang di Republik Indonesia. Hukum pidana formal secara umum diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana selanjutnya disebut KUHAP untuk memastikan bila ada orang yang melanggar aturan-aturan yang dilarang dapat dijatuhi sangsi sesuai dengan ketentuan hukum maka penguasa membentuk lembaga –lembaga penegak hukum yang diberitugas untuk mengawasi dan menindak apabila terjadi pelanggaran hukum salah satunya adalah Kepolsian Republik Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah suatu lembaga yang sengaja dibuat oleh negara untuk menindak tegas apabila telah terjadi pelanggaran hukum pidana, seperti telah disinggung diatas kepolisian menduduki posisi sebagai aparat penegak hukum kepada kepolisian diberikan peran berupa kekuasaan umum menangani kriminal general prolicing authority in criminal matter diseluruh wilayah negara. Kepolisian merupakan aparat penegak hukum yang mengawali proses dalam sistem peradilan pidana yang dianut oleh KUHAP, kepolisian menjadi alat negara untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran hukum dan melakukan pencegahan sehingga masyarakat dapat mendapatkan ketenangan dan ketentraman. Menurut M. Yahya Harahap sistem peradilan pidana yang digariskan KUHAP merupakan “sistem terpadu” integreted criminal justice system. Sistem terpadu tersebut diletakkan di atas landasan prinsip “diferensiasi fungsional” diantara aparat penegak hukum sesuai dengan “tahap proses kewenangan” yang diberikan undang-undang kepada masing-masing. Berdasarkan keragka landasan dimaksud aktivitas pelaksanaan criminal justice system, merupakan “fungsi gabungan” collection of function dari : Polisi Jaksa Pengadilan, dan Penjara, serta badan yang berkaitan baik yang ada di lingkungan pemerintah atau diluarnya. T ujuan pokok “gabungan fungsi” dalam kerangka criminal justice system untuk “menegakkan, melaksanakan menjalankan, “dan memutuskan hukum pidana”. 2 2 M.Yahya Harahap. “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan ”. Sinar Grafika. Hlm 101 Berdasarkan Pasal 13 Undang –undang Nomor 2 Tahun 2002 Kepolisian Republik Indonesia mempunyai tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai lembaga penegak hukum dalam menjalankan salah satu tugasnya yaitu menegakkan hukum maka kepolisian mempunyai fungsi dan kewenangan hal tersebut diatur dengan tegas di dalam KUHAP fungsi dari Kepolsian adalah sebagai penyelidik dan penyidik setiap tindakan kepolisian dalam menjalakan fungsinya baik sebagai penyelidik atau penyidik mempunyai tujuan yang berbeda. Tujuan dari penyelidikan adalah untuk mencari tahu apakah benar suatu laporan polisi yang dibuat oleh pelapor merupakan tindak pidana apabila benar lapora tersebut adalah tindak pidana maka kepolisian menaikkan proses perkara tersebut ketahap penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP sedangkan tujuan dari penyidikan adalah untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP. Bahwa dalam menjalakan fungsi penyidikan penyidik diberikan wewenang untuk melakukan upaya paksa. Upaya paksa merupakan hak istimewa atau hak privalise yang di berikan kepada Penyidik guna menjalankan fungsi penyidikan berupa kewenangan penyidik untuk memanggil, memeriksa, menangkap, menahan, menyita, dan menetapkan seseorang yang dicurigai telah melakukan tindak pidana sebagai tersangka, akan tetapi dalam menjalankan Upaya Paksa tersebut penyidik harus taat dan tunduk kepada prinsip the right of due proses yaitu setiap orang berhak diselidiki dan disidik di atas landasan “sesuai dengan hukum acara”. Fakta yang terdapat dilapangan seringkali oknum penyidik melakukan pelanggaran hukum dalam menerapkan upaya paksa adapun bentuk pelanggarannya adalah sering terjadi tindak kekerasan berupa penganiaan, intimidasi, pengancaman, dan penyiksaan fisik terhadap tersangka yang ditahan oleh penyidik kepolisian guna mengambil pengakuan oleh keduanya agar hal itu tidak terulang lagi di kemudian hari Kepala Kepolisian Republik Indonesia Kapolri telah menetapkan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana selanjutnya disebut Perkap 14 Tahun 2012 yang mengatur secara Tekhnis proses Penyelidikan dan Penyidikan dan juga mengatur hal-hal yang wajib di patuhi oleh penyidik kepolisian apabila akan melakukan upaya paksa, sebagai penyidik polisi karena kewajibannya dapat mengekang hak asasi manusia dengan melakukan upaya paksa excessive use power tetapi penyidik tidak boleh menggunakan kekerasan. Sistem peradilan pidana terpadu telah menempatkan kepolisian sebagai garda terdepan yaitu untuk tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hanya dapat disidangkan di pengadilan setelah melalui proses penyidikan kepolisian oleh karena itu penyidik harus dapat melakukan penyidikan secara professional dan tidak boleh melanggar hak asasi manusia. Sebelum lahirnya Perkap 14 tahun 2012 seringkali para tersangka mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh penyidik sehingga diharapkan dengan lahirnya Perkap 14 tahun 2012 penyidik dapat lebih professional dalam menjalakan kewenangannya dan lebih mengutamakan tindakan persuasif agar terjaminnya hak-hak asasi manusia human right. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Penerapan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana terhadap Upaya Paksa dalam Proses Penyidikan”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Permasalahan