Pertumbuhan Ekonomi

(1)

BAB I

TEMUAN ARTIKEL

(Meneropong Perkembangan Ekonomi Indonesia Ke-depan)

A. Sekilas tentang Penulis dan Judul Artikel

Artikel ini ditulis oleh L.Tantri Kristiani Rahmatianing, yaitu seorang

alumnus Pascasarjana UI, Adapun judul dari artikel ini adalah: “Meneropong Perkembangan Ekonomi Indonesia Ke depan” yang telah dipublikasikan pada sebuah media online “suluhbali.co” pada tanggal 13 Maret 2014 dan dapat di akses melalui alamat link: http://suluhbali.co/meneropong-perkembangan-ekonomi-indonesia-kedepan/.

Saat ini L.Tantri Kristiani Rahmatianing bertugas sebagai Peneliti Muda pada Forum Kajian Masyarakat untuk Ketahanan Bangsa.

B. Isi Artikel

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, Pertumbuhan Ekonomi Nasional (PDB) pada 2013 sebesar 5,78% atau menurun dibanding 2012 yang mencapai sebesar 6,23%. Hal ini lebih rendah dibanding asumsi APBNP 2013 sebesar 6,3%. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut, besaran PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada 2013 mencapai Rp 9.084,0 triliun dan atas dasar harga konstan (tahun 2000) sebesar Rp 2.770,3 triliun. Sedangkan PDB per kapita atas dasar harga berlaku pada 2013 mencapai Rp 36,5 juta/kapita atau meningkat dibandingkan 2012 yang mencapai Rp 33,5 juta/kapita.

Mengacu pada data di atas dapat digambarkan bahwa salah satu penyebab melemahnya pertumbuhan PDB 2013 adalah pelemahan pertumbuhan sektor Industri Indonesia yang selama ini sebagai penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDB. Hal ini dapat dilihat dari data 2013, pertumbuhan sektor industri pengolahan hanya mencapai 5,73% atau melemah dibanding 2012 yang mencapai 6,4%. Bahkan jika dibandingkan dengan target pertumbuhan Kementerian Perindustrian pada awal 2013 sebesar 7,14%, maka realisasi pertumbuhan industri 2013 jauh lebih rendah.


(2)

Pelemahan sektor Industri pada 2013 ini kiranya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti Pertama, kondisi perdagangan dunia yang belum pulih menyebabkan volume ekspor sektor industri menurun dari US$ 116, 12 milyar pada 2012 menjadi US$ 113 milyar pada 2013. Kedua, meningkatnya tekanan terhadap sektor industri akibat pelemahan kurs rupiah yang berdampak terhadap kenaikan harga bahan baku dan barang modal impor,

Ketiga, dampak kebijakan kenaikan suku bunga Bank Indonesia yang disengaja memperlambat pertumbuhan guna mengendalikan inflasi yang tinggi, Keempat, lambatnya realisasi rencana investasi di sektor Industri akibat masalah birokrasi dan perizinan. Kelima, keterbatasan pasokan energi ke sektor industri, kenaikan harga gas dan tarif dasar listrik. Keenam, maraknya aksi-aksi unjuk rasa buruh baik untuk menuntut perbaikan kesejahteraan termasuk tuntutan kenaikan Upah Minimum Propinsi dan Kabupaten/Kota serta hambatan logistik akibat dampak dari kondisi cuaca yang buruk.

Ancaman “deindustrialisasi”

Mencermati kondisi Industri pengolahan dalam beberapa tahun terakhir, para pengamat ekonomi menilai bahwa sektor industri nasional sedang mengalami gejala “deindustrialisasi” dan ancaman “deindustrialisasi” tersebut semakin nyata pada 2013. Hal ini ditandai dengan semakin menurunnya peran industri terhadap perekonomian Indonesia secara umum.

Berdasarkan data BPS, indikasi gejala “deindustrialisasi” antara lain terlihat dari semakin melemahnya pertumbuhan sektor Industri pengolahan dari 6,2% pada 2011 menjadi 5,73% pada 2012 dan semakin melemah ke posisi 5,56% pada 2013. Selain itu, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB cenderung menurun dari 29,2% pada 2002 menjadi 26,4% pada 2009, menjadi 24,8% pada 2010, menjadi 24,3% pada 2011, menurun lagi menjadi 23,97% pada 2012 dan tahun 2013 kontribusi industri pengolahan terhadap PDB kembali menurun menjadi 23,69%.

Gejala lain dari “deindustrialisasi” juga terlihat dengan semakin meningkatnya “defisit neraca perdagangan lndustri’ yang diperlihatkan pada 2010 bahwa total ekspor sektor industri pengolahan mencapai US$ 98,02


(3)

milyar sedangkan impor bahan baku dan penolong mencapai US$ 98,76 milyar, sehingga defisit Neraca perdagangan industri sebesar US$ 740 juta, kemudian defisit meningkat lagi menjadi US$ 8,65 milyar pada 2011, sedangkan pada 2012 meningkat menjadi US$ 24 milyar dan tahun 2013 defisit Neraca Industri meningkat lagi menjadi US$ 28,98 milyar.

Menanggapi pelemahan sektor Industri pengolahan tersebut, Direktur eksekutif Indonesian for Development of Economic and Finance, Eny Sri Hartati mengungkapkan bahwa melemahnya kontribusi sektor industri terhadap PDB dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia tidak sehat dan sektor industri belum matang. Menurutnya, di negara maju pergeseran ekonomi ke sektor jasa akan terjadi ketika kontribusi sektor Industri terhadap PDB telah melampui 30%. Sementara di Indonesia sektor jasa yang padat modal telah muncul sebagai penopang industri yang kontribusinya terhadap PDB masih rendah. Hal ini berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja.

