Eksitensi Diri Kaum Waria Di Kota Bandung (Suatu Studi Fenomenologi Tentang Eksistensi Diri Kaum Waria Di Kota Bandung Dalam Mengisi Kehidupannya)

(1)

SURAT KETERANGAN

PENYERAHAN HAK EKSKLUSIF

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis/peneliti yang telah melakukan penelitian

secara independen, bersedia :

“Bahwa hasil penelitian ini dapat dionlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk

kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, September 2012

Penulis

Hadis Syah Pradana

NIM. 41808158

(Data Penelitian yang

dapat di

online

kan

, yaitu

BAB I, BAB II, dan BAB III

, Data Penelitian

yang

tidak diperkenankan untuk di

online

kan

, yaitu

BAB IV, dan BAB V

*), dengan alasan,

“Peneliti bermaksud untuk mencegah plagiat pada penelitian selanjutnya,

terutama ditekankan pada isi ataupun hasil penelitian yang didapat pada BAB

IV dan BAB V

yang merupakan hasil karya pribadi sebagai hak

cipta”.


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

oleh :

Hadis Syah Pradana NIM. 41808158

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI KEHUMASAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(3)

(4)

iv

ABSTRAK

EKSISTENSI DIRI KAUM WARIA DI KOTA BANDUNG

(Suatu Studi Fenomenologi Tentang Eksistensi Diri Kaum Waria di Kota Bandung dalam Mengisi Kehidupannya)

Oleh

Hadis Syah Pradana NIM. 41808158 Skripsi ini di bawah bimbingan

Desayu Eka Surya, S. Sos., M. Si

Tujuan Penelitian adalah: bagaimana eksistensi diri kaum waria di Kota Bandung sebagai suatu studi fenomenologi tentang eksistensi diri kaum waria di Kota Bandung. Subfokus penelitian mencakup latar belakang, proses hidup, serta harapan mengenai eksistensi diri kaum waria di Kota Bandung dalam mengisi kehidupannya.

Pendekatan penelitian adalah kualitatif dengan metode fenomenologi, teknik pengumpulan data adalah dokumentasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan, observasi, dan penelusuran data online. Informan penelitian sebanyak empat orang, dua informan utama, dan dua informan pendukung, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisa data mencakup reduks data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi. Uji keabsahan data diantaranya triangulasi data, menggunakan bahan referensi, member check, dan uraian rinci.

Hasil dari penelitian adalah latar belakang dalam kehidupan waria yakni peran orang tua terkait pola asuh dan pendidikan serta lingkungan mendasari pembentukan jati diri waria. Proses kehidupan waria melewati fase-fase kehidupan baik pro maupun kontra, dengan rasa percaya diri dan keyakinan diri, waria mampu mengaktualisasikan diri di lingkungan masyarakat. Harapan dari kaum waria agar mendapat pengakuan dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Kesimpulan penelitian adalah eksistensi kaum waria terlihat dengan pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat serta membuktikan bahwa waria bukanlah sampah masyarakat melainkan makhluk produktif yang data berkarya dan berprestasi.

Saran peneliti adalah dengan segala keberbedaan yang melekat pada diri waria, waria harus mampu membuktikan dan berkreasi dalam kegiatan-kegiatan positif. Melewati pembinaan keterampilan yang dilakukan, dapat membuat kehidupan waria lebih bermakna dan bernilai produktif


(5)

v

ABSTRACT

EXISTENCE SELF OF LADYBOY IN BANDUNG CITY

(A Phenomenology ofExistence Self of Ladyboy in Bandung City in Living Their Life)

By

Hadis Syah Pradana NIM. 41808158 This thesis under the guidance

Desayu Eka Surya, S. Sos., M. Si

This study aims to determine how existence-self of ladyboy in the Bandung city as a self-study of the phenomenology about existence of ladyboy in the Bandung city. So to be able to see how the existence of ladyboy, there are some questions about the background, the process of life, and hope for the existence-self of ladyboy in the Bandung city for living their life.

This study used a qualitative approach to the phenomenological method, data collection techniques used were the documentation, in-depth interviews, library research, observation, and online for data search. Informants are selected as many as four people, two key informants, and two informants supporters. The informant was obtained by using purposive sampling techniques.

Results from this study that the lives of transsexual background is a phase in which form the character and gender identity to be a ladyboy. So that in the process of life, transsexual must living their life with accept a variety of assumptions, positive and negative with all the different inherent. Therefore, the expectations of the ladyboy in order to continue to exist and can be accepting by society.

The conclusion from this study indicate that the role of parents and neighborhood character and background of the formation of gender identity ladyboy. With confidence, the transsexual to living their process of life to successfully actualize themselves in communities with a range of positive activities. So that the ladyboy hope that more people can accept the existence of ladyboy in all he does.

The suggestion that researchers can give is with all the inherent fifferences self-ladyboy, transsexuals should be able to prove and be creative in positive activities. With the achievements of ladyboy, can prove that the ladyboy is not like a waste but a part of society that should be embraced and get coaching more to can make a productive of lives.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamua laikum Wr. Wb.

Segala puji peneliti ucapkan kepada Allah SWT. Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta yang menguasai segala kekuasaan,pemilik segala ilmu yang sifatnya lakhiriah maupun yang bersifat bathiniah atas segala rahmat dan karunianya sehingga peneliti dapat dengan lancar menulis dan menyusun proposal penelitian ini.

Peneliti juga tidak lupa mengucapkan terima kasih pada orang tua tercinta,Mamah dan Papah karena cinta mereka telah menghantarkan peneliti sampai ke derajat mahasiswa,pengorbanan,dan kesetiaan mereka dalam mendampingi peneliti hingga saaat ini tidak mungkin peneliti lupakan.

Melalui kesempatan kali ini peneliti tidak lupa akan bantuan dari berbagai pihak dan dengan segala rasa hormat ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnyanya kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah mengeluarkan surat pengantar penelitian kepada pihak-pihak terkait yang akan dijadikan informan oleh peneliti.


(7)

vii

2. Yth. Bapak Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM sekaligus sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan serta memberikan pengesahan penelitian.

3. Yth. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi juga sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan.

4. Yth. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., selaku Dosen wali IK-4 2008 sekaligus Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis sebelum dan sesudah penulis melaksanakan penelitian dan selama melaksanakan bimbingan.

5. Yth. Seluruh Dosen Ilmu Komunikasi, khususnya kepada Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Sangra Juliano P., S.I.Kom., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Bapak Adiyana Slamet., S.IP., M.Si., Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.Si., Bapak Ari Prasetyo, S.Sos., M.Si., Ibu Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom., Bapak Yadi Supriadi, S.Sos., M.Phil., yang telah mengajarkan penulis selama ini serta memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.


(8)

viii

6. Yth. Ibu Astri Ikawati, A.Md, dan Mba Rr. Sri Intan Fajarini

selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam mengurus surat perizinan yang berkaitan penelitian penulis laksanakan.

7. Seluruh keluargaku, yang telah memberikan dukungan doa dan semangat.

8. Isabella Reminisere Simorangkir dan Natasya Tuahuns, sahabat terbaikku yang dibanggakan dan yang selalu memberikan motivasi semangat, arahan, keceriaan dan kebersamaan untuk selalu berbagi dalam suka maupun duka. Semangat sahabatku tahun 2012 kita wisuda. Amin.

9. Fanany Hidayanti Asmara, Santi, Lina Marlina dan Dita Gita Listian, rekan yang membantu penulis untuk bertukar pikiran mengenai penyusunan Laporan Seminar Usulan Penelitian hingga penyusunan skripsi. Semangat kita wisuda 2012. Amin.

10. Citra Abadi, Annisa Saputri, Vianda Nadya Putri, Ajeng Tristiena, Dienda Jalal, Ria Dwia,dan Rina Fikriza, adik kelas Program Studi Ilmu Kehumasan yang senantiasa memberikan semangat serta memeberikan keceriaan kepada penulis sehingga penulis merasa termotivasi untuk terus bersemangat dalam menyelesaikan Laporan Seminar Usulan Penelitian hingga penyusunan skripsi.

