Isolasi Dan Potensi Mikroba Pelarut Fosfat Pada Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

(1)

ISOLASI DAN POTENSI MIKROBA PELARUT FOSFAT

PADA HUTAN MANGROVE DI PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Oleh :

JUSTER F BUTARBUTAR 091201050

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ISOLASI DAN POTENSI MIKROBA PELARUT FOSFAT

PADA HUTAN MANGROVE DI PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Oleh :

JUSTER FRANDI BUTARBUTAR 091201050/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Penelitian : Isolasi Dan Potensi Mikroba Pelarut Fosfat Pada Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Nama : Juster Frandi Butarbutar

NIM : 091201050

Minat : Budidaya Hutan

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Deni Elfiati, SP., MP Dr. Delvian, SP., MP Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut., M.Si, Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRACT

JUSTER FRANDI BUTARBUTAR Isolate and Examine Potential Phosphate Solubilizing Microbial (PSM) to Solubilize Insoluble Phosphate On Mangrove Forest In Percut Sei Tuan in Deli Serdang regency, under the guidance of DENI ELFIATI and DELVIAN

The research was carried out to isolate, examine and identify potential phosphate solubilizing microbial (PSM) to solubilize insoluble phosphate on Mangrove Forest in Percut Sei Tuan in Deli Serdang regency. Samples were took from 30 points use ICRAF method at depth 0-20 cm. The chemical analyze properties of mangrove forest soils conducted in Sumatra Institute for Agricultural Technology while the activities of isolation, and identification of potential trials conducted at the Laboratory of Soil Biology Agroekoteknologi Study Program Faculty of Agriculture, University of Sumatra. Isolation used Pikovskaya media with the source fosfat from Ca3(PO4)2, whereas in the potential test used Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4 and Rock Phosphate (RP) as source of insoluble phosphate. Evaluate the potential PSF qualitatively by measuring the diameter of holozone extensive use of the dilution index. phosphate solubilizing fungi (PSF) and phosphate solubilizing bacterial (PSB) potential measurement quantitatively by measuring levels of dissolved phosphate with Bray-II method.

The results obtained 10 isolates PSF and 6 isolates PSB. Largest diameter holozone generated isolates J7 of 1,1854 cm and the smallest diameter cm isolates produced J3 of 1,1005. The measurement results that available most of the phosphate levels were J7 isolates of 53,406ppm (Ca3PO4 ) and the smallest by B4 isolates of 12,89 ppm (Rock Phosphate). Based on test results concluded the potential for isolates J1, J2, J7 and B4 have the best ability in dissolving phosphate. The results both of macroscopic and microscopically identification showed that isolate number J1, J2, J7 including of Aspergillus genus and B4 including of Pseudomonas genus.

Key words: phosphate, mangrove forest, phosphate solubilizing fungi, phosphate solubilizing bacterial


(5)

ABSTRAK

JUSTER FRANDI BUTARBUTAR: Isolasi Dan Potensi Mikroba Pelarut Fosfat Pada Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibawah bimbingan DENI ELFIATI dan DELVIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi, menguji potensi serta mengindentifikasi mikroba pelarut fosfat (MPF) unggul dari Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Sampel diambil dari 30 titik dengan metode ICRAF pada kedalaman 0-20cm di sekitar rhizosfir. Analisis sifat kimia tanah hutan mangrove dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara sedangkan isolasi, uji potensi serta identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Isolasi menggunakan media Pikovskaya dengan sumber fosfat Ca3(PO4)2, sedangkan pada uji potensi sumber fosfat dari Ca3(PO4)2,

AlPO4, FePO4 dan Batuan fosfat (RP). Evaluasi potensi jamur pelarut fosfat (JPF)

dan bakteri pelarut fosfat (BPF) secara kualitatif dengan mengukur luas diameter holozone menggunakan nilai indeks pelarutan. Pengukuran potensi MPF secara kuantitatif dengan mengukur kadar fosfat terlarut dengan metode Bray-II.

Hasil isolasi diperoleh 10 isolat JPF murni dan 6 isolat BPF. Diameter holozone terbesar dihasilkan isolat J7 yaitu 1,1854 cm dan diameter terkecil dihasilkan isolat J3 yaitu 1,1005 cm. Hasil pengukuran kadar fosfat tersedia paling besar adalah isolat J7 yaitu 53,406 (sumber fosfat Ca3PO4) ppm dan paling kecil

oleh isolat B4 yaitu 12,89 ppm (sumber fosfat RP). Berdasarkan hasil uji potensi isolat J1, J2, J7 dan B4 memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan fosfat. Hasil identifikasi baik secara makroskopis dan mikroskopis menunjukkan bahwa isolat J1, J2, J7 termasuk genus Aspergillus dan B4 termasuk genus Pseudomonas.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Juster Frandi Butarbutar dilahirkan di Pokan Baru, Kabupaten Simalungun pada tanggal 30 Desember 1991 dari ayahanda Parulian Butarbutar dan Ibunda Esra br Simanjuntak. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N 3 Desa Maria Hombang. Pada tahun 2006 lulus dari SLTP Negeri 3 Pokan Baru. Pada tahun 2009 lulus dari SMA Swasta Teladan Pematangsiantar, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB) Progran Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian. Penulis memilih minat Budidaya Hutan, Program Studi Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan Kegiatan Mahasiswa Kristen (KMK). Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosisten Hutan di TAHURA Bukit Barisan pada tahun 2011. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT PSPI, Perawang, Pekan Baru dari tanggal 27 Januari sampai 28 Februari 2013. Penulis melaksanakan penelitian dari bulan Agustus 2013- Februari 2014 dengan judul “Isolasi Dan Potensi Mikroba Pelarut Fosfat Pada Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang” dibawah bimbingan Dr. Deni Elfiati, SP, MP dan Dr. Delvian, SP, MP.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Isolasi Dan Potensi Mikroba Pelarut Fosfat Pada Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mikroba pelarut fosfat pada tanah hutan mangrove dan menguji potensinya melarutkan fosfat serta mengindentifikasi mikroba pelarut fosfat paling potensial..

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Deni Elfiati, S.P., M.P sebagai ketua komisi pembimbing penulis dan kepada Bapak Dr. Delvian, S.P., M.P sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga dalam penulisan skripsi ini.

2. Orang tua tercinta, Ayahanda Parulian Butarbutar, S.Pd dan Ibunda Esra br Simanjuntak, S.Pd tersayang yang telah memberikan motivasi, doa dan segala sesuatu yang penulis butuhkan dalam pembuatan skripsi ini. 3. Adikku Jelita Kristina Butarbutar, Jernita Butarbutar, Dewi Butarbutar,

dan Epan Butarbutar yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan penelitian ini.

4. Teman-teman seperjuangan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca skripsi ini


(8)

demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Maret 2014


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Mangrove ... 4

Peranan dan Sumber Fosfat ... 5

Mikroba Pelarut Fosfat ... 6

Peran Mikroba Pelarut Fosfat ... 8

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Prosedur Penelitian ... 11

Pembuatan petak ... 11

Pengambilan contoh tanah ... 11

Isolasi mikroba pelarut fosfat... 12

Uji potensi pada media padat ... 13

Uji potensi pada media cair... 13

Identifikasi MPF yang potensial melarutkan fosfat ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat Kimia Sampel Tanah Mangrove ... 17

Isolasi Mikroba Pelarut Fosfat dari Bahan Tanah Mangrove ... 20

Kemampuan MPF melarutkan P dalam media Pikovskaya padat ... 23

Kemampuan MPF melarutkan P dalam media Pikovskaya cair ... 29

Identifikasi MPF yang potensial dalam melarutkan fosfat ... 36

Aspergillus ... 37

Pseudomonas ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42


(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN ... 46


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah mangrove ... 17

2. Hasil analisis salinitas tanah mangrove pada tiap petak pengambilan tanah ... 17

3. Hasil pengukuran indeks pelarutan dalam media Pikovskaya padat dengan berbagai sumber P yang berbeda ... 24

4. Kemampuan isolat dalam melarutkan berbagai sumber fosfat dalam media Pikovskaya cair ... 30

5. Hasil pengukuran pH media sumber P setelah 7 hari inokulasi... 34

6. Pengamatan Morfologi Koloni BPF ... 39


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Morfologi Aspergillus ... 36 2. Aspergillus sp dibawah mikroskop (perbesaran 40 kali) ... 37 3. Pseudomonas sp dibawah mikroskop (perbesaran 1000 x) ... 39


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Hasil pengukuran indeks pelarutan dalam

media Pikovskaya padat ... 46

2. Tabel rataan pengukuran P-avl dan ANOVA ... 51

3. Tabel rataan pengukuran pH dan ANOVA ... 53

4. Dokumentasi tahap penelitian ... 55

5. Pengujian Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat ... 57

6. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983) dan BPP-Medan (1982) ... 60


(14)

ABSTRACT

JUSTER FRANDI BUTARBUTAR Isolate and Examine Potential Phosphate Solubilizing Microbial (PSM) to Solubilize Insoluble Phosphate On Mangrove Forest In Percut Sei Tuan in Deli Serdang regency, under the guidance of DENI ELFIATI and DELVIAN

The research was carried out to isolate, examine and identify potential phosphate solubilizing microbial (PSM) to solubilize insoluble phosphate on Mangrove Forest in Percut Sei Tuan in Deli Serdang regency. Samples were took from 30 points use ICRAF method at depth 0-20 cm. The chemical analyze properties of mangrove forest soils conducted in Sumatra Institute for Agricultural Technology while the activities of isolation, and identification of potential trials conducted at the Laboratory of Soil Biology Agroekoteknologi Study Program Faculty of Agriculture, University of Sumatra. Isolation used Pikovskaya media with the source fosfat from Ca3(PO4)2, whereas in the potential test used Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4 and Rock Phosphate (RP) as source of insoluble phosphate. Evaluate the potential PSF qualitatively by measuring the diameter of holozone extensive use of the dilution index. phosphate solubilizing fungi (PSF) and phosphate solubilizing bacterial (PSB) potential measurement quantitatively by measuring levels of dissolved phosphate with Bray-II method.

The results obtained 10 isolates PSF and 6 isolates PSB. Largest diameter holozone generated isolates J7 of 1,1854 cm and the smallest diameter cm isolates produced J3 of 1,1005. The measurement results that available most of the phosphate levels were J7 isolates of 53,406ppm (Ca3PO4 ) and the smallest by B4 isolates of 12,89 ppm (Rock Phosphate). Based on test results concluded the potential for isolates J1, J2, J7 and B4 have the best ability in dissolving phosphate. The results both of macroscopic and microscopically identification showed that isolate number J1, J2, J7 including of Aspergillus genus and B4 including of Pseudomonas genus.

