REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI.
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Oleh
Windy Pratiwi 1103083
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
Oleh
WINDY PRATIWI
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Windy Pratiwi 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya ataupun sebagian, dengan dicetak ulang, di foto copy, atau cara lainnya tanpa izin penulis.
(3)
WINDY PRATIWI 1103083
REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI
disetujui dan disahkan oleh pembimbing: Pembimbing I
Prof. Dr. R. Gurniwan Kamil Pasya, M.Si NIP. 19610323 198603 1 002
Pembimbing II
Drs. H. Wahyu Eridiana, M.Si NIP. 19550505 198601 1 001
Mengetahui,
Ketua Pogram Studi Pendidikan Sosiologi
Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, P.hD NIP. 19680403 199103 2 002
(4)
WINDY PRATIWI 1103083
REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI
disetujui dan disahkan oleh penguji: Penguji I
Prof. Dr. Karim Suryadi, M.Si NIP. 19700814 199402
Penguji II
Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si, P.hD NIP. 19680403 199103 2 002
Penguji III
Syaifullah Syam, M.Si 197211121999031
(5)
Pembimbing 1 : Prof. Dr. Gurniwan Kamil P, M.Si Pembimbing 2 : Drs. Wahyu Eridiana, M.Si
Oleh : Windy Pratiwi (1103083)
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin menjamurnya fenomena kaum waria di Indonesia khususnya di Kota Cimahi. Kaum waria menjadi kontrofersi didalam masyarakat, dijadikan lelucon dan dianggap sebagai sosok yang hina. Lalu LSM Srikandi Perintis berperan untuk merekonstruksi kehidupan sosial kaum waria di Cimahi. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria di Kota Cimahi yang dilakukan oleh LSM Srikandi Peritis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria di Kota Cimahi yang dilakukan oleh LSM Srikandi Perintis. Penelitian ini merupakan salah satu penelitian kualitatif dan dianalisis secara deskriptif. Dengan instrumen utama yaitu peneliti sendiri dan ditunjang dengan instrumen pendukung lain seperti pedoman wawancara, perekam suara, kamera dan alat tulis. Temuan hasil penelitian ini adalah (1) Kehidupan kaum waria di Kota Cimahi berangsur membaik setelah dilakukan pembinaan oleh LSM Srikandi Perintis. (2) Kaum waria masih mengalami perlakuan diskriminatif dari berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat dan keluarga. (3) Bentuk rekonstruksi sosial yang dilakukan berkisar masalah kesehatan, sosialisasi, dukungan sebaya, advokasi, usaha, dan pengembangan bakat. (4) Masih terdapat beberapa kendala dalam proses rekonstruksi sosial yang dilakukan.
(6)
Windy Pratiwi : SOCIAL LIFE RECONTRUCTION OF TRANSVESTITES IN CIMAHI CITY
The research was distributed by widespread of the phenomenon transvestites in Indonesia, particularly in Cimahi city. The existence o transvestites became a controversy in the community, made into a joke, and considered a lowly figure. Then LSM Srikandi Perintis have a role to reconstruct transvestites group life in Cimahi city. Formulation of research problem this is how the process of the reconstruction of the social life transvestites in Cimahi conducted by LSM Srikandi
Formulation of research problem this is how the process of the reconstruction of the social life of transvestites in Cimahi conducted by LSM Srikandi Peritis. The research is a form of qualitative research and analysis on deskriptive basis. With the main research instrument is its own researchers and other support instruments such as guidelines for interviews, voice recorder, camer, and stationery. The finding from the results of this research are (1) The lives of transvestites group in Cimahi continuing to improve after construction is done by LSM Srikandi Peritis. (2) The transvestites group are still having discriminatory treatment of various parties such as Governments, communities, families. (3) Form of social reconstruction being done suchhealth problems, socialization, peer supprot, advocacy, business, and development of talent. (4) There are still some obstacles in the process of social reconstruction.
(7)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR BAGAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Tinjauan tentang Rekonstruksi Sosial ... 9
B. Tinjauan tentang Konstruksi Sosial Waria ... 13
C. Tinjauan tentang Waria ... 18
1. Pengertian Waria ... 18
2. Faktor Penyebab Terjadinya Waria ... 20
3. Jenis-jenis Waria ... ... 24
D. Tinjauan tentang Perilaku Menyimpang ... 27
1. Pengertian Perilaku Menyimpang ... 27
2. Ciri-ciri Perilaku Menyimpang ... 30
3. Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Menyimpang ... 31
4. Bentuk dan Macam-macam Perilaku Menyimpang ... 38
E. Tinjauan tentang Diskriminasi ... 40
(8)
2. Bentuk Diskriminasi ... ... 42
3. Diskriminasi Terhadap Waria ... .... 44
F. Peran Kaum Waria dalam Pembelajaran Sosiologi ... 46
1. Kaum Waria sebagai Kajian Perilaku Menyimpang ... 46
2. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Sosiologi ... ... . 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 52
A. Desain dan Metode Penelitian ... 52
B. Informan dan Lokasi Penelitian ... 54
C. Instrumen Penelitian ... 56
D. Teknik Pengumpulan Data ... 57
E. Prosedur Penelitian ... 60
F. Analisis Data ... ... 62
G. Validitas Data ... ... 63
H. Definisi Operasional ... ... 67
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 68
1. Kondisi Geografis Kota Cimahi ... 68
2. Kondisi Geografis Kelurahan Setiamanah ... 69
3. Peta Wilayah Penelitian ... 70
4. Kondisi Demografi Kelurahan Setiamanah ... ... 71
B. Temuan Hasil Penelitian ... 72
1. Gambaran Kehidupan Kaum Waria Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pembinaan oleh Srikandi Perintis ... ... 72
2. Gambaran Perlakuan Diskriminatif Terhadap Kaum Waria Di Lingkungannya ... ... 84
3. Bentuk Rekonstruksi Sosial LSM Srikandi Perintis Terhadap Waria Kota Cimahi ... ... 89
4. Kendala-kendala yang Dialami LSM Srikandi Perintis Selama Melakukan Proses Rekonstruksi Sosial Terhadap Kaum Waria di Kota Cimahi ... ... 95
(9)
1. Gambaran Kehidupan Kaum Waria Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Pembinaan oleh Srikandi Perintis ... ... 104
2. Gambaran Perlakuan Diskriminatif Terhadap Kaum Waria di Lingkungannya ... 108
3. Bentuk Rekonstruksi Sosial LSM Srikandi Perintis Terhadap Waria Kota Cimahi ... 113
4. Kendala-kendala yang Dialami LSM Srikandi Perintis Selama Melakukan Proses Rekonstruksi Sosial Terhadap Kaum Waria Di Kota Cimahi ... ... 116
D. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Mata Pelajaran Sosiologi 120 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 124
A. Simpulan ... 124
B. Implikasi ... 127
C. Rekomedasi ... 127
DAFTAR PUSTAKA ... 129
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Waria adalah suatu fenomena yang semakin menjamur di Indonesia. Fenomena waria adalah sebuah fenomena yang dapat ditemui di hampir semua kota besar di Indonesia. Waria sendiri merupakan istilah yang ditujukan untuk menggambarkan sosok pria yang berperilaku layaknya seorang wanita, mereka cenderung mengubah penampilannya menjadi seperti wanita walaupun dirinya berjenis kelamin laki-laki. Kehadiran waria di negeri ini sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, mereka sudah lama ada bahkan sekarang populasi mereka sudah semakin banyak. Berdasarkan data Lembaga Swadaya Masyarakat Srikandi Pasundan (dalam Adlina, 2014) jumlah waria di Jawa Barat yaitu ± 5800 orang, sedangkan di Bandung ± 750 orang waria yang terdaftar. Di Cimahi sendiri waria yang terdaftar di LSM Srikandi Perintis ada sekitar 100 orang. Jumlah tersebut tentu bukan jumlah yang sedikit, terlebih mengingat jumlah itupun cenderung bertambah setiap tahunnya.
Kaum waria menjadi sebuah kontrofersi di dalam masyarakat, mereka seolah dianggap sebagai lelucon dan dianggap sebagai sosok yang hina, padahal didalam diri mereka terdapat suatu kegamangan hidup. Pilihan hidup menjadi seorang wariapun tentunya tidak mudah, mereka harus memikirkan keluarga, tanggapan masyarakat, dan belum lagi konflik batin di dalam dirinya sendiri yang sebenarnya mengetahui bahwa tindakan mereka itu salah namun mereka harus melakukannya demi mendapatkan kenyamanan atau kepuasan untuk dirinya sendiri.