11. Teman-teman TIM PROTOKOLER UNIKOM, yang senantiasa menyemangati penulis disela-sela kegiatan keprotokoleran kampus,


(9)

ix

juga saling memberikan masukan dan arahan untuk selalu menjadi yang terbaik dimanapun kita berada, seperti, Citra, Mas Duane, Ilona, Nines, Taufik, Feni, Anna, Restu, Friza, Akbar, Bundo, Berlian, Fajar, dan Casandra.

12. Teman-teman dalam satu organisasi SADAYA UNIKOM, yang selalu memberikan masukan dan pengarahan selama peneliti bergabung dalam UKM tersebut seperti Amay, Siti, Desy, Satria, Maria, Fitri, Roby, Aziz, Asep, Dianti, Lesikah, Rajab, Firman, Dimas, Rauf, Dea, Ridea, Yusni, Vera, Tiffany, Sandy, Ria, Iza, Yusan, Raziq.

13. Teman-Teman IK HUMAS 1 Ayo semangat teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terus maju pantang mundur ayo IK Humas 1.

14. Teman-Teman Seperjuangan Angkatan 2008 IK Humas 2, IK Humas 3 & IK Jurnal Ayo semangat teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terima kasih semuanya.

15. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas do a dan dukungannya.

Peneliti juga dalam kesempatannya kali ini ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis untuk mengerjakan proposal penelitian ini,semoga Allah SWT. Memberikan balasan yang berlimpah bagi orang-orang yang telah membantu penulis dengan segala kesabaran dan keikhlasannya dalam penulisan proposal ini.


(10)

x

Untuk kesempurnaan dari proposal penelitian ini peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan kesempurnaan dari proposal ini.

Akhir kata peneliti berharap semoga proposal penelitian ini mendatangkan kebaikan bagi banyak pihak,terima kasih.

Wassalamu alaikum. Wr. Wb

Bandung, Juli 2012 Penulis

Hadis Syah Pradana NIM. 41808158


(11)

xi

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 17

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 17

1.3.1 Maksud Penelitian ... 18

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 18

1.4 Kegunaan Penelitian ... 18

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 18

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 19


(12)

xii

2.1 Tinjauan Pustaka ... 21

2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 21

2.1.1.1 Pengertian Komunikasi ... 21

2.1.1.2 Komponen-Komponen Komunikasi ... 24

2.1.1.3 Tujuan Komunikasi ... 27

2.211.4 Lingkup Komunikasi ... 28

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok ... 30

2.1.2.1 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya .... 32

2.1.2.2 Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi ... 35

2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok . 36

2.1.3 Tinjauan Tentang Eksistensi ... 39

2.1.4 Tinjauan Tentang Fenomenologi ... 40

2.1.5 Tinjauan Tentang Waria ... 43

2.1.5.1 Waria dalam Tinjauan Medis Psikologis ... 44

2.1.5.2 Waria dalam Konteks Sosial Budaya ... 46

2.1.5.3 Waria dalam Pandangan Hukum Perundang-undangan ... 47

2.1.5.4 Waria dalam Perspektif Islam ... 48

2.2 Kerangka Pemikiran ... 49

2.2.1 Kerangka Teoritis ... 49


(13)

xiii

3.1.2 Sejarah Kota Bandung ... 70

3.1.3 Visi dan Misi Kota Bandung ... 72

3.1.4 Sejarah Waria ... 74

3.2 Metode Penelitian ... 84

3.2.1 Desain Penelitian ... 86

3.2.2 Tekhnik Pengumpulan Data ... 89

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 90

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 92

3.2.3 Tekhnik Penentuan Informan ... 94

3.2.4 Tekhnik Analisis Data ... 96

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 98

3.2.5.1 Triangulasi Data ... 98

3.2.5.2 Menggunakan Bahan Referensi ... 100

3.2.5.3 Member Ceck... 101

3.2.5.4 Uraian Rinci ... 101

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 102

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 102

3.3.2 Waktu Penelitian ... 102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Identitas Informan Penelitian dan Informan Pendukung ... 111


(14)

xiv

4.2.1 Latar Belakang Kaum Waria di Kota Bandung dalam Mengisi

Kehidupannya ... 122

4.2.2 Proses Kehidupan Kaum Waria di Kota Bandung dalam Mengisi Kehidupannya ... 125

4.2.3 Harapan Kaum Waria di Kota Bandung dalam Mengisi Kehidupannya ... 129

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 132

4.3.1 Latar Belakang Kaum Waria di Kota Bandung dalam Mengisi Kehidupannya ... 132

4.3.2 Proses Kehidupan Kaum Waria di Kota Bandung dalam Mengisi Kehidupannya ... 140

4.3.3 Harapan Kaum Waria di Kota Bandung dalam Mengisi Kehidupannya ... 148

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 153

5.2 Saran ... 155

5.2.1 Saran Untuk Waria ... 155

5.2.2 Saran Untuk Masyarakat ... 155

5.2.3 Saran Untuk Pemerintah ... 155


(15)

(16)

xvi

Gambar 3.1 : Peta Kota Bandung ... 62

Gambar 3.2 : Model Induktif dalam Penelitian Kualitatif... 89

Gambar 3.3 : Komponen-Komponen Analisa data Model Kualitatif ... 97

Gambar 4.1 : Informan Penelitian (Okke) ... 112

Gambar 4.2 : Informan Penelitian (Min/Mimin) ... 116

Gambar 4.3 : Informan Pendukung (Farah) ... 119

Gambar 4.4 : Informan Pendukung (Syarvia) ... 121

Gambar 4.5 : Kepercayaan Diri Timbul dengan Berdandan ... 142

Gambar 4.6 : Kampanye HIV/AIDS oleh Kaum Waria ... 145

Gambar 4.7 : Tampil Eksis dalam Suatu Kegiatan ... 146

Gambar L.1 : Peneliti Bersama Informan Penelitian (Okke)... 196

Gambar L.2 : Peneliti Bersama Informan Penelitian (Min/Mimin) ... 197

Gambar L.3 : Peneliti Bersama Informan Pendukung (Farah) ... 198

Gambar L.4 : Peneliti Bersama Informan Pendukung (Syarvia) ... 199

Gambar L.5 : Wujud Eksistensi Kaum Waria di Kota Bandung ... 200

Gambar L.6 : Peneliti Saat Didandani oleh Waria ... 201


(17)

xvii

Tabel 3.2 : Informan Penelitian ... 95

Tabel 3.3 :Informan Pendukung ... 96

Tabel 3.4 :Waktu Penelitian ... 103

Tabel 4.1 :Jadwal Wawancara Informan (Waria) ... 106


(18)

xviii

Lampiran 2 : Surat Rekomendasi Pembimbing ... 165

Lampiran 3 : Surat Ijin Melakukan Penelitian ... 166

Lampiran 4 : Berita Acara Bimbingan ... 167

Lampiran 5 : Surat Pengantar Wawancara ... 168

Lampiran 6 : Lembar Revisi Usulan Penelitian ... 169

Lampiran 7 : Tabel Pedoman Observasi ... 170

Lampiran 8 : Tabel Transkrip Observasi ... 171

Lampiran 9 : Surat Rekomendasi Mengikuti Sidang Sarjana ... 173

Lampiran 10 : Lembar Identitas Informan Penelitian ... 174

Lampiran 11 : Lembar Identitas Informan Pendukung ... 176

Lampiran 12 : Hasil Wawancara Penelitian (Informan Penelitian) ... 178

Lampiran 13 : Hasil Wawancara Penelitian (Informan Pendukung) ... 186

Lampiran 14 : Lembar Revisi Skripsi ... 196


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pernahkah membayangkan bayi yang lahir pada zaman sekarang, ia tumbuh

menjadi anak-anak, kemudian remaja. Suatu hari ia mulai mengerti bahwa ia

sudah menjadi penghuni bumi ini adalah suatu yang pasti dan tidak dapat

dielakkan. Kemudian harus menjalani kehidupan yang tidak pernah dimengerti

dan dihadapkan pada kondisi yang penuh dengan problema hidup, dan menjadi

masalah bagi dirinya. Ini bukanlah paksaan, hal ini sudah menjadi ketetapan

bahwa ia harus ada, dan ada yang menjalani kehidupan apa adanya mengikuti

keadaan zaman seperti busa di lautan. Hal ini terjadi karena manusia tidak

menyadari bahwa keberadaannya di dunia bukan kehendak kuasanya sendiri, dan

adapula yang menyadari tetapi mereka bersikap sombong dan bertindak menurut

keinginannya sendiri. Seolah-

olah ia berkata “ ini hidup saya, saya yang menjalani

hidup dan saya bisa berbuat apapun dalam hidup saya.”