Key words: phosphate, mangrove forest, phosphate solubilizing fungi, phosphate solubilizing bacterial


(15)

ABSTRAK

JUSTER FRANDI BUTARBUTAR: Isolasi Dan Potensi Mikroba Pelarut Fosfat Pada Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibawah bimbingan DENI ELFIATI dan DELVIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi, menguji potensi serta mengindentifikasi mikroba pelarut fosfat (MPF) unggul dari Hutan Mangrove Di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Sampel diambil dari 30 titik dengan metode ICRAF pada kedalaman 0-20cm di sekitar rhizosfir. Analisis sifat kimia tanah hutan mangrove dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara sedangkan isolasi, uji potensi serta identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Isolasi menggunakan media Pikovskaya dengan sumber fosfat Ca3(PO4)2, sedangkan pada uji potensi sumber fosfat dari Ca3(PO4)2,

AlPO4, FePO4 dan Batuan fosfat (RP). Evaluasi potensi jamur pelarut fosfat (JPF)

dan bakteri pelarut fosfat (BPF) secara kualitatif dengan mengukur luas diameter holozone menggunakan nilai indeks pelarutan. Pengukuran potensi MPF secara kuantitatif dengan mengukur kadar fosfat terlarut dengan metode Bray-II.

Hasil isolasi diperoleh 10 isolat JPF murni dan 6 isolat BPF. Diameter holozone terbesar dihasilkan isolat J7 yaitu 1,1854 cm dan diameter terkecil dihasilkan isolat J3 yaitu 1,1005 cm. Hasil pengukuran kadar fosfat tersedia paling besar adalah isolat J7 yaitu 53,406 (sumber fosfat Ca3PO4) ppm dan paling kecil

oleh isolat B4 yaitu 12,89 ppm (sumber fosfat RP). Berdasarkan hasil uji potensi isolat J1, J2, J7 dan B4 memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan fosfat. Hasil identifikasi baik secara makroskopis dan mikroskopis menunjukkan bahwa isolat J1, J2, J7 termasuk genus Aspergillus dan B4 termasuk genus Pseudomonas.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem dengan produktivitas tinggi (penghasil detritus) yang memegang peranan penting dalam siklus energi. Hal ini terjadi karena banyaknya serasah daun yang gugur. Ketika partikel detritus telah diuraikan menjadi bagian yang lebih kecil, partikel tersebut akan tersuspensi dalam perairan dan akan dikonsumsi oleh filtrator dan juga zooplankton. Kebanyakan massa detritus akan tertahan oleh akar mangrove dan terdekomposisi pada tempat itu sehingga mendorong akumulasi bahan organik pada lantai hutan mangrove. Fosfor dalam perairan alami juga berasal dari dekomposisi bahan organik (Effendi, 2003).

Pada umumnya ekosistem hutan mangrove memiliki bahan organik yang tinggi. Hal itu dikarenakan banyaknya serasah yang ada disekitar rizhosfer dari hutan mangrove tersebut. Walaupun demikian, unsur hara P dalam bentuk yang tersedia untuk diserap tanaman belum tentu cukup tersedia bagi hutan mangrove dikarenakan fiksasi P yang tinggi dan tingginya P-total pada tanah mangrove sehingga unsur P tidak dapat diserap dalam bentuk yang tersedia oleh hutan mangrove. Dan hal ini merupakan salah satu permasalahan yang terjadi pada hutan mangrove kekurangan unsur P dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan


(17)

ketahanan terhadap penyakit. Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman tumbuh dengan baik ( Lingga, 1986).

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Mikroba tanah yang berperan di dalam penyediaan unsur hara P pada tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (MPF). Hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Berdasarkan hal inilah perlu dilakukan isolasi dan uji potensi mikroba pelarut fosfat untuk mendapatkan MPF yang sangat berpotensi melarutkan P pada ekosistem mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli serdang sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati yang dapat mengatasi kekurangan fosfat dalam bentuk tersedia untuk diserap tanaman pada hutan mangrove . Menurut Elfiati (2005) pupuk hayati ini layak digunakan sebagai alternatif untuk mengefisienkan pupuk P, mengingat bahan ini merupakan sumber daya alam dengan mudah dapat diperbaharui (renewable), dan dapat diintroduksikan ke daerah-daerah baru.

Kemampuan tiap mikroba pelarut fosfat berebeda-beda yang diidentifikasi dari waktu terbentuk dan luas holozone. MPF yang unggul akan menghasilkan diameter holozone yang paling besar dibandingkan dengan koloni lainnya. Isolasi mikroba pelarut fosfat dari tanah mangrove masih belum banyak dilakukan oleh karena dasar itulah penelitian ini dilakukan untuk melihat keberadaan mikroba pelarut fosfat pada tanah mangrove. Dan MPF yang diisolasi akan dilakukan uji potensi dalam melarutkan ikatan fosfat dari berbagai sumber yang berbeda.


(18)

Penggunaan sumber yang berbeda bertujuan untuk menunjukkan kemampuan MPF dalam melarutkan/melepaskan P yang terikat pada berbagai senyawa (Ginting et al.,2006)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan mikroba pelarut fosfat pada tanah hutan mangrove dan menguji potensinya melarutkan fosfat serta mengindentifikasi mikroba pelarut fosfat paling potensial.

Hipotesis Penelitian

Setiap isolat mikroba pelarut fosfat (MPF) mempunyai kemampuan yang berbeda dalam melarutkan P dari sumber yang berbeda.

Kegunaan Penelitian

Memberikan informasi mengenai mikroba pelarut fosfat di sekitar rhizosfer vegetasi hutan mangrove di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dan sebagai rekomendasi dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Mangrove

Umumnya tanah mangrove di Indonesia merupakan tanah muda. Bahan-bahan pembentuk tanah telah mengalami berbagai pencucian dan pelumatan sebelum diendapkan, sehingga partikel-partikel tanah sangat halus. Tanah mangrove mempunyai kandungan garam dan kadar air yang tinggi, asam sulfida yang melimpah, kandungan oksigen yang rendah serta bahan kasar lainnya yang berasal dari hancuran organisme laut. Tanah hutan mangrove di Indonesia umumnya bertekstur liat, liat berlempung, liat berdebu dan lempung yang berupa lumpur yang tebal, dan yang terdapat di bagian tepi-tepi sungai, muara, parit dan hamparan lumpur. Tanah mangrove umumnya kaya akan bahan organik. Secara umum tanah hutan mangrove merupakan tanah aluvial hidromorf, yang disebut juga tanah liat laut. Tanah ini merupakan tanah muda dan tergolong dalam tanah regosol atau entisol (Sukardjo, 1984).

Kondisi fisiografi pantai Indonesia sangat beranekaragam hingga hutan mangrovenya berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar dan sejajar dengan arah angin. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak kuat dengan arus pasang surut kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan pasir. Mangrove tumbuh lebat di sepanjang pantai berlumpur yang berombak lemah. Biasanya di tempat yang tidak ada muara sungai, mangrove terdapat agak tipis, namun pada tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung sedimen lumpur


(20)

dan pasir, mangrove tumbuh dan luas. Mangrove seperti ini dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Bengen, 2000).

Peranan dan Sumber Fosfat

Kadar unsur P dalam tanah maupun dalam tanaman lebih kecil jika dibandingkan dengan dua unsur penting lainnya, yakni N dan K. Walaupun demikian P merupakan kunci kehidupan karena langsung berperan dalam proses kehidupan tanaman. P di dalam tanah yang diserap tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-, tidak diikat oleh lempung maupun koloid organik karena muatannya sama ( Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

P dalam tanah dapat digolongkan menjadi P organik dan P anorganik. Porganik berasal dari humus atau bahan organik lain yang mengalami dekomposisi dan melepaskan P ke dalam larutan tanah. Senyawa anorganik terdapat dalam berbagai ikatan Al, Fe, Ca dan Mn, senyawa tersebut hanya sedikit yang larut dalam air. Fosfat bereaksi dengan liat menjadi kompleks fosfat liat yang tidak larut. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa P anorganik selalu lebih tinggi dari P organik. Senyawa P organik dalam tanah antara lain adalah fosfolipida, asam suksinat, fitin, dan inositol fosfat. Fosfat tersebut dengan mudah diubah atau didekomposisikan oleh mikrobia. Kemampuan mikrobia melakukan hidrolisis senyawa itu dengan mengeluarkan enzim sehingga P lepas sebagai P anorganik yang dilepaskan ini sering diserap lagi oleh mikrobia itu sendiri atau mikrobia lain. Jika mikrobia mati, P organik (jaringan mikrobia) akan lepas lagi menjadi P anorganik ( Rosmarkam dan Yuwono, 2002).


(21)

sangat tinggi. Kelarutan Fe dan Al tinggi pada kondisi pH rendah dan berakibat peningkatan jumlah P-terikat. Pada kondisi pH yang tinggi, ion Ca aktif terlarut dalam tanah. Kadar P relatif tinggi pada lapisan atas dan terus menurun secara bertahap mulai lapisan 40 cm (Noor, 2001).

Unsur P terdapat pada seluruh sel hidup tanaman. Beberapa fungsi fosfor adalah membentuk asam nukleat riboluse nucleic acid (RNA) dan deoxyribo nucleic acid (DNA), menyimpan serta memindahkan energi adenosin trifosfat (ATP) dan adenosin difosfat (ADP), merangsang pembelahan sel dan membantu proses asimilasi dan respirasi (Novizan, 2002).

Kekurangan unsur P dapat menyebabkan gangguan hebat pada tanaman. Sebagai akibat aktifator enzim, fosfor mengatur proses-proses enzimatik. Fosforilasi ADP menjadi ATP tergantung konsentrasi fosfor didalam tanaman. Fosfor juga berfungsi sebgai aktifator berbagai enzim, misalnya amylase memerlukan enzim P (fosfoliras glukosan). Enzim ini reversible dapat merobek amylase dengan memisahkan glukosida 1,4 dalam pati dengan bantuan ion fosfat (PO43-) sebagai pengganti air seperti halnya pada amylase ( Nyakpa et al., 1988). Mikroba Pelarut Fosfat

Berbagai spesies mikroorganisme hidup di sekitar daerah perakaran tanaman. Salah satu mikroorganisme penting adalah mikroorganisme pelarut fosfat (MPF). Peranan MPF di dalam tanah adalah membantu melarutkan P yang umumnya dalam bentuk tidak larut menjadi bentuk terlarut sehingga dapat diguna kan oleh tanaman. MPF umumnya ditemukan sebagai pelarut fosfat anorganik, yaitu sebesar 104sampai 106 sel per gram tanah dan sebagian besar terdapat pada bagian perakaran. Kemampuan dari masing-masing mikroba dalam melarutkan


(22)

fosfat anorganik beragam dan tergantung pada lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut adalah keberadaan substrat. Seperti halnya mikroorganisme lain, diduga eksudat yang dikeluarkan oleh akar tanaman akan mempengaruhi pula populasi dan keragaman mikroorganisme pelarut fosfat di tanah sekitar perakaran tanaman ( Rao, 1994).