Ketua Umum, APINDO, Sofyan Wanandi, mengungkapkan bahwa pemerintah diharapkan berusaha keras untuk mempertahankan kinerja produksi didalam negeri dan mengurangi impor bahan baku dengan mempercepat penghiliran industri agar defisit transaksi berjalan bisa dikurangi. Akan tetapi, menurut harapan tersebut tampaknya sulit terwujud mengingat pemerintah sudah sibuk menghadapi Pemilu. Sedangkan Ekonom HSBC ASEAN, Su Sian Lirn mengatakan hingga Januari 2014 peningkatan sektor manufaktur lebih banyak didominasi permintaan dalam negeri, sementara permintaan ekspor masih lesu. Produsen juga menerapkan harga jual ke konsumen lebih tinggi karena kenaikan biaya produksi dan BI harus waspada melihat perkembangan ini.

Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Mahendra Siregar mengatakan, adanya anggapan atau analis yang mengatakan bahwa industri Indonesia saat ini sedang mengalami “era deindustrialisasi” adalah salah besar. Sebab hasil analisis menunjukan bahwa perkembangan investasi pada sektor industri justru meningkat pesat. Mahendra menambahkan bahwa dalam kurun waktu 4-5 tahun terakhir,


(4)

terdapat 12 (dua belas) sektor industri yang masuk klasifikasi investasi, dimana nilai investasi penanaman modal asing (PMA) terus mengalami penguatan di sektor industri. Pada 2010, investasi PMA mencapai US$3,3 miliar dan pada 2013 nilai investasi PMA meningkat menjadi US$ 15,8 miliar atau naik hampir 5 kali lipat atau 55% dari total investasi di Indonesia. Selain itu, menurut Mahendra, sumbangan nilai investasi di sektor industri ini terhadap PDB Indonesia juga mengalami peningkatan, dari 22% pada 2000 menjadi 32% pada 2013. Bahkan berdasarkan data Japan Bank for International Cooperation (JBIC), sebanyak 30% investor Jepang menilai bahwa pasar Indonesia sangat menarik untuk tujuan investasi, dan 80% dari 500 responden investor Jepang tersebut menyatakan bahwa pada masa depan konsumsi dan pasar Indonesia akan lebih besar lagi.

Meskipun terjadi perbedaan pandangan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Kiranya pemerintah tetap perlu mencari strategi terbaik guna meningkatkan pertumbuhan sektor Industri. Dengan demikian, diharapkan pada tahun 2014 sektor industri kembali mengalami peningkatan, sehingga pembangunan di Indonesia dapat berjalan maksimal. Seiring dengan perkembangan tersebut, kiranya Pemerintah melalui kementrian terkait tetap fokus menyelesaikan program-program pembangunan ekonominnya, salah satunya terus memacu industri kreatif, mengoptimalkan pengembangan industri pengolahan bahan mentah menjadi bahan baku industri nasional, membangun klaster-klaster industri hilir, pengembangan industri kecil dan menengah, memperbaiki infrastruktur kelancaran arus bahan, mencari format pengupahan yang diterima semua pihak, dan lain-lain. Momentum Pemilu kiranya harus dipahami sebagai tonggak penguatan ekonomi Indonesia menuju lebih mandiri dan kokoh, untuk itu masyarakat harus mensukseskan Pemilu dengan menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang dapat membawa perubahan bangsa menjadi lebih baik.


(5)

BAB II

ANALISIS (CRITICAL REVIEW)

A. Penyebab menurunnya Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2013

Setelah mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen pada 2011, dan 6,23 persen pada 2012, pertumbuhan ekonomi 2013 berada dibawah 6 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2013 hanya sebesar 5,78 persen. Angka tersebut turun dibandingkan sepanjang 2012 sebesar 6,23 persen.

Data Laju Petumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2006-2013

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB

(dalam milyar USD) 285.9 364.6 432.1 510.2 539.4 706.6 846.8 878.0 PDB

(perubahan % tahunan) 5.5 6.3 6.1 4.6 6.1 6.5 6.23 5.78 PDB per Kapita

(dalam USD) 1,643 1,923 2,244 2,345 2,984 3,467 3,546 3,468 Sumber: Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Badan Pusat Statistik (BPS)

LAJU PERTUMBUHAN PDB TRIWULANAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TERHADAP TRIWULAN SEBELUMNYA, 200-2014

LAPANGAN USAHA 2011 2012*

2013*

* 2014***

Jumla

h Jumlah Jumlah I II III VI Jumlah

1. PERTANIAN, PETERNAKAN, 3,37 4,20 3,54 ,5422 792, 746, KEHUTANAN DAN PERIKANAN

a. Tanaman Bahan Makanan 1,75 3,09 1,93 69,56 9,91- 867,

b. Tanaman Perkebunan 4,47 6,22 4,93 11,1

-4 51 ,68 ,3514

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 4,78 4,69 4,76 4,31- 821, 303,

d. K e h u t a n a n 0,85 0,16 0,11 16,9

-6 19 ,56 5,86

e. P e r i k a n a n 6,96 6,49 6,86 3,29- 464, 162,

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1,60 1,56 1,34 3,56- 0,5 -7

2, 84


(6)

a. Minyak dan gas bumi -1,03 -3,64 -3,22 2,33- 0,56- 122,

b. Pertambangan tanpa Migas. 3,41 6,55 5,33 4,47- 2,24- 593,

c. Penggalian. 7,32 7,45 5,86 4,76- 194, 013,

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6,14 5,74 5,56 2,31- 632, 572,

a. Industri M i g a s -0,94 -2,80 -1,81 2,04- 0,71- 0,24 1). Pengilangan Minyak Bumi 0,53 -1,93 1,03 0,13- 730, 0,41

