Struktur Dan Makna Upacara “Manyue” Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 棉兰福建裔华人满月礼的仪式形式及含义 (Mián lán fújiàn yì huárén mǎnyuè lì de xíngshì jí hányì)

STRUKTUR DAN MAKNA UPACARA ͞MANYUE͟ PADA SUKU HOKKIAN DI KOTA MEDAN 棉兰福建裔华人满月礼的仪式形式及含义 ( Mián lán fújiàn yì huárén mǎnyuè lì de xíngshì jí hányì ) SKRIPSI OLEH : ROTUA YATI SIAGIAN NIM : 100710042
PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
Universitas Sumatera Utara

STRUKTUR DAN MAKNA UPACARA ͞MANYUE͟ PADA SUKU HOKKIAN DI KOTA MEDAN 棉 兰福建裔 华人满 月礼的仪 式形式 及含义 ( Mián lán fújiàn yì huárén mǎnyuè lì de xíngshì jí hányì )

SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Budaya Sastra Cina.

Oleh: Rotua Yati Siagian NIM : 100710042 Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si NIP.196709081993032002

Sheyra Silvia Siregar, S.S, MTSCOL

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA
Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Disetujui oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi Sastra Cina Ketua,
Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A NIP. 19630109 198803 2 001
Universitas Sumatera Utara

PENGESAHAN
Diterima oleh : Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Cina pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Pada Tanggal Hari

: : :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 197603 1 001 Panitia Ujian No. Penguji 1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. 2. Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si 3. Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si 4. Sheyra Silvia Siregar, S.S , MTSCOL 5. Sheyla Silvia Siregar, S.S, M.Si

Tanda Tangan () () () () ()

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang pernah saya peroleh.
Medan, Januari 2015 Penulis
Rotua Yati Siagian
100710042
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
The title of this paper is “Struktur dan Makna Upacara “Manyue” Pada Suku Hokkian di Kota Medan”. The purpose of this paper is to determine the structure and meaning of each stages Manyue. This research is based on ceremonial Manyue happens to the Hokkien in Medan. The methodology used in this paper is descriptive analysis. The theory is used to analyze the topic is generic or schematic structure and semiotics that is used to determine the structure at a ceremony on the Hokkien Manyue in Medan. The result show that the structure contained on ceremonial Manyue consists of seven stages and mutually sustaining meaning. The seven stages are: the ceremony of homage to God, tribute to ancestors, baby naming ceremony, a ceremony introducing the baby to your family andguests, the ceremony of cutting hair ceremony to pray for the baby, and last rites of eating together and the giving of gifts. Keywords : Hokkian, Manyue ,Ceremony, Meaning, Structure
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang diberikan judul “Struktur dan Makna Upacara “Manyue” Pada Suku Hokkian di Kota Medan”. Skripsi ini ditulis sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Budaya, sepanjang penulisan skripsi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, materi, waktu, bimbingan dan doa kepada penulis. Oleh karena itu saya ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Drs. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara beserta jajarannya. 2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A, selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra
Cina, Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si, selaku Skretaris Jurusan Program Studi
Sastra Cina, Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dra.Junita Setiana Ginting, M.Si selaku dosen pembimbing I. Ibu telah
banyak membantu saya memberikan masukan, kritik dan meluangkan waktunya selama menulis skripsi. 5. Bapak Peng Pai, M.A, dan Laoshi Sheyra Silvia Siregar, S.S, MTSCOL selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan banyak masukan, kritikan, dan semangat kepada saya selama menulis skripsi Mandarin. 6. Hormat dan sembah sujud penulis yang tidak terhingga kepada Ayahanda Mardongan Siagian dan Ibunda tercinta Maslina Sitompul yang telah membesarkan saya, mendidik, memberikan doa, nasehat, semangat, kasih sayang dan pengorbanan baik moril dan materil. Kepada keempat adik saya
Universitas Sumatera Utara

Jalribes Siagian, Martini Siagian, Oksvi Yen Siagian dan si bungsu keluarga Edi Son Siagian yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat kepada saya. 7. Kepada keluarga saya Bou Roma, Bou Inur, Uda Sabar dan keluarga Opung S.Siagian/br.Napitupulu dan Keluarga Opung A.Sitompul/br.Simamora yang memberi saya motivasi dan dukungan baik doa, materi dan dukungan dalam penulisan skripsi ini. 8. Kepada Sahabat terkasih saya Dolin Kristian Simangunsong, ST yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat dan selalu meluangkan waktu disaat suka dan duka selama penulisan skripsi ini. 9. Kepada sahabat-sahabat terbaik saya, Ade Danu, Zuraida Yamin, Paska Apriani telah memberikan kenangan selama kuliah dan yang selalu mendukung, memberikan semangat dan berbagi canda tawa. 10. Kepada teman-teman stambuk 2010: Jems, Amel, Putri, Donna, Anggel, Monic, Joy, Devi (Acen), Grace, Bernard, Mangiring, Anas, Rudi, Febby, Anisa, Jesica, Sindy, Romel, Ivo, Patricia dan teman-teman lainnya yang mengisi kenangan masa perkuliahan selama 4 tahun dan juga berjuang dalam menyelesaikan skripsi. 11. Kepada Kak Endang terima kasih sudah banyak membantu baik memberi informasi, menyusun berkas dan doanya. Terima kasih buat candaanya selama di kantor admin jurusan. 12. Kak Sheyla, Kak Vivi, Kak Chacha, Abang Kasa, Abang Roni Sagala, Abang Dedi Purba dan Kak Lasma, Kak Mira, Kak Sucita, Abang Budi, Kak Jun,