Berdasarkan prapenelitian yang peneliti lakukan beberapa bulan terakhir ini, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengambil keputusan menjadi seorang waria. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor ekstenal. Faktor internal tersebut diantaranya yaitu dikarenakan faktor hormon didalam dirinya yang menunjukkan hormon kewanitaannya lebih besar dibandingkan dengan hormon kelaki-lakiannya, sehingga hal inilah yang biasa mereka sebut dengan istilah “bagaikan wanita yang terjebak
(11)
dalam tubuh laki-laki”. Hal tersebut dikarenakan bagaimanapun fisik mereka terlahir sebagai seorang laki-laki namun tetap saja ia merasa seperti perempuan karena memang hormon di dalam dirinya mayoritas merupakan hormon-hormon yang dimiliki wanita pada umumnya. Selain itu terdapat faktor eksternal yang menyebabkan seseorang dapat menjadi seorang waria yaitu diantaranya karena faktor keluarga. Faktor orang tua yang menginginkan lahirnya seorang bayi wanita dan pada kenyataannya lahir seorang bayi laki-laki dapat menjadi salah satu faktor terbentuknya kepribadian wanita di dalam diri seorang laki-laki. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh karena keinginan orang tua yang ingin memiliki anak perempuan sehingga orang tuanya memperlakukkan anak laki-lakinya itu seperti layaknya anak perempuan. Lambat laun karena terbiasa didandani dan diperlakukkan seperti perempuan maka ia akan cenderung merasa nyaman jika ia berpenampilan layaknya seorang perempuan dan kecenderungan-kecenderungan itulah yang semakin lama akan dapat menyebabkan seseorang menjadi waria. Selain faktor keluarga, faktor lingkungan pun sering menjadi alasan seseorang menjadi waria. Contoh dari faktor lingkungan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi waria diantaranya yaitu laki-laki yang sering bergaul dengan perempuan, labelling yang diciptakan oleh teman-teman maupun masyarakat sekitar, dan munculnya komunitas-komunitas waria yang menjadikan mereka merasa percaya diri ketika mengaktualisasikan dirinya sebagai waria.
Fenomena waria dapat dikatakan sebagai salah satu contoh bentuk penyimpangan yang disebabkan oleh sosialisasi yang tidak sempurna, walaupun tidak semuanya dilatarbelakangi oleh sosialisasi tidak sempurna. Proses sosialisasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan terjadinya kesalahan atau terhambatnya transfer nilai-nilai dari sosialisasi primer (dari keluarga) maupun nilai-nilai dari sosialisasi sekunder (dari masyarakat luas) (Budimansyah, dkk. 2004, hlm. 4). Terhambatnya atau tidak sempurnanya transfer nilai-nilai ini dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan atau peran yang sebenarnya tidak diharapkan oleh masyarakat yang dinamakan juga dengan penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial yang dimaksud adalah perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang
(12)
berlaku di masyarakat. Suatu masyarakat dianggap mengalami sosialisasi tidak sempurna apabila mereka tidak mampu memahami dan mendalami nilai-nilai serta norma yang berlaku di masyarakat (Budimansyah, dkk. 2004, hlm. 4). Sering kali media sosialisasi seperti keluarga dalam memberikan informasi tidak sejalan dengan realita yang ada dan sering juga informasi yang diterima itu saling bertentangan antara satu dengan yang lain, akibatnya timbul konflik pribadi didalam diri sendiri dikarenakan adanya kebingungan yang ia terima selama proses sosialisasi. Misalnya anak sulung perempuan dapat berperilaku seperti laki-laki sebagai akibat sosialisasi yang tidak sempurna di lingkungan keluarganya. Hal ini terjadi karena ia harus bertindak sebagai ayah dikeluarga karena ayahnya yang telah meninggal. Dengan demikian sosialisasi tidak sempurna juga dapat menyebabkan seseorang berkecenderungan menjadi seorang waria.
Menurut Hayaza (dalam Widyasari, 2003, hlm. 2)waria sebagai sebuah komunitas biasanya menempati sebuah area tersendiri pada sebuah kota, seperti halnya komunitas-komunitasminoritas lain. Berkelompoknya para waria ini lebih disebabkankarena mereka sulit untuk menemukan lingkungan yang dapat menerima kondisi mereka sebagai waria. Hingga kemudian mereka membutuhkan sebuahkelompok yang para anggotanya dapat saling menerima kondisi masing-masing. Hal tersebut dikarenakan secara sosial kehidupan mereka cenderung terkucilkan dan mendapat diskriminasi dari masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa mereka itu selalu berperilaku negatif seperti terlibat pelacuran, mengganggu ketertiban umum dan penyebar virus HIV/AIDS.
Jaringan Gay, Waria dan Lelaki berhubungan seks dengan lelaki Indonesia (GWL-INA) merupakan jaringan nasional yang berfungsi sebagai pusat komunikasi, koordinasi dan konsultasi antar sesama anggota jaringan (GWL) dan juga untuk berkomunikasi, berkoordinasi dan berkonsultasi dengan organisasi-organisasi atau kemitraan yang menangani masalah gay, waria, lelaki berhubungan seks dengan lelaki. Jaringan GWL-INA ini merupakan suatu wadah untuk para waria untuk mengkomunikasikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Jaringan GWL-INA membawahi beberapa LSM di kota-kota besar yang juga concern
(13)
terhadap waria, diantaranya yaitu LSM Srikandi Pasundan yang berada di kawasan Kota Bandung dan LSM Srikandi Perintis yang berada di kawasan Kota Cimahi. Lembaga Sosial Masyarakat ini dibentuk dengan tujuan untuk dapat lebih merangkul para gay, waria dan lelaki berhubungan seks dengan lelaki (LSL) di masing-masing kota. Kegiatan dari LSM-LSM ini sebagian besar lebih mengarahkan mereka untuk dapat mengasah bakat atau kemampuan mereka, konsultasi mengenai cara bersosialisasi di masyarakat, perlombaan-perlombaan antar kaum waria dan ada juga acara renungan bagi para kaum waria.
LSM Srikandi Perintis berperan penting dalam proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria di Kota Cimahi. LSM Srikandi Perintis sangat peduli terhadap keberlangsungan hidup para kaum waria, mereka membantu melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk dapat menerima keberadaan kaum waria dan tidak mengucilkan kaum waria karena pada dasarnya kaum waria bukanlah merupakan sosok yang semenjijikan dan semenakutkan seperti apa yang ada di benak masyarakat. Namun dalam perjalanannya, LSM Srikandi Perintis mendapatkan beberapa kendala seperti misalnya keberadaan basecamp mereka yang tidak diterima oleh masyarakat sehingga mereka harus pindah ke tempat lain yang dianggap masyarakatnya bisa menerima keberadaan mereka. Masalah lain pun muncul dari diri warianya sendiri, terdapat beberapa waria yang acuh dan tidak mau dirangkul oleh LSM Srikandi Perintis. Namun masalah-masalah tersebut tetap mereka hadapi. Kegigihan para waria yang berusaha untuk dapat diterima dan di mengerti oleh masyarakat itulah yang membuat peneliti merasa bahwa fenomena ini perlu mendapatkan perhatian lebih dan masyarakat perlu menghargai kaum waria karena mereka pun sebenarnya memiliki hak hidup yang sama sebagai warga negara Indonesia. Memang mereka itu memiliki kecenderungan sebagai seseorang yang melakukan penyimpangan, namun bukankan banyak juga bentuk penyimpangan lain yang sepertinya dianggap biasa dan dapat diterima oleh masyarakat? Hal itu pula yang membuat peneliti ingin melakukan penelitian ini, karena menurut peneliti jika penyimpangan lain seolah bisa diterima oleh masyarakat seharusnya waria pun bisa
(14)
diterima. Terlebih waria-waria yang telah berusaha untuk melakukan rekonstruksi pada sistem sosialnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan proses rekonstruksi sosial kehidupan waria dan penyesuaian diri mereka di masyarakat. Peneliti ingin melakukan penelitian ini dikarenakan menurut peneliti fenomena waria ini sangat membutuhkan kejelasan dan kepastian mengenai keberadaannya. Peniliti ingin membuka pikiran dan hati masyarakat bahwa fenomena tersebut memang benar-benar ada dan membutuhkan pengakuan di masyarakat. Walaupun memang kehidupan waria masih belum bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, namun melalui penelitian ini peneliti ingin mencoba memaparkan kepada masyarakat mengenai usaha-usaha para kaum waria yang ingin merekonstruksi kehidupan sosialnya sehingga mereka bisa diterima oleh masyarakat. Diharapkan masyarakat mau mengerti bahwa fenomena tersebut merupakan sebuah kondisi pribadi seseorang yang unik dan juga diharapkan masyarakat mau menghargai usaha-usaha para kaum waria itu. Mereka merasa bagaikan seorang wanita yang terjebak didalam tubuh seorang laki-laki sehingga merasa nyaman ketika mereka mengaktualisasikan dirinya sebagai wanita. Fenomena waria memanglah merupakan suatu bentuk penyimpangan, namun sering kali fenomena waria ini lebih mendapatkan diskriminasi dari masyarakat. Stereotipe yang berkembang di masyarakat membuat kaum waria dianggap sebagai sosok yang aneh dan meresahkan masyarakat padahal mereka tidaklah seperti itu, mereka hanya berbeda dari segi fisik saja sementara seharusnya mereka pun memiliki hak hidup sebagai warga negara yang sama dengan kita. Seperti hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Widyasari, P.N. (Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2003), menyatakan bahwa sebagian besar waria telah mengalami perbedaan sejak mereka masih kecil. Mereka lebih menyukai permainan perempuan, memilih bermain dengan perempuan dan memiliki kecenderungan berperilaku seperti perempuan. Subjek penelitian tersebut tidak setuju jika dikatakan bahwa kondisi mereka terjadi karena kesalahan pada pola asuh orang tua dan pengaruh lingkungan karena menurut mereka tidak ada yang salah dengan kedua hal tersebut.