2). Gas Alam Cair -2,15 -3,53 -4,26 3,78- 2,06- 0,09 b. Industri tanpa Migas 6,74 6,42 6,10 2,32- 852, 752,

1). Makanan, Minuman dan Tembakau 9,14 7,57 3,34 7,36- 576, 774,

2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 7,52 4,27 6,06 2,50- 014, 321, 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 0,35 -3,14 6,18 2,62 762, 900,

4). Kertas dan Barang cetakan 1,40 -4,75 4,45 6,66 354, 0,12

5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 3,95 10,50 2,21 2,70 1,14- 2,68 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 7,19 7,80 3,00 3,49- 960, 0,62

7). Logam Dasar Besi & Baja 13,06 5,86 6,93 0,18- 742, 551,

8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 6,81 7,03 10,54 1,18- 041, 324, 9). Barang lainnya 1,82 -1,13 -0,70 0,61 171, 5,17

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 4,71 6,25 5,58 2,89- 244, 1,1 -3

a. L i s t r i k 8,22 8,34 7,68 3,89- 346, 1,79

b. Gas Kota -2,84 2,45 1,43 1,69- 260, 0,31

c. Air bersih 3,28 2,99 2,40 0,51 430, 171,

5. B A N G U N A N 6,07 7,39 6,57 5,04- 763, 273,

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 9,24 8,15 5,93 2,81- 154, 491,

a. Perdagangan Besar dan Eceran 10,01 8,68 5,89 3,62- 674, 621,

b. H o t e l 10,09 9,35 8,66 1,11- 684, 091,

c. R e s t o r a n 4,16 4,22 5,24 2,27 520, 690,

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 10,70 9,98 10,19 101, 722, 552,

a. P e n g a n g k u t a n 7,68 6,57 7,06 0,76- 513, 672,

1). Angkutan Rel -3,99 -6,67 2,71 1,81 ,9312 321,


(7)

3). Angkutan laut 3,30 4,27 6,09 1,33 122, 641,

4). Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 4,02 6,66 6,97 2,95- 402, 165,

5). Angkutan Udara 14,34 8,30 5,78 5,21- 838, 900, 6). Jasa Penunjang Angkutan 6,85 5,39 7,47 0,35- 403, 072,

b. K o m u n i k a s i 12,64 12,08 12,02 2,13 292, 482,

8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 6,84 7,15 7,56 182, 361, 791,

a. B a n k 6,90 8,30 9,19 1,64 211, 881,

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 7,30 7,12 7,01 2,35 991, 681,

c. Jasa Penunjang Keuangan 7,87 6,31 5,06 0,87 451, 581,

d. Sewa Bangunan 6,32 6,05 6,02 1,28 331, 491,

e. Jasa Perusahaan 7,30 6,48 6,81 4,73 431, 122,

9. JASA – JASA 6,80 5,25 5,46 330, 730, 713,

a. Pemerintahan Umum 5,39 1,82 1,45 3,94- 0,91- 136,

1). Adm. Pemerintahan & Pertahanan 5,33 1,69 1,37 3,88- 0,98- 106,

2). Jasa Pemerintahan lainnya 5,49 2,05 1,58 4,05- 0,78- 196,

b. S w a s t a 7,85 7,73 8,21 3,08 721, 302,

1). Sosial Kemasyarakatan 6,99 7,26 7,30 2,54 521, 532, 2). Hiburan dan Rekreasi 8,17 7,69 8,62 2,28 052, 592,

3). Perorangan dan Rumah tangga 8,13 7,91 8,50 3,37 751, 192,

PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,49 6,26 5,78 950, 492, 962, PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 6,98 6,85 6,25 111, 642, 043,

* Angka sementara Sumber: Badan Pusat Statistik

** Angka sangat sementara *** Angka sangat sangat sementara

Berdasarkan temuan pada artikel di atas, diketahui bahwa penulis menyorot tentang melemahnya sektor industri yang diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya:


(8)

1. Kondisi perdagangan dunia yang belum pulih menyebabkan volume ekspor sektor industri menurun dari US$ 116, 12 milyar pada 2012 menjadi US$ 113 milyar pada 2013,

2. Meningkatnya tekanan terhadap sektor industri akibat pelemahan kurs rupiah yang berdampak terhadap kenaikan harga bahan baku dan barang modal impor, diketahui bahwa Nilai tukar rupiah di bulan Juni 2013 berada di level IDR 9.929 per USD dan melonjak menjadi menjadi IDR 11.977 per USD pada bulan Oktober 2013,

3. Dampak kebijakan kenaikan suku bunga Bank Indonesia yang disengaja memperlambat pertumbuhan guna mengendalikan inflasi yang tinggi adapun besarnya kenaikan BI rate adalah dari 6% pada Juni 2013 menjadi 7,25% pada September 2013 dan hal ini berpengaruh terhadap investasi biaya produksi,

4. Lambatnya realisasi rencana investasi di sektor Industri akibat masalah birokrasi dan perizinan.

5. Keterbatasan pasokan energi ke sektor industri, kenaikan harga gas dan tarif dasar listrik.

6. Maraknya aksi-aksi unjuk rasa buruh baik untuk menuntut perbaikan kesejahteraan termasuk tuntutan kenaikan Upah Minimum Propinsi dan Kabupaten/Kota serta hambatan logistik akibat dampak dari kondisi cuaca yang buruk.

