commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasca amandemen UUD 1945, tujuan negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, tetap tidak mengalami pengubahan dalam amandemen I-
IV yang dilakukan sejak tahun 1999-2002. Artinya, meskipun pasal-pasal atau dulu disebut batang tubuh UUD 1945 mengalami banyak perubahan, konsepsi
tujuan negara tersebut tetap dipergunakan sebagai landasan setiap penyelenggaran kehidupan negara dan bangsa Indonesia.Tetapi, dalam pasal-pasalnya, pengaturan
hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945 pasca amandemen mengalami banyak sekali perubahan dan tambahan, yang tampak mencolok dan
sangat berkeinginan untuk memasukkan segala hak-hak yang diakui secara universal dalam Universal Declaration of Human Rights 1948.
Hak Asasi Manusia itu sendiri terdiri dari berbagai macam hak. Salah satunya hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa tiap
–tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Pasal ini mewujudkan asas keadilan sosial dan kemanusiaan dan menunjukkan suatu hak yang harus
didapat oleh setiap warga negara. Negara sendiri berperan untuk mewujudkan penghidupan yang layak salah satunya dengan melakukan pembangunan di bidang
sosial ekonomi. Salah satu bentuk pembangunan sosial ekonomi menjadi dinamika tersendiri
dalam pembangunan nasional bangsa Indonesia karena dalam praktiknya masih banyak mengalami tantangan dan tuntutan yang harus dipecahkan. Salah satunya
adalah penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, utamanya
seperti dimaksud dalam Pasal 28H ayat 3 yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat” dan Pasal 34 ayat 2 yang menyatakan: “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan matabat
commit to user
2 kemanusiaan”. Lebih lanjut Sistem Jaminan Sosial juga diatur dan dijamin dalam
deklarasi umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia yang dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948
1
dan juga ditegaskan dalam konvensi ILO International Labour Organization Nomor 102 Tahun 1952 yang
menyatakan bahwa setiap negara wajib menyelenggarakan sembilan cabang jaminan sosial yaitu kecelakaan kerja, sakit-rikkes, persalinan, cacat, kematian
dini, pengangguran, hari tua, cacat permanen, dan perlindungan keluarga. Kemudian pada tahun 1976 dikeluarkan International Convenant on Economic,
Social, and Cultural Rights dan International Convenant on Civilnand Political Rights atas persetujuan Majelis Umum PBB. Konstitusi Internasional Social
Security Association ISSA 1998 menyatakan bahwa setiap negara wajib menyelenggarakan asuransi sosial, bantuan sosial dan skema proteksi lain yang
terkoordinasi untuk mencegah kemiskinan.
2
Dengan demikian baik dalam konstitusi negara kita maupun komitmen internasional terdapat latar belakang
konstitusional yang mendorong pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk melaksanakan jaminan sosial di Indonesia. Tindak lanjut amanat
konstitusi tersebut adalah Pada tanggal 19 Oktober 2004 diundangkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
selanjutnya disebut UU SJSN, Kemudian muncullah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selanjutnya disebut
UU BPJS yang seharusnya berdasarkan amanat UU SJSN di Ketentuan Peralihan di Pasal 52 ayat 2, dimana “Semua ketentuan yang mengatur
mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 lima tahun sejak
1
Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N. A. M. Sihombing, Tanggung Jawab Negara dalamPelaksanaan Jaminan Sosial Responbility State in the Implementation of Social Security,
artikel pada Jurnal Legislasi Indonesia Vol.9 No. 2 Juli 2012, hlm. 163-164
2