(15)
Sosiologi sebagai ilmu yang bersifat non-etis, tentunya mempunyai tempat dalam pengkajian permasalahan kelompok ini. Dilihat dari kacamata sosiologi, kelompok-kelompok ini harus tetap diakui dan dianggap sebagai fenomena sosial sehingga patut untuk dikaji dan diteliti.Peneliti menganggap penelitian mengenai fenomena ini layak untuk diteliti dan dikaji lebih dalam lagi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti paparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut kedalam sebuah studi penelitian yang berjudul “REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM
WARIA DI KOTA CIMAHI”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah pokok yaitu “bagaimana proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria di Kota Cimahi?”. Agar rumusan masalah tersebut menjadi rinci, maka dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran kehidupan kaum waria di Kota Cimahi sebelum dan sesudah dilakukan pembinaan?
2. Bagaimana perlakuan diskriminatif yang diterima oleh kaum waria di lingkungannya?
3. Bentuk rekonstruksi sosial seperti apa yang dilakukan oleh LSM Srikandi Perintis terhadap kaum waria di Kota Cimahi?
4. Apa sajakah kendala yang dialami oleh LSM Srikandi Perintis selama melakukan proses rekonstruksi sosial terhadap kaum waria di Kota Cimahi?
(16)
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria di Kota Cimahi. Adapun tujuan umum tersebut dapat diperinci ke dalam beberapa tujuan khusus, yaitu :
1. Untuk mendeskripsikan mengenai gambaran kehidupan kaum waria di Kota Cimahi sebelum dan sesudah dilakukan pembinaan oleh LSM Srikandi Perintis. 2. Untuk mengetahui perlakuan diskriminatif yang diterima oleh kaum waria di Kota
Cimahi.
3. Untuk mengidentifikasi dampak diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada kaum waria dan perjuangan waria mengatasi diskriminasi yang diterimanya.
4. Untuk mendeskripsikan bentuk rekonstruksi sosial yang dilakukan oleh LSM Srikandi Perintis terhadap kaum waria di Kota Cimahi.
5. Untuk mengetahui kendala yang dialami oleh LSM Srikandi Perintis selama melakukan proses rekonstruksi sosial terhadap kaum waria di Kota Cimahi.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
a. Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu sosiologi mengenai rekonstruksi kehidupan sosial kaum waria.
b. Dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan mengenai kaum waria, terutama yang berkaitan dengan rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai sebuah pengetahuan dan pengalaman serta penerapan ilmu yang diperoleh peneliti selama studi. Dalam hal ini khususnya mengenai peran lembaga sosial dan interaksi simbolik yang digunakan waria.
(17)
b. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan informasi dan evaluasi dalam meningkatkan ketentraman wilayah dan kenyamanan masyarakat dengan adanya waria, dan mempertimbangkan keberadaannya melalui penanggulangan waria yang menjadi salah satu fokus kesejahteraan sosial dengan pembinaan yang sesuai dengan peraturan daerah maupun negara. c. Bagi waria, diharapkan bisa menjadi evaluasi bagi kaum waria dalam
menyikapi realitas sosial yang ada.
d. Bagi masyarakat, diharapkan dapat menyikapi kaum waria sebagai realitas sosial yang ada di kehidupan nyata bukan menyudutkan diri kaumwaria sebagai gambaran yang buruk.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Bab I terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur orgnisasi skripsi.
Bab II terdiri dari kajian pustaka.
Bab III terdiri dari metode penelitian yang memuat mengenai desain dan model penelitian, informan dan lokasi penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, definisi operasional, analisis data dan validitas data.
Bab IV terdiri dari temuan dan pembahasan.
(18)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain dan Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Desain ini digunakan untuk mengetahui fenomena sosial tertentu. Selain itu dengan menggunakan pendekatan kualitatif maka akan memperoleh pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok maupun situasi. Karena itulah desain penelitian ini dianggap cocok untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena peneliti berusaha memahami fenomena sosial tertentu yaitu mengenai proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria. Penelitian kualitatif adalah penelitin yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang di teliti (Taylor dan Bogdan dalam Suyanto, B. dkk. 2008, hlm. 166). Penelitian ini tidak bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif karena penelitian ini membahas mengenai kehidupan sosial yang sangat kompleks dan jika diteliti menggunakan pendekatan kuantitatif hasilnya tidak memuaskan karena akan banyak hal yang belum dijelaskan secara terperinci.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena alasan yang pertama penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena sosial kehidupan kaum waria sehingga dibutuhkan pendekatan kualitatif agar penelitiannya dapat dilakukan secara mendalam dan terjadi pendekatan dari hati ke hati sehingga dapat menghasilkan sebuah penelitian yang akurat dan mendalam. Alasan yang kedua yaitu pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui proses rekonstruksi sosial kehidupan waria yang dilakukan oleh Lembaga Sosial Masyarakat Srikandi Perintis sehingga peneliti dapat mengetahui runtutan proses kegiatan pembinaan yang dilakukan LSM-SP secara gamblang. Penelitian ini pun tidak cukup hanya dilakukan sekali tetapi membutuhkan pendekatan yang lebih mendalam dan tidak berpatokan terhadap hasil melainkan proseslah yang menjadi patokan dalam penelitian. Alasan lain yang memperkuat peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu karena fenomena kaum waria ini berkaitan dengan perilaku dan perasaan manusia sehingga tidak bisa
(19)
hanya diukur dengan perhitungan statistik karena dibalik setiap perilaku manusia pasti memiliki makna dan faktor yang melatarbelakanginya.
Metode penelitian merupakan suatu cara untuk mencari kebenaran secara ilmiah berdasarkan data yang sesuai dan bisa dipertanggungjawabkn kebenarannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2013, hlm. 6), “metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan, dan dibuktikan...”. Berdasarkan pendapat Sugiyono tersebut suatu
penelitian ilmiah bisa dipertanggungjawabkan, ditemukan, dan dibuktikan ketika penelitian tersebut menggunakan suatu metode penelitian yang sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian.
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif akan menghasilkan data berupa kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif, dan penelitian kualitatif lebih menekankan kepada makna. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang menguraikan dan mengupas masalah-masalah yang diteliti secara analitik sampai rinci dengan menggunakan pendekatan kualitatif (Glinka dalam Suyanto, B. dkk. 2008, hlm. 125). Selanjutnya Ali (1993, hlm. 125) mengemukakan bahwa :
Metode penelitian deskriptif dilakukan untuk berbagai maksud diperolehnya macam-macam temuan, yaitu : menelaah variabel-variabel lepas dalam suatu fenomena berdasarkan data yang dikumpulkan dari subjek, menelaah kasus tunggal secara mendalam, dan menganalisis keterkaitan antara variabel-variabel dalam suatu fenomena yang diteliti.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang mendalam dalam memperoleh suatu data yang dibutuhkan oleh peneliti baik berupa lisan maupun tulisan dari informan maupun perilakunya tersebut yang kemudian hasilnya dideskripsikan dan dianalisis oleh peneliti sesuai dengan langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Menurut Miles dan Huberman (dalam Satori dan Komariah,
(20)
2009, hlm. 39) langkah-langkah yang dilakukan dalam sebuah penelitian kualitatif antara lain :
1. Tahap pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian.
2. Tahap reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan.
3. Tahap penyajian data yaitu penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4. Tahap penarikan kesimpulan/verifikasi yaitu penarikan kesimpulan dari
data yang telah dianalisis.