Namun demikian, kami berpendapat bahwa tidak hanya sektor tersebut yang menjadi satu-satunya pemicu atau penyebab pertumbuhan ekonomi menjadi rontok di bawah 6% sebagaimana yang disebut dalam artikel di atas. Kami berpandangan bahwa ketika mengamati tentang laju pertumbuhan ekonomi harus dilihat secara menyeluruh faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhinya. Adapun faktor lain yang juga memicu keterpurukan ekonomi tahun 2013 juga berasal dari sektor kondisi perekonomian global yang berdampak pada ekonomi kita, terutama untuk ekspor dan sektor lain seperti wisatawan mancanegara.


(9)

Selain itu faktor yang cukup signifikan juga berasal dari sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor konstruksi yang mana pada sektor pertanian di tahun 2012 PDBnya sebesar 14,50% dan pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 14,43%. Sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian di tahun 2012 PDBnya 11,80% dan ditahun 2013 sebesar 11,24%, sektor konstruksi di tahun 2012 PDBnya sebesar 10,26% dan di tahun 2013 sebesar 9,99%. Dilihat dari angka-angka pada tahun 2012 dan 2013 ini menunjukkan bahwa PDB indonesia mengalami penurunan sehingga menurut kami bahwa untuk melihat sebuah pertumbuhan ekonomi indonesia tidak hanya saja dilihat dari sektor industri saja tetapi dilihat dengan beberapa sektor yang mengalami penurunan.

B. Dampak menurunnya Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2013

Adapun dampak secara umum dari terpuruknya perekonomian kita di tahun 2013 adalah melambatnya penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data yang dilansir BPS, jumlah angkatan kerja di Indonesia meningkat dari 118,05 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 118,09 juta orang di bulan Agustus 2013.

Dari jumlah tersebut, penduduk yang bekerja pada Agustus 2013 tercatat sebesar 110,80 juta orang, menurun sebesar 10.000 orang

dibandingkan pada bulan Agustus 2012 yang mencapai 110,81 juta orang. Akibatnya angka pengangguran pada Agustus 2013 mengalami peningkatan sebanyak 150.000 orang dari 7,24 juta orang (6,14%) pada Agustus 2012 menjadi 7,39 juta orang (6,25%) pada Agustus 2013.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka di Indonesia, Februari 2005 - Agustus 2013 (dalam %)


(10)

Dilihat dari struktur lapangan pekerjaan utama, pada bulan Agustus 2013

(Sumber BPS 2013)

Dibandingkan Agustus 2012 penurunan jumlah tenaga kerja terjadi pada sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian turun dari 38,88 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 38,07 juta orang pada Agustus 2013. Sementara itu, jumlah tenaga kerja di sektor industri turun dari 15,37 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 14,88 juta orang di tahun berikutnya. Sedangkan peningkatan jumlah tenaga kerja terjadi pada sektor perdagangan, transportasi, pergudangan, dan komunikasi, serta sektor keuangan dan jasa kemasyarakatan.

C. Kebijakan Ekonomi Indonesia tahun 2014 dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi tahun 2015

Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan menjadi yang terendah dalam sepuluh tahun terakhir, kecuali saat krisis global pada 2009 yang mencapai 4,6 %, yakni berbeda pada angka 5,1 %. Hal tersebut terjadi karena pemerintah memilih kebijakan fiskal kontraktif ditambah dengan kebijakan moneter yang relatif ketat.

“Kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga tinggi sejak kenaikan harga BBM pada 2013 mendorong suku bunga kredit meningkat hingga 12 % sehingga ikut memperlambat Inflasi”. (Hendri Saparini). Kebijakan pelarangan ekspor mineral oleh pemerintah di saat


(11)

menurunnya harga komoditas global berdampak pada penurunan ekspor yang berlanjut pada melemahnya pertumbuhan fixed investment.

Di sisi lain pada tahun 2014 konsumsi swasta menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Inflasi relatif rendah dalam sepuluh bulan pertama, serta pemilihan umum yang dilangsungkan di 2014 mampu memberikan stimulus pda peningkatan belanja masyarakat. Hingga kwartal ketiga di 2014, pertumbuhannya mencapai 5,5 % terutama disumbangkan oleh konsumsi non pangan yang tumbuh 6,4%. Selain itu belanja pemerintah hanya tumbuh di kisaran 2,5% meskipun pada umumnya pertumbuhan lebih tinggi terjadi di tahun pemilu. Sementara investasi modal tetap diperkirakan hanya tumbuh 5 % di bawah rata-rata historisnya sebesar 8 %. Jadi dalam hal ini investasi konstruksi masih menjadi penyumbang utama dengan pertumbuhan 6,5 %, sedangka investasi mesin dan peralatan pada periode yang sama mengalami pertumbuhan hingga 4,9%.