Arinanto dalam Ahmad Nizar Shihab, Hadirnya Negara di Tengah Rakyatnya Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
The Presence of the State Among People After the Declaration of Law Number 24 Year 2011 Concerning Social Security Administering Agency
, artikel pada Jurnal Legislasi Vol.9 No. 2 Juli 2012, hlm.181
commit to user
3 Undang-Undang ini diundangkan”. Maka jatuh tempo diundangkannya undang-
undang mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dimaksud pada Pasal 52 ayat 2 tersebut adalah pada tanggal 19 Oktober 2009, namun baru
diundangkan dan disahkan pada 25 November 2011. Undang-undang ini mengamanatkan transformasi badan penyelenggara dari badan penyelenggara
yang telah ada saat ini untuk menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan akan mulai operasional pada 1 Januari 2014 dan BPJS
Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015. BPJS Kesehatan akan memberikan jaminan kesehatan sementara BPJS Ketenagakerjaan memberikan jaminan
kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. Program BPJS yang sudah mulai berjalan adalah BPJS Kesehatan.Adanya
sistem jaminan sosial tersebut bukan berarti tanpa ada permasalahan di dalamnya. Tidak semua warga negara mendapatkan jaminan sosial seperti yang sudah
diamanatkan baik dalam UU SJSN maupun UU BPJS . D i d a l a m n y a t e r d a p a t beberapa kelemahan antara lain ; 1. pasal 17 ayat 4 UU SJSN yang
menjelaskan bahwa negara hanya menanggung jaminan kesehatan hanya bagi warga miskin dan tidak mampu, sedangkan orang tua, anak-anak
terlantar dan pengangguran tidak dijelaskan masuk ke golongan mana ; 2. pada tahap pertama iuran atau premi jaminan kesehatan bagi warga miskin dan
tidak mampu dibayarkan oleh pemerintah tetapi untuk selanjutnya tidak disebutkan siapa yang akan menanggungnya; 3. jaminan kesehatan hanya
diberikan bagi peserta yang sudah membayar iuran kepesertaan jaminan sosial, sedangkan mereka yang tidak mampu membayar tidak mendapat jaminan
kesehatan; 4. besarnya iuran kepesertaan ditentukan berdasarkan besarnya upah atau penghasilan para pekerja dan bagi pekerja yang mempunyai anggota keluarga
lebih dari 5 orang harus menambah iuran kepesertaan jaminan kesehatan ; 5. prinsip jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional lebih mengarah
commit to user
4 keprinsip asuransi sosial dimana setiap warga negara untuk menjadi peserta harus
dibenani dengan iuran.
3
BPJS kesehatan juga membawa perubahan dalam sistem bekerjanya lembaga yang ada sebelumnya. Perubahan sistem mengakibatkan kebingungan bagi
pemberi pelayanan kesehatan, industri obat, otoritas kesehatan dan koordinasi di tingkat pusat dan daerah. Jika tidak segera diantisipasi dengan cerdas dapat
berdampak negatif bagi pelaksanaan program BPJS Kesehatan ke depan.
4
Salah satunya perubahan sistem tersebut adalah dalam hal pengadaan obat.Obat adalah sebuah komponen penting dalam manajemen rumah sakit. Pengelolaan
obat yang efisien sangat diperlukan agar selalu tersedia saat dibutuhkan, terjamin secara mutu, tepat jenis dan waktu juga digunakan secara rasional. Manajemen
pengelolaan obat melibatkan berbagai pihak dan tahapan. Dimulai tahapan seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat.
5
Obat termasuk masalah klasik dalam sistem kesehatan di Indonesia. Hal utama yang selalu menjadi masalah adalah ketersediaannya secara nasional.
Sudah sering ditingkat daerah mengeluhkan kelangkaan, tapi hingga kini tidak ada perbaikan sistem dari pemerintah.Sebagaimana diketahui, 40-60 persen dari total
pembiayaan kesehatan digunakan untuk komponen obat. Pengaturan yang keliru terhadap komponen ini jelas tidak hanya berdampak terhadap pengeluaran biaya,
tapi juga kesehatan masyarakat Indonesia.