Peneliti berupaya agar penelitian yang dilakukan ini dapat terurai dan diketahui proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria yang difasilitasi oleh LSM Srikandi Perintis. Dengan menggunakan metode ini peneliti berupaya mengumpulkan data sebanyak mungkin mengenai rekonstruksi sosial kehidupan waria, menganalisis secara kritis atas data-data yang diperoleh tersebut dan menyimpulkan berdasarkan fakta-fakta yang ada selama penelitian berlangsung.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi atau kelompok tertentu secara akurat (Glinka dalam Suyanto, B. dkk. 2008, hlm. 125). Penelitian deskriptif merupakan cara untuk menemukan makna baru, menjelaskan sebuah kondisi keberadaan, menentukan frekuensi kemunculan sesuatu dan mengkategorikan informasi. Alasan-alasan tersebut memperkuat peneliti memilih metode deskriptif analitis dalam penelitian ini.
A. Informan dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian merupakan pihak-pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat memberikan informasi. Dalam penelitian kualitatif penentuan sampel akan tepat ketika dilakukan berdasarkan pada tujuan atau masalah penelitian yang menggunakan pertimbangan-pertimbangan dari seorang peneliti dalam rangka memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan atau masalah yang dikaji (Satori dan Komariah, 2009, hlm. 52). Sampel dalam penelitian kualitatif dijadikan sebagai sumber data dalam suatu penelitian dan harus
(21)
memiliki kriteria tertentu sesuai dengan tujuan peneliti. Kriteria-kriteria tersebut diantaranya yaitu :
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga seseuatu itu bukan seedar diketahui tetapi juga dihayati.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu memadai untuk dimintai informasi. 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan hasil “kemasannya” sendiri.
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti
sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan narasumber.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan purposive sampling sebagai teknik pengambilan sampelnya. Artinya, subjek penelitian relatif sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian yang ingin dicapai. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2012, hlm. 53-54) bahwa :
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu itu misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menentukan bahwa subjek utama dalam penelitian ini adalah waria yang menjadi anggota dari Srikandi Perintis. Adapun subjek penelitian pendukung yang diperlukan untuk menunjang informasi yang dibutuhkan peneliti yaitu adalah masyarakat di sekitar kantor LSM Srikandi Perintis, dinas sosial Kota Cimahi, dan pengurus LSM Srikandi Perintis. Peneliti memilih informan tersebut karena dianggap memiliki keterkaitan dengan proses rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria di Kota Cimahi.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Cimahi, tepatnya di Kecamatan Cimahi Tengah Kelurahan Setiamah. Peneliti memfokuskan penelitian ini dilakukan di jalan Contong, dimana terdapat sebuah rumah yang dijadikan sebagai kantor oleh para waria yang tergabung dalam Srikandi Perintis. Kantor tersebut biasa digunakan sebagai tempat untuk para waria berkumpul dan berbincang-bincang sehingga akan mempermudah peniliti untuk melakukan penelitian, karena waria-waria yang berada di beberapa wilayah Kota Cimahi akan berkumpul di tempat tersebut. Penelitian ini
(22)
dilakukan di Kota Cimahi dengan alasan pertama, lokasinya mudah dicapai dan dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga menurut peneliti ada baiknya jika penelitian dilakukan di Kota Cimahi yang kondisi lingkungannya sudah diketahui dan proses penelitian pun akan lebih intensif dilakukan jika penelitian dilakukan di lingkungan sekitar peneliti. Alasan kedua yaitu jumlah waria yang ada di Kota Cimahi tergolong banyak yaitu ± 100 orang, terlebih jika mengingat luas wilayah Kota Cimahi yang kecil tentu populasi tersebut sudah bisa dikatakan cukup banyak.
B. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei (Suyanto, B. 2008, hlm. 60). Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi instrumen dalam penelitian itu juga. Peneliti merupakan instrument penting yang berusaha mengungkapkan data secara mendalam dibantu dengan teknik pengumpulan data secara mendalam dibantu dengan teknik pengumpulan data lainnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (2011, hlm.168) bahwa :
Bagi penelitian kualitatif, manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala dari keseluruhan penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir pada akhirnya ia menjadi pelapor penelitian.
Nasution (2003, hlm. 54) menjelaskan alasan peneliti dijadikan sebagai instrument utama dalam penelitian yaitu :
Dalam penelitian naturalistik atau kualitatif peneliti berfungsi sebagai key instrument atau alat utama penelitian. Karena hanya manusia sebagai instrument dapat memahami makna interaksi antara manusia, membaca gerak muka, mengalami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya yaitu peneliti sendiri mulai dari perencanaan penelitian hingga pelaporan hasil penelitian. Peneliti harus mampu berinteraksi baik dengan informan dan juga dapat menyesuaikan diri dengan situasi sosial yang terjadi di lokasi penelitian dalam, sehingga penelitian pun akan berjalan dengan baik dan diharapkan informasi yang didapatkan pun akan sebanyak dan sejujur mungkin. Dalam penelitian
(23)
ini kehadiran peneliti adalah sebagai kunci, sedangkan instrument lainnya adalah sebagai penunjang penelitian saja. Instrumen penunjang yang peneliti gunakan dalam penelitian yaitu diantaranya adalah handphone untuk merekam suara ketika wawancara, kamera, alat tulis dan buku catatan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian antar manusia, artinya selama proses penelitian berlangsung peneliti akan terus melakukan interaksi dengan orang-orang di sekitar lokasi penelitian yang dianggap mampu memberikan informasi yang menunjang penelitian ini. Dikarenakan peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian ini, maka keberhasilan penelitian akan sangat ditentukan oleh peneliti itu sendiri.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini melalui wawancara, observasi, studi literatur dan studi dokumentasi. Seperti yang dijelaskan oleh Bungin (2010, hlm. 107) yang menyatakan bahwa :
Berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan data dan teknik analisa data adalah metode wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode-metode baru seperti metode bahan visual dan metode penelusuran bahan internet.
Menurut Sugiyono (2013, hlm.308) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam suatu penelitian dengan tujuan utamanya adalah mendapatkan data, karena tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subjek (partner penelitian) di mana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya. Dalam teknik observasi partisipatif ini peneliti terjun langsung atau terlibat secara mendalam dengan kehidupan sehari-hari informan yang
(24)
akan diamati. Dalam proses ini peneliti melihat langsung bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan peran pemerintahan desanya. Observasi penting dilakukan sebagaimana yang dijelaskan oleh Moleong (2011, hlm. 174) yang
mengatakan bahwa “teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
keadaan sebenarnya”.
Selanjutnya manfaat observasi juga dijelaskan oleh Patton (dalam Nasution, 2003, hlm. 59) yaitu sebagai berikut :
1. Dengan berada di lapangan, peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi. Jadi, ia dapat memperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
2. Pengamatan langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya, pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.
3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan terungkap dalam wawancara.
4. Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara, karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.
5. Peneliti dapat mengemukakan hal-hal di luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.
6. Dalam lapangan, peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan, akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, misalnya merasakan suasana situasi sosial.
Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu sekretariat LSM Srikandi Perintis, kosan kaum waria di Kota Cimahi tepatnya di Kecamatan Cimahi Tengah, dan beberapa tempat lain yang mendukung proses penelitian. Diawali ke tempat beberapa pihak yang terkait untuk mengetahui kondisi awal atau kondisi objektif Kota Cimahi pada umumnya. Setelah memperolah beberapa informasi mengenai kelompok-kelompok waria dan LSM Srikandi Perintis, peneliti akan langsung melakukan pengamatan ke beberapa orang waria yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian. Di dalam proses observasi ini juga peneliti mulai menentukan siapa saja informan-informan kunci dan informan pelengkap yang akan digunakan dalam
(25)
penelitian. Observasi akan terus berlanjut hingga informasi yang dibutuhkan terpenuhi serta tujuan yang diinginkan oleh peneliti tercapai.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (Mashud, dalam Suyanto, B. dkk. 2008, hlm. 69). Selanjutnya Satori dan Komariah (2009, hlm.130) mengemukakan bahwa :
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistik dan jelas dari informan.