Universitas Sumatera Utara

Kak Eirene, dan seluruh Senior 2007, 2008, 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu untuk mengunduh jurnal dan memberikan masukan serta motivasi kepada saya. 13. Kepada seluruh adik-adik stambuk 2012, 2013 dan 2014 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 14. Kepada seluruh para informan dan pihak Keluruhan Sei Putih Timur yang telah membantu saya dalam melengkapi data-data skripsi saya.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi yang disajikan ini sangat jauh dari sempurna karena masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun skripsi ini.
Akhir kata, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu. Demikianlah ucapan terima kasih ini saya sampaikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….……………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………..………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………........................ vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …..………………………………………….….... 1


1.2 Batasan Masalah ……..…………………………………….…….... 6

1.3 Rumusan Masalah………..…………………………………….....…. 6

1.4 Tujuan Penelitian …………..………………………………….....…. 6

1.5 Manfaat Penelitian

……..………………………………..….... 7

1.5.1 Manfaat Teoritis ………..…………………………..…..….. 7

1.5.2 Manfaat Praktis …………..……………………………….. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka ……………………..……………………...…..…. 9

2.2 Konsep …………………………………………………………... 11


2.2.1 Kebudayaan ……………………………………………...…… 11

2.2.2 Struktur .............……………………………………..….... 12

2.2.3 Makna ……………………………………………...….... 13

2.2.4 Upacara .............................................................................. 13

2.2.5 Manyue ............………………………………………..…..14

2.2.6 Suku Hokkian .................................................................. 15

2.3 Landasan Teori ………………………………………………..…. 17

2.3.1 Teori Upacara .................................................................. 18

2.3.2 Teori Semiotik .................................................................. 19

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif ………………………....... 21

3.2 Data dan Sumber Data ....………………………….…………...... 22

3.3 Teknik Pengumpulan Data

…………………….…………...... 23

3.3.1 Studi Kepustakaan (Library Research) …………………... 24

3.3.2 Observasi ............………………………………………...… 24

3.3.3 Wawancara ...............…………………….…………………... 25

3.4 Lokasi Penelitian ...........……………………….………………...… 26

3.5 Teknik Pengolahan Data ……….......................…………………... 27

3.6 Teknik Analisis Data …………………………….…………….. 27


BAB IV STRUKTUR DAN MAKNA UPACARA “MANYUE” PADA SUKU HOKKIAN DI KOTA MEDAN 4.1 Struktur Upacara “Manyue” Pada Suku Hokkian di Kota Medan ……….... 29

Universitas Sumatera Utara

4.1.1 Upacara Penghomatan Kepada Tuhan atau Sang Pencipta ...... 30

4.1.2 Upacara Penghormatan leluhur atau Orang tua ................... 33

4.1.3 Upacara Pemberian Nama Sang Bayi ............................... 34

4.1.4 Upacara Memperkenalkan Sang Bayi ............................... 41

4.1.5 Upacara Pemotongan Rambut Sang Bayi ............................... 42

4.1.6 Upacara Mendoakan Sang Bayi ........................................... 45

4.1.7 Upacara Makan Bersama, Pemberian Hadiah dan Pemberian

Telur Merah


................................................................... 46

4.2 Makna Dari Struktur Upacara “Manyue” Pada Suku Hokkian di Kota

Medan ........................................................................................... 48

4.2.1 Makna Upacara Penghormatan Kepada Tuhan atau Sang

Pencipta ............................................................................... 48

4.2.2 Makna Upacara Penghormatan Kepada Leluhur dan

Orang tua ............................................................................... 48

4.2.3 Makna Upacara Pemberian Nama Sang Bayi ................... 49

4.2.4 Makna Upacara Memperkenalkan Sang Bayi .................. 50

4.2.5 Makna Pemotongan Rambut Sang Bayi ............................... 51


4.2.6 Makna Upacara Mendoakan Sang Bayi ............................... 52

4.2.7 Makna Upacara Makan Bersama, Pemberian Hadiah dan

Pemberian Telur Merah ....................................................... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ………………..……………………………………......... 55