Setelah sejenak kita melihat perbandingan pembangunan ekonomi Indonesia dengan negara lain, sekarang kita lihat langkah kebijakan apa saja yang telah diambil oleh Indonesia sebagai langkah preventif untuk mengurangi defisit neraca berjalan pada tahun 2014. Menurut Gubernur BI, bagaimanapun juga, ekspor Indonesia tidak akan dapat ditingkatkan karena hal tersebut di luar kendali Indonesia. Harga barang komoditas sangat terancam oleh prospektus revolusi shale gas di USA. Terlebih adanya larangan ekspor atas beberapa logam antara lain nikel dan bauksit, tentu saja membuat neraca perdagangan Indonesia semakin minus. Dari perhitungan didapatkan bahwa pelarangan ekspor atas nikel dan bauksit itu sendiri menyumbang defisit sebesar 0,2%.

Oleh karena itu, jalan satu-satunya yang diambil oleh Gubernur BI adalah dengan menekan pola konsumsi masyarakat yang kebanyakan merupakan konsumsi barang-barang impor. Cara pertama adalah dengan menaikkan Pajak Penghasilan atas impor sebagaimana secara eksplisit telah terlihat pada PMK-175/PMK.011/2013, bahwa impor baik dengan API maupun tanpa API atas barang-barang tertentu (sebagian besar barang-barang konsumsi), tetap dikenakan tarif 7,5% (sebelumnya impor barang dengan API


(12)

hanya dikenakan tarif 2,5%. Langkah kedua adalah dengan meningkatkan PPnBM atas impor barang-barang yang tergolong lux, misalnya gadget, smartphone, dsb. Langkah selanjutnya adalah dengan menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Saat ini rupiah telah berkisar di antara level Rp11.000 hingga Rp12.000, padahal sebelumnya hanya berkisar pada level Rp8.500,-. Diperkirakan rupiah akan terus ditekan hingga mencapai level Rp12.500 pada akhir semester kedua tahun 2014 ini dengan harapan pola konsumsi masyakat juga dapat ditekan. Kebijakan selanjutnya yang diluncurkan BI adalah penurunan jumlah kredit. Tahun lalu BI memberikan prediksi pertumbuhan kredit yang digelontorkan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 25%. Akan tetapi pada tahun 2014 ini, BI menurunkan prediksi pertumbuhan kredit menjadi 15%.

Terkait dengan adanya ancaman tapering USA, yield SUN Indonesia tertekan hingga mencapai level 8% ke arah 9%, padahal sebelumnya sempat mencapai angka 10-12%. Hal tersebut sebagian besar juga disebabkan oleh berkurangnya inflow modal akibat semakin ketatnya Quantitative Easing.

Selain itu, kondisi cuaca yang tidak mendukung pada awal tahun 2014 ini tentu saja mempengaruhi kondisi perekonomian negara Indonesia. Diperkirakan akibat meluasnya banjir, barang-barang konsumsi akan semakin langka sehingga akan terjadi inflasi sebesar 8,4%. Akan tetapi akan inflasi tersebut akan turun ke base 5%-6% pada bulan Juni ketika cuaca mulai membaik.

Beberapa faktor utama yang memperburuk perekonomian Indonesia adalah belum jelasnya aturan mengenai daftar negara yang boleh dan tidak boleh berinvestasi di Indonesia sehingga membuat investor menjadi enggan untuk berinvestasi di Indonesia. Kemudian kebijakan LTV (Loan To Value) yang lebih memperketat penyaluran kredit untuk otomotif serta rumah kedua dst. membuat pertumbuhan sektor properti dan otomotif sedikit melamban. Adanya kesenjangan UMR antara daerah dengan Jakarta membuat banyaknya tenaga kerja yang berpindah ke kota serta memicu relokasi pabrik-pabrik di daerah. Pada akhirnya, tenaga kerja yang tidak berpindah akan


(13)

mengalami kehilangan pekerjaan sehingga ancaman kredit macet properti akan meningkat akibat meningkatnya pengangguran.

Akan tetapi, di tengah faktor penekan ekonomi Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya pada awal-awal tahun 2014, diharapkan diakhir tahun 2014 perekonomian Indonesia akan membaik. Setidaknya hal tersebut tertolong oleh diselenggarakannya Pemilu 2014. Pemilu bisa menjadi katalis positif bagi konsumsi dalam negeri, produktivitas industri, tenaga kerja, serta membawa harapan baru bagi investor untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia sehingga efek negatif tapering

dapat dihindari.

Faktor-faktor positif lainnya yang juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah adanya sektor dollar earner misalnya konsumsi, transportasi, pariwisata. Selain itu daya beli masyarakat yang tinggi akibat meningkatnya UMR juga dapat menjadi stimulus untuk konsumsi dalam negeri. Kenaikan suku bunga pada level 8% akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor. Ditambah dengan adanya wacana subsidi BBM yang tetap sehingga risiko fiskal menjadi rendah, mampu menambah rating Indonesia di mata investor.

Akhirnya, dengan menganalisis kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah serta faktor-faktor positif dan negatifnya, analis ekonom Indonesia optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,2% dari realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2014, yaitu menjadi 5,8% dari angka 5,6%. Salah satu penyebab utama peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2% tersebut adalah adanya katalis Pemilu 2014 yang menyebabkan terjadinya konsumsi besar-besaran.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2015

Lembaga riset Mandiri Institute memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 akan mencapai sebesar 5,3 persen dengan utama pendorong utama sektor investasi. “Ke depan investasi diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, “kata kepala Mandiri Institute Moekti P Soejachamoen di Bikittinggi, Sumatera Barat.