1

Manusia selalu punya alasan untuk menjadi sempurna. Untuk menjadi yang

terbaik dari yang lainnya atau hanya sekedar melakukan perubahan dalam

hidupnya. Semua hal itu wajar mengingat manusia adalah makhluk yang tidak

memiliki batasan akan rasa puas. Dan memiliki standar pemikiran yang cukup

1

Eksistensi Dan Esensi Manusia Retrieved on 2 Feb. 2012, 13.00 WIB.


(20)

beralasan dalam perspektif hidup bahwa manusia adalah yang paling memiliki

minat dalam pencapaiaan akan sebuah tingkat atau yang biasa disebut dengan

taraf hidup. Jadi teringat dengan sebuah perkataan salah satu dosen dalam sebuah

mata kuliah yang peneliti ikuti, beliau berkata bahwa "hidup bukan sekedar

pemenuhan akan sebuah kepuasan akan pemenuhan kebutuhan hidup, tapi sesuatu

akan dirasa hidup apabila sedikit berguna dan mendapat pengakuan

keeksistensiannya dari orang lain". Terlihat sedikit naif bila seseorang merasa

tidak perlu dengan sesuatu yang berbau duniawi.

Sebagai mahluk bebas, pada umumnya manusia memiliki „mimpi‟,

bagaimana dia ingin dirinya berposisi atau berperan di masa depan. Mimpi yang

dimaksud adalah harapan atau cita-cita yang besar, yang ingin dapat terjuwud di

masa depan. Berbicara tentang mimpi maka berbicara pula tentang sebuah

eksistensi dari manusia itu sendiri.

Eksis adalah keadaan seseorang bisa menerima dirinya secara utuh,

sehingga orang lain pun bisa menerima dirinya apa adanya (diakui). Eksistensi itu

bukan bersifat materi. Eksistensi tidak berbentuk kasat mata. Eksistensi tidak

perlu dicari, atau dikejar. Dia akan hadir sejalan dengan hadirnya penerimaan diri

yang utuh. Turunan dari eksistensi ini adalah percaya diri. Percaya diri untuk

melakukan kebaikan untuk orang lain. Percaya diri untuk berusaha berprestasi.

Percaya diri untuk menggali potensi. Percaya diri untuk melakukan segala hal

yang dia yakini akan memberikan kebaikan pada semua. Aktivitasnya bukan


(21)

untuk menunjukkan pada orang lain: lihatlah saya bisa, tapi dilakukan karena

memang seharusnya dilakukan dan dia mampu.

2

Namun terkadang orang dihargai karena ucapannya, bukan karena apa yang

dikerjakannya. Dan sangat eloklah jika seseorang yang lebih memprioritaskan

kerja nyata daripada sebuah retorika yang berkonotasi dengan keindahan dan

kata-kata mutiara.

Eksistensi yang tidak terlihat secara kasat mata ini dampaknya sangat bisa

terlihat nyata dalam sikap kehidupan sehari-hari. Bagaimana dia berinteraksi

dengan orang terdekatnya, bagaimana dia meletakkan posisinya di hadapan orang

lain, dan meletakkan posisi orang lain di hadapannya, juga bagaimana dia

mengekspresikan emosinya saat berhadapan dengan kondisi yang sangat tidak dia

sukai. Orang eksis cenderung tidak reaktif dan tidak impulsif terhadap kritik atau

pendapat orang lain yang tidak dia sepakati, baik tentang suatu hal maupun

tentang dirinya. Pun tidak diam mengabadikan luka dan menyimpan dendam.

Namun dia akan mengatasi segala sesuatu dengan

win-win solution

, nyaman sama

nyaman. Tidak di bawah tekanan, juga tidak menekan. Bukan sekadar karena

mengejar kepuasan. Dan yang paling bisa melihat seseorang eksis atau tidak

adalah orang-orang terdekat (secara geografis dan secara emosional), selain

dirinya sendiri.

Bukan orang lain, bukan pengagum, bukan pula pengikut. Keyakinan

sebuah eksistensi adalah keyakinan yang bersumber pada pencipta eksistensi itu

2

Eksistensi, Retrieved on 10 March. 2012, 20.25 WIB. From: http://nasanti.multiply.com/journal/item/7/eksistensi


(22)

sendiri, Yang Maha eksis, bahwa dirinya ada untuk sebuah tujuan yang akan

diperhitungkan di hari setelah kematian nanti. Sebuah eksistensi yang tidak akan

pernah bisa digoyahkan oleh badai dan rintangan macam apa pun. Sehingga

segala sesuatu kembali lagi pada sebuah keyakinan besar. Akan sebuah penciptaan

dan sang pencipta, yang menciptakan dengan tangan kuasaNya.

Begitu pula dengan sebuah fenomena yang terjadi saat ini. Keberadaan

suatu kaum yang memang sangat berbeda namun tak dapat dipungkiri bahwa

mereka merupakan bagian dari umat manusia itu sendiri. Tampil beda dan jadi

pusat perhatian mungkin merupakan impian banyak orang. Namun, jika ini berarti

dicibir dan dianggap aneh, masihkah hal tersebut berlaku? Lantas, bagaimana jika

penolakan ini sudah menjadi bagian kehidupan yang harus dijalani sehari-hari?

Mungkin akan lebih mudah jika dapat memilih, namun bagi kaum waria alias

wanita-pria, inilah pribadi mereka. Ini jalan hidup mereka.

Dewasa ini, k

ata ‟waria‟

memang

sudah menjadi ‟makanan‟ telinga kita

sehari-hari. Memang dalam peristilahannya, waria adalah seorang laki-laki yang

berbusana dan bertingkah laku sebagaimana layaknya seorang wanita. Istilah ini

awalnya muncul dari masyarakat Jawa Timur yang merupakan akronim dari

„wanita tapi pria‟ pada tahun 1983

-an. Paduan dari kata wanita dan pria.

Sedangkan istilah lain yang lazim digunakan untuk kaum ini adalah,

Banci

= yang

kemudian mengalami metamorfosa dengan melahirkan kata bencong,

Wadam

=

kependekan dari wanita adam, namun istilah ini kurang begitu populer lagi.

Wandu

= berasal dari bahasa Jawa yang mungkin artinya

wanito dhudhu

(wanita

bukan), pernah juga ada istilah

binan

, namun penggunaannya juga kian berkurang


(23)

jadi kata yang umum. Kaum ini juga terkenal kreatif dalam menghasilkan

kosakata baru, yang acap membingungkan kita kaum kebanyakan dikarenakan

kaum semacam ini cenderung menggunakan istilah yang ditujukan bagi

komunitasnya saja. Kata „Waria‟ inilah yang kini menjadi kata baku dalam bahasa

Indonesia.

3

Waria, hanyalah pribadi dengan dua hal berlawanan: kelaminnya pria,

hatinya wanita. Mereka memang berbeda, bagaimana fenomena ini terjadi, itu

karena keberadaan mereka tidak lagi dapat dipungkiri. Yang sedikit menggelitik

ialah stereotipe yang tak pernah lepas dari pandangan masyarakat terhadap

mereka. Stereotipe ini mungkin hadir karena benturan agama dan norma, yang

masih menolak kehadiran mereka.

Tuhan telah membuat konsep yang jelas dalam menciptakan alam ini. Ada

laki-laki, tentu ada perempuan. Dan ketika manusia dilahirkan, kita memang tidak

diberi kekuasaan untuk memilih, menjadi laki-laki atau perempuan. Manusia

hanya diberi akal untuk memilih. Seiring perkembangannya, setelah bisa

mempergunakan akal, manusia mulai bisa memilih. Manusia juga merasa bebas

memilih jenis kelamin yang sudah dibawa sejak lahir. sehingga muncullah para

lelaki yang 'feminim' yang sekarang lazim kita sebut dengan waria.

Waria adalah subkomunitas dari manusia normal. Waria barangkali

menjadi fenomena kemanusiaan yang paling unik dari berbagai varian seksualitas

manusia. Kaum ini berada pada wilayah transgender: perempuan yang

3

Ih ada waria!Retrieved on 24 Feb. 2012, 15.30 WIB.