5.2 Saran …………………………………………..……………..... 56

DAFTAR PUSTAKA

………………………………………....... 57

DATA INFORMAN …………………………………………………... 58

LAMPIRAN ……………………………………………………...….... 60


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 ....................................................................................... 28 Gambar 4.1 ………………………………………………………… 30 Gambar 4.2 ………………………………………………………… 31 Gambar 4.3 ………………………………………………………… 31 Gambar 4.4 ………………………………………………………… 32 Gambar 4.5 ………………………………………………………… 32 Gambar 4.6 ………………………………………………………… 42 Gambar 4.7 …………………………………………………………. 43 Gambar 4.8 …………………………………………………………. 43 Gambar 4.9 …………………………………………………………. 44 Gambar 4.10 …………………………………………………………. 44 Gambar 4.11 …………………………………………………………. 45 Gambar 4.12 ………………………………………………………… 47 Gamar 4.13 …………………………………………………………. 47
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
The title of this paper is “Struktur dan Makna Upacara “Manyue” Pada Suku Hokkian di Kota Medan”. The purpose of this paper is to determine the structure and meaning of each stages Manyue. This research is based on ceremonial Manyue happens to the Hokkien in Medan. The methodology used in this paper is descriptive analysis. The theory is used to analyze the topic is generic or schematic structure and semiotics that is used to determine the structure at a ceremony on the Hokkien Manyue in Medan. The result show that the structure contained on ceremonial Manyue consists of seven stages and mutually sustaining meaning. The seven stages are: the ceremony of homage to God, tribute to ancestors, baby naming ceremony, a ceremony introducing the baby to your family andguests, the ceremony of cutting hair ceremony to pray for the baby, and last rites of eating together and the giving of gifts. Keywords : Hokkian, Manyue ,Ceremony, Meaning, Structure
Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku
bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan budaya merupakan “...keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”.
Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan lain, namun mempunyai unsur yang sama. Seperti yang dipaparkan Tylor dalam Poerwanto (2000:52); “kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”. Setiap suku bangsa tentu memiliki ciri khasnya masing-masing dalam mewujudkan kebudayaan. Suatu suku bangsa dapat menampilkan ciri khas yang dapat dilihat oleh orang luar yang bukan suku bangsa itu sendiri. Ciri khas dalam suatu kebudayaan dapat dilihat karena kebudayaan itu menghasilkan sesuatu unsur kebudayaan yang khusus misalnya dari segi bahasa, adat istiadat, ataupun upacara kebudayaan yang dimilikinya
Salah satu peninggalan budaya Tiongkok adalah budaya upacara kelahiran. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:459); „kelahiran berasal dari kata

“lahir”yang berarti keluar dari kandungan atau muncul kedunia dan merupakan proses akhir dari suatu kehamilan”. Kelahiran dianggap sebagai suatu peristiwa yang penting dan berharga dalam kehidupan manusia karena kelahiran merupakan awal kehidupan seseorang yang muncul kedunia ini. Seorang ibu berjuang agar dapat melahirkan seorang anak dengan penuh kasih sayang serta kebahagian. Oleh karena itu upacara kelahiran dilaksanakan atas rasa syukur terhadap Sang Pencipta dan berhubungan dengan kekerabatan. Di Tiongkok upacara kelahiran disebut dengan upacara “Manyue” yang artinya bulan purnama dan dilakukan ketika usia bayi genap satu bulan . Menurut Kamus Besar Tionghoa-Indonesia (2010:204) , “Man” artinya penuh : berisi dan “Yue” artinya bulan. Upacara kelahiran atau “Manyue” sering disebut juga dengan upacara pemberian telur merah. Telur yang melambangkan suatu tahapan kehidupan yang baru, sedangkan warna merah melambangkan perayaan dan keberuntungan. Bentuk telur yang oval melambangkan harmoni dan kesatuan. Jadi telur merah menandakan kebahagian dan permulaan hidup yang baru dengan hadirnya seorang bayi.
Menurut masyarakat Etnis Tionghoa pada zaman dahulu di Tiongkok tingkat kematian bayi sangat tinggi karena ilmu pengobatan belum terlalu maju seperti sekarang ini. Jika seorang bayi mampu bertahan hingga berusia satu bulan maka kemungkina besar dapat bertahan hidup sampai dewasa, maka dari itu dirayakanlah perayaan “Manyue” yang dimaknai sebagai perayaan rasa syukur yang dipanjatkan kepada para dewa dan para leluhur karena telah melindungi sang bayi. Budaya Tiongkok menganut garis patrilineal yaitu garis lurus keturunan dimana kelahiran anak laki-laki lebih dihargai dari pada anak perempuan. Maka


dari itu peran anak laki-laki sangat penting dalam tradisi Tionghoa. Upacara “Manyue” kadang-kadang hanya dirayakan kepada bayi laki-laki saja, atau perayaan buat bayi laki-laki lebih meriah dibanding bayi perempuan. Akan tetapi sekarang pesta “Manyue” dirayakan untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan.
Bukan hanya bayi, sang ibu yang telah melahirkan pun perlu diperhatikan. Seorang ibu yang selesai melahirkan tentu akan menjalani masa nifas. Masa nifas adalah masa dimana ibu beristirahat selama satu bulan tanpa keluar rumah. Pada saat masa nifas sang ibu dan sang bayi dirawat oleh salah seorang perawat atau yang biasa disebut dengan ibu angkat. Ibu angkat bertugas merawat sang bayi dan ibunya sampai masa nifasnya selesai dan membantu sang ibu untuk menjaga dan merawat sang bayi. Selain itu ibu angkat bertugas memasakkan makanan yang membantu sang ibu agar kembali sehat dengan memasak makanan yang menghangatkan sang ibu. Ini dimaksudkan agar sang ibu dapat kuat menjalankan upacara “Manyue”. Suku Hokkian percaya bahwa kondisi seorang ibu paling lemah selama hidupnya adalah ketika seorang ibu melahirkan. Hal ini dimaksudkan agar ibu yang selesai melahirkan tidak jatuh kedalam kondisi yang terlalu lelah atau tidak terjangkit oleh penyakit dari luar yang dapat membahayakan seorang ibu yang baru melahirkan di saat tubuh dalam kondisi lemah.
Upacara Kelahiran pada Etnis Tionghoa adalah upacara “Manyue” atau Suku Hokkian menyebutnya upacara “Muah Gueh” dan pada Suku Hakka menyebutnya dengan upacara “Chut Ngiat”. Upacara “Manyue” dimaknai