Mikroba pelarut fosfat hidup di sekitar perakaran tanaman, mulai permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm. Keberadaannya berkaitan dengan jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik,

mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting et al, 2006).

Berbagai macam mikroorganisme menghuni rizosfir seperti fungi, bakteri, aktinomisetes, alga, dan nematoda. Aktivitas mikroorganisme di rizosfir dan rizoplan berbeda dengan tanah sekitarnya tergantung pada eksudat akar yang dikeluarkan. Akar tanaman mengeluarkan beberapa senyawa seperti asam amino, vitamin, gula, tannin dan lain sebagainya yang antara 5-23% dikeluarkan dari hasil seluruh fotosintesis tanaman yang ditransfer ke akar sebagai eksudat. Sebaliknya bahan organik pada non-rizosfir lebih lambat dimetabolisme oleh mikroba (De Nobili, et al. 2001).


(23)

Prinsip dasar isolasi mikroba pelarut fosfat ialah menyeleksi mikroba dalam media pertumbuhan spesifik yang mengandung sumber P terikat. Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media Pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat Ca3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening (holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial dapat diseleksi dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat. Pengukuran potensi pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai indeks pelarutan (dissolving index), yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut fosfat terikat secara kuantitatif dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media Pikovskaya cair. Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi (Setiawati, 1998).

Peran Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam-asam organik seperti asam format, asetat, propionate, laktat,glikolat, fumarat dan asam suksinat. Asam-asam organik ini membentuk khelat (komplek stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga

ion H2PO4- menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman (Rodriquezz dan Fraga, 2000).

Hasil uraian P-alam berupa senyawa fosfat yang berada dalam sistem tanah dengan berbagai jenjang kelarutan. Bentuk fosfat ini akan dikonsumsi oleh jasad hidup, bahan-bahan organik, kation Al, Fe, Mn, Ca, dan kation lain. Fosfat yang dikonsumsi jasad hidup akan dilibatkan dalam sintesa protoplasma dan


(24)

kembali memasuki tanah setelah diuraikan bakteri pelarut fosfat ( Poerwowidodo, 2000).

Keberhasilan inokulasi pelarut fosfat pada kondisi lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor biologi, diantaranya adalah kandungan bahan organik. Tanah dengan kandungan bahan organik rendah tidak dapat memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat. Penambahan bahan organic dengan inokulasi mikroorganisme pelarut fosfat dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat dan ketersediaan P tanah, terutama bila dikombinasikan dengan batuan fosfat ( Hanafiah, 1994).

Pelarutan fosfat oleh perakaran tanaman dan mikroorganisme tergantung pada pH tanah. Pada tanah netral atau basa yang memiliki kandungan kalsium tinggi, terjadi pengendapan kalsium. Mikroorganisme dan perakaran tanaman mampu melarutkan fosfat seperti itu dan mengubahnya sehingga dengan mudah menjadi tersedia bagi tanaman. Salah satu cara untuk memperbaiki defisiensi fosfor pada tanaman ialah dengan menginokulasikan biji atau tanah dengan mikroorganisme pelarut fosfat bersama-sama dengan pupuk berfosfat (Rao, 1994).


(25)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Isolasi dan uji potensi mikroba pelarut posfat dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan tanah yang digunakan adalah contoh tanah di sekitar rhizosfer vegetasi mangrove, kapas, aquades, kantung plastik, label, alkohol 96 %, plastik kraf, aluminium foil, kaca preparat, kaca objek dan kertas saring ( whatman No 42). Media padat Pikovskaya untuk komposisi per liter akuades : ( glukosa 10 g ; Ca3(PO4)2 5 g ; (NH4)2SO4 0,5 g ; KCl 0,2 g; MgSO4.7H2O 0,1 g; MnSO4 0,002 g; FeSO4 0,002 g; ekstrak khamir 0,5 g; agar 20 g; akuades), larutan fisiologis (8,5 g NaCl per liter akuades), AlPO4 5 g, FePO4 5 gr, dan batuan fosfat 5 gr.

Alat yang digunakan adalah cangkul, Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, cawan petri, tabung reaksi, timbangan, incubator, laminar air flow, gelas ukur volume 100 ml, autoklaf, rotarimixer, sentrifusi 7000 rpm, shaker, jarum ose, sparyer, kamera digital, masker, sarung tangan, Bunsen, kotak es (cool box) dan mikroskop.


(26)

Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Petak

Petak pengambilan sampel yang dibuat berdasarkan metode ICRAF (Ervayenri et al.,1999). Ukuran petak pengambilan sampel adalah 20 m × 20 m. Penetapan petak contoh dilakukan secara acak sebanyak lima petak contoh.

Gambar 1. Ilustrasi petak contoh pengambilan sampel tanah Keterangan:

: tempat pengambilan sampel tanah

2. Pengambilan contoh tanah

Pengambilan sampel dilakukan pada lima petak contoh dimana dari tiap petak diambil sampel tanah dari 6 titik pada kedalaman 0-20 cm di sekitar rhizosfer tanaman. Berat tanah yang diambil pada tiap titik adalah 500 g sehingga total berat sampel tanah adalah 3000 g. Sampel tanah dari tiap titik dimasukkan dalam kantung plastik yang terpisah. Sampel tanah selanjutnya dibawa ke laboratorium biologi tanah untuk kegiatan penelitian selanjutnya. Sampel tanah


(27)

dianalisis pH, C-organik, P-tersedia, P-total dan salinitasnya di Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Sumatera Utara.

3. Isolasi mikroba pelarut fosfat

Sepuluh (10) g tanah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang berisi 90 ml larutan fisiologis steril (pengenceran 10-1), kemudian dikocok selama 30 menit pada shaker. Tambahkan biosida (fungisida untuk isolasi bakteri dan bakterisida untuk isolasi fungi) pada setiap deret pengenceran larutan tersebut. Dibuat pengenceran secara serial dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan fisiologis steril (pengenceran 10-2) selanjutnya dikocok diatas rotarimixer sampai homogen. Dari pengenceran 10-2 dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis (pengenceran 10-3) dilakukan hal serupa berturut-turut sampai pengenceran 10-5. Dari pengenceran 10-3 dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan kedalam cawan petri yang telah steril dan dilakukan hal yang sama pada pengenceran 10-4 dan 10-5. Dipakai suspensi tanah dari 3 pengenceran sebagai antisipasi bila pada pengenceran tersebut tidak diperoleh mikroba pelarut fosfat. Selanjutnya tuangkan 12 ml media Pikovskaya (suhu sekitar 45-500 C) ke dalam cawan petri yang telah berisi 1 ml suspensi tanah, lalu putar cawan petri ke arah kanan dan kiri sebanyak 3 kali agar media bercampur secara merata. Kemudian diberikan label pada setiap cawan Petri sesuai dengan besar pengenceran dan dibiarkan sampai media mengeras, cawan petri diinkubasi pada inkubator dalam keadaan terbalik selama 3 hari dengan suhu 28-300 C. Setelah diinkubasi selama 3 hari dilakukan pengamatan pada mikroba yang tumbuh pada media. Keberadaan mikroba pelarut fosfat ditunjukkan dengan terbentuknya


(28)

daerah bening (holozone) yang mengelilingi koloni mikroba pelarut fosfat. Koloni tersebut kemudian dimurnikan pada media baru dan dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi media Pikovskaya, disimpan pada suhu 40 C untuk pengujian selanjutnya.

4. Uji potensi pada media padat

Mikroba pelarut fosfat yang murni selanjutnya diuji kemampuannya melarutkan fosfat dalam cawan petri berisi media Pikovskaya padat steril. Bahan yang digunakan dalam pembuatan media uji ini sama dengan bahan media Pikovskaya pada tahap isolasi, namun Ca3(PO4)2 g/L pada media isolasi diganti dengan AlPO4, FePO4, dan batuan fosfat (rock phosphate) dengan dosis 5 g/L media. Media uji dimasukkan dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras. Selanjutnya biakan murni ditumbuhkan pada media uji. Tiap biakan murni diulang sebanyak 3 kali untuk mendapatkan rataan hasil yang valid. Inkubasi dilaksanakan selama 7 hari. Mikroba pelarut fosfat yang membentuk holozone paling cepat dengan diameter paling besar secara kualitatif di sekitar koloni menunjukkan besar kecilnya potensi mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan unsur P dari bentuk yang tidak terlarut. Dihitung potensi mikroba dengan menggunakan nilai indeks pelarutan yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni (Premono, 1998).

5. Uji potensi pada media cair

Mikroba pelarut fosfat yang terpilih selanjutnya diuji kemampuannya melarutkan fosfat pada media Pikovskaya cair. Sebanyak 50 ml media Pikovskaya cair ditempatkan dalam Erlenmeyer 250 ml dan sebanyak 1 jarum ose mikroba pelarut fosfat diinokulasikan pada media cair tersebut, selanjutnya


(29)

diinkubasi secara diam dilakukan selama 7 hari pada suhu kamar. Untuk bakteri inkubasi dilakukan pada shaker sedangkan jamur inkubasi dilakukan secara diam. Setelah proses inkubasi selesai, kultur disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 10 menit sampai terjadi pemisahan filtrat dengan mikroba sehingga terbentuk endapan. Diambil filtrat jernih menggunakan pipet dan dijaga agar endapan tidak terikut. Filtrat jernih ditentukan kadar P-tersedianya dengan metode kolorimetri dan dihitung dengan Bray-II. Mikroba yang paling besar meningkatkan P terlarut secara kuantitatif pada media merupakan mikroba yang efektif dan potensial. Setelah itu pH medium diukur dengan pH meter untuk mengetahui pengaruh pelarutan fosfat oleh mikroba terhadap pH media.

Pengujian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan tiga kali ulangan dan dua faktor perlakuan. Masing-masing faktor tersebut adalah :

1. FaktorI : isolat MPF F1 = Jamur 1

F2 = Jamur 2 F3 = Jamur 7 F4 = Bakteri 4 2. Faktor II : Sumber P

P1 = Ca3PO4 P2 = AlPO4 P3 = FePO4


(30)

Dengan demikian terdapat 48 satuan percobaan ( 4 x 4 x 3) dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut :

F1P1 F2P1 F3P1 F4P1 F1P2 F2P2 F3P2 F4P2 F1P3 F2P3 F3P3 F4P3 F1P4 F2P4 F3P4 F4P4 Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ∑ijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada percobaan ke- k yang memperoleh perlakuan taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II

µ = Nilai tengah umum

αi = Perlakuan faktor I pada taraf ke-i βj = Perlakuan faktor II pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor I ke-i dan faktor II ke-j

∑ijk = Galat percobaan dari satuan percobaan ke-k pada kombinasi taraf ke-i faktor I dan taraf faktor II

Untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan maka akan dilakukan analisis sidik ragam (Anova). Apabila F-hitung nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan berdasarkan uji jarak Duncan (Duncan Multiple Range Test).