(14)

Menurut dia, berdasar simulasi yang dilakukan, peningkatan investasi pengaruhnya lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika dibanding dengan belanja pemerintah. Ia menyebutkan sejumlah tantangan baik global maupun domestik akan muncul pada 2015. Dari sisi global, walaupun ekonomi Amerika Serikat mulai menggeliat, namun ekonomi Tiongkok, Jepang di perkirakan masi lesu. “kondisi lesu ini berpengaruh kurang menguntungkan bagi indonesia karena harga komoditas yang rendah padahal sekitar 60 persen ekspor indonesia berupa komoditas,”. Sementara tantangan dari dalam negeri antara lain masih adanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kurs rupiah yang melemah dan kondisi politik terutama di DPR yang masih terbelah.

Pemerintah perlu kerjasama dengan DPR dalam pembahasan RAPBN perubahan 2015, kan sulit jika DPR masi terbelah, namun kami optimis DPR tidak akan menjegalnya karena perubahan APBN terutama pengurangan subsidi sebesar 50 % untuk pembangunan infrastruktur dan setengah lainnya untuk program kesejahteraan rakyat. Sementara inflasi 2015, Moekti memperkirakan akan mencapai 5,1%. Dampak kenaikan harga BBM pada november 2014 hanya akan terasa tiga bulan pertama, setelah itu akan normal kembali.

Untuk kurs rupiah dan BI rate, Moekti memperkirakan masing-masing rata-rata Rp. 11.950 per dolar AS dan 7,8 % dan mengenai dampak kebijakan penghentian stimulus AS yang ditandai dengan kenaikan suku bunga the Fed, Moekti mengatakan tidak perlu dikhawatirkan. “ selisis suku bunga Indonesia dengan AS masih besar yaitu mencapai sekitar 6,36 basis poin sehingga masih menarik bagi investor asing.

Menengok kondisi Indonesia saat ini yang dapat dikatakan menurun dibandingkan lima tahun lalu, serta kekhawatiran akan kondisi masa depan, maka perancangan sistematis pembangunan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Semenjak GBHN dihapuskan, negara Indonesia mengalami kebingungan arah pembangunan sebab saat ini Indonesia hanya bergantung pada RJP. Seharusnya Indonesia meniru negara China dan Korea yang telah membuat perencanaan negaranya hingga 20 tahun ke depan. Di negeri


(15)

Korea, industri alat-alat berat awal mulanya dibangun sehingga sesuai prediksi, akhirnya industri elektronik bisa berkembang. Korea juga membuat perencanaan melalui sosial budaya, yaitu budaya K-POP yang telah menyerbu negara lain hingga Jepang. Pada akhirnya budaya K-POP ini berpengaruh kepada ritel Korea (Cloth Mark).

Kondisi keterpurukan Indonesia akibat tapering USA tersebut memang membawa dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia. Tahun 2013 Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terburuk di Asia serta nomor 2 di dunia setelah Argentina dan Peso.

BAB III KESIMPULAN


(16)

Berdasarkan pemaparan pada Bab II di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpilan, diantaranya:

1. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2013 hanya sebesar 5,78 persen. Angka tersebut turun dibandingkan sepanjang 2012 sebesar 6,23 persen.

2. Adapun penyebab merosotnya pertumbuhan di 2013 diantaran: Kondisi perdagangan dunia yang belum pulih menyebabkan volume ekspor sektor industri menurun dari US$ 116, 12 milyar pada 2012 menjadi US$ 113 milyar pada 2013, Meningkatnya tekanan terhadap sektor industri akibat pelemahan kurs rupiah yang berdampak terhadap kenaikan harga bahan baku dan barang modal impor, , Lambatnya realisasi rencana investasi di sektor Industri akibat masalah birokrasi dan perizinan, Keterbatasan pasokan energi ke sektor industri, dan Maraknya aksi-aksi unjuk rasa buruh baik untuk menuntut perbaikan kesejahteraan termasuk tuntutan kenaikan Upah Minimum Propinsi serta Kabupaten/Kota serta hambatan logistik akibat dampak dari kondisi cuaca yang buruk.

3. Dampak dari terpuruknya perekonomian kita di tahun 2013 diantaranya adalah melambatnya penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data yang dilansir BPS, jumlah angkatan kerja di Indonesia meningkat dari 118,05 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 118,09 juta orang di bulan Agustus 2013

4. Kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga tinggi sejak kenaikan harga BBM pada 2013 mendorong suku bunga kredit meningkat hingga 12 % sehingga ikut memperlambat Inflasi,

5. Lembaga riset Mandiri Institute memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 akan mencapai sebesar 5,3 persen dengan utama pendorong utama sektor investasi. “Ke depan investasi diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi

BAB IV REKOMENDASI


(17)

Sesuai dengan topik makalah yaitu tentang Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2015, maka kami mencoba merekomendasikan beberapa hal mendasar, diantaranya:

1. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi indonesia perlu dilakukan, peningkatan investasi yang mana pengaruhnya lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika dibanding dengan belanja pemerintah. Hal ini kami dasarkan kepada sejumlah tantangan baik global maupun domestik yang akan muncul pada 2015. Berdasarkan hasil analisa ekonom juga diketahui tentang prediksi ekonomi Amerika Serikat walaupun mulai menggeliat, namun ekonomi Tiongkok, Jepang di perkirakan masi lesu. Sehingga kondisi lesu ini dikhawatirkan berpengaruh kurang menguntungkan bagi indonesia terutama merosotnya harga komoditas yang juga merupakan potensi ekspor Indonesia yang masih berkisar di angka 60% berupa komoditas,”. Sementara tantangan dari dalam negeri antara lain masih adanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kurs rupiah yang melemah dan kondisi politik terutama di DPR yang masih terbelah.