Wawancara digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi yang tidak bisa didapatkan melalui observasi. Melalui wawancara ini peneliti bisa mendapatkan informasi dan gambaran mengenai kondisi yang dialami oleh informan secara mendalam. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara mendalam, artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara mendalam kepada pihak-pihak terkait yaitu waria yang terdaftar di LSM Srikandi Perintis, pengurus LSM Srikandi Perintis, dan masyarakat Kota Cimahi. Wawancara sangat diperlukan guna mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari informan kunci maupun informan pelengkap sebagai sumber informasi bagi penelitian ini. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti tidak selalu bersifat formal dan berpatokan pada pedoman wawancara, terlebih ketika mewawancarai para waria yang menjadi subjek utama dalam penelitian ini. Peneliti harus benar-benar bisa membaur dan beradaptasi dengan mereka sehingga mereka tidak canggung dan dapat memberikan informasi yang sebenar-benarnya.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu cara pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian
(26)
lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (2000, hlm. 161) “studi dokumen dilakukan sebagai sumber data untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan”.
Selain sumber manusia (human resources) melalui observasi dan wawancara sumber lainnya sebagai pendukung yaitu dokumen-dokumen tertulis yang resmi ataupun tidak resmi. Peneliti pun mencari dokumen-dokumen yang ada yang terkait dengan rekonstruksi sosial kehidupan waria terutama di Kota Cimahi. Agar tujuan penelitian ini dapat tercapai sehingga apapun informasi akan diupayakan termasuk mencari dokumen sebagai bahan penunjang dan pelengkap dalam penelitian.
D. Prosedur Penelitian
Moleong (2007, hlm. 127) menjelaskan bahwa tahap-tahap penelitian terdiri dari tahap pra-penelitian, tahap pekerjaan lapangan dan tahap pengolahan data. Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Tahap Pra-Penelitian
Pada tahap pra-penelitian ini peneliti melakukan beberapa kegiatan awal berupa pembuatan rancangan penelitian, penentuan masalah penelitian, pemilihan lokasi penelitian, dan pembuatan prosedur perizinan penelitian. Rancangan penelitian dibutuhkan agar penelitian berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan studi pendahuluan guna memperoleh gambaran awal tentang lokasi dan subjek yang akan diteliti. Dalam proses tersebut peneliti melihat bahwa masalah yang akan diteliti relevan dengan kondisi objektif di lapangan. Langkah selanjutnya yang peneliti lakukan adalah membuat surat-surat perizinan yang diperlukan selama proses penelitian dilaksanakan.
(27)
Tahap kedua ini merupakan tahap pekerjaan lapangan atau tahap pelaksanaan penelitian. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dari hasil observasi dan juga melalui proses wawancara kepada responden. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam tahap kedua ini adalah sebagai berikut :
a. Menghubungi ketua LSM Srikandi Perintis untuk meminta informasi dan izin melaksanakan penelitian.
b. Menentukan responden yang akan diwawancara. c. Mendatangi responden yang akan diwawancara.
d. Melakukan studi dokumentasi dan membuat catatan yang diperlukan dan dianggap berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
e. Melakukan wawancara kepada responden.
f. Membuat catatan lapangan selama peneliti melakukan penelitian.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah penelitian dilakukan maka peneliti selanjutnya melakukan analisis data melalui tahapan-tahapan analisis data kualitatif yaitu reduksi, display dan di verifikasi lalu dibuat narasi dalam bentuk laporan. Semua hasil penelitian di lapangan yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya dituangkan dalam sebuah laporan penelitian. Dalam proses penulisan laporan ini peneliti dibantu dan dibimbing oleh dosen pembimbing guna menyempurnakan laporan yang peneliti buat.
E. Analisis Data
Dalam penelitian jenis deskriptif, peneliti menerjemahkan dan menguraikan data secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran mengenai situasi-situasi atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lapangan, dan juga didukung dengan bantuan data primer yang berasal dari hasil wawancara dengan para informan berdasarkan indicator-indikator yang ditentukan dalam penelitian ini. sSementara itu proses analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan seperti yang diungkapkan Miles dan
(28)
Huberman (1992, hlm. 16-18) bahwa analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:
a. Data Reduction atau reduksi data merupakan data hasil penyaringan yaitu memilih hal-hal yang penting serta mencari tema dan polanya.
b. Data Display atau penyajian data dalam bentuk uraian singkat, tabel, hubungan antar kategori dan sejenisnya.
c. Conclusion atau penarikan kesimpulan merupakan pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif bisa digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan sejak awal maupun tidak, namun juga sebagai sebuah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Data mengenai rekonstruksi sosial kaum waria yang telah diperoleh peneliti dari mulai observasi, wawancara mendalam, studi literatur dan studi dokumentasi selama penelitian berlangsung dipilih dan dipilah mana yang penting dan diperlukan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan oleh peneliti. Langkah selanjutnya yaitu membuat peta konsep mengenai penelitian yang telah peneliti lakukan sebelumnya agar data yang telah diperoleh dapat dengan mudah dipahami dan diidentifikasikan dengan jelas. Dan langkah terakhir yaitu penarikan kesimpulan dari penelitian yang telah peneliti lakukan yaitu mengenai rekonstruksi sosial kehidupan kaum waria di Kota Cimahi. Hasil dari penelitian tersebut merupakan temuan baru karena sebelumnya belum pernah ada yang meneliti masalah tersebut.
F. Pengujian Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini peneliti melakukan tiga cara yaitu :
1. Triangulasi
Triangulasi merupakan pengecekan kebenaran data yang dikumpulkan dari suatu sumber berdasarkan kebenarannya dari sumber-sumber lain. Karena peneliti tidak dapat begitu saja percaya dengan semua informasi yang diperoleh dari suatu sumber maka harus dilakukan pengecekan akan kebenarannya
(29)
informasi tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Bungin (2012, hlm. 256) bahwa “uji keabsahan dapat dilakukan dengan triangulasi pendekatan dengan kemungkinan melakukan terobosan metodologis terhadap masalah-masalah tertentu yang kemungkinan dapat dilakukan”. Pengecekan ini dilakukan dengan mengecek informasi dari suatu sumber dengan sumber-sumber lain agar validitas kebenaran informasi tersebut terbukti. Proses triangulasi yang peneliti lakukan yaitu dengan cara mencari informasi kepada waria itu sendiri, tokoh masyarakat yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal waria dan pengurus LSM Perintis.
Proses triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada proses triangulasi yang dikemukakan oleh Bungin (2012, hlm. 260), yaitu :
Teknik triangulasi lebih mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Seperti (1) Umpamanya peneliti menggunakan wawancara mendalam dan observasi partisipasi untuk pengumpulan data. Pastikan bahwa setiap hari telah terhimpun catatan harian wawancara dengan informan serta catatan harian observasi. (2) Setelah itu diuji silang terhadap materi catatan-catatan harian itu dan catatan harian observasi. Apabila ternyata antara catatan harian kedua metode ada yang tidak relevan, peneliti harus mengonfirmasi perbedaan itu kepada informan. (3) Hasil konfirmasi itu bertentangan dengan informasi-informasi yang telah dihimpun sebelumnya dari informan atau dari sumber-sumber lain. Apabila ada yang berbeda, peneliti terus menelusuri perbedaan-perbedaan itu sampai peneliti menemukan sumber perbedaan dan materi perbedaannya, kemudian dilakukan konfirmasi dengan informan dan sumber-sumber lain.
Selanjutnya Denkin (dalam Mudija Raharjo, 2010) mengemukakan empat tahapan triangulasi dalam penelitian kualitatif, yaitu : (1) triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Berikut penjelasannya.
1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang
(30)
utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan. 2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari
satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
4. Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk
(31)
menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika perbandingannya menunjukkan hasil yang jauh berbeda. (Raharjo, 2010)
Berdasarkan tahapan triangulasi menurut Denkin, peneliti akan menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber data dalam penelitian ini. Kombinasi antara triangulasi sumber data dan triangulasi metode dapat diawali dengan penemuan data dari sumber mana saja yang akan dilakukan dalam penelitian, lalu dilakukan cross check dengan sumber data lainnya dengan metode lain pula. Penelitian tersebut akan berlangsung hingga data yang diinginkan terkumpul secara lengkap dan bersifat jenuh. Proses triangulasi tersebut sekaligus untuk memvalidasi data dari berbagai sumber sehingga dapat menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan. Kombinasi triangulasi ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan di lapangan, sehingga peneliti bisa melakukan pencataan data secara lengkap. Adapun desain triangulasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Telaah dokumen
Wawancara
Gambar 1 : Desain Kombinasi TriangulasiSumber dan
Triangulasi Metode Observasi Wawancara Wawancara DATA/ DOKUMEN INFORMAN 1 SITUASI LAPANGAN INFORMAN 2 INFORMAN 3, dst
(32)
2. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan dilakukan untuk menghapus jarak antara peneliti dan narasumber sehingga tidak ada lagi informasi yang disembunyikan oleh narasumber karena telah memercayai peneliti. Selain itu, perpanjangan pengamatan dan mendalam dilakukan untuk mengecek kesesuaian dan kebenaran data yang telah diperoleh. Perpanjangan waktu pengamatan dapat diakhiri apabila pengecekan kembali data di lapangan telah kredibel. Selain itu, Sugiyono (2013, hlm. 8) menambahkan bahwa perpanjangan pengamatan ini dilakukan untuk mengecek kembali apakah data yang telah diberikan oleh sumber data selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.
