3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tenaga Matahari
Tenaga matahari atau yang biasa disebut tenaga surya solar energy merupakan energi yang bersumber dari sinar matahari. Pemanfaatan energi surya
dikelompokkan menjadi 2 dua kategori Hardjasoemantri, 2002, yakni pemanfaatan energi surya secara langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan
energi surya secara tidak langsung adalah berupa pemanfaatan biomassa untuk sumber energi. Energi surya yang sampai ke bumi, sebagian kecil akan
dikonversi menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis yang komplek. Produk akhir dari fotosintesis adalah biomassa, dengan demikian
biomassa merupakan energi surya tak langsung. Pemanfaatan energi surya secara langsung adalah dengan menggunakan
sinar matahari sebagai sumber energi utama secara langsung. Pemanfaatan energi surya harus mempertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari.
Lakitan 2002 mengatakan bahwa untuk mengkaji aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya: porsi serapan cahaya
absorptivity, porsi pantulan reflectivity, porsi terusan transmissivity, daya pancar emissivity, aliran energi cahaya radian flux, kerapatan aliran energi
cahaya radiant flux density, intensitas terpaan irradiance dan intensitas pancaran cahaya emittance.
Tenaga surya pada dasarnya adalah sinar matahari yang merupakan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang yang tampak dan yang tidak
tampak, yakni mencakup spektrum cahaya inframerah sampai dengan cahaya ultraviolet. Masing-masing spektrum cahaya matahari memiliki panjang
gelombang, frekuensi dan energi yang berbeda. Sinar matahari memiliki panjang gelombang λ antara 0,15 – 4 µm, dan hanya panjang gelombang λ antara 0,32
– 2 µm yang mampu menembus kaca transparan Wisnubroto, 2004.
2.2. Sistem Konsentrasi Solar
Sistem konsentrasi solar menggunakan lensa atau kaca untuk mengkonsentrasi atau mengumpulkan energi dari matahari, menghasilkan
temperatur yang cukup tinggi untuk menggerakkan turbin atau mesin uap untuk menghasilkan energi listrik. Menurut Seia 2009 sekarang ini, lebih dari 400
MW dihasilkan dari sistem ini yang beroperasi di Amerika Serikat, dan proyek- proyek dengan total lebih dari 8000 MW yang saat ini sedang dikembangkan.
Ada tiga teknologi sistem konsentrasi solar Nrel, 2001, yaitu: 1 Dish engine, 2 Parabolic trough dan 3 Central receiver.
1 Dish Engine
Sistem dish engine mentransfer energi matahari yang terkonsentrasi dengan efisiensi tinggi menjadi energi listrik. Bagian yang penting dari sistem
dish engine terdiri dari Cleanenergy, 2009: konsentrator berbentuk parabolik, sistem tracking, receiver, dan mesin stirling dan generator.
Konsentrator berbentuk parabolik memantulkan dan mengkonsentrasi sinar matahari ke receiver yang terletak di titik fokus konsentrator. Sinar
matahari diserap oleh receiver dan meneruskannya ke mesin. Mesin akan mengubah energi matahari menjadi energi mekanik dan generator akan
mengkonversi energi mekanik menjadi energi listrik. Menjaga agar pantulan sinar matahari ke titik fokus tetap terjaga, dish engine menggunakan dual-axis collector
untuk men-tracking matahari. Setiap dish akan menghasilkan 5 sampai 30
kilowatt listrik tergantung pada sistem Seia, 2009. Gambar 1 adalah Stirling Energy System 25 kW milik SunCatcher
TM
memiliki tinggi 38 kaki dan lebar 40 kaki.
Sistem dish engine memiliki karakteristik efisiensi tinggi, modularitas, operasi autonomous, dan hibrida yang melekat. Menurut Solarpaces, 2001
dibandingkan dengan teknologi surya yang lainya, solar dish engine menunjukkan konversi energi matahari ke energi listrik dengan efisiensi tertinggi 29,4. Oleh
karena itu, dish engine memiliki potensi untuk menjadi salah satu sumber paling murah untuk energi terbarukan.
Gambar 1. Pembangkit listrik tenaga surya 25 kW dengan sistem dish engine milik SunCatcher
TM
Seia, 2009
2 Parabolic Trough
Sistem parabolic trough menggunakan cermin yang berbentuk U atau melengkung yang memanjang untuk memusatkan energi matahari. Cermin
tersebut memfokuskan energi matahari ke receiver yang berbentuk pipa berisi cairan misalnya, minyak sintetis yang memanjang di tengah-tengah titik pusat
parabolik tersebut. Cairan panas tersebut digunakan untuk mendidihkan air di
generator uap konvensional dan menghasilkan listrik. Seia 2009 mengatakan cairan panas tersebut dapat mencapai temperatur 700° F. Gambar 2 adalah
pengumpul Luz LS-3 digunakan pada pembangkit 80 MW SEGS IX di California yang memiliki panjang 325 kaki dan lebar 11 kaki dengan efisiensi konversi
energi sekitar 24.
Gambar 2. Pembangkit listrik tenaga surya dengan sistem parabolic trough SEGS IX di California, Amerika Serikat Seia, 2009
3 Central Receiver
Sistem central receiver ini menggunakan menara pembangkit yang dikelilingi oleh cermin-cermin yang ditempatkan di suatu area yang luas untuk
mengumpulkan energi matahari dan memusatkannya ke bagian atas menara pembangkit dimana terdapat receiver yang ditempatkan di sana. Panas yang
dihasilkan mencairkan garam yang kemudian dialirkan untuk memanaskan air. Uap yang dihasilkan dari air panas digunakan untuk memutar generator
konvensional dan menghasilkan energi listrik. Menurut Seia, 2009 energi matahari yang terfokus digunakan untuk perpindahan cairan 800° F sampai
1000° F untuk menghasilkan uap dan menjalankan generator pusat. Gambar 3 adalah PS20 milik Abengoa, pembangkit listrik 20 MW di Seville, Spanyol 1255
heliostat mengelilingi menara dengan tinggi 531 kaki.
Gambar 3. Pembangkit listrik tenaga surya dengan sistem central receiver milik Abengoa di Seville, Spanyol Seia, 2009
Semakin banyak output sebuah sistem dapat menyediakan input solar yang diberikan. Sistem dish engine menunjukkan karakteristik yang paling baik,
karena konsentrator dan kinerja mesinnya yang tinggi serta inersia panasnya rendah yang memungkinkan untuk lebih cepat melakukan start-up dibandingkan
dengan sistem konsentrasi solar skala besar seperti central receiver atau parabolic trough Pitz-Paal, 2007. Pada Gambar 4 menunjukkan energi listrik harian yang
dihasilkan berdasarkan masukan matahari harian untuk setiap sistem konsentrator yang berbeda.
Gambar 4. Kinerja dari setiap sistem konsentrator Pitz-Paal, 2007
2.3. Sensor