menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas. Hegel menyatakan dalam Reason of History:
segala yang ada pada manusia, dia menyewa pada negara, hanya dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia
mungkin bisa memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.
2.3 Pandangan dan Pemikiran Filsafat Sejarah Formal Pada Zaman Modern Menurut Hegel
Hegel membedakan tiga macam penulisan sejarah yaitu 1
Penulisan sejarah orisinal 2
Penulisan sejarah reflektif 3
Sejarah filsafati Pembagian ini, secara kasar, paralel dengan pembedaan antara roh objektif, subjektif, dan
mutlak. Dalam hal penulisan sejarah orisinal, hendaknya kita ingat akan laporan-laporan saksi-saksi mata yang dapat diberikan seorang sezaman mengenai peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada zamannya sendiri, seperti misalnya karangan anak agung Gde Agung mengenai perjanjian renville. Di sini, masa silam seolah-olah berbicara sendiri; di sini, budi yang hadir
di dalam hal ikhwal budi Obyektif angakat bicara. Akan tetapi, budi hanya berbicara dan belum mulai berefleksi mengenai dirinya sendiri. Ini baru terjadi dalam penulisan sejarah
reflektif yang ambil jarak terhadap masa silam, sehingga menciptakan ruang bagi suatu penilaian oleh subyek yang tahu roh subyektif .
Berhubung Budi itu menurut bentuk penampilan obyektif mewujudkan sejarah- Hegel akan menulis bahwa Budi menguasai dunia- maka hanya sejarah filsafati dapat memperoleh
suatu pengertian definitif mengenai sifat sejarah. Dalam sejarah filsafati, Budi mengenal kembali dirinya sendiri dalam bentuk yang dihasilkan oleh penampilan diri lewat proses
sejarah. Dalam filsafat sejarah Budi mengenal kembali dirinya sendiri. Mengenai masa mendatang Hegel membatasi diri pada pernyataan yang sangat umum, bahwa pada masa
mendatang, roh mutlak akan jaya. Ia menolak membuat ramalan-ramalan konkret mengenai masa yang akan datang.
Pengertian abstrak bahwa dalam sejarah Budi mencapai pengenalan diri, diterjemahkan oleh Hegel dengan dengan dua cara, dengan istilah-istilah historis dan sosial.
Pertama-tama, Hegel membela pendapat, bahwa kemerdekaan sejajar dengan pengertian dan pengetahuan. Bila Hegel berbicara tentang negara, ia tidak hanya meneropong bentuk
pemerintahan sentral seperti dikembangkan oleh berbagai bangsa pada masa kini maupun masa lampau,melainkan apa yang pada zamannya dinamakan “Nation” Volk. Negara,
menurut pengertian Hegel, ialah semua bentuk kehidupan sosial serta kaitan-kaitan antar kesatuan-kesatuan kultural dan politik. Negara meliputi tradisi-tradisi politik dan rohani ,
moral dan religius seperti dimiliki oleh suatu “Bangsa”. Pandangan Hegel terhadap kemerdekaan nampaknya tak terduga dan mengejutkan,
tetapi dapat kita terima bila ingat akan pandangan Hegel mengenai sifat paaradoksal yang terdapat dalam hubungan antara tuan dan abdi. Kesimpulan yang di tarik oleh Hegel ialah
kita tidak dapat membayangkan kemerdekaan sebagai sesuatu yang hanya dimiliki sang juragan. Andaikata hanya sang juragan merdeka, maka kemerdekaaan dalam kenyataan tiada
lagi. Kemerdekaan hanya terdapat bila itu dibagi antara juragan dan abdi. Seterusnya ini berarti pula, bahwa kemerdekaan merupakan sebuah konsep relasional, yang menyangkut
hubungan antara dua orang. Perlu dicatat bahwa pengertian tuan dan juragan serta abdi hendaknya dimengerti dalm arti yang sangat luas.
Banyak orang merasa sangsi akan kebenaran pendapat Hegel, bahwa Budi menguasai perkembangan sejarah, seolah akal Budi membimbing sejarah dunia. Bukankah masa silam
sering nampak sebagai suatu proses yang kacau balau, penuh perbuatan yang tidak masuk akal dan yang penuh pamrih. Keberatan serupa itu oleh Hegel ditangkis dengan konsepnya
mengenai “akalnya Budi”. Pertama-tama kita harus mengambil langkah prinsipiil, jangan melihat sejarah dalam perspektif individu-individu yang masing-masing berbuat sesuatu di
panggung sejarah, melainkan dalam perspektif jaringan perbuatan-perbuatan manusia yang kait-mengait. Bahkan oleh Hegel ditekankan, bahwa unsur “irasional” dalam perbuatan
manusia justru mengabdi kepada kepentingan Budi. Bila dipandang dari sudut tertentu, maka unsur irasional merupakan keharusan agar Budi dapat melaksanakan diri.
Hawa napsu manusia perlu, untuk mendorong bahtera sejarah yang kemudinya dipegang oleh Budi. Bersama-sama, akal budi dan hawa napsu menjalin proses sejarah
bagaikan tenunan yang ada benang langsing dan melintang. “Budi sendiri merupakan kenyataan, tetapi hawa napsu adalah lengannya guna meraih sesuatu. “Budi seolah-olah
mempergunakan hawa napsu manusia untuk melaksanakan diri. Budi mempergunakan dan menyalahgunakan manusia untuk mencapai tujuannya sendiri. Bila tujuan itu sudah tercapai,
maka biasanya nasib tokoh-tokoh sejarah lalu menjadi buruk.
2.4 Pandangan dan Pemikiran Filsafat Sejarah Material pada Zaman Modern Menurut Hegel