3. Menggunakan Bahan Referensi
Bahan referensi adalah pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Bahan yang dimaksud dapat berupa alat perekam suara, kamera, handycam dan lain sebagainya yang dapat digunakan oleh peneliti selama melakukan penelitian. Bahan referensi yang dimaksud ini sangat mendukung kredibilitas data
G. Definisi Operasional 1. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah proses pengembalian sesuatu seperti semula. 2. Sosial
Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan satu dengan lainnya.
3. Kehidupan
Kehidupan adalah sesuatu yang khas dipunyai oleh organisme hidup dan ditandai oleh aktivitas, proses, atau fungsi khusus.
(33)
4. Kaum
Kaum adalah merujuk kepada sesuatu kelompok masyarakat yang mempunyai persamaan dari segi budaya, kepercayaan ataupun rupa fisikal. 5. Waria
Seorang pria yang merasa tidak nyaman dan tidak sesuai dengan jenis kelamin yang ia miliki sehingga ada keinginan untuk mengganti kelaminnya (dari laki-laki menjadi wanita), cenderung berpenampilan menyerupai wanita dan ada kecenderungan menyukai sesama jenis.
(34)
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
1.1 SimpulanSetelah penulis sampaikan pemaparan hasil penelitian dan analisis hasil
penelitian, maka skripsi yang penulis beri judul “Rekonstruksi Sosial Kehidupan
Kaum Waria di Kota Cimahi” ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kehidupan para kaum waria di Cimahi berangsur membaik setelah dilakukan pembinaan oleh LSM Srikandi Perintis. Perubahan tersebut secara garis besar dapat dilihat dari segi sosial dan ekonominya. Dahulu sebelum dilakukan pembinaan, kehidupan para waria di Kota Cimahi tidak terorganisir dan tidak ada yang memantau kegiatan mereka. Namun sekarang tempat tinggal mereka sudah terorganisir walau mereka tidak hidup dalam satu wilayah namun ada pengurus dari LSM Srikandi Perintis yang mengkordinir kehidupan kaum waria di setiap
bagian wilayah. Kebiasaan waria yang sering turun ke jalan untuk “berjualan” pun
kini sudah hampir tidak terlihat lagi. Walaupun memang masih ada namun kini tidak terang-terangan menampakkan dirinya di pinggir jalan. Kebiasaan dan naluri
untuk “berjualan” itu memang susah untuk dihilangkan karena mereka
melakukannya pun bukan semata hanya untuk mencari kesenangan tetapi memang karena desakan ekonomi yang ada. Namun setelah dilakukan pembinaan, para waria sudah tidak lagi menggantungkan hidup sepenuhnya dari hasil “berjualan”. Para waria diberikan beberapa pelatihan dan pendidikan agar mereka memiliki keterampilan yang kemudian berharap dari keterampilan tersebut mereka bisa menghasilkan uang. Selanjutnya salah satu hasil nyata dari pembinaan yang dilakukan oleh LSM Srikandi Perintis yaitu kini para waria di Cimahi sudah tidak ada yang terinfeksi HIV/AIDS atau yang mereka sebut dengan istilah zero infect. Berbeda dengan dahulu, waria yang terinfeksi virus HIV/AIDS itu jumlahnya terbilang banyak. Hal tersebut dikarenakan gaya hidup mereka yang tak terkontrol. Selanjutnya perubahan pun tampak pada tingkat percaya diri para waria untuk bersosialisasi dengan masyarakat luas.
(35)
2. Kaum waria mendapatkan perlakuan diskriminatif dari berbagai pihak, misalnya pemerintah, masyarakat dan keluarganya sendiri. Perlakuan diskriminatif yang waria terima pun beragam, contohnya kesulitan mengurus KTP karena alasan gender yang tidak sesuai, tidak ada pembelaan atas hak-hak yang seharusnya diterima waria sebagai warga negara, pengucilan, tindak kekerasan, ketidak bebasan mengadakan kegiatan karena mereka dibayang-bayangi oleh FPI dan warga masyarakat yang bisa saja membubarkan acara mereka sewaktu-waktu, tidak diakui sebagai anggota keluarga oleh keluarganya sendiri, dll. Perlakuan-perlakuan diskriminatif tersebut tentunya berdampak terhadap keberlangsungan hidup para waria. Misalnya dengan susahnya waria mengurus pembuatan KTP maka ia akan kesulitan mengakses hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan seperti mengakses kesehatan, rumah kontrakan, pekerjaan, dan lainnya. Selain itu sebagian waria pun pernah mengalami trauma akibat pernah dilakukan tidak baik oleh masyarakat di lingkungannya.
3. Kegiatan yang dilakukan oleh Srikandi Perintis sebagai proses rekonstruksi sosial kepada waria terbagi menjadi enam kegiatan besar. Enam kegiatan tersebut dibuat menurut divisi-divisi yang ada di LSM Srikandi Perintis, diantaranya adalah Divisi Kesehatan, Kelompok Dukungan Sebaya, Waria Muda, Olah Raga dan Seni, Advokasi, dan Usaha. Kegiatan yang dilakukan oleh divisi kesehatan yaitu kegiatan seputar HIV/AIDS dari mulai pemeriksaan sampai cara penangannya. Divisi Kelompok Dukungan Sebaya bertugas untuk memberikan perhatian ekslusif kepada para waria yang menjadi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Divisi ini yang akan memberikan nutrisi pada waria ODHA setiap dua minggu sekalinya. Selanjutnya divisi waria muda, mereka berkewajiban untuk menyebarkan informasi-informasi edukasi untuk waria yang selanjutnya disebarkan melalui media sosial. Hal tesebut bertujuan agar waria bisa menambah wawasan dan pengetahuannya melalui sebaran informasi edukasi tersebut. Divisi advokasi bertanggung jawab untuk melakukan pendidikan-pendidikan dan keterampilan untuk para waria. Selain itu juga divisi advokasi bertugas sebagai Konselor untuk para waria. Selanjutnya tugas bagi divisi usaha yaitu mencarikan bantuan ataupun
(36)
jejaring (rekanan) untuk para waria agar mereka bisa membuka usaha sendiri maupun bekerja di tempat usaha dari rekanan LSM Srikandi Perintis. Selain itu LSM Srikandi Perintis pun memiliki divisi Olahraga & Seni dengan program kegiatanya yaitu melakukan latihan voli dan seni tari agar para waria Cimahi dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya di bidang olahraga maupun seni. 4. Kendala-kendala yang dialami oleh LSM Srikandi Perintis selama melakukan
proses rekonstruksi sosial kepada para kaum waria di Cimahi diantaranya adalah mengenai sumber daya manusia yang ada didalam Srikandi Perintis sendiri, kebiasaan dan naluri waria susah dibendung, waria pendatang yang tidak memiliki KTP Cimahi, kaum waria yang sangat rentan terjangkit virus HIV/AIDS, pemodalan dan pendampingan usaha, birokrasi ketika akan melakukan kegiatan cukup sulit, dan masalah utama yang selalu ada yaitu mengenai stigma masyarakat yang cenderung selalu berpikiran negatif kepada para kaum waria. Kepengurusan LSM Srikandi Perintis sejauh ini jumlah anggotanya cukup banyak dan tersebar di beberapa bagian daerah Kota Cimahi, namun banyaknya anggota tersebut tidak dibarengi dengan adanya jumlah pengurus aktif yang ada di LSM Srikandi Perintis. Hal tersebut mengakibatkan LSM SP masih belum maksimal dalam mengakomodir waria Cimahi secara keseluruhan. Kendala selanjutnya yaitu kebiasaan dan naluri waria untuk berdandan susah dibendung. Namun permasalahan berdandan itu bukan permasalahan utamanya, melainkan yang menjadi masalah utama itu adalah hasrat yang dimiliki oleh waria untuk berhubungan seksual dengan sesama jenis (laki-laki). Hal tersebut menjadi masalah utama karena akan menimbulkan permasalahan baru yaitu resiko tinggi akan terinfeksi virus HIV/AIDS. Selanjutnya permasalahan mendasar yang dihadapi yaitu waria pendatang tidak memperhatikan pembuatan KTP Cimahi. Dengan tidak memilikinya KTP Cimahi otomatis para waria akan kesulitan untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya miliki seperti misalnya untuk memiliki rumah tinggal. Kendala birokrasi yang sulit pun dialami waria ketika akan mengadakan suatu kegiatan karena dianggap rawan akan terjadinya keributan.