sebagai upacara rasa syukur atas karunia yang telah diberikan yaitu mendapatkan anak dari Sang Pencipta. Etnis Tionghoa di Kota Medan masih tetap melakukan tradisi ini. Akan tetapi tidak semua Etnis Tionghoa yang menetap di Kota Medan melakukan sepenuhnya seperti halnya di tanah leluhurnya. Suku Hokkian adalah salah satu yang masih berupaya melakukan dengan tata aturan upacara yang hampir sama dengan leluhurnya, walaupun telah juga terjadi beberapa perubahan
Di dalam upacara tentu saja memiliki struktur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:563) struktur dapat diartikan sebagai; “susunan antara seluruh bagian-bagian dari sesuatu”. Struktur juga dapat diartikan sebagai susunan yang saling berhubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dan makna adalah arti. Menurut Boediono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:348) “makna adalah arti atau maksud yang penting didalamnya” Setiap suku bangsa tentu memiliki ciri khasnya masing-masing dalam mewujudkan kebudayaan. Pada Suku Hokkian di Kota Medan upacara “Manyue” masih kental dengan tata cara budayanya walaupun pada Suku Hokkian sistem kepercayaan sudah dipegang namun unsurunsur, struktur dan makna pada upacara “Manyue” masih dipertahankan.
Struktur upacara “Manyue” pada Suku Hokkian adalah berupa tahapan yang terdiri atas penghormatan kepada Tuhan atau Sang Pencipta, penghormatan kepada leluhur, pemberian nama bayi, upacara pemotongan rambut bayi, doa, makan bersama, pemberian hadiah dan telur merah. Di Tiongkok struktur upacara “Manyue” hampir sama dengan Suku Hokkian hanya yang membedakan dalam struktur upacara “Manyue” di Tiongkok adalah adanya pemberian batu giok dan

emas kepada bayi yang dijadikan sebagai pelindung bayi. Selain Struktur terdapat juga makna dari setiap struktur atau tahapan dari upacara “Manyue”,
Alasan peneliti memilih struktur dan makna pada penelitian ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui struktur dan makna upacara “Manyue” berlangsung. Peneliti ingin secara langsung mengetahui tahapan dan makna setiap tahapan upacara “Manyue” bagi orang tua yang baru memiliki anak dan melaksanakan upacara “Manyue”. Peneliti memilih Suku Hokkian karena Suku Hokkian adalah suku dengan jumlah terbesar di Kota Medan dan diluar tanah leluhurnya serta telah menetap di Indonesia. Akan Tetapi mereka masih mempertahankan dan menjaga warisan budaya mereka. Selain itu Suku Hokkian dalam Upacara “Manyue” masih mempertahankan struktur upacaranya. Menurut data dan narasumber pada struktur upacara “Manyue” Suku Hokkian merupakan suku asli orang Tiongkok yang mampu mempertahankan setiap tahapan-tahapan upacara “Manyue” di Tiongkok dengan upacara “Manyue” yang ada pada Suku Hokkian sekalipun Suku Hokkian sudah beralkuturasi dengan budaya lain. Peneliti juga memilih penelitian ini dikarena peneliti sedang mempelajari bahasa dan budaya Tionghoa, sehingga peneliti lebih tertarik lagi untuk mengetahui struktur atau tahapan yang dilakukan pada upacara kelahiran “Manyue” .
Peneliti memilih lokasi penelitian di Kota Medan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa Suku Hokkian dengan kepercayaan kepada leluhur yang tinggi mampu mempertahankan upacara kelahiran “Manyue” tetap terjaga ditengah berbagai etnis yang berada di Kota Medan. Sesuai dengan latar belakang yang terjadi telah dipaparkan peneliti yang diatas, maka peneliti

tertarik untuk meneliti mengenai “ Struktur dan Makna Upacara “Man Yue” Pada Suku Hokkian di Kota Medan “.
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan memfokuskan penelitian terhadap struktur atau tahapan upacara “Man Yue” pada Suku Hokkian di Kota Medan dari tahapan awal sampai akhir. Peneliti juga ingin mengetahui makna dari setiap tahapan dari upacara kelahiran “Manyue” tersebut.
1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan usaha untuk mengarahkan peneliti pada
permasalahan yang lebih fokus. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukaan diatas, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana struktur upacara kelahiran “Manyue” pada Suku Hokkian di Kota Medan ?
2. Apa makna setiap tahapan dari struktur upacara adat kelahiran “Manyue” pada Suku Hokkian di Kota Medan?
1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan terlebih dahulu,
maka penelitian bertujuan :

1. Menjelaskan struktur upacara “Manyue” pada Suku Hokkian di Kota Medan
2. Menjelaskan makna dari tahapan dari struktur upacara yang ada dalam upacara adat kelahiran “Manyue” pada Suku Hokkian di Kota Medan
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini juga diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang Upacara “Manyue” pada Suku Hokkian secara umum.
2. Mengetahui struktur dan makna Upacara “Manyue” yang dilakukan Suku Hokkian saat ini khususnya di Kota Medan
3. Untuk memberikan informasi bagi pemerhati budaya dan generasi muda agar lebih menghargai dan melestarikan budaya leluhurnya
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini untuk memberi pengetahuan dan inspirasi tentang struktur dan makna Upacara “Manyue” pada Suku Hokkian di Kota Medan kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya khususnya Program Studi Sastra Cina. Hal ini juga sebagai bahan perbandingan dalam kajian budaya upacara kelahiran yang berkaitan dengan upacara budaya lainnya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua karya tulis seperti buku, skripsi, jurnal, tesis dan karya ilmiah lainnya yang dikutip di dalam penulisan proposal ini.
Batu Sungkar dalam jurnal yang berjudul Upacara Masa Kelahiran di daerah Betawi. 2010. Jurnal ini memaparkan tentang upacara adat kelahiran di daerah Betawi yang diatur oleh sistem ritual keagamaan. Karya tulis ini membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana tata cara upacara adat kelahiran yang terdapat di Etnis Betawi dan membandingkannya dengan tata cara upacara Etnis Tionghoa khususnya pada Suku Hokkian.
Fu Chunjiang dalam buku yang berjudul Origins of Chinese Name. Terjemahan: (Elia Chun). Asal Usul tentang Adat Buat Nama. 2013. Buku ini menjelaskan tentang adat pembuatan nama pada Etnis Tionghoa dimana upacara dilakukan untuk mengenal tata cara serta peralatan yang digunakan dalam upacara kelahiran dan pembuatan nama sang bayi. Buku ini banyak membantu memberi bahan penelitian mengenai cara pembuatan nama dalam budaya masyarakat Tionghoa.
Periksa Ginting dalam jurnal yang berjudul Ma Gwe-Dilakukan Untuk Menyambut Kelahiran Anak. 2006. Jurnal ini menjelaskan bingkisan yang