6. Identifikasi mikroba pelarut posfat yang potensial melarutkan fosfat

Setelah diperoleh mikroba pelarut fosfat paling potensial selanjutnya dilakukan indentifikasi pada mikroba tersebut. Koloni bakteri yang tumbuh pada media pikovskaya kemudian diamati karakter makroskopis koloni terebut berupa


(31)

bentuk, elevasi, permukaan, tepian, ;karakter mikroskopis dan pengujian fisiologis

koloni tersebut berupa reaksi Gram dan bentuk sel bakteri (Bergey dan Boone, 2009).

Biakan murni jamur diremajakan pada media potato dextrose agar (PDA) dan diinkubasi selama 3 hari. Jamur yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri makroskpisnya, yaitu ciri-ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan diameter koloni. Dan cirri mikroskopisnya yaitu ciri hifa, tipe percabangan hifa, serta ciri-ciri konidia dibawah mikroskop. Ciri yang ditemukan dari masing-masing jamur kemudian dideskripsikan dan dicocokkan dengan buku indentifikasi jamur (Gilman, 1971).


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sifat Kimia Sampel Tanah Mangrove

Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia tanah. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 1 dan hasil analisis salinitas tanah pada Tabel 2.

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah mangrove

Parameter Satuan Nilai Kriteria

pH (H2O) - 7.23 Netral

C-Organik % 3.44 Tinggi

P-tersedia Ppm 13.47 Rendah

P-total Mg/100g 101.10 Sangat Tinggi

Sumber kriteria : Staf Pusat Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan (Lampiran 6) Tabel 2. Hasil analisis salinitas tanah mangrove pada tiap petak pengambilan

tanah

Jenis Contoh Satuan Nilai Kriteria

Petak 1 Mmho/cm 0.251 Sangat Rendah

Petak 2 Mmho/cm 0.364 Sangat Rendah

Petak 3 Mmho/cm 0.410 Sangat Rendah

Petak 4 Mmho/cm 0.416 Sangat Rendah

Petak 5 Mmho/cm 0.434 Sangat Rendah

Sumber kriteria : Staf Pusat Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan (Lampiran 6) Hasil analisis menunjukkan pH tanah termasuk dalam kriteria netral yaitu 7,23. Menurut Bengen (2000) kondisi salinitas air berpengaruh kepada salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air. Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5. Selain itu, Menurut Kaswadji (1971) pH dengan nilai 5,5 – 6,5 dan >8,5 termasuk perairan yang kurang produktif, perairan dengan pH 6,5 – 7,5 termasuk dalam perairan yang produktif serta pH 7,5 – 8, 5 termasuk perairan dengan produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu, maka kondisi perairan hutan mangrove tempat pengambilan sampel tanah termasuk


(33)

Mikroorganisme memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove. Keberadaan dan keanekaragaman mikroorganisme dalam ekosistem mangrove salah satunya dipengaruhi oleh faktor salinitas. Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme sehingga dilakukan pengukuran salinitas tanah. Dari pengambilan sampel tanah pada rhizosfir hutan mangrove diukur salinitas tanahnya. Salinitas tanah mulai dari petak 1 sampai 5 berkisar antara 0,251-0,434 Mmho/cm yang termasuk dalam kriteria sangat rendah. Berdasarkan hal itu maka tanah tersebut merupakan tanah yang sangat mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tumbuhan tumbuh dengan baik pada tanah tersebut sehingga keberadaan mikroorganisme pada tempat pengambilan sampel tanah tergolong banyak. Dan hal ini didukung oleh pernyataan Hrenovic et al., (2003) yang mengatakan bahwa jumlah dan keanekaragaman mikroorganisme akan berkurang dengan peningkatan kadar garam.

Ketersedian fosfat dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH karena P sangat rentan diikat pada kondisi masam maupun alkalin. Ketersediaan fosfat akan menurun pada pH <5,5 atau >7,0. Pada kondisi masam aktivitas besi dan aluminium yang tinggi menjadi unsur pengikat P yang utama. Pada kondisi alkalin aktivitas fiksasi atau jerapan dilakukan oleh kalsium dan magnesium yang banyak tersedia dan larut. Menurut Poerwowidodo (2000), umumnya ketersediaan fosfat dalam tanah maksimum dijumpai pada kisaran pH 5,5–7,0.

Hasil pengukuran C-organik sampel tanah mangrove adalah 3,44 %. Kadar C-organik dapat memberi gambaran kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik sebagai sumber hara makro dan mikro tanaman juga menjadi


(34)

sumber nutrisi bagi kehidupan mikroba tanah yang akan mempengaruhi populasi dan aktivitasnya. Menurut Kusumahadi (2008) kondisi pH tanah yang demikian nampaknya juga menjadi faktor perombakan bahan organik menjadi lancar. Hal ini ditunjukkan pada kandungan bahan organik tanahnya (C-organik, %) berkisar antara 3,44 %. Nilai tersebut menggambarkan pada tanah mangrove memiliki simpanan karbon yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ketersediaan serasah vegetasi mangrove di lokasi penelitian yang cukup tinggi. Didukung oleh pendapat Hidayanto et al., (2004) yang menyatakan bahwa potensi kandungan C-organik akan semakin meningkat seiring dengan ketersediaan serasah.

Kandungan C-organik yang tinggi karena menerima sumbangan dari perakaran mangrove yang mati, daun dan ranting yang berguguran, dimana diketahui bahwa kerapatan mangrove yang bagus dapat memproduksi serasah yang tinggi sehingga aktivitas dekomposisi dapat terjadi, dimana bisa menyumbangkan C-organik yang lebih besar ke substrat yang yang ada di daerah habitat mangrove yang ada disekitarnya. Kandungan C organik pada lahan habitat mangrove biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan lahan lain, karena adanya dekomposisi dari tanaman dan sisa hewan yang ada di kawasan mangrove. Ferreira et al., (2007) menyebutkan bahwa dekomposisi bahan organik pada lahan mangrove sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan lama perendaman dan distribusi ukuran partikel substratnya.

Kandungan bahan organik berhubungan dengan keadaan P-total serta hubungan antara bahan organik dengan pH tanah. Bahan organik mengandung berbagai hara, termasuk fosfat yang akan terlepas selama dekomposisi baik dalam bentuk P-terikat ataupun P-tersedia. Besarnya bahan organik yang terdekomposisi


(35)

dipengaruhi pH tanah karena besarnya pH mempengaruhi jumlah mikroba pendekomposer. Jika pH mendukung, jumlah dan aktivitas dekomposer akan meningkat sehingga semakin besar hara yang dilepaskan dalam tanah.

Mikroba tanah mampu menghasilkan enzim ekstraseluler yaitu kelompok enzim fosfatase dan fitase yang berperan dalam mekanisme pelarutan P-organik menjadi P-anorganik secara biologis. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rao (1994) yang menunjukkan bahwa mikroba pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan unsur P melalui aktivitas enzim. Enzim ini diproduksi selama proses dekomposisi bahan organik berlangsung. Dengan kata lain enzim fosfatase yang dihasilkan berbanding lurus dengan besar bahan organik yang didekomposisi. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik, temperatur dan kelembaban. Selain faktor diatas, kemasaman atau pH turut mempengaruhi aktivitas fosfatase. Hasil penelitian Fitriatin et al., (2008) menunjukkan bahwa pH media mempengaruhi aktivitas fosfatase. Jamur lebih dominan aktivitas fosfatasenya pada pH masam karena merupakan habitat yang baik untuk pertumbuhannya yang optimum. Pada kebanyakan tanah, P-organik berkorelasi dengan C-organik tanah sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya total C-organik. Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah P-organik menggambarkan semakin meningkatnya imobilisasi P. Fosfat anP-organik dapat diimobilisasi menjadi P-organik oleh mikroba pelarut fosfat.

Isolasi Mikroba Pelarut Fosfat dari Bahan Tanah Mangrove

Biakan campuran yang tumbuh di media isolasi diamati dan dihitung jumlah mikroba yang mampu membentuk holozone. Populasi mikroba pelarut fosfat yang diperoleh yaitu 4,049 ×106 SPK/ml. Sampel tanah diambil disekitar


(36)

rhizosfer vegetasi mangrove karena umumya mikroorganisme hidup disekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikroba ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikroba dan secara fisiologis mikroba yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Pengambilan sampel dari daerah top soil sesuai dengan pernyataan Rao (1994) yang menyatakan bahwa mikroorganisme umumnya dijumpai pada tanah yang lebih dangkal dan jarang ditemukan di bagian tanah yang lebih dalam. Hal ini dikarenakan ketersediaan bahan organik dan rasio antara oksigen dan karbon dioksida yang berbeda antara daerah permukaan dengan bagian tanah yang lebih dalam. Sehingga pemilihan sampel dari bagian top soil sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh mikroorganisme pelarut fosfat.

Berdasarkan penampakan struktur tumbuhnya, mikroba pelarut fosfat hasil isolasi dibedakan atas bakteri pelarut fosfat dan jamur pelarut fosfat. Bakteri pelarut fosfat(BPF) tampak tumbuh pada 14 cawan petri dengan jumlah koloni 2,373×106 SPK/ml sedangkan Jamur Pelarut Fosfat (JPF) tampak tumbuh pada 13 cawan petri dengan jumlah koloni 1,676×106 SPK/ml. Dominannya keberadaan BPF dibanding JPF diperkirakan karena populasi mikroba pelarut fosfat dari kelompok bakteri di dalam tanah jauh lebih besar dibanding kelompok jamur. Hasil analisis menunjukkan bahwa pH tanah yang didapat adalah 7,23 dan hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri karena umumnya bakteri bertumbuh dengan baik pada pH optimum 6,5-7,5, sehingga populasi BPF lebih


(37)

banyak dibandingkan dengan JPF. Hal ini didukung Alexander (1977) yang menyatakan bahwa jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12 juta organisme per gram tanah sedaangkan fungi pelarut fosfat hanya berkisar 20 ribu sampai dengan 1 juta per gram tanah.