(24)

terperangkap dalam tubuh lelaki. Keberadaannya, meski tidak secara langsung

diakui sebagai bagian dari warga masyarakat, seperti misalnya dengan identifikasi

KTP, tetap saja diwarnai kontroversi. Karena waria ini merupakan sosok laki-laki,

yang sudah tentu berkelamin laki-laki, tetapi berpenampilan seperti wanita. Waria,

melihat dirinya sebagai laki-laki yang rangkap yaitu sebagai wanita dalam tubuh

laki-laki, dengan mengubah tatanan penampilan layaknya perempuan.

Menurut

Yesi Puspita

dalam Thesisnya “Komunikasi Waria di Desa”,

menyatakan bahwa waria merupakan salah satu fenomena genetik yang memang

sudah ada sejak masa lalu, sebelum masa Nabi SAW. Seseorang yg memiliki

genetik waria harus dinilai dari aspek "psikis" seperti: kecenderungan emosi,

sikap, perilaku, dan lainnya. Jika dia cenderung pada kelaki-lakian, maka harus

dianggap sebagai laki-laki; begitu juga sebaliknya, jika cenderung pada

ke-wanita-an, maka harus dianggap wanita/perempuan. Namun jika dia memiliki alat

kemaluan satu tetapi memiliki gejala psikis yang berlawanan (misalnya jenis

kelamin laki-laki tetapi memiliki psikis perempuan), maka juga harus dinilai dari

aspek psikis-nya. Yang penting gejala psikis itu adalah "alamiah", bukan

"rekayasa". Yang dimaksud rekayasa misalnya karena untuk menarik popularitas

dan materi, dia mau mengubah tampilan fisiknya secara berlawanan dengan

bawaan genetik-nya, karena hal ini di

benci oleh agama, karena ada „re

kayasa

mondial‟ yang melahirkan sikap nihilisme nilai

-nilai sakral-keagamaan.

Boleh jadi pada diri laki-laki terdapat sisi feminin yang Allah

anugerahkan. Tetapi tidak lantas dengan alasan itu, laki-laki dibolehkan jadi

waria. Karena pada hakikatnya, seperti penuturan Koentjoro, kecenderungan


(25)

menjadi waria lebih diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan

sekitarnya. Bukan penyakit turunan atau karena urusan genetik. Ini pun diakui

oleh Merlyn Sopjan (

Republika, 29/10/2004

).

4

Keberadaan waria memang sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Terutama atas

penerimaanya baik yang pro maupun kontra. Kota Bandung yang merupakan ibu

kota Provinsi Jawa Barat, menyimpan sejuta keunikan terutama keunikan atas sisi

lain daripada kehidupan didalamnya. Salah satunya yaitu kehidupan kaum waria

yang terlahir ditengah

hingar bingar

sejuta keunikan yang tercipta di Kota

Bandung. Pada Bulan Mei, tepatnya pada tanggal 21 Mei 2012, tertulis sebuah

artikel online mengenai kasus waria di Kota Bandung yang b

erjudul “

Kota

Bandung Butuh Penampungan Waria

”. Dibawah ini adalah artikel tersebut yang

tertulis dalam website

www.pikiran-rakyat.com,

sebagai berikut:

BANDUNG, (PRLM).- Kota Bandung sudah seharusnya mempunyai

rumah singgah untuk tempat penampungan waria-waria yang berhasil

ditangkap aparat Satpol PP Kota Bandung dari beberapa perempatan jalan.

Karena dari beberapa kasus, aparat terpaksa kembali melepas waria yang

menganggu pengguna jalan karena tidak ada penampungan khusus waria.

"Memang sudah saatnya Kota Bandung mempunyai rumah singgah khusus

waria, sebagai tempat penampungan mereka untuk dibina," kata Kepala

Dinas Sosial Kota Bandung, Siti Masnun saat ditemui di Balai Kota

Bandung, Minggu (20/5/12). Diakui Masnun, memang aparat Satpol dan

juga Dinas Sosial terkadang kebingungan bila dalam operasi ditemukan

adanya waria. Karena untuk dikirim ke Palimanan Cirebon atau ke

Sukabumi pun tidak bisa karena disana khusus untuk wanita. "Dari itulah

kita memandang penting, ke depan mempunyai rumah singgah khusus

waria," ujarnya. Diakui Masnun, saat ini waria di Kota Bandung belum

termasuk kategori penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

jalanan. Namun melihat perkembangan saat ini yang jumlahnya makin

banyak waria di perempatan jalan, dimungkinkan untuk masuk ke kategori

4, Homoseksual Pemilu dan Partai Islam, Retrieved on 25 Feb. 2012, 20.00 WIB. From: http://ariyanto.wordpress.com/2007/01/21/homoseksual-pemilu-dan-partai-islam/


(26)

tersebut. "Memang ini sudah banyak dikeluhkan masyarakat sehingga

diperlukan penanganan waria di jalanan dan dimasukan sebagai kategori

PMKS jalanan," katanya. Sementara itu berdasarkan pantauan dibeberapa

lokasi dan perempatan jalan di Kota Bandung, sejak liburan panjang pekan

ini banyak gelandangan pengemis (gepeng) dan anak jalanan (anjal) cukup

banyak. Terutama dibeberapa tempat yang sering dikunjungi wisatawan,

dapat dipastikan mereka selalu ada. Ini terlihat saat pantauan di beberapa

lokasi diantaranya Dago, Gasibu, Surapati, dan beberapa lampu merah di

Kota Bandung. Bandung menjadi daya tarik untuk mendulang rejeki dengan

cara mengamen yang sengaja datang dari Garut untuk mengamen di Kota

Kembang ini. "Saya sengaja cari uang dengan cara menjadi anak jalanan di

Kota Bandung. Karena, menurut saya wisatawan asing pun cukup banyak

yang datang dan mereka selalu memberikan uang dalam jumlah besar," ujar

Andri ditemui di kawasan Dago, Minggu (20/5/12).

5

Gambar 1.1

Penertiban Waria

Sumber :

www.bandung.detik.com

5. Kota Bandung Butuh Penampungan Waria, Retrieved on 22 Mei. 2012, 14.40 WIB. From: http://www.pikiran-rakyat.com/node/189198


(27)

Fenomena waria di Bandung memang begitu adanya, terutama terkait

dengan artikel diatas dimana keberadaan kaum waria masih dipermasalahkan

bahkan tidak sedikit penolakan yang terjadi. Dengan kondisi waria yang memang

berbeda dengan yang lainnya, membuat kaum waria merasa terasingkan. Waria

merupakan bagian dari masyarakat yang tak dipungkiri ingin tampil eksis. Salah

satu cara dapat bereksistensi yaitu mampu berkomunikasi dengan baik. Mereka

waria dan mereka pun manusia. Pernahkah terbersit suatu pemikiran, dengan

siapakah kaum waria lebih merasa diterima, perempuan ataukah lelaki? Bicara

tentang penerimaan masyarakat terhadap waria, Luvhi yang merupakan salah satu

waria di Kota Bandung mengaku justru lebih mudah bergaul dengan kaum Hawa.

“Biasanya laki

-laki sudah

keburu

takut sama kita, padahal sebagai waria

kami

kan

juga punya selera. Tidak berarti kami suka pada semua lelaki,”

ujar Wenny, sambil ditimpali juga oleh Luvhi.

6

Umumnya kesalahpahaman yang dimiliki kaum pria ini telah jadi salah satu

penghambat para waria untuk bersosialisasi di tengah masyarakat. Namun,

mereka pun tidak putus asa begitu saja, mereka berupaya untuk mencari jalan

terbaik. Hingga mereka dapat diterima dengan baik ditengah masyarakat tanpa ada

rasa takut atas keberbedaan yang mereka jalani.

No man is an island

. Itulah faktanya, waria pun manusia yang layak

bersosialisasi. Penggambaran diri manusia melalui pepatah pendek ini cukup

substansial sifatnya. Dikatakan demikian, sebab manusia pada hakekatnya adalah

makhluk yang berinteraksi. Bahkan interaksi itu tidak melulu ekslusif antar

6. Kharagracia. Srikandi, Ada untuk Memberdayakan Waria, Retrieved on 2 Feb. 2012, 14.40 WIB.


(28)

manusia, tetapi juga inklusif dengan seluruh mikrokosmos. Termasuk interaksi

manusia dengan seluruh alam ciptaan. Singkatnya, manusia selalu mengadakan

komunikasi melalui interaksi.