2. Pemerintah perlu kerjasama dengan DPR dalam pembahasan RAPBN perubahan 2015, akan sulit jika DPR masih terbelah, namun kami optimis DPR tidak akan menjegalnya karena perubahan APBN terutama pengurangan subsidi sebesar 50 % untuk pembangunan infrastruktur dan setengah lainnya untuk program kesejahteraan rakyat.


(1)

hanya dikenakan tarif 2,5%. Langkah kedua adalah dengan meningkatkan PPnBM atas impor barang-barang yang tergolong lux, misalnya gadget, smartphone, dsb. Langkah selanjutnya adalah dengan menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Saat ini rupiah telah berkisar di antara level Rp11.000 hingga Rp12.000, padahal sebelumnya hanya berkisar pada level Rp8.500,-. Diperkirakan rupiah akan terus ditekan hingga mencapai level Rp12.500 pada akhir semester kedua tahun 2014 ini dengan harapan pola konsumsi masyakat juga dapat ditekan. Kebijakan selanjutnya yang diluncurkan BI adalah penurunan jumlah kredit. Tahun lalu BI memberikan prediksi pertumbuhan kredit yang digelontorkan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 25%. Akan tetapi pada tahun 2014 ini, BI menurunkan prediksi pertumbuhan kredit menjadi 15%.

Terkait dengan adanya ancaman tapering USA, yield SUN Indonesia tertekan hingga mencapai level 8% ke arah 9%, padahal sebelumnya sempat mencapai angka 10-12%. Hal tersebut sebagian besar juga disebabkan oleh berkurangnya inflow modal akibat semakin ketatnya Quantitative Easing.

Selain itu, kondisi cuaca yang tidak mendukung pada awal tahun 2014 ini tentu saja mempengaruhi kondisi perekonomian negara Indonesia. Diperkirakan akibat meluasnya banjir, barang-barang konsumsi akan semakin langka sehingga akan terjadi inflasi sebesar 8,4%. Akan tetapi akan inflasi tersebut akan turun ke base 5%-6% pada bulan Juni ketika cuaca mulai membaik.

Beberapa faktor utama yang memperburuk perekonomian Indonesia adalah belum jelasnya aturan mengenai daftar negara yang boleh dan tidak boleh berinvestasi di Indonesia sehingga membuat investor menjadi enggan untuk berinvestasi di Indonesia. Kemudian kebijakan LTV (Loan To Value) yang lebih memperketat penyaluran kredit untuk otomotif serta rumah kedua dst. membuat pertumbuhan sektor properti dan otomotif sedikit melamban. Adanya kesenjangan UMR antara daerah dengan Jakarta membuat banyaknya tenaga kerja yang berpindah ke kota serta memicu relokasi pabrik-pabrik di daerah. Pada akhirnya, tenaga kerja yang tidak berpindah akan


(2)

mengalami kehilangan pekerjaan sehingga ancaman kredit macet properti akan meningkat akibat meningkatnya pengangguran.

Akan tetapi, di tengah faktor penekan ekonomi Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya pada awal-awal tahun 2014, diharapkan diakhir tahun 2014 perekonomian Indonesia akan membaik. Setidaknya hal tersebut tertolong oleh diselenggarakannya Pemilu 2014. Pemilu bisa menjadi katalis positif bagi konsumsi dalam negeri, produktivitas industri, tenaga kerja, serta membawa harapan baru bagi investor untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia sehingga efek negatif tapering dapat dihindari.

Faktor-faktor positif lainnya yang juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah adanya sektor dollar earner misalnya konsumsi, transportasi, pariwisata. Selain itu daya beli masyarakat yang tinggi akibat meningkatnya UMR juga dapat menjadi stimulus untuk konsumsi dalam negeri. Kenaikan suku bunga pada level 8% akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor. Ditambah dengan adanya wacana subsidi BBM yang tetap sehingga risiko fiskal menjadi rendah, mampu menambah rating Indonesia di mata investor.

Akhirnya, dengan menganalisis kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah serta faktor-faktor positif dan negatifnya, analis ekonom Indonesia optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,2% dari realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2014, yaitu menjadi 5,8% dari angka 5,6%. Salah satu penyebab utama peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2% tersebut adalah adanya katalis Pemilu 2014 yang menyebabkan terjadinya konsumsi besar-besaran.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2015

Lembaga riset Mandiri Institute memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 akan mencapai sebesar 5,3 persen dengan utama pendorong utama sektor investasi. “Ke depan investasi diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, “kata kepala Mandiri Institute Moekti P Soejachamoen di Bikittinggi, Sumatera Barat.


(3)

Menurut dia, berdasar simulasi yang dilakukan, peningkatan investasi pengaruhnya lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika dibanding dengan belanja pemerintah. Ia menyebutkan sejumlah tantangan baik global maupun domestik akan muncul pada 2015. Dari sisi global, walaupun ekonomi Amerika Serikat mulai menggeliat, namun ekonomi Tiongkok, Jepang di perkirakan masi lesu. “kondisi lesu ini berpengaruh kurang menguntungkan bagi indonesia karena harga komoditas yang rendah padahal sekitar 60 persen ekspor indonesia berupa komoditas,”. Sementara tantangan dari dalam negeri antara lain masih adanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kurs rupiah yang melemah dan kondisi politik terutama di DPR yang masih terbelah.