Tingginya populasi BPF kemungkinan karena media isolasi yang digunakan telah diatur besar pH nya sekitar netral serta kandungan nutrisi media di dalamnya sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini yang menyebabkan BPF dapat berkembang dengan pesat pada kondisi pH yang netral tidak menghambat pertumbuhannya serta nutrisi yang tercukupi membuat BPF mampu berkembang maksimal. Populasi BPF yang tinggi selain didukung media tumbuh yang sesuai juga didukung sifat genetiknya yang berkembang lebih cepat dibanding jamur. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penghambatan pertumbuhan JPF oleh BPF pada media isolasi. Menurut Foth (1994), bakteri dapat berbiak sangat cepat dengan pembelahan biner yang dapat berlangsung tiap menit bahkan lebih cepat bila kondisi lingkungan dan nutrisi mendukung. Media isolasi yang digunakan mengandung nutrisi lengkap untuk pertumbuhan mikroba. Kelengkapan nutrisi inilah yang kemungkinan turut mendukung tingginya perkembangbiakan BPF.

Hasil pemurnian isolasi 30 sampel tanah yang diambil dari 5 petak pengamatan pada kedalaman 0-20 cm diperoleh 10 isolat JPF dan 6 isolat BPF. Isolasi menggunakan media tumbuh Pikovskaya dengan sumber P dari Ca3(PO4)2. Tumbuhnya JPF ditandai dengan terbentuknya holozone di sekeliling koloni. Isolasi bertujuan memindahkan mikroba dari lingkungan asalnya sehingga diperoleh kultur murni. Kultur murni adalah biakan yang sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Biakan murni diperlukan untuk mengindentifikasi


(38)

dan mendapatkan hasil pengujian yang valid dari aktivitas 1 jenis mikroba saja (Fitter, 1991).

Kemampuan MPF Melarutkan P dalam Media Pikovskaya Padat

Mikroba pelarut fosfat yang diperoleh selanjutnya diukur kemampuannya melarutkan P-terikat pada media Pikovskaya padat. Sebagai sumber P media padat adalah Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4 dan batuan fosfat (RP). Penggantian sumber fosfat ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan Premono (1998) dengan tujuan untuk menjaring mikroba dari tanah masam yang diduga mampu melarutkan aluminium fosfat maupun besi fosfat.

MPF yang tumbuh pada media akan melarutkan P yang ditandai dengan terbentuknya holozone yang mengelilingi MPF. Holozone terbentuk sebagai akibat terjadinya pelarutan butiran fosfat dari media. Evaluasi kemampuan MPF dilakukan dengan mengukur lebar sempitnya diameter holozone yang di sekeliling koloni. Cara ini umum dilakukan, namun karena tidak memperhitungkan faktor pertumbuhan koloni, sering menghasilkan hubungan korelasi yang rendah antara

lebar holozone dengan jumlah P-terlarut secara kualitatif. Menurut Premono (1998), hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan nilai

indeks pelarutan (dissolving indeks) yaitu nisbah antara diameter holozone terhadap diameter koloni. Hasil indeks tersebut terbukti berkorelasi tinggi terhadap jumlah P yang dapat dilarutkan secara kualitatif. Maka pengukuran holozone dilakukan dengan menghitung nilai indeks pelarutan tiap isolat (Tabel 3).

Seluruh isolat MPF yang diuji memiliki efektivitas yang berbeda dalam melarutkan fosfat pada media Pikovskaya padat. Hal ini menunjukkan bahwa


(39)

MPF yang mampu melarutkan ikatan Ca3(PO4)2 pada media isolasi, belum tentu memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat yang terikat Al, Fe, dan pada batuan fosfat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfiati (2005) yang menyatakan setiap mikroba memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melarutkan ikatan fosfat Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4 dan RP. Pernyataan tersebut terbukti oleh isolat yang mampu melarutkan Ca3(PO4)2 pada media isolasi, namun tidak mampu melarutkan ikatan AlPO4, FePO4, dan pada batuan fosfat (RP) pada media uji potensi.

Hasil pengukuran indeks pelarutan dalam media Pikovskaya padat dengan berbagai sumber P yang berbeda dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran indeks pelarutan dalam media Pikovskaya padat dengan berbagai sumber P yang berbeda

Isolat Indeks Pelarutan

Ca3(PO4)2 AlPO4 FePO4 RP

J1 1,228 0,759 - -

J2 1,181  0,981 - -

J3 1,100  0,795 - -

J4 1,241 - - -

J5 1,222 - - -

J6 1,865 - - -

J7 1,185 0,998 - -

J8 1,148 - - -

J9 1,151 - - -

J10 1,333 - - -

B1 1,583 - - -

B2 1,452 - - -

B3 1,307 - - -

B4 1,600 - - -

B5 1,416 - - -

B6 1,440 - - -

Keterangan : (-) tidak membentuk holozone

Berdasarkan hasil pengukuran indeks pelarutan (pada Tabel 3) terlihat bahwa semua isolat mampu melarutkan fosfat dari sumber Ca3(PO4)2 dengan nilai indeks pelarutan yang berbeda, namun hanya beberapa isolat yang mampu melarutkan fosfat dari sumber AlPO4 sementara melarutkan fosfat dari sumber


(40)

FePO4 dan sumber RP tidak satupun isolat yang mampu melarutkannya. Indeks pelarutan terbesar ditunjukkan oleh isolat J6 dengan indeks pelarutan 1,865 dari sumber Ca3(PO4)2. Dari sumber AlPO4 indeks pelarutan terbesar ditunjukkan oleh isolat J7 yaitu 0,998. Dari sumber FePO4 dan sumber RP tidak ada isolat yang mampu melarutkan fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh isolat MPF yang diuji memiliki efektivitas yang berbeda dalam melarutkan fosfat pada media Pikovskaya padat.

Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat > asam oksalat = asam tartarat = asam malat > asam laktat = asam fumarat = asam asetat. Asam organik yang membentuk kompleks yang lebih stabil dengan logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa semua isolat JPF dan BPF mampu melarutkan fosfat dari sumber Ca3PO4. Hal itu didukung oleh pernyataan Premono (1998) yang mengatakan bahwa urutan kemudahan fosfat terlepas mengikuti urutan Ca3(PO4)2 > AlPO4 > FePO4.

Mikroba pelarut fosfat yang mampu melarutkan fosfat dari ikatan Ca3(PO4)2, belum tentu mampu melarutkan fosfat dari ikatan FePO4. Selanjutnya MPF yang mampu melarutkan fosfat dari ikatan AlPO4 juga tentu belum mampu melarutkan fosfat dari ikatan RP. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfiati (2005) yang menyatakan setiap mikroba memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melarutkan ikatan fosfat Ca3 (PO4)2, AlPO4, FePO4 dan RP. Isolat MPF yang mampu mereduksi senyawa fosfat mungkin terkait erat dengan kemampuannya dalam menghasilkan asam organik, karena menurut Ginting et al., (2006) asam organik yang dilepaskan oleh isolat MPF mampu mengikat PO4 sehingga dapat


(41)

membentuk H2PO4- dari Ca3(PO4)2. Tabel 3 menunjukkan bahwa beberapa isolat tidak mampu melarutkan P dari sumber RP (batuan fosfat) hal ini disebabkan karena RP merupakan fosfat alam yang sukar larut dalam air sehingga menyebabkan MPF sulit melarutkan P pada media tersebut.

Perbedaan kemampuan tiap isolat MPF membentuk holozone, juga diduga karena isolat MPF tidak berasal dari titik pengambilan sampel tanah yang sama. Titik pengambilan sampel yang berbeda tentunya memiliki kondisi lingkungan, kelembaban, keadaan nutrisi dari bahan organik dan eksudat akar tegakan yang berbeda pula. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam menghasilkan asam organik, dimana asam organik ini berperan dalam proses reduksi fosfat sehingga dapat membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh tanaman.

Jamur pelarut fosfat dan bakteri pelarut fosfat mempunyai kemampuan yang berbeda melarutkan fosfat pada sumber P yang berbeda. Efektivitas MPF dalam melarutkan P terikat berkaitan erat dengan cara adaptasi MPF terhadap lingkungannya. Menurut Wagner dan Wolf (1998) mineral fosfat anorganik pada umumnya terikat sebagai AlPO4.2H2O (variscite) dan FePO4.2H2O (strengite) pada tanah masam dan sebagai Ca3(PO4)2(trikalsium fosfat) pada tanah basa. Pelarutan fosfat dari sumber dan FePO4 sesuai untuk pertumbuhan JPF karena umumnya jamur tumbuh optimal pada kondisi masam sehingga JPF efektif melarutkan fosfat dari sumber AlPO4. Dan sebaliknya terhadap BPF dimana bakteri umumnya tumbuh optimal pada kondisi lingkungan dengan pH optimum 6-7,5(netral) sehingga BPF tidak efektif melarutkan fosfat dari sumber AlPO4 dan FePO4 dan dapat dilihat pada tabel 2 bahwa bakteri hanya efektif melarutkan


(42)

fosfat dari sumber Ca3(PO4)2. Didukung dengan pernyataan Rao (1994) bahwa lingkungan yang sesuai akan meningkatkan aktivitas MPF dalam mengeluarkan asam-asam organik dan enzim untuk melarutkan unsur P tanah serta beberapa hormon tumbuh.

Secara garis besar, mekanisme mikroba pelarut fosfat dalam mereduksi fosfat melalui dua tahapan yaitu secara kimiawi dan secara biologis.

1. Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia dimulai saat MPF mengekresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah hasil metabolismenya ke dalam tanah. Asam-asam organik tersebut dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Al dan Fe yang merupakan pengikat P pada tanah masam. Setiap MPF memiliki kemampuan yang berbeda secara genetik dalam mengekskresikan jenis dan jumlah asam organik. Sifat asam organik lebih penting dari jumlah yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari perbedaan kemampuan tiap jenis MPF dalam melarutkan P. Efektivitas asam-asam organik yang dihasilkan tergantung pada kondisi lingkungan mikro di dalam tanah.

2. Reduksi fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah, apabila ketersediaan fosfat tinggi maka enzim fosfatase kurang berguna atau produksi mikroba untuk menghasilkan fosfat tidak efektif. Fosfatase diekskresikan oleh akar dan mikroorganisme dalam tanah. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan


(43)

fosfat yang terikat menjadi bentuk tersedia (Ginting et al., 2006) pada pengujian di media padat tampak pertumbuhan tiap MPF berbeda-beda.

Berdasarkan penelitian Telaumbanua (2011), pada pengujian di media padat tampak pertumbuhan tiap MPF berbeda-beda, yang disebabkan beberapa hal antara lain:

1. Fraksi Ca3 (PO4)2, AlPO4, FePO4 dan RP dalam media padat yang tidak merata dalam cawan petri akan mempengaruhi holozone yang terbentuk.

2. Ketebalan media yang tidak seragam di dalam cawan petri akan mempengaruhi holozone yang terbentuk. Fraksi Ca3 (PO4)2, AlPO4, FePO4 dan RP pada media yang lebih tebal tentunya lebih sulit untuk dilarutkan daripada media yang tipis. 3. Mikroba pelarut fosfat ada yang mampu tumbuh dengan cepat dan ada mikroba yang tumbuh lambat.