7

Kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Setiap hari, dengan berbagai cara kita

berkomunikasi. Komunikasi merupakan bagian utama dalam kehidupan kita.

Komunikasi menjadi aktivitas utama keseharian kita. Dengan komunikasi,

manusia dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari, di

rumah tangga, tetangga, masyarakat, pasar, tempat kerja, atau dimanapun manusia

berada. Ini berarti kualitas hidup kita banyak ditentukan oleh bagaimana kita

berkomunikasi dengan sesama: antara kelurga, tetangga, masyarakat, teman kerja,

dan seterusnya. Komunikasi yang kurang efektif akan menimbulkan masalah.

Kurang pandai kita membangun komunikasi, maka semakin sulit kita

dipahami atau dimengerti oleh orang lain. Walaupun waria memiliki penampilan

yang berbeda dari manusia pada umumnya, namun bila dapat membangun

komunikasi yang baik dan efektif maka tentu akan bisa dipahami oleh masyarakat

sekitar.

Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial tidak bisa lepas dari

komunikasi. Disadari atau tidak, di dalam kehidupan sehari-hari, manusia

senantiasa melakukan aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan

kebutuhan yang mutlak. Seseorang yang tidak pernah berkomunikasi dengan

orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakat.

7 A'us, Yosafat. Manusia; Perspektif Interaksi Simbolik. Retrieved on 2 Feb. 2012, 21.22 WIB.


(29)

Wilbur Schramm

(dalam Cangara, 1998 : 1-2) menyatakan bahwa:

“K

omunikasi dan masyarakat adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan

satu sama lain karena tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat

mengembangkan komunikasi

.

Begitupula dengan kaum waria, komunikiasi merupakan kunci bagi mereka

untuk dapat lebih dekat dengan masyarakat. Tidak ada kehawatiran ataupun

ketakutan dari masyarakat akan keberadaan waria. Karena bagaimanapun juga

waria dengan keberbedaannya itu memiliki keinginan untuk berbaur dengan

masyarakat luas dan dapat diakui keberadaannya. Bagi penulis waria merupakan

suatu fenomena yang menarik untuk diteliti karena dalam kenyataannya, tidak

semua orang dapat mengetahui secara pasti dan memahami mengapa dan

bagaimana perilaku waria dapat terbentuk.

Aktivitas waria tidak dapat dijelaskan dengan deskripsi yang sederhana.

Konflik identitas jenis kelamin yang dialami waria tersebut hanya dapat dipahami

melalui kajian terhadap setiap tahap perkembangan dalam hidupnya. Setiap

manusia atau individu akan selalu berkembang, dari perkembangan tersebut

individu akan mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis.

Salah satu aspek dalam diri manusia yang sangat penting adalah peran jenis

kelamin. Setiap individu diharapkan dapat memahami peran sesuai dengan jenis

kelaminnya. Keberhasilan individu dalam pembentukan identitas jenis kelamin

ditentukan oleh berhasil atau tidaknya individu tersebut dalam menerima dan

memahami diri sesuai dengan peran jenis kelaminnya. Jika individu gagal dalam

menerima dan memahami peran jenis kelaminnya maka individu tersebut akan

mengalami konflik atau gangguan identitas jenis kelamin.


(30)

Menjadi waria memiliki banyak resiko. Waria dihadapkan pada berbagai

masalah: penolakan keluarga, kurang diterima atau bahkan tidak diterima secara

sosial, dianggap

lelucon

, hingga kekerasan baik verbal maupun non verbal.

Penolakan terhadap waria tersebut terutama dilakukan oleh masyarakat strata

sosial atas.

Oetomo

(2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa:

“Masyarakat strata sosial at

as ternyata lebih sulit memahami eksistensi

waria, mereka memiliki pandangan negatif terhadap waria dan enggan

bergaul dengan waria dibanding masyarakat strata sosial bawah yang lebih

toleran. Karena belum diterimanya waria dalam kehidupan masyarakat,

maka kehidupan waria menjadi terbatas terutama pada kehidupan hiburan

seperti ngamen, ludruk, atau pada dunia kecantikan dan kosmetik dan tidak

menutup kemungkinan sesuai realita yang ada, beberapa waria menjadi

pelacur untuk memenuhi kebutuhan materiel maupun

biologis”.

8

Pakar kesehatan masyarakat dan pemerhati waria,

Gultom

(2002) setuju

dengan pendapat seorang waria yang pernah berkata padanya, bahwa waria

merupakan kaum yang paling marginal. Penolakan terhadap waria tidak terbatas

rasa “jijik”, mereka juga

ditolak untuk mengisi ruang-ruang aktivitas: dari

pegawai negeri, karyawan swasta, atau berbagai profesi lain. Bahkan dalam

mengurus KTP, persoalan waria juga mengundang penolakan dan permasalahan,

maka sebagian besar akhirnya turun dijalanan untuk mencari kebebasan (Kompas,

7 April 2002).

9

Perlakuan yang tidak adil terhadap waria, tidak lain adalah disebabkan

kurang adanya pemahaman masyarakat tentang perkembangan perilaku dan

8

Oetomo, D. Memberi Suara pada yang Bisu. (Yogyakarta: Pustaka Marwa), 2003.

9


(31)

dinamika psikologis yang dialami oleh para waria, sebab selama ini

pemberitaan-pemberitaan media, baik media cetak maupun media elektronik, belum sampai

menyentuh pada wilayah tersebut. Berdasar atas realitas tersebut peneliti

menganggap penting untuk memahami lebih dalam mengenai waria,

kebutuhan-kebutuhan atau dorongan yang mengarahkan dan memberi energi pada waria,

tekanan-tekanan yang dialami, konflik-konflik yang terjadi, hingga bagaimana

mekanisme pertahanan diri yang akan digunakan oleh waria tersebut. Cara yang

paling tepat adalah dengan mempelajari dinamika kepribadian beserta

faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan hidupnya, dimana hal ini dapat diketahui

dengan menghubungkan masa lalu, masa kini dan antisipasi masa depan orang

tersebut.

Memang, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap kaum

transeksual ini termasuk orang yang memiliki perilaku seks menyimpang. Karena

orientasi seksual yang berbeda itu, kemudian masyarakat menganggapnya sebagai

orang-orang abnormal dan sakit jiwa. Apalagi, di masyarakat yang sangat religius,

keberadaan mereka dianggap sebuah patologi sosial yang harus diperangi.

Bila perlu, sesuai dengan ajaran agama, mereka harus dihujani dengan

batu (rajam), seperti yang terjadi pada zaman Nabi Luth, karena masyarakatnya

lebih senang melakukan hubungan seksual sesama jenis. Logikanya, masyarakat

masih menolak keberadaan kaum transeksual.

10

Hal sebaliknya terjadi di

Kabupaten Lebong pada umumnya dan Desa Talang bunut Bunut pada

10

POPULAR - liputan khusus. 2007. Pria-Pria Jelita Upaya Miring Fantasi (& Penyimpangan) Seks. Retrieved on 29 Feb. 2012, 23.15 from: http://www.popularmaj.com/content/Preview/Liputankhusus/0698/


(32)

khususnya, di mana waria di sana dianggap sebagai bagian dari masyarakat,

walaupun mayoritas penduduk di sana beragama islam tetapi, sekali lagi waria

bukan patologi sosial yang harus diperangi. Waria mampu membangun

komunikasi yang baik dengan masyarakat. Waria di sana hidup sesuai dengan

norma-norma yang berlaku pada masyarakat. Keseharian mereka seperti

masyarakat biasa lainnya, berinterkasi dan berkomunikasi dengan masyarakat

sekitar, bertani serta ada juga yang buka salon, tetapi mereka tidak ada yang mata

pencahariannya sebagai pekerja seks komersial.