(37)
5.2 Implikasi
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya LSM Srikandi Perintis sangat berpengaruh terhadap kehidupan kaum waria di Kota Cimahi. Kehidupan para kaum waria berangsur membaik ketika dilakukan pembinaan oleh LSM Srikandi Perintis. Proses rekonstruksi sosial yang dilakukan pun dapat dikatakan berhasil walau belum sepenuhnya tujuan yang ingin dicapai terealisasi. Proses rekonstruksi yang dilakukan sangat berguna untuk meningkatkan taraf hidup para waria.
5.3 Rekomendasi
Dengan melihat hasil penelitian dan analisis penelitian, maka penulis memberikan saran sebagai upaya konstruktif demi penelitian yang dilakukan dan dengan dilakukannya penelitian ini dapat bermanfaat, adapun rekomendasi penulis yaitu :
5.3.1 Bagi Pendidikan Sosiologi
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menambah referensi bagi kajian keilmuan sosiologi terutama berkenaan dengan materi mengenai penyimpangan sosial dan peran lembaga sosial. Kedua materi ini berkaitan erat karena lembaga sosial harus berperan aktif dalam menangani penyimpangan sosial yang ada di masyarakat. Materi mengenai penyimpangan sosial dan peran lembaga sosial ini dapat dibahas pada mata pelajaran sosiologi di tingkat SMA maupun di tingkat perguruan tinggi. Pada tingkat perguruan tinggi diharapkan kajian mengenai kedua materi tersebut lebih diperdalam lagi dan disertai dengan studi kasus yang ada di masyarakat.
5.3.2 Bagi Pemerintah Kota Cimahi
Pemerintah hendaknya dapat memperhatikan kaum waria di Kota Cimahi. Pemerintah harus mau terjun langsung ke lapangan untuk dapat melihat bagaimana kehidupan kaum waria di Kota Cimahi. Pemerintah juga harus bekerjasama dengan LSM Srikandi Perintis untuk melakukan pembinaan-pembinaan kepada para kaum
(38)
waria di Kota Cimahi guna tercapainya tujuan dari LSM Srikandi Perintis itu sendiri. Diharapkan pemerintah jangan menutup mata dengan adanya fenomena kaum waria ini.
5.3.3 Bagi LSM Srikandi Perintis
LSM Srikandi Perintis diharapkan terus berusaha meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada para waria. Jangan patah semangat dalam usahanya untuk memperbaiki kehidupan kaum waria di Kota Cimahi meskipun terdapat kendala-kendala dalam setiap prosesnya. Tingkatkan fasilitas seperti disediakan sarana wifi gratis agar para waria lebih tertarik untuk datang ke kantor/basecamp LSM Srikandi Perintis.
5.3.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar melakukakan penelitian mengenai peran serta pemerintah dalam membantu proses rekonstruksi sosial kepada kaum waria. Dikarenakan bagaimanapun juga pemerintah memiliki peran penting dalam keberlangsungan hidup waria. Proses rekonstruksi sosial pun tidak akan berjalan sempurna jika tidak ada dukungan dari pihak pemerintah.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, H.M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa Alwi, H. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Atmojo, K. (1986). Kami Bukan Lelaki. Jakarta : Pustaka Grafiti
Bastaman, T.K. dkk. (2004). Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGD
Budimansyah, D. dkk. (2004). Sosiologi. Bandung : Epsilon Group
Bungin, B. (2008). Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Bungin, B. (2010). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosia lainnya. Jakarta: Kencana Prenama Media Group Chaplin. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada Cohen, B.J. (1983). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Bina Aksara Daradjat, Z. (1983). Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung
Hewitt, J.P. (2003). Self and Society. A Symbolic Interactionist Social Psycology. Boston : Allyn and Bacon. Ditinjau oleh : Nurmala K. Pandjaitan dan Ratri Vitrianita
Horton, P.B. dan Hunt, C.L. (1984). Sosiologi. Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Johnson, D.P. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid II. Dialih bahasakan oleh RMZ Lawang. Jakarta : Gramedia
Kartono, K. (1981). Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada S Koeswinarno. (2004). Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta : Lkis Pelangi Aksara Macpherson, S. (1987). Kebijaksanaan Sosial di Dunia Ketiga: Dilema Sosial
Keterbelakangan. Jakarta. Aksara Persada Indonesia
Manning, C. dan Effendi, T.N. (1996). Urbanisasi, Pengangguan, dan Sektor Informal. Jakarta : Penerbit Yayasan Obor Indonesia
Marbhun, B.N. (1996). Kamus Politik. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Maryati, K. (2001). Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Esis
(40)
Miles, M. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Penerjemah : Tjetjep Rehendi Rohidi. Jakarta : Universitas Indonesia Press
Moerthiko. (1987). Kehidupan Transeksual dan Waria. Solo : Surya Murthi Publishing
Moleong, L.J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Moleong, L.J. (2011). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Mustikawati, Rr. Indah. dkk. (2013). Strategi Pemberdayaan Ekonomi Komunitas Waria melalui Life Skill Education. Jurnal Economia, 9. Hlm. 68
Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Puspitosari, H. dan Leksono, S.P. Waria dan Tekanan Sosial. Malang : UMM Ruhgea, S. dkk. (2014). Studi Kualitatif Kepuasan Hidup Para Transgender
(waria) di Banda Aceh. Jurnal Psikologi Undip, 18. Hlm 12
Sandinata, A. (2013). Konstruksi Sosial Waria Tentang Diri. Jurnal Sosial dan Politik, 2 (7), hlm. 7-12
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Jakarta : Erlangga
Satori, D. dan Komariah, A. (2009). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Setiadi, E.M & Kolip, U (2011) Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala Pemasalahan Sosial, Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Sjafrizal. (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Soedijati, K.E. (1995). Solidaritas dan Masalah Sosial Kelompok Waria. Bandung : STIE
Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali
Sudarsono. (1991). Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta : PT. Rineka Cipta
(41)
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung : Alfabeta Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Supratiknya. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius Suyanto, B. dkk. (2008). Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana
Yuliani, S. (2006). Menguak Konstruksi Sosial Dibalik Diskriminasi Terhadap Waria. Jurnal Sosiologi Dilema, 15. Hlm 83
Skripsi
Fikri, M. (2013). Dinamika Psikologis Waria Dalam Proses Penerimaan Diri dan Presentasi Diri. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Narisswary, V. (2012). Perlakuan Diskriminatif Terhadap Waria Transeksual :
Studi Kasus Terhadap Waria Usia Dewasa Awal Di Yayasan Srikandi Pasundan Bandung. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Widyasari, P. (2010). WARIA-Perjalanan Hidup & Penyesuaian Diri (Sebuah
studi kasus kualitatif-eksploratif). (Skripsi). Universitas Islam Indonesia, Bandung
Website
Adlina (2014) Kami Waria Bukan Bencong [online] diakses di : http://kisahparahujan.tumblr.com/post/76094689287/kami-waria-bukan-bencong.Diakses 12 September 2014
Akbar (2013) Pengertian dan Definisi Sosial Menurut Para Ahli [online] diakses dari : https://buntokhacker.wordpress.com/materipemelajaran/sosial/
pengertian-dan-definisi-sosial-menurut-para-ahli
Ahira, A (2010) Pengertian Sosial [online] diakses dari : http://www.anneahira.com/ pengertian-sosial.htm
Badriyah, C. (2014) Proposal Skripsi Olip [online] diakses dari : http://www.academia.edu/7613539/Proposal_skripsi_Olip
Cahya K.D. (2014) Konstruksi Sosial Waria Stasiun Duri [online] diakses dari: http://wepreventcrime.org/index.php/component/k2/item/195-konstruksi-sosial-waria-stasiun-duri
(42)
Hidayanto (2012) Waria dari Segi Sosial [online] diakses dari :
http://hanggerh20.blogspot.com/2010/12/waria-dari-segi-sosial.html
Raharjo, M. (2010) Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif [online] diakses dari : http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/270-triangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html
Sinaga, W.F (2012) Fenomena Waria di Indonesia Ditinjau dari Perspektif Etika [online] diakses dari: https://wesleysinagabonar.wordpress.com/2012/10/22/ fenomena-waria-di-indonesia-ditinjau-dari-perspektif-etika/
Saske, P. (2012) Makalah Aqidah Akhlak tentang Diskriminasi [online] diakses dari : http://putriasaske.blogspot.co.id/2012/08/makalah-aqidah-aklaq-tentang.html
(1)
Windy Pratiwi, 2015
REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5.2 Implikasi
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya LSM Srikandi Perintis sangat berpengaruh terhadap kehidupan kaum waria di Kota Cimahi. Kehidupan para kaum waria berangsur membaik ketika dilakukan pembinaan oleh LSM Srikandi Perintis. Proses rekonstruksi sosial yang dilakukan pun dapat dikatakan berhasil walau belum sepenuhnya tujuan yang ingin dicapai terealisasi. Proses rekonstruksi yang dilakukan sangat berguna untuk meningkatkan taraf hidup para waria.
