Reaksi Masyarakat terhadap Kebijakan Konversi

2.6. Reaksi Masyarakat terhadap Kebijakan Konversi

Di daerah-daerah yang konon menurut pemerintah sudah diberi tabung Liquefied Petroleum Gas LPG gratis, ditemukan berbagai keluhan masyarakat. Sejak adanya kebijakan konversi itu, minyak tanah menghilang dari pasar. Kalaupun ada, harganya sangat tinggi, sehingga mereka tak sanggup membelinya. Sementara itu, kalau mau beli gas, mereka harus membeli 3 kg atau satu tabung yang harganya berkisar Rp 15 ribu. Kondisi ini tampaknya belum diperhatikan pemerintah. Bagi rakyat kecil, membeli bahan bakar Rp 15 ribu sangat memberatkan, karena penghasilan mereka tiap hari hanya cukup untuk makan sehari, bahkan terkadang kurang. Ini berbeda dengan minyak tanah yang bisa dibeli eceran, satu atau bahkan setengah liter sekalipun. Dengan demikian, sangat keliru mengasumsikan bahwa warga di wilayah yang sudah memperoleh kompor dan botol Liquefied Petroleum Gas LPG 3 kg, dengan serta-merta dan otomatis meninggalkan minyak tanah. Akibatnya, pasokan minyak tanah langsung dikurangi hingga 70. Konversi permakaian minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas LPG bagi masyarakat kecil niscaya akan menimbulkan banyak masalah. Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Pertama, dari aspek fisik. Minyak tanah bersifat cair sehingga transportasinya mudah, pengemasannya mudah, dan penjualan sistem eceran pun mudah. Masyarakat kecil, misalnya, bisa membeli minyak tanah hanya 0,5 liter dan mereka dapat membawanya sendiri dengan mudah. Minyak tanah 0,5 liter bisa juga dimasukkan ke plastik. Kondisi ini tak mungkin bisa dilakukan untuk pembelian Liquefied Petroleum Gas LPG. Ini karena Liquefied Petroleum Gas LPG dijual per tabung, yang isinya 3 kg, dengan harga Rp 13.000-Rp 15.000. Masyarakat jelas tidak mungkin bisa membeli Liquefied Petroleum Gas LPG hanya 0,5 kg, lalu membawanya dengan plastik atau kaleng susu bekas. Kedua, dari aspek kimiawi.Liquefied Petroleum Gas LPG jauh lebih mudah terbakar inflammable dibanding minyak tanah. Melihat perbedaan sifat fisika dan kimia minyak tanah dan Liquefied Petroleum Gas LPG tersebut, kita memang layak mempertanyakan sejauh mana efektivitas dan keamanan kebijakan konversi tersebut. Dari aspek ini, kebijakan konversi minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas LPG akan menimbulkan berbagai konflik sosial. Konflik merupakan proses sosial yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya disertai ancaman dan kekerasan. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik adalah karena adanya: a. Perbedaan Antarindividu, yaitu perbedaan pendirian dan perasaan memungkinkan timbulnya bentrokan-bentrokan antar individu atau antar kelompok. b. Perbedaan Kebudayaan, yaitu perbedaan kepribadian seseorang bergantung pada pola kehidupan yang menjadi latar belakang pembentukan dan perkembangan kepribadian. c. Perkembangan Kepentingan, yaitu perbedaan kepentingan antarindividu dan kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan. Wujud kepentingan yang berbeda, misalnya perbedaan kepentingan ekonomi dan politik d. Perubahan Sosial, yaitu perubahan sosial yang berlangsung cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Pemerintah kurang peka melihat kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar penghasilannya pas-pasan. Mestinya, kebijakan konversi minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas LPG dilakukan secara selektif. Masyarakat kecil tetap dibiarkan memilih untuk sementara waktu, apakah menggunakan minyak tanah atau Liquefied Petroleum Gas LPG, yang kedua-duanya disubsidi. Sementara itu, masyarakat yang mampu diharuskan memakai Liquefied Petroleum Gas LPG. Untuk itu, perlu ada pendataan penduduk miskin yang akurat di tiap-tiap wilayah agar pemberian subsidi tersebut tepat sasaran.

2.7. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Masyarakat