Beban paling berat di dalam diri seorang waria adalah beban psikologis

yaitu, perjuangan mereka menghadapi gejolak kewariaan terhadap kenyataan di

lingkungan sekitarnya, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat

luas. Perlakuan keras dan kejam oleh keluarga karena malu mempunyai anak

seorang waria kerapkali mereka hadapi. Mereka dipukuli, ditendang, diinjak-injak

bahkan dipasung oleh keluarganya. Meskipun tidak semua waria mengalami hal

seperti itu, tetapi kebanyakan keluarga tidak mau memahami keadaan mereka

sebagai waria. Begitu pula saat

razia waria

dilakukan, kadang-kadang Satpol PP

melakukan

sweeping

dengan cara yang kurang santun dan menjadi santapan

empuk bagi media massa untuk menayangkan peristiwa

sweeping

itu dengan cara

yang kurang mengindahkan etika penyiaran. Di layar kaca kita saksikan para

waria lari terbirit-birit dikejar Satpol PP, hingga masuk ke gorong-gorong dan

tempat sampah untuk bersembunyi. Perlakuan-perlakuan buruk tersebut serta

ketidakbebasan waria mengekspresikan jiwa kewanitaannya memicu mereka


(33)

untuk meninggalkan keluarga dan lebih memilih untuk berkumpul bersama

dengan waria lainnya.

11

Di masyarakat tampak sekali kalau kehidupan waria berlindung pada suatu

komunitas, yang tentunya juga mempunyai gaya hidup yang sama. Ada FKW

(Forum Komunikasi Waria) untuk Jakarta, Iwaba (Ikatan Waria Bandung), Hiwat

(Himpunan Waria Jawa barat), di malang Iwama (Ikatan Waria Malang) dan

sebagainya.

Bahkan mereka mempunyai bahasa dan istilah sendiri dalam

berkomunikasi. Mereka saling menopang dan melindungi, karena merasa berbeda

dan ada juga yang merasa tidak diterima di masyarakat. Bersama komunitas

sekaum itulah mereka kemudian menciptakan identitas baru, yang setidaknya

ditandai dengan nama-nama baru. Pada perkembangannya, konon para

waria

atau

banci

inilah yang paling rajin berkreasi menciptakan istilah - istilah kemudian

memperkaya bahasa gaul yang baru.

12

Lalu, apakah salah kalau kita mengakui eksistensi para waria? Mengakui

mereka sebagai bagian dari kehidupan dan tentu saja mengakui mereka sebagai

manusia sangat tidak salah, malah memang sudah seharusnya kita mengakui

mereka seperti kita mengakui keberadaan teman-teman dan saudara kita yang lain.

Jika perilaku ke-waria-an dianggap sebagai sebuah fakta sosial, atau sebuah

keniscayaan maka berlaku sebutan waria adalah ”sampah masyarakat, kelompok

minoritas, abnormal, sakit jiwa, a

neh”, dan masih banyak

istilah-istilah miring

11

Prostitusi Waria di Bandung Oleh Yesmil Anwar Retrieved on 29 Feb. 2012, 00.10 WIB. from: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/052006/27/0902.htm

12

Bahasa gaul gitu lho..©2007 VHRmedia.com Retrieved on 29 Feb. 2012, 00.115 WIB. from: http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita-detail.php?.g=news&.s=berita&.e=54


(34)

lainnya. Tetapi pandangan ini bukanlah kesalahan pemikiran, melainkan sebuah

pemikiran yang melihat waria dari sudut pandang orang luar (pandangan etik)

sebagai sebuah fakta yang semestinya berlaku seperti itu, bukan pandangan emik

(bagaimana waria melihat kehidupan mereka sendiri). (Kuswarno, 2004)

13

Dalam pandangan kedua yang bersifat interpretif atau fenomenologis,

waria adalah subyek, mereka adalah “aktor kehidupan” yang memiliki hasrat,

harapan dan kehidupan sendiri yang unik. Pandangan subyektif ini diperlukan

untuk mengimbangi pandangan sebelumnya yang obyektif, yang melihat waria

sebagai “penyakit masyarakat”, di mana

keberadaan mereka dianggap sebuah

patologi sosial yang harus diperangi, bukan sebagai entitas masyarakat yang

memiliki pemikiran dan pengalaman hidup yang mereka alami sendiri.

Dengan demikian, berdasarkan latar belakang atas fenomena

eksistensi

waria di Kota Bandung jika dibandingkan dengan uraian umum mengenai waria

di Indonesia, maka penulis berharap untuk dapat menelaah secara lebih rinci

melalui sebuah penelitian mengenai kehidupan, serta cara kaum waria dalam

mengeksistensikan dirinya di lingkungan masyarakat untuk dapat lebih diakui dan

dihargai.

Maka dari itu, peneliti merasa tergugah serta memutuskan untuk menguak

secara mendalam tentang kehidupan waria, khususnya waria di Kota Bandung

dengan mengangkat judul penelitian:

“Eksistensi Diri Kaum Waria di Kota

Bandung.”

13 Kuswarno, Engkus. 2004. Dunia Simbolik Pengemis kota Bandung (Disertasi). Program Pascasarjana


(35)

1.2

Rumusan Masalah

A.

Rumusan Masalah Makro

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti memutuskan untuk

menarik fokus penelitian, yakni:

“Bagaimana Eksistensi Diri Kaum Waria

Di Kota Bandung dalam

Mengisi Kehidupannya?”

B.

Rumusan Masalah Mikro

Berangkat dari fokus penelitian di atas, peneliti merinci secara jelas dan

tegas masalah yang masih bersifat umum dengan subfokus-subfokus terpilih

dan dijadikannya sebagai identifikasi masalah, yakni:

1.

Bagaimana

latar belakang

dari kaum waria di Kota Bandung

dalam mengisi kehidupannya?

2.

Bagaimana

proses

kehidupan

dari kaum waria di Kota Bandung

dalam mengisi kehidupannya?

3.

Bagaimana

harapan

yang ingin dicapai

dari kaum waria di Kota

Bandung dalam mengisi kehidupannya?

1.3

Maksud dan Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini pun memiliki maksud dan tujuan yang menjadi bagian

dari penelitian sebagai ranah kedepannya, adapun maksud dan tujuannya sebagai

berikut:


(36)

1.3.1

Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih jelas,

mendalam, dan menganalisa tentang “Eksistensi Diri Kaum Waria

Di Kota

Bandung Dalam Mengisi Kehidupannya”.

1.3.2

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1.

Untuk mengetahui

latar belakang

dari kaum waria di Kota

Bandung dalam mengisi kehidupannya.

2.

Untuk mengetahui

proses

kehidupan

dari kaum waria di Kota

Bandung dalam mengisi kehidupannya.

3.

Untuk mengetahui

harapan

yang ingin dicapai

dari kaum waria di

Kota Bandung dalam mengisi kehidupannya.

1.4

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat dilihat dari segi teoritis dan praktis,

sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu

pengetahuan tentang ilmu komunikasi secara umum dan secara khusus

mengenai komunikasi kelompok.


(37)

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian ini secara praktis, diharapkan bisa

memberikan suatu masukan atau referensi tambahan yang dapat

diaplikasikan dan menjadi pertimbangan.

Kegunaan secara praktis pada penelitian ini, sebagai berikut:

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan referensi sebuah pengetahuan dan

pengalaman serta penerapan ilmu yang diperoleh peneliti selama studi

secara teoritis. Dalam hal ini khususnya mengenai kajian komunikasi

dan eksistensi.

1.4.2.2 Bagi Akademik

Secara praktis penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa

UNIKOM secara umum, dan mahasiswa Program Studi Ilmu

Komunikasi secara khusus yang dapat dijadikan sebagai literatur dan

referensi tambahan terutama bagi peneliti selanjutnya yang akan

melakukan penelitian pada kajian yang sama.

1.4.2.3 Bagi Masyarakat, Pemerintah, dan Waria


(38)

A.

Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat berguna sebagai informasi tentang kajian

eksistensi diri yang secara khusus dilakukan oleh kaum waria

sebagai subjek pada penelitian ini.

B.

Bagi Pemerintah

Diharapkan dapat memberikan informasi dan evaluasi dalam

meningkatkan ketentraman wilayah dan kenyamanan masyarakat

dengan adanya waria, dan mempertimbangkan keberadaannya

melalui penanggulangan waria yang menjadi salah satu fokus

kesejahteraan sosial dengan pembinaan yang sesuai dengan

peraturan daerah maupun negara.

C.