disediakan dalam upacara kelahiran “Manyue” dan tujuan membuat acara Ma Gwe yang dikuti dengan pemberian bingkisan itu yakni selain memanjatkan doa agar anak tersebut diberikan keselamatan, kemakmuran serta kejayaan. Hal ini juga sebagai pemberitahuan kepada sanak saudara dan tetangga dekat bahwa di keluarga yang bersangkutan telah lahir seorang anak. Jurnal ini memberikan informasi yang mendalam mengenai upacara “Manyue” dan bingkisan yang diberikan kepada para tamu dan dapat berguna bagi peneliti sebagai dasar dalam penelitian ini.
Koentjranigrat dalam buku yang berjudul Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. 2004. Menjelaskan tentang sejarah dan demografi masyarakat Tionghoa. Buku ini memberi penulis wawasan mengenai data demografi masyarakat, sistem sosial dan kemasyarakataan serta budaya masyarakat Tionghoa di Indonesia secara umum sehingga dapat dilakukan acuan tentang sistem kemasyarakatan pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.
Li Xiao Xiang dalam buku yang berjudul Asal Mula Budaya dan Bangsa Tionghoa. 2003. Menjelaskan makna dari Upacara”Manyue” yang dilakukan pada saat bayi berusia 30 hari dan makanan serta peralatan apa yang digunakan pada saat upacara tersebut berlangsung. Tulisan ini memberikan masukkan terhadap peneliti tentang Upacara “Manyue” dan makanan yang di hidangkan saat Upacara “Manyue” berlangsung.

2.2 Konsep
Konsep adalah suatu abstraksi untuk menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Konsep merupakan peta perencanaan untuk masa depan sehingga bisa dijadikan pedoman dalam penelitian. Konsep biasanya untuk mendekripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti yang merupakan gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu:
2.2.1 Kebudayaan
Kebudayaan adalah ciptaan manusia yang dapat muncul, berkembang dan hilang. Manusia adalah penghasil kebudayaan, dan kebudayaan sendiri mempengaruhi pembentukkan watak seseorang. Widyasusanto (1996:15) mendefenisikan kebudayaan adalah “suatu kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, hokum, moral, kesenian, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat”.
Dari defenisi diatas dapat diperoleh pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang akan wmempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Kebudayaan juga memiliki ciri-ciri sehingga dapat dengan mudah dikenali. Menurut Maran (2009:49-50) ciri-ciri kebudayaan sebagai berikut:
“… (1) kebudayaan adalah produk manusia, artinya kebudayaan adalah bukan ciptaan Tuhan atau Dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan

kebudayaan. (2) Kebudayaan selalu bersifat sosial artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama bukan karya perorang. (3) Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya kebudayaan itu diwariskan dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya melalui proses belajar. (4) Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi, ungkapan kehadiran manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan dirinya. (5) Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Manusia memenuhi segala keburuhannya dengan cara-cara beradab dengan cara-cara yang manusiawi”.
2.2.2 Struktur
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) struktur diartikan sebagai
susunan antara seluruh bagian-bagian dari sesuatu. Struktur juga dapat diartikan
sebagai susunan yang saling berhubungan antara satu bagian dengan bagian
lainnya sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Istilah struktur berasal dari
kata structum (bahasa Latin) yang berarti menyusun. Struktur adalah pola
hubungan antara manusia dan kelompok manusia. Dengan demikian sebuah
struktur dapat kita lihat dalam kehidupan sosial masyarakat yang sering disebut
struktur sosial.
Komblum (1988) menyatakan “Struktur sosial sebagai pola perilaku berulangulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok
masyarakat”. Hubungan terjadi ketika manusia memasuki pola interaksi yang relatif stabil dan berkesinambungan atau saling ketergantungan yang
menguntungkan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa struktur upacara
kelahiran adalah susunan, tata cara ataupun tahapan yang akan dilakukan dalam

sebuah upacara kelahiran yang tersusun rapi dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Pada penelitian ini struktur yang akan diteliti adalah struktur atau tahapan-tahapan yang terjadi pada upacara”Manyue” pada Suku Hokkian di Kota Medan.
2.2.3 Makna
Menurut Boediono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:348) “makna adalah arti atau maksud yang penting didalamnya”. Menurut Mansoer Pateda, (2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Makna adalah sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda atau simbol (Saussure,1994:286). Segala sesuatu yang melekat dari apa yang kita tuturkan disebut makna. Makna memiliki tiga tingkat keberadaan, yakni:
1. makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan 2. makna menjadi isi dari suatu kebahasaan 3. makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan isi
komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu
2.2.4 Upacara
Upacara adalah rangkaian tindakan/perbuatan yang terikat kepada aturanaturan tertentu menurut adat/agama. Upacara juga dapat diartikan sebagai perbuatan/perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubung dengan peristiwa penting (Team Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:1386).

