Pemerintah Tokoh dan Penokohan

Jamangilak yang tak putus asa menyeberangi punggung Pulau Sumatera itu dihadirkan oleh pengarang sebagai sorot balik. Suatu hari, suaminya, Jabosi memutuskan pergi dari kota itu karena keadaan sungai sudah tidak mendukung usahanya sebagai pedagang. Tahap paparan diakhiri dengan sorot balik yang mengisahkan ingatan Molek tentang keaadan politik puluhan tahun yang lalu, ketika pecah revolusi sosial di Sumatera Timur, di mana ikan di sungai tidak dapat dikonsumsi karena banyaknya jenasah korban sembelih, dan pancung yang dibuang di sungai dan menjadi makanan ikan. Kutipan berikut adalah bukti dari pernyataan kebiasaan aneh Molek sebagai bentuk protesnya terhadap keadaan sungai yang tidak lagi dapat membantu perekonomian masyarakat dan tidak lagi menjadi tempat hidup makhluk yang lain. 81 Sejak subuh tadi, sebelum matahari menyeruak dari pelepah- pelepah pohon kelapa untuk membangunkan kota, dia sudah tegak di tengah sungai itu, membiarkan arus yang mengalir berpendar- pendar seperti mau menyeret, menenggelamkan tubuhnya Aleida 2004: 1. 82 Hampir saban hari istrinya tegak memaku di tengah sungai. berjam-jam lamanya. Melamun kayak dipukau setan. Atau menggumamkan kata-kata, menyesal tiada ujung. Tak jarang pula ia mengambil sikap rukuk, sehingga rambutnya mencium arus, seperti bisik-bisik pada air yang lalu dan angin yang berkibas. Atau pada burung-burung walet, yang di daerah ini disebut layang- layang mandi, yang berkejaran di udara Aleida 2004: 3. 83 Sebentar-sebentar dia memungut pasir dan melemparkannya ke arah tepi. Karena sungai itu tidak sesempit bengawan atau kali yang paling besar sekalipun di pulau Jawa, maka lemparan itu tak pernah menjangkau tebing sungai Aleida 2004: 3. Kisah Jumontam dan kisah Jamangilak yang tak putus asa menyebrangi punggung Pulau Sumatera itu dihadirkan oleh pengarang sebagai sorot balik. Berikut bukti dalam kutipan: 84 Ketika kakek Jumontam, yang bernama Jamangilak, sampai di kota itu hampir seabad yang lalu, kota kecil itu sedang menunggang pasang menuju kejayaan sebagai kota pelabuhan. Sebagai pendatang, ia mencari pintu kesempatan di satu kampung ya ng terletak di seberang sungai… Aleida, 2004:9. 85 Dialah yang memperkenalkan kepada masyarakat setempat bagaimana memetik buah kelapa dengan aman. Dia latih beruk. Hewan itu dia bujuk memanjat batang kelapa. Dari bawah dia merayu beruk itu untuk hanya memetik butir-butir kelapa yang sudah tua Aleida, 2004:11. 86 Jamangilak juga yang memperkenalkan kepada penduduk bagaimana membuka lahan untuk tambak ikan mas, sepat siam dan lele yang di daerah ini disebut dengan sebuah nama yang terdengar mewakili bentuk fisik sejenis makhluk air yang licin berlendir, limbat. Beratus tahun, mungkin lebih, agaknya, penduduk asli hidup hanya dengan memanjakan diri pada kemurahan air di sungai, di muara atau di laut yang menyediakan ikan untuk dipancing, ditangguk, dijala, dilukah atau dipukat. Mereka tak pernah digoda ilham untuk mendekatkan ikan ke rumah mereka Aleida, 2004:11. 87 Sementara cucu Jamangilak si Jumontam, yang melanjutkan usaha kakeknya, mengembangkan alat kukur kelapa yang digerakkan pedal sepeda sehingga penduduk tidak hanya menjual kelapa ke kota. Mereka juga bisa membawa minyak kelapa yang mereka olah sendiri Aleida 2004:11.