Implikasi PEREKONOMIAN ETNIS TIONGHOA DI SURAKARTA TAHUN 1959 1974 (Studi Pasca Keluarnya PP No 10 Tahun 1959)

ciii Surakarta terganggu. Keadaan ekonomi Tionghoa di Surakarta mulai bangkit pada awal Orde Baru, karena kedekatan etnis Tionghoa dengan penguasa pada saat itu mereka mendapatkan kemudahan dalam memperoleh kredit Investasi.

B. Implikasi

1.Teoritis Pemerintah Kolonial Belanda membagi masyarakat Indonesia menjadi 3 kelompok berdasarkan ras yaitu kelompok Eropa, kelompok Timur asing Jepang, Arab, Tionghoa dan Inlander penduduk pribumi. dalam kelompok Timur Asing, etnis Tionghoa merupakan kelompok yang menonjol. Sebagai kaum perantauan etnis Tionghoa tidak lagi mendapat perlindungan dari daerah asalnya. keadaan ini memaksa mereka untuk selalu bertahan dalam setiap kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda, mereka selalu menempatkan diri dengan tepat dan mencoba mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan walaupun kebijakan yang diterapkan kepada mereka bersifat membatasi gerak mereka. Kondisi yang dialami oleh etnis Tionghoa tidak menyebabkan mereka putus asa tetapi justru menjadikan mereka menjadi etnis yang kuat sehingga dapat selalu eksis dan menjadi golongan yang kuat khususnya di bidang ekonomi. Setelah kemerdekaan Indonesia. keadaan demikian mendorong orang Indonesia asli ingin memperkecil kekuatan ekonomi etnis Tionghoa dan ingin mewujudkan apa yang dicita-citakan sebagai “perekonomian nasional. Keinginan untuk menciptakan perekonomian nasional ditempuh dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang beberapa diantaranya ingin menasionalisasi sektor-sektor ekonomi yang dikuasai oleh orang asing, kebijakan tersebut antara lain: Rencana Urgensi PerekonomianRUP, Program Benteng dan PP No 10 tahun 1959. Dari ketiga kebijakan pemerintah yang dikeluarkan PP No 10 Tahun 1959 merupakan kebijakan yang dianggap berbau rasis, karena dalam pelaksanaanya lebih ditekankan pada etnis Cina yang banyak mendominasi sektor perdagangan kecil dan eceran khususnya di pedesaan atau daerah swatantra tingkat I dan II. Sifat PP civ No 10 Tahun 1959 yang berbau rasis dianggap mendiskriminasi golongan etnis Tionghoa, memiliki dampak bagi kondis Indonesia pada saat itu. 2. Praktis Kesuksesan etnis Tionghoa dalam bidang ekonomi juga tidak lepas dari kebijakan Belanda pada masa Kolonial hanya memberikan mereka untuk bergerak dalam bidang ekonomi. Akibat kebijakan Kolonial Belanda yang mengekang gerak etnis Tionghoa menyebabkan mereka tumbuh menjadi pribadi yang memiliki jiwa kerja keras dan ulet dalam setiap usaha yang mereka jalankan hingga sebagian besar etnis Tionghoa mampu bertahan dan sukses dalam bidang ekonomi meskipun banyak perlakuan yang cenderung mendiskriminasi mereka. Perlakuan yang diskriminasi terhadap mereka menyebabkan mereka lebih solid dalam sektor ekonomi. Sifat mereka yang suka bekerja keras, ulet, hemat, serta ikatan kekeluargaannya yang sangat kuat dapat kita jadikan teladan. Sifat suka bekerja keras, ulet, dan hemat bisa ditanamkan melalui jalur pendidikan, dengan begitu akan melahirkan generasi muda yang memiliki sifat positif dari etnis Tionghoa sehingga dapat digunakan untuk mengisi pembangunan tidak hanya dalam sektor ekonomi tetapi juga sektor kehidupan lainnya. Keberadaan etnis Tionghoa sebagai salah satu pelaku ekonomi di Indonesia dari dulu sampai sekarang sangat menarik untuk dikaji. Oleh karena itu setelah penelitian ini, diharapkan dimasa yang akan datang akan terus ada peneliti yang mampu mengupas secara lebih mendalam lagi tentang etnis Tionghoa, khususnya mengenai peranan mereka dalam perekonomian Indonesia. Agar dapat menjadi acuan dalam pembelajaran khususnya tentang sejarah ekonomi Indonesia.

C. Saran