Istilah upacara selalu dikaitkan dengan budaya menjadi upacara budaya. Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhaan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Koentjaranigrat (1990:190) pengertian upacara ritual atau ceremony adalah:
“Sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat/hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan”. Jadi upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara. Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain”.
2.2.5 Manyue
Menurut Kamus Besar Tionghoa-Indonesia (2010:204) , “Man” artinya penuh : berisi dan “Yue” artinya bulan. Upacara ”Manyue” merupakan upacara budaya yang berasal dari Tiongkok dan dilakukan ketika usia bayi mencapai satu bulan atau tepatnya 30 hari saat bayi dilahirkan. Upacara adat kelahiran atau “Manyue” sering disebut juga dengan upacara pemberian telur merah. Telur yang

melambangkan suatu tahapan kehidupan yang baru, sedangkan warna merah melambangkan perayaan dan keberuntungan. Bentuk telur yang oval melambangkan harmoni dan kesatuan. Jadi telur merah menandakan kebahagian dan permulaan hidup yang baru dengan hadirnya seorang bayi ditengah-tengah keluarga.
Pada zaman dahulu kematian bayi di Negara Tiongkok sangat tinggi karena ilmu pengobatan belum maju seperti sekarang ini. Seorang bayi mampu bertahan hingga berusia satu bulan kemungkinan besar dapat bertahan hidup sampai dewasa, maka dari itu dirayakanlah perayaan “Manyue”. Lalu peran anak laki-laki sangat penting dalam tradisi Etnis Tionghoa, maka dari itu pada zaman dahulu Upacara “Manyue” hanya dirayakan kepada bayi laki-laki saja atau perayaan buat bayi laki-laki lebih meriah dibanding bayi perempuan. Tetapi sekarang pesta “Manyue” dirayakan untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan. Ini di karenakan di Tiongkok masih menganut sistem garis patrilineal. Akan tetapi seiring zaman yang berkembang cara pandang dan berpikir dalam keluarga Etnis Tionghoa khususnya Suku Hokkian mulai terbuka dengan tidak membedakan-bedakan upacara “Manyue”. 2.2.6 Suku Hokkian
Kelompok etnis atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama (Team Penyusun Besar Bahasa Indonesia, 2007:579). Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku,

dan ciri-ciri biologis. Begitu juga dengan Etnis Tionghoa di Indonesia telah banyak yang bergaul dengan penduduk asli Indonesia namun sebagian dari penduduk Indonesia belum mengetahui dan mengenal penduduk etnis Tionghoa itu secara mendalam.
Seperti yang dilansir dari salah satu situs berita online www.wisata.kompasiana.com (27/01/2014 pukul 13.09 WIB) menjelaskan:
“… Cerita tentang perdagangan Kota Medan, tidak terlepas dari datangnya para penjelajah dari berbagai negeri. Mulai dari kedatangan kaum kuli, pedagang, hingga penyebar agama, dan kelompok penjajah. Salah satunya adalah kaum pendatang dari negeri Tiongkok. Riwayat perjalanan mereka menyeberangi lautan diceritakan dalam berbagai literature sejarah. Termasuk prasasti dari kerajaan Sriwijaya. Jejak peradaban mereka terangkum dalam berbagai warisan kebudayaan. Seperti di daerah Medan Labuhan ini”.
Para leluhur Etnis Tionghoa di Indonesia migrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perdagangan. Setiap imigran yang datang ke Indonesia akan membawa kebudayaan suku bangsanya masing-masing. Begitu juga dengan para etnis Tionghoa yang memiliki kebudayaan tersendiri, misalnya : budaya kelahiran atau “Manyue”, budaya perkawinan, budaya kematian, Imlek, Cap Gomeh dan lain-lainnya.
Etnis Tionghoa yang berada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang berasal dari satu daerah di Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwangtung yang sangat terpencar daerahnya. Para imigran Tionghoa ini datang ke Indonesia mulai abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19. Koentjaraningrat (2007:195) menyatakan:

“Etnis Tionghoa sendiri merupakan orang yang berasal dari negara Cina namun pada kenyataannya etnis Tionghoa yang berasal dari negara Cina tersebut tidak menyukai jika para etnis Tionghoa tersebut dikatakan sebagai orang “Cina”. Hal ini dikarenakan pemakaian kata “Cina” dianggap sebagai konotasi yang negatif dimana kata “Cina” dianggap merendahkan etnis Tionghoa tersebut”. Maka dari itu kata “Cina” diganti menjadi orang Tiongkok atau Etnis Tionghoa. Pada dasarnya Etnis Tionghoa terbagi dalam beberapa kelompok etnis atau suku yaitu : Suku Hokkian, Suku Hakka, Suku Kwongfu atau Suku Kanton, Suku Teo-Chiu dan lainnya. Pada dasarnya para Suku Tionghoa yang ada di Indonesia berasal dari Fukkien dan Kwantung. Akan tetapi di kota Medan Suku Tionghoa yang paling banyak adalah Suku Hokkian, Suku Hakka, Suku Teo-Chiu. Suku Tionghoa yang lainnya sudah jarang dijumpai karena kebanyakan sudah menikah dengan Suku Tionghoa yang berbeda. Dengan kata lain Suku Tionghoa tersebut melakukan pernikahan campuran dengan suku yang lain. Suku Hokkian merupakan suku yang terbesar jumlahnya di Kota Medan karena penyebaran Suku Hokkian yang melalui jalur buruh pertanian dan jalur perdangangan. Sampai sekarang Suku Hokkian bermata pencarian sebagai pedagang atau usahawan.
2.3 Landasan Teori
Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut maka dalam sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Dalam skripsi yang berjudul Struktur dan Makna Upacara Adat “Manyue” Pada Suku Hokkian di Kota Medan