6
3
Kurniawan Arianto, Jaminan Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia
, Diakses melalui , http:www.academia.edu4377519JAMINAN_KESEHATAN
pada 7 September 2014 pukul 09.31, hlm.9
4
bpjs-kesehatan.go.idindex.phppostread201467Catatan-Agus-Pambagio- Kelangkaan-Obat-di-Balik-Layar-BPJS-Kesehatanberita-umum,diakses pada 21 Oktober 2014
pukul 10.13
5
http:www.floresbangkit.com201409rsud-lewoleba-obat-tak-ada-payung-hukum-pun- tak-kunjung-tibasthash.ewojrFwf.dpuf
, diakses pada 21 Oktober 2014 pukul 11.12
6
http:manajemen-jaminankesehatan.netindex.phplist-berita805-ketersediaan-obat- penting-untuk-sukseskan-jkn-2014
, Diakses 20 Oktober 2014 pukul 08.32
commit to user
5 Implementasi pengadaan obat ini terdapat beberapa permasalahan. Salah satu
permasalahan pengadaan obat adalah sebelum BPJS kesehatan diberlakukan pasien diberikan obat untuk jangka waktu 30 hari namun setelah BPJS kesehatan
diberlakukan pasien hanya diberikan obat dalam jangka waktu 7 hari.Bagi pasien yang tinggal di ibukota seperti Jakarta, Bandung maupun Surabaya, masalah
pengadaan obat dalam waktu 7 hari tidak ada masalah karena transportasi cukup mudah ketika obatnya habis mereka langsung bisa pergi ke puskemas tapi bagi
pasien yang tinggal di daerah pelosok cukup sulit bagi mereka untuk menjangkau puskemas karena jauh, bisa saja pasien di daerah pelosok sekarat atau meninggal
karena kehabisan obat.
7
Terkait masalah ketersediaan obat tersebut, BPJS memberikan kemudahan menyusul terbitnya surat edaran Menteri Kesehatan
bernomor HKMenkes32I2014, Sesuai ketetapan tersebut maka diharapkan tak ada lagi pasien yang tidak mendapat obat sesuai indikasi medis untuk konsumsi
selama 30 hari.Selain itu, juga diharapkan tidak ada lagi pasien yang keluar biaya sendiri untuk pemenuhan obat. Sementara untuk pasien yang mempunyai penyakit
kronis dalam Program Rujuk Balik PRB Pemenuhan kebutuhan obat tersebut dapat diperoleh melalui depo farmasi atau apotek yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan. Kementerian kesehatan juga telah mengeluarkan Surat Edaran SE Menkes
Nomor HKMenkes31 I2014 tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dan SE Menkes Nomor HKMenkes32 I 2 0 1 4 tentang
Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta BPJS Kesehatan Pada Faskes Tingkat Pertama dan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program JKN.
BPJS Kesehatan pun telah menerbitkan SE Direktur Pelayanan Nomor 32 Tahun 2014 dan Nomor 38 Tahun 2014 sebagai penjelasan petunjuk teknis
atas kedua SE Menkes tersebut. Sesuai SE Menkes Nomor HKMenkes32I2014 tersebut, pada masa transisi terdapat 3 jenis obat yang dapat ditagihkan diluar
paket INA CBGs, yaitu pelayanan obat kronis bagi pasien yang kondisinya belum stabil, pelayanan obat kronis bagi pasien yang kondisinya sudah stabil
7
www.ipmg.online.comindex.php?modul=beritacat=BMediatextid=331198406416 ,
Diakses 20 Oktober 2014 pukul 08.32
commit to user
6 dan pelayanan obat kemoterapi untuk hemophilia dan thalassemia akan
ditambahkan tarif top up.
8
Selain itu, juga diharapkan tidak ada lagi pasien yang keluar biaya sendiri untuk pemenuhan obat. Sementara untuk pasien yang
mempunyai penyakit kronis dalam Program Rujuk Balik PRB Pemenuhan kebutuhan obat tersebut dapat diperoleh melalui depo farmasi atau apotek yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Salah satu contoh penerapan BPJS Kesehatan ini di daerah Kabupaten
Karanganyar yang berada di bawah BPJS Surakarta. Jumlah peserta BPJS di Karanganyar terdaftar 389.520 jiwa atau sebesar 69,21 dari seluruh
penduduk Karanganyar yang saat ini mencapai 878.588 jiwa dengan rincian, peserta Penerima Bantuan Iuran PBI 291.433 jiwa, non PBI 89.187
jiwa, Polri 2.355 jiwa dan TNI 6.535 jiwa.