Bagi Waria

Diharapkan bisa menjadi evaluasi bagi kaum waria, dalam

menyikapi realitas sosial yang ada, bukan menyudutkan diri kaum

waria sebagai gambaran yang buruk. Serta eksistensi diri hingga

penerimaan yang lebih natural, bukan kepura-puraan.


(39)

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

Sebagai makhluk sosial setiap manusia secara alamiah memiliki potensi dalam berkomunikasi. Ketika manusia diam, manusia itu sendiripun sedang melakukan komunikasi dengan mengkomunikasikan perasaannya. Baik secara sadar maupun tidak manusia pasti selalu berkomunikasi. Manusia membutuhkan komunikasi untuk berinteraksi terhadap sesama manusia maupun lingkungan sekitar.

Ilmu komunikasi merupakan ilmu sosial terapan dan bukan termasuk ilmu sosial murni karena ilmu sosial tidak bersifat absolut melainkan dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman. Hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak dan perilaku manusia, sedangkan perilaku dan tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan maupun perkembangan jaman.

2.1.1.1Pengertian Komunikasi

Definisi dan pengertian komunikasi juga banyak dijelaskan oleh beberapa ahli komunikasi. Salah satunya dari Wiryanto dalam bukunya


(40)

22

Pengantar Ilmu Komunikasi menjelaskan bahwa Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifat yang diambil dari communis, yang bermakna umum bersama-sama . (Wiryanto, 2004:5)

Pengertian komunikasi lainnya bila ditinjau dari tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menyampaikan maksud hingga dapat mengubah perilaku orang yang dituju, menurut Dedy Mulyana sebagai berikut:

Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain) . (Mulyana, 2003:62)

Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan di antara manusia. Seorang komunikologi adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi.

Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito dalam Effendy sebagai:

Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari ganggua-ngangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses encoding,


(41)

23

penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-persona, antarpersona, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya. (Effendy, 2005 : 5)

Menurut Roger dan D Lawrence dalam Cangra, mengatakan bahwa komunikasi adalah: Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2004 :19)

Sementara Raymond S Ross dalam Jalaluddin Rakhmat, melihat komunikasi yang berawal dari proses penyampaian suatu lambang:

A transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source.

(Proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.) (Rakhmat, 2007:3)

Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan atau informasi antara dua orang atau lebih, untuk memperoleh kesamaan arti atau makna diantara mereka.


(42)

24

2.1.1.2Komponen-komponen Komunikasi

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari proses yang di dalamnya terdapat unsur atau komponen. Menurut Onong Uchjana Effendy, Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari :

1. Komunikator (communicator) 2. Pesan (message)

3. Media (media)

4. Komunikan (communicant) 5. Efek (effect) (Effendy, 2005:6)

Untuk itu, Lasswell memberikan paradigma bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

A. Komunikator dan Komunikan

Komunikator dan komunikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses komunikasi. Komunikator sering juga disebut sebagai sumber atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau encoder.

Hafied Cangara dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi mengatakan bahwa:

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga (Cangara, 2004:23).


(43)

25

Begitu pula dengan komunikator atau penerima, atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver.

Cangara menjelaskan, Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara . Selain itu, dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber . Cangara pun menekankan:

Kenalilah khalayakmu adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi (Cangara, 2004:25).

B. Pesan

Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message, content, atau information, salah unsur dalam komunikasi yang teramat penting, karena salah satu tujuan dari komunikasi yaitu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan itu sendiri. Cangara menjelaskan bahwa:

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda (Cangara, 2004:23).

C. Media

Media dalam proses komunikasi yaitu, Alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima (Cangara, 2004:23).

Media yang digunakan dalam proses komunikasi bermacam-macam, tergantung dari konteks komunikasi yang berlaku dalam proses komunikasi


(44)

26

tersebut. Komunikasi antarpribadi misalnya, dalam hal ini media yang digunakan yaitu panca indera.

Selain itu, Ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antar pribadi (Cangara, 2004:24).

Lebih jelas lagi Cangara menjelaskan, dalam konteks komunikasi massa media, yaitu:

Alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surata kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain: radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board, audio casette, dan semacamnya (Cangara, 2004:24).

D. Efek

Efek atau dapat disebut pengaruh, juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Namun, efek ini dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah dilakukan. Seperti dikemukakan oleh De Fleur yang mana selanjutnya dikutip oleh Cangara, masih dalam bukunya

Pengantar Ilmu Komunikasi , pengaruh atau efek adalah:

Perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang (De Fleur, 1982, dalam Cangara, 2004:25).

Oleh sebab itu, Cangara mengatakan, bahwa:

Pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan (Cangara, 2004:25).


(45)

27

2.1.1.3Tujuan Komunikasi

Setiap individu yang berkomunikasi pasti memiliki tujuan, secara umum tujuan komunikasi adalah lawan bicara agar mengerti dan memahami maksud makna pesan yang disampaikan, lebih lanjut diharapkan dapat mendorong adanya perubahan opini, sikap, maupun perilaku.

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku yang berjudul Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, menyebutkan ada beberapa tujuan dalam berkomunikasi, yaitu:

a. perubahan sikap (attitude change) b. perubahan pendapat (opinion change) c. perubaha perilaku (behavior change)

d. perubahan sosial (social change) (Effendy, 2006:8)

Sedangkan Joseph Devito dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia menyebutkan bahwa tujuan komunikasi adalah sebagai berikut:

a. Menemukan

Dengan berkomunikasi kita dapat memahami secara baik diri kita sendiri dan diri orang lain yang kita ajak bicara. Komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar yang dipenuhi oleh objek, peristiwa dan manusia.

b. Untuk Berhubungan

Salah satu motivasi dalam diri manusia yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain.

c. Untuk Meyakinkan

Media massa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah sikap dan perilaku kita.

d. Untuk Bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri kita dengan mendengarkan pelawak (Devito, 1997:31).


(46)

28

2.1.1.4 Lingkup Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (2003:52), ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah dan meneliti kegiatan-kegiatan komunikasi manusia yang luas ruang lingkup (scope)-nya dan banyak dimensinya. Para mahasiswa acap kali mengklasifikasikan aspek-aspek komunikasi ke dalam jenis-jenis yang satu sama lain berbeda konteksnya. Berikut ini adalah penjenisan komunikasi berdasarkan konteksnya.

A. Bidang Komunikasi

Yang dimaksud dengan bidang ini adalah bidang pada kehidupan manusia, dimana diantara jenis kehidupan yang satu dengan jenis kehidupan lain terdapat perbedaan yang khas, dan kekhasan ini menyangkut pula proses komunikasi. Berdasarkan bidangnya, Dedy Mulyana membagi komunikasi meliputi jenis-jenis sebagai berikut:

1) komunikasi sosial (sosial communication)

2) komunikasi organisasi atau manajemen (organizational or management communication)

3) komunikasi bisnis (business communication) 4) komunikasi politik (political communication)

5) komunikasi internasional (international communication) 6) komunikasi antar budaya (intercultural communication) 7) komunikasi pembangunan (development communication)

8) komunikasi tradisional (traditional communication) (Mulyana, 2000: 236)

B. Sifat Komunikasi


(47)

29

1. komunikasi verbal (verbal communicaton) a. komunikasi lisan

b. komunikasi tulisan

2. komunikasi nirverbal (nonverbal communication) a. kial (gestural)

b. gambar (pictorial) 3. tatap muka (face to face)

4. bermedia (mediated) (Mulyana, 2000: 237)

C. Tatanan Komunikasi

Tatanan komunikasi adalah proses komunikasi ditinjau dari jumlah komunikan, apakah satu orang, sekelompok orang, atau sejumlah orang yang bertempat tinggal secara tersebar. Berdasarkan situasi komunikasi seperti itu, maka menurut Onong Uchjana Effendy, komunikasi diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut:

a. Komunikasi Pribadi (Personal Communication)

komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)

komunikasi kelompok kecil (small group communication) komunikasi kelompok besar (big group communication) c. Komunikasi Massa (Mass Communication)

komunikasi media massa cetak (printed mass media)

komunikasi media massa elektronik (electronic mass media) (Effendy, 2003)

D. Fungsi Komunikasi

Fungsi Komunikasi antara lain: a. Menginformasikan (to Inform) b. Mendidik (to educate)

c. Menghibur (to entertaint)


(48)

30

E. Teknik Komunikasi

Istilah teknik komunikasi berasal dari bahasa Yunani technikos yang berarti ketrampilan. Berdasarkan ketrampilan komunikasi yang dilakukan komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi:

a. Komunikasi informastif (informative communication) b. Persuasif (persuasive)

c. Pervasif (pervasive) d. Koersif (coercive) e. Instruktif (instructive)

f. Hubungan manusiawi (human relations) (Effendy, 2003:55)

F. Metode Komunikasi

Istilah metode dalam bahasa Inggris Method berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti rangkaian yang sistematis dan yang merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan, dan logis.