maka penulis mengggunakan landasan teori struktural fungsional dan semiotika untuk membahas lebih dalam tentang Upacara “Manyue”.
2.3.1 Teori Upacara
Dalam rangka mendeskripsikan upacara “Manyue” bagi Suku Hokkian penulis menggunakan teori upacara. Pelaksanaan upacara “Manyue” bermaksud untuk menjawab dan menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya untuk memenuhi kebutuhan untuk tujuan bersama agar upacara “Manyue” ini lestari menurut waktu dan zaman di mana berada. Hal ini sesuai dengan pendapat Melalatoa (1989:260) bahwa dalam ekspresi jiwa manusia dapat dilakukan melalui upacara yang menjawab dan menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mengisi kebutuhan, atau mencapai tujuan bersama, seperti kemakmuran, persatuan, kemuliaan, kebahagiaan, dan rasa aman yang berhubungan dengan dunia gaib (supernatural), dan lain-lain.
Upacara “Manyue” adalah upacara rasa syukurnya keluarga kepada Tuhan atau Sang Pencipta atas perlindungan Tuhan kepada sang bayi atas bertambahnya anggota keluarga di tengah-tengah keluarga dan wujud syukur keluarga atas perlindungan Tuhan kepada sang bayi yang baru dilahirkan. 2.3.2 Teori Semiotik
Istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu semion yang berarti tanda. Semiotik juga dapat menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan lambang, penggunaan lambang, pemaknaan pesan dan cara penyampaiannya.

Menurut C.S Peirce (2001:44) mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Baik semiotik atau semiologi sering digunakan bersama-sama, tergantung dimana istilah itu populer. (Endaswara, 2008:64)
Semiotika memiliki enam prinsip dasar, yaitu :
1. Prinsip Struktural. Tanda dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat material dan konseptual. Yang menjadi fokus penelitian adalah relasi antara unsur-unsur tersebut, karena dari relasi tersebut akan menghasilkan makna.

2. Prinsip Kesatuan. Sebuah tanda merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antarabidang penanda yang bersifat konkrit atau material dengan bidang penanda.
3. Prinsip Konvensional. Relasi antara penanda (signifer) dan petanda (signified) sangat tergantung pada apa yang disebut konvensi, yaitu kesepakatan sosialtentang bahasa (tanda dan makna) diantara komunitas bahasa.
4. Prinsip Sinkronik. Tanda dipandang sebagai sebuah sistem yang tetap didalam konteks waktu yang dianggap konstan, stabildan tidak berubah.
5. Prinsip Representasi. Tanda merepresentasikan suatu realitas yang menjadi rujukan atau referensinya.
6. Prinsip Kontinuitas. Relasi antara sistem tanda dan penggunanya secara sosial dipandang sebagai sebuah continuum, mengacu pada struktur yang tidak pernah berubah.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian Struktur Upacara Adat Kelahiran “Manyue“ dalam Pada Suku Hokkian di Kota Medan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan menjelaskan secara tepat sifat individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala yang lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa, mungkin juga belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah bersangkutan (Koentjaningrat,1991:29).
Sedangkan menurut Hadari dan Mimi Martini (1994:176), penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Data-data yang dikumpulkan oleh peneliti berbentuk catatan, foto, hasil wawancara, pengamatan lapangan, dokumen pribadi dan lain-lain. Data digambarkan sesuai dengan hakikatnya dan disusun dengan baik sesuai keadaan.

Dalam rangka penelitian terhadap struktur dan makna upacara “Manyue” pada Suku Hokkian di Kota Medan ini, maka metode penelitian yang penulis pergunakan adalah metode kualitatif, yaitu dengan cara mengkaji kegiatan ritual (upacara) ini. Kemudian menginterpretasikan kegiatan tersebut berdasarkan etika penelitian yang didasari oleh multidisiplin ilmu. Dalam hal ini ilmu yang digunakan adalah mencakup ilmu antropologi, sosiologi dan budaya.
Untuk menginterpretasikan makna-makna yang terjadi, maka penulis melakukan pendekatan wawancara kepada informan. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini akan mengungkapkan kebenaran realita yang ada serta hal-hal yang melatarbelakangi upacara adat “Manyue” ini.
3.2 Data dan Sumber Data
Di dalam setiap penelitian, data menjadi patokan yang sangat penting bagi setiap penulis untuk menganalisis masalah yang dikemukakan. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang dipakai pada upacaraupacara keagamaan budaya khas Suku Hokkian di kota Medan. Data-data yang digunakan diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer merupakan data utama yang dibutuhkan dalam penelitian, yaitu berupa wawancara dengan para informan dan pengamatan di lokasi penelitian sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, majalah, artikel-artikel di surat kabar, skripsi, jurnal, internet, dan lain-lain yang berkaitan dengan upacara “Manyue”. Sumber data primer adalah berasal dari wawancara terhadap

informan yang di anggap dapat memberikan informasi secara terperinci untuk mendukung penelitian. Informan sebagai berikut:

Sumber Data Primer

: Li Mei

Profesi

: Wiraswasta Grosir

Alamat

:Jl.Pasundan Sekip No.38 Medan

Umur

: 60 Tahun

Sumber Data Primer

: A long

Profesi

: Penjual Makanan

Alamat

: Jl. Sekip No. 102 Medan

Umur

: 75 Tahun

Selain sumber data sekunder yang berasal dari para informan terdapat juga dokumentasi berupa foto yang dianggap dapat melengkapi kebutuhan penulis dalam penelitian, seperti foto informan dari warga Suku Hokkian di sekitar Jalan Meranti Kec.Sei Putih Timur, Kel.Medan Petisah dan dokumentasi video upacara “Manyue” yang diberikan para informan untuk melengkapi penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti memperoleh dan mengumpulkan data. Langkah dalam teknik pengumpulan data ini adalah melalui

metode : Studi Kepustakaan (Library research), Observasi Lapangan, Wawancara (Interview).
3.3.1 Studi Kepustakaan (Library research)
1. Mengunjungi perpustakaan untuk mencari referensi yang berkaitan dengan kajian penulis.
2. Mencari buku yang berkaitan dengan kajian penulis di luar perpustakaan, seperti tempat bimbingan belajar sempoa dan toko buku.
3. Mencari referensi melalui internet dengan mengunduh skripsi maupun jurnal yang berkaitan dengan kajian penulis.
Setelah selesai melaksanakan proses studi kepustakaan lalu dilanjutkan dengan melihat daftar isi buku yang sudah ditemukan, memeriksa setiap subjudul yang berkaitan dengan objek yang akan dikaji oleh penulis. Lalu membaca seluruh informasi yang ada di buku, skripsi maupun jurnal yang berkaitan dengan kajian penulis. Penulis mengumpulkan seluruh data yang diperoleh agar selanjutnya dapat dianalisis. 3.3.2 Observasi Lapangan
Observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 1955:69).
Di dalam penelitian ini peneliti menentukan lokasi penelitian yang cocok dengan apa yang ingin diteliti oleh penulis. Kemudian peneliti melakukan observasi dengan meninjau lokasi secara langsung. Penulis juga berfokus untuk

melihat dan mengamati keadaan yang sedang berlangsung dan segala fenomena yang berkembang di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, penulis berkeinginan untuk melakukan wawancara terhadap informan yang dianggap dapat membantu melengkapi data-data yang dibutuhkan oleh penulis.
3.3.3 Wawancara (Interview)
Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah tehnik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada objek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat (1981:136) yang mengatakan, “…kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, tehnik bertanya dan pencatat data hasil wawancara.”
Di dalam penelitian ini peneliti menulis pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada informan di buku catatan penulis, lalu menentukan beberapa informan yang dianggap dapat membantu penulis dalam melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Selanjutnya penulis melakukan wawancara terhadap informan. Pada saat wawancara berlangsung, penulis mencatat hal-hal yang dianggap penting dan merekam seluruh dialog berupa rekaman video maupun rekaman suara. Setelah wawancara selesai dan seluruh informasi telah didapat dari informan, penulis membaca hasil informasi yang dicatat dan memutar ulang hasil rekaman yang didapat.

3.4 Lokasi Penelitian
Etnis Tionghoa yang berada di pusat Kota Medan banyak bermukim di tempat
yang strategis dimana Suku Hokkian tersebut dapat melangsungkan kehidupannya
dan bersosialisasi. Salah satu adalah di Kecamatan Medan Petisah tepatnya di
Kelurahan Sei Putih Timur.
Kecamatan Medan Petisah merupakan salah satu wilayah yang berada di pusat
Kota Medan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dengan luas wilayah 12, 547 km2 atau 4,97% dari luas Kota Medan. Data Badan Pusat Stastik
(BPS) Kota Medan :
“... Secara geografis Kecamatan Medan Petisah berada di tengah Kota Medan. Disebelah barat berbatasan debgan Kecamatan Medan Barat, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru, disebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Barat dan disebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal. Sedangkan topografi permukaan dataran di kecamatan ini adalah datar”. Berdasarkan data statistik tahun 2012 yang diperoleh dari kantor Kelurahan
Medan Petisah, luas wilayah kecamatan ini adalah 493 Hektar dengan jumlah 69
Lingkungan dengan total angka kelahiran 1060 jiwa dan memiliki jumlah
penduduk seb

Dokumen yang terkait

Deskripsi Makna Simbol Diagram Ba Gua Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan 八卦在棉兰华裔社区的功用 (Bāguà Zài Mián Lán Huáyi Shèqū De Gōngyòng )

0 82 165

Fungsi Dan Makna Arak Putih Dalam Budaya Masyarakat Tionghoa Di Medan 中国白酒文化对棉兰华裔的作用、意义分析 (Zhōngguó Báijiǔ Wénhuà Duì Mián Lán Huáyì De Zuòyòng, Yìyì Fēnxī)

4 145 90

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

7 184 105

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

0 2 15

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

0 0 2

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

0 0 8

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

2 28 10

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

0 0 2

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

1 0 29

STRUKTUR DAN MAKNA UPACARA “MANYUE” PADA SUKU HOKKIAN DI KOTA MEDAN

0 0 12