Menurut Noor (2001), luas holozone yang terbentuk di sekitar koloni MPF secara kualitatif dapat menunjukkan besar kecilnya kemampuan MPF melarutkan unsur P dari bentuk yang sukar larut. Inilah yang mendasari pemilihan 4 isolat untuk dapat diuji kembali pada media cair. Begitu juga dengan Tatiek (1991) yang menyatakan daerah bening pada media padat tidak dapat menunjukkan banyak sedikitnya jumlah P terlarut yang dapat dihasilkan MPF, namun luas sempitnya daerah bening pada media padat dapat menunjukkan besar kecilnya mikroba dalam melarutkan P. Untuk itulah perlu dilakukan uji lebih lanjut pada media cair untuk mengetahui kemampuan isolat melarutkan fosfat secara kuantitatif sehingga diperoleh informasi yang lengkap tentang potensi MPF hasil isolasi dalam melarutkan fosfat.


(44)

Kemampuan MPF melarutkan P dalam Media Pikovskaya Cair

Dari hasil uji potensi pada media padat diperoleh 4 isolat yang paling potensial melarutkan fosfat. Dari JPF dipilih 3 isolat yaitu J1, J2, J7 sedangkan dari BPF dipilih hanya 1 isolat yaitu B4. Pemilihan isolat dilakukan berdasarkan isolat yang paling tinggi indeks pelarutan. Pada media Ca3PO4 isolat yang paling tinggi indeks pelarutannya adalah isolat J8 namun isolat tersebut tidak mampu melarutkan fosfat pada sumber AlPO4 sehingga tidak dipilih untuk pengujian pada media pikovskaya cair dikareakan masih ada isolat lain yang lebih berpotensi melarutkan fosfat pada sumber Ca3PO4 dan AlPO4. Sementara, untuk isolat bakteri hanya mampu melarutkan fosfat pada Ca3PO4 sehingga dipilih hanya satu isolat yang memiliki indeks pelarutan paling tinggi untuk melihat kemampuannya melepaskan ikatan P menjadi bentuk yang tersedia pada pengujian pikovskaya cair. Keempat isolat tersebut diuji kembali kemampuannya dalam melarutkan fosfat dalam media cair (sumber Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4, RP).

Berdasarkan hasil penelitian Goenadi dan Saraswati (1994), uji in vitro lebih sensiftif daripada uji indeks pelarutan fosfat. Uji in vitro menggunakan media Pikovskaya tanpa agar. Metode ini tergolong lebih rumit dan mahal dalam menganalisis besar P terbebas dalam media. Oleh karena itu umumnya uji ini dilakukan setelah uji indeks pelarutan fosfat pada media padat dengan jumlah isolat yang diujikan lebih sedikit. Tabel 4 menunjukkan jumlah P terlarut dalam 50 ml medium Pikovskaya cair dengan berbagai sumber P selama 7 hari.


(45)

Tabel 4. Kemampuan isolat dalam melarutkan berbagai sumber fosfat dalam media pikovskaya cair

Isolat Sumber P Rataan P-tersedia (Ppm) Kriteria

J1 Ca3PO4 47,186 def Sangat tinggi

AlPO4 26,593 bc Tinggi

FePO4 13,153 ab Rendah

RP 13,063 a Rendah

J2 Ca3PO4 47,480 ef Sangat tinggi

AlPO4 19,630 ab Sedang

FePO4 25,773 bc Tinggi

RP 18,776 ab Sedang

J7 Ca3PO4 53,406 f Sangat tinggi

AlPO4 35,630 cde Sangat tinggi

FePO4 26,8633 bc Tinggi

RP

18,090 ab Sedang

B4 Ca3PO4 35,333 cde Sangat tinggi

AlPO4 17,226 ab Sedang

FePO4 25,853 bc Tinggi

RP 12,89 a Rendah

Sumber kriteria : Staf Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan (Lampiran 2)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 4 terlihat bahwa kemampuan MPF dari sumber P yang berbeda sangat bervariasi. Jumlah P yang dapat dilarutkan dari sumber Ca3(PO4)2 lebih tinggi dibandingkan dengan sumber AlPO4, FePO4 dan RP. Hal ini disebabkan karena sumber AlPO4, FePO4, dan RP lebih sukar larut atau memerlukan waktu yang lama untuk melarutkannya dibandingkan dengan sumber Ca3(PO4)2 dan berkaitan erat dengan kemampuan MPF dalam menghasilkan asam organik yang berbobot molekul rendah karena jumlah asam organik yang diekskresikan oleh mikroba pelarut fosfat berbeda-beda, asam organik ini berperan membentuk khelat organik yang stabil sehingga


(46)

dapat membebaskan ion fosfat dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia (Widjajanti, 1991).

Jumlah fosfat yang dapat dilarutkan dari sumber Ca3(PO4)2 hampir sama untuk semua isolat. Jumlah P yang dilarutkan dari sumber Ca3(PO4)2 yaitu sekitar 35,333-53,406 ppm tergolong dalam kriteria sangat tinggi kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia. Dan dari sumber AlPO4 jumlah P yang dapat dilarutkan yaitu berkisar antara 17,226-35,630 ppm tergolong dalam kriteria sedang hingga tinggi kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia, sedangkan dari sumber FePO4 memiliki jumlah dan kriteria yang sama untuk isolat J2, J7, B4 dan berbeda untuk isolat J1.

Jumlah P yang dapat dilarutkan dari sumber FePO4 untuk isolat J2, J7, B4 yaitu berkisar antara 25,773-26,863 ppm dan isolat J1 sebesar 13,153 ppm. Isolat J2, J7, B4 tergolong dalam kriteria tinggi sedangkan isolat J1 tergolong dalam kriteria rendah kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia. Dan begitu juga dengan jumlah P yang dapat dilarutkan dari sumber RP untuk isolat J1, B4 yaitu berkisar antara 12,890-13,063 ppm dan isolat J2, J7 berkisar antara 18,090-18,776. Isolat J1, B4 tergolong dalam kriteria rendah sedangkan isolat J2, J7 tergolong dalam kriteria sedang kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia.

Hasil uji lanjut (pada Tabel 4) menunjukkan bahwa kemampuan isolat J2 dalam melarutkan P dari berbagai sumber yang berbeda, tidak berbeda nyata dengan kemampuan isolat J7, namun menunjukkan perbedaan yang nyata


(47)

terhadap kemampuan isolat J1 dan B4 dalam melarutkan P dari berbagai sumber yang berbeda. Dari keempat isolat yang paling baik dalam melarutkan fosfat adalah isolat J2 dan isolat J7 (pada Tabel 4) dimana kemampuannya tergolong dalam kriteria sedang sampai sangat tinggi dibandingkan dengan kemampuan isolat J1 dan isolat B4. Ini menunjukkan bahwa mikroba pelarut fosfat ini mempunyai keselektifan dalam melarutkan P dari sumber yang berbeda-beda dan juga diduga hal ini berkaitan erat dengan kemampuan MPF dalam menghasilkan asam organik yang berbobot molekul rendah karena jumlah asam organik yang diekskresikan oleh mikroba pelarut fosfat berbeda-beda, asam organik ini berperan membentuk khelat organik yang stabil sehingga dapat membebaskan ion fosfat dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia.

Kemampuan keempat isolat yang diujikan pada media pikovskaya padat dan media pikovskaya cair sangat berbeda. Pada tabel 3 menunjukann bahwa keempat isolat tersebut tidak melarutkan fosfat dari sumber FePO4 dan rock phosphate (RP). Sementara tabel 4 pada pengujian pikovskaya cair keempat isolat dapat melarutkan P dengan kriteria rendah sampai tinggi. Hal ini dikarenakan ada berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya holozone pada pengujian pikovskaya padat sehingga dapat dikatakan bahwa sebenarnya keempat isolat tersebut dapat melarutkan fosfat pada dari sumber FePO4 dan rock phosphate (RP) hanya saja sangat kecil kemampuannya melarutkan fosfat sehingga holozonenya sangat kecil dan tidak terlihat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Telaumbanua (2011) yang mengatakan bahwa faktor ketebalan media yang tidak seragam didalam cawan petri dan Fraksi Ca3 (PO4)2, AlPO4, FePO4 dan RP dalam media padat yang tidak merata dalam petri akan mempengaruhi holozone yang


(48)

terbentuk. Didukung dengan pernyataan Tatiek (1991) yang menyatakan holozone pada media padat tidak dapat menunjukkan banyak sedikitnya jumlah P terlarut yang dapat dihasilkan MPF, namun luas sempitnya holozone pada media padat dapat menunjukkan besar kecilnya MPF dalam melarutkan P. Oleh karena itulah dilakukan uji lanjut pada pikovskaya cair untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap.

Kemampuan keempat isolat ini dalam melarutkan P pada sumber AlPO4 dan FePO4 termasuk kriteria rendah sampai sangat tinggi. Menurut pernyataan Wagner dan Wolf (1998) mineral fosfat anorganik pada umumnya terikat sebagai AlPO4.2H2O (variscite) dan FePO4.2H2O (strengite) pada tanah masam. Sehingga dapat juga disimpulkan keempat isolat tersebut dapat diaplikasikan pada tanah-tanah yang tergolong masam untuk menyediakan P tersedia dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman.

Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat. MPF dalam melarutkan fosfat dari yang terikat menjadi tersedia disertai dengan perubahan pH. Hasil uji lanjut (pada Tabel 5) menunjukkan perubahan pH media dengan sumber Ca3PO4, AlPO4, dan RP tidak berbeda nyata untuk isolat J1, J2, J7, dan B4 namun menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perubahan pH media dengan sumber FePO4 oleh isolat J2. Kisaran pH media setelah inkubasi adalah 2,980-5,726 perubahan pH ini sangat tinggi dimana sebelum diberi isolat pH nya telah ditentukan yaitu pada pH netral (6,8-7,0). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat dikarenakan MPF dalam melarutkan fosfat dari yang terikat menjadi tersedia disertai dengan perubahan pH.