Atas dasar pengertian diatas, metode komunikasi meliputi kegiatan-kegiatan yang teroganisaasi menurut Onong Uchjana Effendy sebagai berikut:

1. Jurnalisme

a. Jurnalisme cetak b. Jurnalisme elektronik 2. Hubungan Masyarakat

a. Periklanan b. Propaganda c. Perang urat syaraf

d. Perpustakaan (Effendy, 2003: 56)

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal


(49)

31

satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok kecil seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:


(50)

32

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin; 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain. (Curtis, 2005:149)

2.1.2.1Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.

A. Kelompok Primer dan Sekunder.

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.


(51)

33

e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal. (Rakhmat, 1994)

B. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun


(52)

34

kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.

C. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:

a. Kelompok Tugas;

b. Kelompok Pertemuan; dan c. Kelompok Penyadar.

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu:


(53)

35

diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

2.1.2.2Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi A. Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

B. Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan


(54)

36

adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

C. Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

2.1.2.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yakni, melaksanakan tugas kelompok, dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.


(1)

205

RIWAYAT PENDIDIKAN

PENDIDIKAN FORMAL

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2008 Sekarang

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Kosentrasi Ilmu Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

-

2. 2005 2008 SMA Negeri 1 Cimalaka Sumedang Berijazah

3. 2002 2005 SMP Negeri 2 Sumedang Berijazah

4. 1995 2002 SD Negeri Sukaraja 2 Sumedang Berijazah 5. 1994 1995 TK Aisyah Bustanul Atfal Sumedang Berijazah

PENDIDIKAN NONFORMAL, PELATIHAN DAN SEMINAR

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

2012 Tim Juri Tes Seleksi Open Rekruitment

Protokoler UNIKOM 2012

Bersertifikat

2012 Panitia Pelatihan Keprotokolan Tim Protokoler Unikom

Bersertifikat


(2)

206

Relations dan Seminar How To Be A

Good Writer oleh HIMA dan Program

Studi

Ilmu

Komunikasi

UNIKOM

bekerjasama

dengan

Mahasiswa

Program

Pascasarjana

Universitas

Padjajaran Bandung

2011

Panitia dalam Penerimaan Mahasiswa

Baru

UNIKOM

Tahun

akademik

2011/2012 di Gedung sasana Budaya

Ganesha Bandung tahun 2011

Bersertifikat

2011

Panitia dalam WISUDA Pascasarjana

(S2), Sarjana (S1) dan Diploma (D3)

UNIKOM Tahun akademik 2011/2012 di

Gedung

sasana

Budaya

Ganesha

Bandung tahun 2011

Bersertifikat

2011

International Conference on Computing

&

Informatics

Computing

For

Entrepreneurship and Innovation (

ICOCI 2011) Kerjasama Universitas

Komputer Indonesia dengan UUMCAS (

Universitas Utara Malaysia Coleage of

Arts and Science )

Bersertifikat

2011

Gerakan Ambil Sampah

Wujudkan

BANDUNG

BERSIH

Kerjasama

antara

FISIP

UNIKOM

dengan

Pemerintah Kota Bandung Tahun 2011


(3)

207

2010 PesertaSeminar Fotografi (Teknik dan

Bahasa Foto)

Bersertifikat 2010 Kunjungan Media Massa 2010 : TRANSTV Bersertifikat 2010 Panitia Pergelaran Seni Budaya Eksotika

Budaya II Unikom

Bersertifikat 2010 Peserta Diskusi Jurnalistik Dibalik Berita

TV ONE Bandung

Bersertifikat 2009 Kuliah Umum Kebudayaan Film dan

Sensor Film Unikom

Bersertifikat 2009 Mentoring Agama Islam, Unikom Bersertifikat 2009 Pelatihan Development and Self

Empowerment Unikom

Bersertifikat 2009 Seminar Jurnalistik Metro TV Bersertifikat 2009 Panitia Pergelaran Seni Budaya

EKSOTIKA BUDAYA Unikom

Bersertifikat 2008 Bimbingan Belajar Ganesha Operation

Sumedang

Bersertifikat 2007-2008 Bimbingan Vokal Elmet Studio Sumedang Bersertifikat

2006 Bimbingan Tari dan Theater Sanggar Sari Anzaila Sumedang

Bersertifikat

PENGALAMAN ORGANISASI

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2011-sekarang


(4)

208

2. 2009-2010 Pengurus UKM SENI&BUDAYA (SADAYA) UNIKOM

-

3. 2007-2008 Pengurus Sanggar Seni SMA Negeri 1 Cimalaka-Sumedang

-

4. 2007-2008 Pengurus Remaja Pecinta Alam -

5. 2007-2008 Pengurus Gerakan Pramuka SMA Negeri 1 Cimalaka-Sumedang

-

6. 2007-2008 Pengurus Klub Bulu Tangkis SMA Negeri 1 Cimalaka-Sumedang

-

7. 2004-2005 Anggota OSIS SMP Negeri 2 Sumedang -

8. 2004-2005 Anggota Sanggar Budaya SMP Negeri 2 Sumedang

-

9. 2003-2004 Pengurus Drum Band GENTRA WINAYA SMP Negeri 2 Sumedang

-

PRESTASI

No.

Tahun

Uraian

Keterangan

1. 2012 Juara 2 Lomba Mari Bernyanyi Lucky Square

-

2. 2010 Juara 1 Chef Competition Sumedang Open -

3. 2010 Juara Favourite Singing Contest GALAZEMA MANAGEMENT

Bersertifikat

4. 2009 Juara 3 Singing Contest Eplex Promedia Terpadu

-

5. 2009 150 besar Indonesia Mencari Bakat TransTV

-


(5)

209

7. 2008 Juara 3 Anggana Sekar Putra Peringatan KORPRI

Bersertifikat

8. 2008 Harapan 1 Anggana Sekar Putra se-Kabupaten Sumedang

Bersertifikat

9. 2008 The Best Catwalk Aneka Yess Road Show Bandung

Bersertifikat

10. 2007 Harapan 2 Lomba Karaoke Jatinangor Book Fair Prima Produktama

Bersertifikat

11. 2007 Harapan 1 Festival Karaoke Sumedang Terbuka

Bersertifikat

12. 2007 100 besar Indonesian Idol -

13. 2006 Juara 1 Festival Lagu Indonesia Populer se-Priangan

Bersertifikat

14. 2006 Juara 1 Solo Putra Sumedang Terbuka Bersertifikat

15. 2005 Juara 2 Pidato Bahasa Sunda Sempalan Sajarah Sumedang

Bersertifikat

16. 2005 Juara 2 Lomba Puisi se-Kabupaten Sumedang

Bersertifikat

17. 2005 Juara 2 Lomba Karaoke Remaja se-Kabupaten Sumedang

Bersertifikat

PENGALAMAN KERJA

No

Waktu

Keterangan

1. 1 Juli 30 Juli 2011 Praktek Kerja Lapangan di PT Telkom Indonesia, Tbk. Jln. Rajawali Barat No. 101, Tlp. (022) 6017111 Fax. (022) 6018880


(6)

210

2. 2010 Tutor Elementary School Students

3. 2008-2009 (Freelance/Substitute)

Café Singer

4. (Freelance/Substitute) Wedding Singer (Freelance/Substitute)

5. (Freelance/Substitute) Traditional Dance Instructor SMP Negeri 2 Sumedang (Freelance/Substitute)

KEAHLIAN

Mampu Mengoperasikan Program Komputer dan lainnya :

Microsoft Office (Word, Acces, Front Page, Power Point)

Dapat mengoperasikan dan bekerja pada Sistem Operasi Windows XP, Windows7 dan Vista

Singer Cooking

Demikian CV ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bandung, Juli 2012 Tertanda Hadis Syah Pradana