keberadaannya penting bagi tercapainya tujuan perusahaan dan di sisi lain, kelompok stakeholder sendiri juga ingin agar tujuan perusahaan tersebut tercapai.
Teori ini menyebutkan bahwa manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan
melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder Deegan, 2004
dalam Ulum, dkk., 2007. Dengan berpayungkan teori ini, para stakeholder
mempunyai kepentingan untuk memepengaruhi keputusan para manajemen dalam pengelolaan seluruh potensi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Pengelolaan
yang baik terhadap semua aspek yang nantinya akan mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi
manajemen Ulum, dkk., 2007. Untung 2008 mengungkapkan bahwa kesejahteraan yang dapat
diciptakan oleh perusahaan sebetulnya tidak terbatas kepada kepentingan pemegang saham saja, tetapi juga untuk kepentingan stakeholder, yaitu semua
pihak yang mempunyai keterkaitan dan klaim terhadap perusahaan. Stakeholder yang dimaksud tersebut adalah pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat
lokal, investor, karyawan, kelompok politik, dan asosiasi perdagangan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Waryanti 2009 bahwa seperti halnya pemegang saham
yang mempunyai hak terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder juga mempunyai hak terhadap perusahaan.
2.3. Kinerja Keuangan
Kinerja adalah pencapaian dari tujuan suatu kegiatan atau pekerjaan tertentu yang diukur dengan standar. Penilaian kinerja bank sangat penting untuk
setiap stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis, dan pemerintah di dalam pasar keuangan yang kompetitif Sari, 2010. Kinerja
keuangan dapat dilihat dari segi profitabilitas perusahaan tersebut dimana profitabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan
laba. Profitabilitas dianggap lebih penting daripada laba karena laba yang besar saja bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan telah bekerja dengan efisien.
Weshton dan Brigham 1998:304 dalam Akbar 2008 berpendapat bahwa profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan pengaruh gabungan dari
likuiditas, pengelolaan aktiva, dan pengelolaan hutang terhadap hasil-hasil operasi.
Sari 2010 menyatakan pengukuran kinerja secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran non finansial dan finansial.
Kinerja non finansial adalah pengukuran kinerja dengan menggunakan informasi- informasi non finansial yang lebih dititikberatkan dari segi kualitas pelayanan
kepada pelanggan. Sedangkan pengukuran kinerja secara finansial adalah penggunaan informasi-informasi keuangan dalam mengukur suatu kinerja
perusahaan. Informasi keuangan yang lazim digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca. Kinerja perusahaan bisa diukur dengan rasio-rasio keuangan lain,
seperti market share growth, return on investment ROI, return on asset ROA,
ROI growth, return on sales ROS, ROS growth assets, price eraning ratio, Tobin’s Q dan rasio-rasio keuangan lainnya.
Kinerja perbankan dapat diukur dengan menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan.
Namun, Ariyanti 2010 menyebutkan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah sehingga dalam
penelitiannya disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Profitabilitas sendiri menunjukkan
seberapa efektifnya suatu bank beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah return on
equity ROE untuk perusahaan pada umumnya dan return on asset ROA untuk industri perbankan. Fokus penelitian ini adalah perusahaan perbankan sehingga
kinerja keuangan dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio return on asset ROA.
Mahardian 2008 mengungkapkan bahwa rasio return on asset ROA lebih tepat digunakan sebagai ukuran kinerja karena ROA digunakan untuk
mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Hal tersebut juga didukung oleh
pernyataan Mawardi 2004 yang menyatakan bahwa return on asset ROA lebih tepat karena rasio ini lebih menfokuskan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan return on equity ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan
dalam bisnis tersebut.