(49)

Selain mengukur kadar P-tersedia, dilakukan juga pengukuran pH media untuk mengetahui perubahan yang terjadi (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil pengukuran pH media sumber P setelah 7 hari inokulasi

Isolat Sumber P Rataan P-tersedia (Ppm) Kriteria

J1 Ca3PO4 3,390 abcd Sangat masam

AlPO4 3,786 cde Sangat masam

FePO4 3,856 cde Sangat masam

RP 3,660 cde Sangat masam

J2 Ca3PO4 3,340 abcd Sangat masam

AlPO4 4,083 e Sangat masam

FePO4 5,726 f Agak masam

RP 3,790 cde Sangat masam

J7 Ca3PO4 3,280 abc Sangat masam

AlPO4 3,253 abc Sangat masam

FePO4 3,967de Sangat masam

RP 3,436abcde Sangat masam

B4 Ca3PO4 3,570 bcde Sangat masam

AlPO4 3,853 cde Sangat masam

FePO4 3,436 cde Sangat masam

RP 2,980 ab Sangat masam

Sumber kriteria : Staf Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan (Lampiran 3) Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5%

Menurut Setiawati (2005) mikroba pelarut fosfat mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2PO4 -menjadi bebas dari ikatannya. Penurunan pH ini diduga akibat pembebasan sejumlah asam-asam organik oleh MPF sebagai hasil metabolismenya akibat banyaknya asam organik yang diekskresikan membuat pH menjadi turun. Hal ini merupakan bentuk adaptasi MPF terhadap media yang mengandung P terikat yang lebih tinggi dari P terlarut. Fosfat merupakan sumber energi primer bagi oksidasi


(50)

MPF. Jika MPF mati maka P-organik yang terdapat dalam jaringan mikroba akan lepas kembali dalam bentuk P-anorganik.

Asam-asam organik melarutkan P pada media dan dalam tanah melalui mekanisme antara lain: kompetisi anion ortofosfat pada tapak jerapan, perubahan pH media, pengikatan logam membentuk logam organik dan khelat oleh ligan organik. Terdapatnya asam-asam organik ini dalam tanah sangat penting artinya dalam mengurangi ikatan P oleh unsur penjerapannya dan mengurangi daya racun logam seperti aluminium pada tanah masam. Menurut Premono (1998), kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh: (1) kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah, (2) waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral, (3) tingkat dissosiasi asam organik, (4) tipe dan letak gugus fungsi asam organik, (5) affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan (6) kadar asam organik dalam larutan tanah.

Berdasarkan uji kemampuan melarutkan P pada media padat dengan berbagai sumber yang berbeda terlihat bahwa isolat J1, J2, J7 dan B4 yang paling besar membentuk holozone dengan nilai indeks pelarutan yang besar bila dibandingkan dengan isolat lainnya. Sedangkan pada uji kemampuan melarutkan P pada media cair dengan berbagai sumber yang berbeda tertinggi ditunjukkan oleh isolat J7. Isolat J7 merupakan jamur pelarut fosfat yang efektif dan potensial dalam melarutkan fosfat dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia. Dan tidak berbeda halnya pada pengujian media padat yang membentuk holozone dengan nilai indeks pelarutan yang besar juga merupakan isolat J7.


(51)

Identifika Ide paling cep serta mam karena ba mampu m dengan ba paling pot selama p makroskop Aspergillu Un gambar 1. Ke Ga

asi MPF ya entifikasi d pat, berwarn mpu melarut

nyaknya M melarutkan

aik. Alasan tensial. Seh engujian s pis dan mik us, sedangka ntuk menget

eterangan ambar morfo

ang potensia dilakukan p

na bening d tkan P-terik MPF yang di

bentuk Ca3 n lain, kare

hingga hany saja yang

kroskopis m an isolat B4 tahui gamba

:

fologi sel As

al melarutk pada MPF dengan dia kat paling be

iperoleh da a3(PO4)2, A

ena peneliti ya MPF ya

diidentifika maka isolat 4 termasuk d

aran morfol

Gambar 1 spergillus a.

kan fosfat yang mam ameter palin

esar pada m ari hasil iso

lPO4, FePO an ini bert ang menunj asi. Berdas t J1, J2 dan dalam genu logi sel Asp

1. Morfolog . Vesikel, b

mpu memb ng tinggi pa media cair. H lasi namun O4 dan batu

ujuan untu jukkan pote sarkan pen n J7 termas s Pseudomo pergillus dap

gi Aspergillu .Metulae, c

bentuk holo ada media Hal ini dilak

tidak semu tuan fosfat uk mencari ensi paling ngamatan s suk dalam g

onassp. pat dilihat p

us . Spora ozone padat kukan uanya (RP) MPF g baik secara genus pada


(52)

Hasil pengamatan langsung genus Aspergillus sp secara mikroskopis dibawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Aspergillus sp Keterangan :

Gambar 2. Penampakan Aspergillus sp.dibawah mikroskop (Perbesaran 40 kali) (a.Spora, b.Tangkai konidia)

Ciri penampakan mikroskopis MPF diuraikan sebagai berikut: Aspergillus sp.

Jamur pelarut fosfat yang paling potensial melarutkan fosfat dinyatakan dari genus Aspergillus. Hal itu dikarenakan identifikasi secara makroskopis dan secara mikroskopis yang dilakukan pada pengamatan dari JPF tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama terhadap genus Aspergillus. Ciri makroskopis dari JPF tersebut mula-mula koloni berbentuk hifa bulat berwarna putih dengan tekstur hifa halus. Kemudian setelah 3-7 hari koloni tersebut membentuk pusaran tengah berwarna coklat. Pertumbuhan dari JPF tersebut cepat hingga memenuhi cawan petri. Permukaan bawah hifa berwarna putih kecoklatan. Dan ciri mikroskopis yang ditunjukkan JPF tersebut adalah vesikula berbentuk bulat, tangkai konidiofor bening, konidia berbentuk bulat dan coklat kehitaman. Tangkai konidiofor bening, berdinding tebal dan menyolok. Karakterisitik tersebut disesuaikan dengan buku

a b


(53)

identifikasi jamur Gilman (1971) tentang A Manual of Soil Fungi sehingga dinyatakan bahwa JPF tersebut berasal dari genus Aspergillus sp.

Taksonomi fungi Aspergillus sp : Kingdom : Myceteae (Fungi) Divisio : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus sp.

Aspergillus merupakan JPF yang berkemampuan tinggi dalam melarutkan fosfat. Jamur pelarut fosfat memiliki kemampuan yang jauh melebihi BPF dalam melarutkan Ca3(PO4)2, AlPO4, dan FePO4. Menurut Darkuni dan Noviar (2001),

Aspergillus mempunyai kemampuan tinggi dalam melarutkan P dan K. Didukung oleh pernyataan Kundu dan Gaur (1980) yang mengatakan bahwa jenis jamur seperti Aspergillus sp lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Al-P. Pernyataan tersebut juga sangat mendukung hasil pada pengujian media padat dimana jamur mampu melarutkan P bukan hanya dari sumber Ca3PO4 melainkan dari sumber AlPO4 juga. Fosfor berperan dalam proses penyimpanan energi dan transfer ikatan energi. Aspergillus merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman. Aplikasi Aspergillus dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman terutama di tanah-tanah marginal. Aspergillus dapat melepaskan ikatan fosfor dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman dan dapat menghasilkan metabolik sekunder berupa griseofulvin yang dapat mengurangi infeksi tanaman oleh beberapa mikroba tanah.


(54)

Hasil pengamatan langsung genus Pseudomonas sp secara mikroskopis dibawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pseudomonas sp (Perbesaran 1000x) Pseudomonas sp.

Bakteri pelarut fosfat yang paling potensial melarutkan fosfat dinyatakan dari genus Pseudomonas. Hal itu dikarenakan identifikasi secara makroskopis, secara mikroskopis dan Uji karakter isolat BPF yang dilakukan pada pengamatan dari BPF tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama terhadap genus Pseudomonas.

Hasil identifikasi BPF pengamatan secara makroskopis dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengamatan Morfologi Koloni BPF

No. Pengamatan Hasil

1 Bentuk Koloni Bulat

2 Elevasi Cembung

3 Tepian Licin

4 Permukaan Halus Mengkilap

Setelah itu dilakukan identifikasi secara mikroskopis dengan melihat gram yang dihasilkan dan bentuk sel bakteri tersebut. Dari identifikasi yang dilakukan diketahui bahwa BPF tersebut mempunyai gram negatif dan selnya berbentuk batang.


(55)

Hasil identifikasi BPF dengan pengamatan uji fisiologis untuk melihat karakter dari isolat BPF dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakter isolat BPF

No Jenis UJi Isolat B4 Genera

1. Gram -

Pseudomonas

2. Endospora -

3. Katalase

4. Starch +

5. Casein +

6. Rafinosa -

7. NaCl 10% +

8. Sitrat -

9. Motilitas -

10. VP +

11. Oksidase D

Keterangan : d= 16-18 % Strain positif

Hasil identifikasi yang dilakukan secara makroskopis, secara mikroskopis dan uji fisiologis untuk melihat karakter dari isolat BPF disesuaikan dengan buku identifikasi BPF (Bergey dan Boone, 2009) Bergey's Manual of Systematic Bacteriology. BPF yang telah diidentifikasi disimpulkan berasal dari bakteri genus Pseudomonas.

Taksonomi bakteri Pseudomonas sp. : Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Pseudomonadales Family : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas Species : Pseudomonas sp.

Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat berupa bakteri dari genus Pseudomonas. Menurut


(56)

Pseudomonas mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan fosfat. Dan didukung oleh pernyataan Kundu dan Gaur (1980) yang mengatakan bahwa jenis bakteri seperti Pseudomonas sp lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Ca-P. Pernyataan tersebut juga sangat mendukung hasil pada pengujian media padat dimana bakteri hanya mampu melarutkan P dari sumber Ca3PO4.


(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Populasi mikroba pelarut fosfat yang diperoleh sejumlah 4,091× 106 SPK/ml.

2. Hasil isolasi MPF diperoleh JPF sebanyak 10 isolat dan BPF sebanyak 6 isolat dan diperoleh MPF potensial melarutkan fosfat sebanyak 4 isolat yaitu J1, J2, J7 dan B4.

3. Isolat yang menghasilkan P-tersedia paling besar adalah isolat J7 sebesar 32,141 ppm.

4. Hasil identifikasi baik secara makroskopis maupun mikroskopis menunjukkan bahwa isolat J1, J2, J7 termasuk termasuk genus Aspergillus sp. Sedangkan isolat B4 termasuk termasuk genus Pseudomonas sp.

Saran

Perlu dilakukan penelitian membandingkan kemampuan isolat JPF dan BPF yang potensial dan diaplikasikan dalam skala rumah kaca dengan isolat yang digunakan berasal dari isolasi jenis tanah yang berbeda.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN, Bangkok, Thailand

Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology Second edition. John Willey dan Son, Inc. NewYork.

Bengen, D. G. 2000. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir danLautan IPB. 58 hal.

Bergey, D. H. dan Boone, D.R. 2009. Bergey's Manual of Systematic Bacteriology. Second Edition. Volume Three: The Firmicutes. Springer. United States of America.

Darkuni, M. dan Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Universitas Negeri Malang.