9
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, pada tahun 2013 jumlah fasilitas kesehatan
yang ada terdiri dari 8 rumah sakit,21 Puskesmas, 57 Puskesmas Pembantu,25 Rumah Bersalin Swasta dan 40 Balai Pengobatan Swasta.
10
Dalam hal pengadaan obat rujuk balik oleh depo farmasi atau apotek yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, di Kabupaten Karanganyar sendiri berjumlah dua di luar apotek yang berada atau milik rumah sakit, puskesmas maupun klinik kesehatan.Salah satu
apotek tersebut adalah Apotek Sukowati yang beralamat di Jl.Pancasila Kabupaten Karanganyar.
Apotek Sukowati merupakan perusahaan milik daerah atau BUMD Kabupaten Karanganyar dengan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah. Apotek
Sukowati didirikan dengan Pemerintah Kabupaten Karanganyar setidaknya telah
melakukan penyertaan modal hingga senilai Rp 500 juta terhadap Apotik
8
Tata Laksana Pelayanan Obat dalam Program JKN . Buletin INFARKES Edisi I -
Februari 2014
9
http:www.solopos.com2014061930-lebih-penduduk-karanganyar-belum-terdaftar- bpjs-514162
, Diakses 3 Desember 2014 pukul 08.37
10
http:www.karanganyarkab.go.id20110105sosial-ekonomi, Diakses 3 Desember 2014 pukul 08.37
commit to user
7 Sukowati, penyertaan tahap pertama pada dekade 1990-an Rp 300 juta, dan yang
kedua tahun 1998 lalu dengan nominal Rp 200 juta. Apotek Sukowati dalam melaksanakan program rujuk balik menerima rujukan dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama seperti Apotek Jaten, Apotek Karanganyar, dan klinik dokter.Setiap bulan Apotek sukowati melayani kurang lebih 100 peserta program
rujuk balik per bulan atau 600 resep per bulan. Pada prakteknya,masih terdapat beberapa permasalahan yang dialami peserta
BPJS Kesehatan, contohnya ketersediaan obat untuk peserta BPJS Kesehatan tidak terpenuhi dikarenakan stok obat yang habis, peresepan obat oleh dokter yang
tidak tersedia di apotek dan lain sebagainya. Adanya perjanjian kerjasama antara apotek dengan BPJS Kesehatan dalam hal pengadaan obat, maka yang terjadi
adalah adanya hubungan hukum dimana para pihak yang saling mengikatkan diri dengan pihak lain dan begitu juga sebaliknya. Adanya hubungan hukum tersebut
para pihak tentunya memiliki hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Tulisan ini ditujukan untuk mengetahui apakah pemenuhan obat peserta
program rujuk balik dalam program jaminan sosial kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan perjanjian antara para pihak yaitu apotek sukowati dengan BPJS
Kesehatan. Penulis membahas topik ini karena melihat pelaksanaan program baru pemerintah yaitu jaminan sosial kesehatan Selanjutnya disebut JKN oleh BPJS
Kesehatan yang mulai dilaksanakan pada 1 Januari 2014 dengan sistem pengadaan obat yang berbeda dengan sistem sebelumnya yang dilaksanakan oleh
PT. Askes persero. Penulis membahas topik ini karena belum pernah penulis temukan penulisan terkait pengadaan obat rujuk balik untuk peserta program
jaminan sosial kesehatan BPJS Kesehatan, yang penulis temukan adalah sebuah penelitian secara spesifik mengenai dampak pengadaan barang dan jasa obat
program BPJS Kesehatan terhadap industri farmasi di Indonesia. Penelitian yang dimaksud adalah sebuah tesis yang ditulis oleh Hanifa Azhari dengan judul
“Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan Terkait Pengadaan Barang dan Jasa Bagi Industri Farmasi di
Indonesia”.
commit to user
8
B. Rumusan Masalah