Pemerintah perlu kerjasama dengan DPR dalam pembahasan RAPBN perubahan 2015, kan sulit jika DPR masi terbelah, namun kami optimis DPR tidak akan menjegalnya karena perubahan APBN terutama pengurangan subsidi sebesar 50 % untuk pembangunan infrastruktur dan setengah lainnya untuk program kesejahteraan rakyat. Sementara inflasi 2015, Moekti memperkirakan akan mencapai 5,1%. Dampak kenaikan harga BBM pada november 2014 hanya akan terasa tiga bulan pertama, setelah itu akan normal kembali.

Untuk kurs rupiah dan BI rate, Moekti memperkirakan masing-masing rata-rata Rp. 11.950 per dolar AS dan 7,8 % dan mengenai dampak kebijakan penghentian stimulus AS yang ditandai dengan kenaikan suku bunga the Fed, Moekti mengatakan tidak perlu dikhawatirkan. “ selisis suku bunga Indonesia dengan AS masih besar yaitu mencapai sekitar 6,36 basis poin sehingga masih menarik bagi investor asing.

Menengok kondisi Indonesia saat ini yang dapat dikatakan menurun dibandingkan lima tahun lalu, serta kekhawatiran akan kondisi masa depan, maka perancangan sistematis pembangunan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Semenjak GBHN dihapuskan, negara Indonesia mengalami kebingungan arah pembangunan sebab saat ini Indonesia hanya bergantung pada RJP. Seharusnya Indonesia meniru negara China dan Korea yang telah membuat perencanaan negaranya hingga 20 tahun ke depan. Di negeri


(4)

Korea, industri alat-alat berat awal mulanya dibangun sehingga sesuai prediksi, akhirnya industri elektronik bisa berkembang. Korea juga membuat perencanaan melalui sosial budaya, yaitu budaya K-POP yang telah menyerbu negara lain hingga Jepang. Pada akhirnya budaya K-POP ini berpengaruh kepada ritel Korea (Cloth Mark).

Kondisi keterpurukan Indonesia akibat tapering USA tersebut memang membawa dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia. Tahun 2013 Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terburuk di Asia serta nomor 2 di dunia setelah Argentina dan Peso.

BAB III KESIMPULAN


(5)

Berdasarkan pemaparan pada Bab II di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpilan, diantaranya:

1. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2013 hanya sebesar 5,78 persen. Angka tersebut turun dibandingkan sepanjang 2012 sebesar 6,23 persen.

2. Adapun penyebab merosotnya pertumbuhan di 2013 diantaran: Kondisi perdagangan dunia yang belum pulih menyebabkan volume ekspor sektor industri menurun dari US$ 116, 12 milyar pada 2012 menjadi US$ 113 milyar pada 2013, Meningkatnya tekanan terhadap sektor industri akibat pelemahan kurs rupiah yang berdampak terhadap kenaikan harga bahan baku dan barang modal impor, , Lambatnya realisasi rencana investasi di sektor Industri akibat masalah birokrasi dan perizinan, Keterbatasan pasokan energi ke sektor industri, dan Maraknya aksi-aksi unjuk rasa buruh baik untuk menuntut perbaikan kesejahteraan termasuk tuntutan kenaikan Upah Minimum Propinsi serta Kabupaten/Kota serta hambatan logistik akibat dampak dari kondisi cuaca yang buruk.

3. Dampak dari terpuruknya perekonomian kita di tahun 2013 diantaranya adalah melambatnya penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data yang dilansir BPS, jumlah angkatan kerja di Indonesia meningkat dari 118,05 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 118,09 juta orang di bulan Agustus 2013

4. Kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga tinggi sejak kenaikan harga BBM pada 2013 mendorong suku bunga kredit meningkat hingga 12 % sehingga ikut memperlambat Inflasi,

5. Lembaga riset Mandiri Institute memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 akan mencapai sebesar 5,3 persen dengan utama pendorong utama sektor investasi. “Ke depan investasi diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi

BAB IV REKOMENDASI


(6)

Sesuai dengan topik makalah yaitu tentang Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2015, maka kami mencoba merekomendasikan beberapa hal mendasar, diantaranya:

1. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi indonesia perlu dilakukan, peningkatan investasi yang mana pengaruhnya lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika dibanding dengan belanja pemerintah. Hal ini kami dasarkan kepada sejumlah tantangan baik global maupun domestik yang akan muncul pada 2015. Berdasarkan hasil analisa ekonom juga diketahui tentang prediksi ekonomi Amerika Serikat walaupun mulai menggeliat, namun ekonomi Tiongkok, Jepang di perkirakan masi lesu. Sehingga kondisi lesu ini dikhawatirkan berpengaruh kurang menguntungkan bagi indonesia terutama merosotnya harga komoditas yang juga merupakan potensi ekspor Indonesia yang masih berkisar di angka 60% berupa komoditas,”. Sementara tantangan dari dalam negeri antara lain masih adanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kurs rupiah yang melemah dan kondisi politik terutama di DPR yang masih terbelah.

2. Pemerintah perlu kerjasama dengan DPR dalam pembahasan RAPBN perubahan 2015, akan sulit jika DPR masih terbelah, namun kami optimis DPR tidak akan menjegalnya karena perubahan APBN terutama pengurangan subsidi sebesar 50 % untuk pembangunan infrastruktur dan setengah lainnya untuk program kesejahteraan rakyat.