5.3 Rekomendasi
Dengan melihat hasil penelitian dan analisis penelitian, maka penulis memberikan saran sebagai upaya konstruktif demi penelitian yang dilakukan dan dengan dilakukannya penelitian ini dapat bermanfaat, adapun rekomendasi penulis yaitu :
5.3.1 Bagi Pendidikan Sosiologi
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menambah referensi bagi kajian keilmuan sosiologi terutama berkenaan dengan materi mengenai penyimpangan sosial dan peran lembaga sosial. Kedua materi ini berkaitan erat karena lembaga sosial harus berperan aktif dalam menangani penyimpangan sosial yang ada di masyarakat. Materi mengenai penyimpangan sosial dan peran lembaga sosial ini dapat dibahas pada mata pelajaran sosiologi di tingkat SMA maupun di tingkat perguruan tinggi. Pada tingkat perguruan tinggi diharapkan kajian mengenai kedua materi tersebut lebih diperdalam lagi dan disertai dengan studi kasus yang ada di masyarakat.
5.3.2 Bagi Pemerintah Kota Cimahi
Pemerintah hendaknya dapat memperhatikan kaum waria di Kota Cimahi. Pemerintah harus mau terjun langsung ke lapangan untuk dapat melihat bagaimana kehidupan kaum waria di Kota Cimahi. Pemerintah juga harus bekerjasama dengan LSM Srikandi Perintis untuk melakukan pembinaan-pembinaan kepada para kaum
(2)
waria di Kota Cimahi guna tercapainya tujuan dari LSM Srikandi Perintis itu sendiri. Diharapkan pemerintah jangan menutup mata dengan adanya fenomena kaum waria ini.
5.3.3 Bagi LSM Srikandi Perintis
LSM Srikandi Perintis diharapkan terus berusaha meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada para waria. Jangan patah semangat dalam usahanya untuk memperbaiki kehidupan kaum waria di Kota Cimahi meskipun terdapat kendala-kendala dalam setiap prosesnya. Tingkatkan fasilitas seperti disediakan sarana wifi gratis agar para waria lebih tertarik untuk datang ke kantor/basecamp LSM Srikandi Perintis.
5.3.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar melakukakan penelitian mengenai peran serta pemerintah dalam membantu proses rekonstruksi sosial kepada kaum waria. Dikarenakan bagaimanapun juga pemerintah memiliki peran penting dalam keberlangsungan hidup waria. Proses rekonstruksi sosial pun tidak akan berjalan sempurna jika tidak ada dukungan dari pihak pemerintah.
(3)
Windy Pratiwi, 2015
REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 130
DAFTAR PUSTAKA Buku
Ali, H.M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa Alwi, H. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Atmojo, K. (1986). Kami Bukan Lelaki. Jakarta : Pustaka Grafiti
Bastaman, T.K. dkk. (2004). Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGD
Budimansyah, D. dkk. (2004). Sosiologi. Bandung : Epsilon Group
Bungin, B. (2008). Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Bungin, B. (2010). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosia lainnya. Jakarta: Kencana Prenama Media Group Chaplin. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada Cohen, B.J. (1983). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Bina Aksara Daradjat, Z. (1983). Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung
Hewitt, J.P. (2003). Self and Society. A Symbolic Interactionist Social Psycology. Boston : Allyn and Bacon. Ditinjau oleh : Nurmala K. Pandjaitan dan Ratri Vitrianita
Horton, P.B. dan Hunt, C.L. (1984). Sosiologi. Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Johnson, D.P. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid II. Dialih bahasakan oleh RMZ Lawang. Jakarta : Gramedia
Kartono, K. (1981). Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada S Koeswinarno. (2004). Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta : Lkis Pelangi Aksara Macpherson, S. (1987). Kebijaksanaan Sosial di Dunia Ketiga: Dilema Sosial
Keterbelakangan. Jakarta. Aksara Persada Indonesia
Manning, C. dan Effendi, T.N. (1996). Urbanisasi, Pengangguan, dan Sektor Informal. Jakarta : Penerbit Yayasan Obor Indonesia
Marbhun, B.N. (1996). Kamus Politik. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Maryati, K. (2001). Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Esis
(4)
Miles, M. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Penerjemah : Tjetjep Rehendi Rohidi. Jakarta : Universitas Indonesia Press
Moerthiko. (1987). Kehidupan Transeksual dan Waria. Solo : Surya Murthi Publishing
Moleong, L.J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Moleong, L.J. (2011). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Mustikawati, Rr. Indah. dkk. (2013). Strategi Pemberdayaan Ekonomi Komunitas Waria melalui Life Skill Education. Jurnal Economia, 9. Hlm. 68
Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Puspitosari, H. dan Leksono, S.P. Waria dan Tekanan Sosial. Malang : UMM Ruhgea, S. dkk. (2014). Studi Kualitatif Kepuasan Hidup Para Transgender
(waria) di Banda Aceh. Jurnal Psikologi Undip, 18. Hlm 12
Sandinata, A. (2013). Konstruksi Sosial Waria Tentang Diri. Jurnal Sosial dan Politik, 2 (7), hlm. 7-12
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Jakarta : Erlangga
Satori, D. dan Komariah, A. (2009). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Setiadi, E.M & Kolip, U (2011) Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala Pemasalahan Sosial, Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Sjafrizal. (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Soedijati, K.E. (1995). Solidaritas dan Masalah Sosial Kelompok Waria. Bandung : STIE
Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali
Sudarsono. (1991). Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta : PT. Rineka Cipta
(5)
Windy Pratiwi, 2015
REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 132
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung : Alfabeta Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Supratiknya. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius Suyanto, B. dkk. (2008). Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana
Yuliani, S. (2006). Menguak Konstruksi Sosial Dibalik Diskriminasi Terhadap Waria. Jurnal Sosiologi Dilema, 15. Hlm 83
Skripsi
Fikri, M. (2013). Dinamika Psikologis Waria Dalam Proses Penerimaan Diri dan Presentasi Diri. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Narisswary, V. (2012). Perlakuan Diskriminatif Terhadap Waria Transeksual :
Studi Kasus Terhadap Waria Usia Dewasa Awal Di Yayasan Srikandi Pasundan Bandung. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Widyasari, P. (2010). WARIA-Perjalanan Hidup & Penyesuaian Diri (Sebuah
studi kasus kualitatif-eksploratif). (Skripsi). Universitas Islam Indonesia, Bandung
Website
Adlina (2014) Kami Waria Bukan Bencong [online] diakses di : http://kisahparahujan.tumblr.com/post/76094689287/kami-waria-bukan-bencong.Diakses 12 September 2014
Akbar (2013) Pengertian dan Definisi Sosial Menurut Para Ahli [online] diakses dari : https://buntokhacker.wordpress.com/materipemelajaran/sosial/
pengertian-dan-definisi-sosial-menurut-para-ahli
Ahira, A (2010) Pengertian Sosial [online] diakses dari : http://www.anneahira.com/ pengertian-sosial.htm
Badriyah, C. (2014) Proposal Skripsi Olip [online] diakses dari : http://www.academia.edu/7613539/Proposal_skripsi_Olip
Cahya K.D. (2014) Konstruksi Sosial Waria Stasiun Duri [online] diakses dari: http://wepreventcrime.org/index.php/component/k2/item/195-konstruksi-sosial-waria-stasiun-duri
(6)
Hidayanto (2012) Waria dari Segi Sosial [online] diakses dari :
http://hanggerh20.blogspot.com/2010/12/waria-dari-segi-sosial.html
Raharjo, M. (2010) Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif [online] diakses dari : http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/270-triangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html
Sinaga, W.F (2012) Fenomena Waria di Indonesia Ditinjau dari Perspektif Etika [online] diakses dari: https://wesleysinagabonar.wordpress.com/2012/10/22/ fenomena-waria-di-indonesia-ditinjau-dari-perspektif-etika/
Saske, P. (2012) Makalah Aqidah Akhlak tentang Diskriminasi [online] diakses dari : http://putriasaske.blogspot.co.id/2012/08/makalah-aqidah-aklaq-tentang.html