De Nobili M., Contin M., Mondini M. dan Brookes P. C. 2001. Soil microbial biomass is triggered into activity by traceamounts of substrate. Soil Biol Bioch 33:1163–1170.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta.

Elfiati, D.2005. Peranan Mikroba Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Tanaman. e-USU repository. Medan.

Ervayenri, S., Sukarno. N., dan Kusmana. C. 1999. Arbuskula Mycorrhiza Fungi (AMF) Diversity in Peat Soil Influenced by Vegetation: Types Procedings of International Conference on Mycorrhiza in Sustainable Tropical Agriculture and Forest Ecosystem 27-30 Oktober 1997 Bogor, Indonesia. Ferreira, D. F. 1999. Programa Sisvar Versão 4.6 (Build 61). Disponível em:

http://www.dex.ufla.br/danielff/dff02.htm. Diakses 24 Februari 2014.

Fitriatin, BN., B. Joy dan T. Subroto. 2008. The Influence od Organic Phosphorous Substrate on Phosphatase Activity of soil Microbes. 2008. Proceesing International seminar of Chemistry. 30-31 Oktober, Indonesia. Fitter, A. H. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press, Yogyakarta. Foth, H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soemartono Adisoemarto.

Airlangga. Jakarta.


(59)

Ginting, R. C. B., R. Saraswati dan E. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut Fosfat. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang SumberDaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hal. 144-146.

Goenadi, D. H. dan R. Saraswati. 1994. Kemampuan Melarutkan Fosfat dari Beberapa Isolat Fungi Pelarut Fosfat. Menara Perkebunan 61(3):61-66.

Hanafiah, A.S. 1994. Mikroorganisme Pelarut P Sebagai Suatu Alternatif Pengganti Fungsi Pupuk TSP dan Kapur dalam Upaya Mengatasi Ketersediaan Fosfat bagi Tanaman. Makalah dibawakan pada seminar hasil-hasil pertanian RATA XV. BKS-PTN Barat banda Lampung.

Hidayanto, M., A. Heru W. dan Yossita F. 2004. Analisis Tanah Tambak Sebagai Indikator Tingkat Kesuburan Tambak. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 7, No. 2, Juli 2004 : 180-186 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur.

Hrenovic, J., Damir, V. dan Bozidar, S. 2003. Influence of Nutrients and Salinity on Heterotrophic and Coliform Bacteria in the Shallow, Karstic Zrmanja Estuary (Eastern Adriatic Sea). Cevre Dergisi. 46: 29 - 37.

Kaswadji,. R. 1971. Analisis ekosistem pesisir dan laut. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB . Bogor. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Kundu, B. S. dan A. C. Gaur. 1980. Establishment of Nitrogen Fixing and

Phosphate Solubilizing Bacteria in Rhizosfere and their effect on Yield and nutient uptake of wheat crop. Plant Soil 57:223-230.

Kusumahadi, K. S. 2008. Watak Dan Sifat Tanah Areal Rehabilitasi Mangrove Tanjung Pasir, Tangerang. VIS VITALIS, Vol. 01 No. 1. Jakarta.

Lingga, P. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mieke R. Setiawati . 2005. Pupuk Biologis Dari Mikroba Pelarut Fosfat. http://www.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 25 Februari 2014.

Noor. M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Nyakpa, M. Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar.,G.B.

Hong., N. Hakim. 1986. Kesuburan Tanah. UNILA. Lampung. Poerwowidodo. 2000. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa, Bandung.


(1)

Bakteri Jamur Uji potensi media padat MPF

Bakteri Jamur


(2)

57 

Lampiran 5. Pengujian Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat 1. Uji Gram

Pada uji ini bakteri yang digunakan bakteri fresh (berumur 24-18 jam).Adapun prosedur dibuat preparat ulas lalu bakteri diulas diatas preparat kemudian difiksasi (dilewatkan diatas api) selanjutnya ditambahkan Kristal violet selama 1 menit sambil dialiri aquades lalu, ditambahkan iodine selama 30 detik selanjutnya ditambahkan asetan alkohol selama 10 detik. Lalu ditambahkan safranin (zat warna tanding) selama 1 menit. Uji Positif : Apabila berwarna merah berarti termasuk gram negatif dan bila berwarna ungu termasuk gram positif.

2. Uji pewarnaan Endospora

Adapun prosedur dengan membuat ulasan bakteri pada objek kaca lalu ditutupi dengan kertas merang. Kemudian ditetesi dengan Malachite Green diatas kertas merang dan diletakkan diatas air mendidih. Dibiarkan selama 5 menit, jika pinggir mulai mengering tambahkan lagi Malachite Green. Setelah dingin objek kaca dibilas dengan aquades mengalir. Kemudian ditetesi dengan safranin sebagai counter strain dan didiamkan selama 45 detik. Kemudian dicuci dan dikeringanginkan dan diamati dibawah mikroskop.

3. Uji Katalase

Adapun prosedur dengan menggunakan regen, H2O2 (hidrogen peroksida) lalu diambil

koloni bakteri kemudian diratakan diatas objek gelas dan ditetesi regen selanjunya dilakukan pengamatan. Uji Positif: Terdapat gelembung disekitar yang kita tetesi tadi. 4. Uji Hidrolisis Starch

Adapun prosedurnya dengan menginokulasikan bakteri uji pada medium padat starch agar sebanyak 1 ose. Kemudian diinkubasikan selama 2 x 24 jam pad temperatur 300C. Setelah itu permukaan media digenangi dengan larutan Lugol’s iodine dan diamati perubahan yang terjadi. Jika terbentuk zona jernih disekitar


(3)

Lampiran 5. Lanjutan

koloni menandakan hasil uji positif, dan jika tidak terbentuk zona jernih (warna biru reagen) menandakan hasil uji negatif.

5. Uji Hidrolisi Kasein

Bakteri uji diinokulasikan pada medium padat Skim Milk Agar (SMA) sebanyak 1 ose. Kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 300C dan diamati perubahan yang terjadi, jika terbentuk zona jernih disekitar koloni menandakan hasil uji positif, dan jika warna media tetap menandakan hasil uji negatif.

6. Uji Lactosa dan Raffinosa

Bakteri uji ditumbuhkan pada medium lactosa dan Raffinosa dan diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 300C. Kemudian diamati perubahannya, jika hasil positif maka media berubah warna dari ungu menjadi kuning dan hasil negatif jika media tetap berwarna ungu.

7. Uji Toleransi NaCl

Adapun prosedur dengan membuat tiga tabung Nutrient broth yang mengandung NaCl 0%, 6,5%, dan 10 % kemudian isolat diinokulasikan dengan streak kontinyu selama 2 x 24 jam pada temperatur 300C dan hasilnya diamati dengan melihat tingkat kekeruhan dengan meedia

8. Uji Sitrat

Adapun prosedur dengan mempersiapkan simon citrat agar (SCA) lalu diambil bakteri kemudian digoreskan ke permukaan (diinokulasi) dan dilakukan pengamatan. Uji Positif : Apabila terjadi perubahan warna hijau menjadi biru berarti bakteri dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon.


(4)

59 

Adapun prosedur dengan mempersiapkan media sulfid indol multility (SIM) kemudian koloni bakteri dituuk dengan jarum ose dan diamati Uji Positif : Apabila terdapat gerakan bakteri atau terdapat warna hitam karena penggunaan sulfid.

10.Uji VP (Voges Proskaner)

Bakteri uji diinokulasikan pada medium cair MR-VP sebanyak satu ose dan diinkubasi selama selama 2 x 24 jam pada temperatur 300C. Kemudian bakteri ditetesi dengan alfatanol 3 tetes dan KOH 40% 2 tetes dan diamati perubahn yang terjadi, jika terbentuk zona jernih disekitar koloni menandakan hasil uji positif, dan jika warna media tetap menandakan hasil uji negatif.


(5)

Lampiran 6. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983) dan BPP-Medan (1982)

Sifat tanah Satuan Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat tinggi

C (karbon) % < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00

P-tersedia ppm < 8.0 8.0-15 16-25 26-35 > 35

Salinitas/DHL Mmhos

/cm <1 1-2 2-3 3-4 > 4

P-total % < 0.03 0.03-0.06

0.06-0.079 0.08-0.10 > 0.10

pH H2O

Sangat masam

Masam Agak Masam

Netral Agak alkalis

Alkalis

< 4.5 4.5- 5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5


(6)

61 

Lampiran 7. Prosedur penetapan P-tersedia tanah dengan metode Bray-II

Alat: shaker; pipet skala dan volumetrik; corong; spetrometer; tabung reaksi; Erlenmeyer.

Bahan:

1. Larutan Amonium fluoride: larutkan 3,7 g NH4F dengan H2O menjadi 100ml 2. Larutan HCl 5 N: larutkan 20,2 mL HCl pekat dengan H2O menjadi 500 ml 3. Larutan Bray-II: larutkan 30 ml larutan NH4F 1 N dengan 20 ml HCl 5 N

tambahkan H2O menjadi 1 L

4. Asam sulfat 5 N: larutkan 140 ml H2SO4 pekat BD 1,84 kg/L dengan H2O sampai volume 1 L

5. Ammonium molibdat: larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan H2O hingga 250 ml

6. Kalium antimonite tartarat: larutkan 0,298 g KSbOC4H4O6 dalam 100 ml H2O

7. Asam ascobat

8. Pereaksi fosfat A: campurkan bahan nomor 4,5 dan 6, jadikan 2 L dengan menambahkan H2O

9. Pereaksi fosfat B: campurkan 1 g asam ascorbat ke dalam 200 ml pereaksi fosfat A

10.Larutan standar P 50 ppm: larutkan 0,275 g K2HPO4. 3H2O dengan H2O hingga 1 L

11.Larutan standar 0- 0,5- 1,0- 2,0- 3,0- 4,0- 5,0 ppm P: pipet larutan standar 50 ppm P masing-masing sebanyak 0-1-2-4-6-8 dan 10 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan penuhkan dengan H2O

Cara kerja:

1. Timbang 2 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas Erlenmeyer 250 cc 2. Tambahkan larutan Bray-II sebanyak 20 ml dan goncang selama 30 menit 3. Saring dengan kertas whatman No. 42

4. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan tempatkan pada tabung reaksi 5. Tambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml, biarkan 5 menit

6. Ukur tarnsmitan pada spektrometer dengan panjang gelombang 660 nm 7. Pada saat bersamaan pipet masing-masing 5 ml larutan standar P 0-0,5- 1,0-

2,0- 3,0- 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B

8. Ukur transmitan standar pada spektrometer dengan panjang gelombang 660 nm.

Perhitungan:

Nilai absorben = - log transmitan/100

P-tersedia (ppm) = P larut × 20/2 × faktor pengenceran (bila ada)