Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus Maxima (Burm ) Merr ) Melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun Buah Dan Pemberongsongan Buah

PERBAIKAN KUALITAS
JERUK PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.)
MELALUI PENGATURAN NISBAH JUMLAH DAUN:BUAH
DAN PEMBERONGSONGAN BUAH

UMMU KALSUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbaikan Kualitas
Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Pengaturan Nisbah
Jumlah Daun:Buah dan Pemberongsongan Buah adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Ummu Kalsum
NIM A252120121

RINGKASAN
UMMU KALSUM. Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.)
Merr.) melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan Pemberongsongan
Buah. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO dan AHMAD JUNAEDI.
Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) telah secara luas dibudidayakan di
Indonesia. Buah pamelo memiliki ukuran yang besar, sehingga akan
membutuhkan asimilat yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan
buahnya. Permasalahan budidaya jeruk pamelo tidak hanya pada kebutuhan
asimilat dalam perkembangan buah melainkan juga kualitas eksternal buah.
Perbaikan kualitas eksternal buah yang paling utama adalah penampilan buah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari informasi pengaruh nisbah jumlah
daun:buah, pemberongsongan buah dan hubungan keduanya terhadap

perkembangan dan kualitas buah.
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan IPB pada
Agustus 2013 sampai Juni 2014. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak
lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah nisbah jumlah
daun:buah dengan tiga taraf (50:1, 75:1 dan 100:1). Faktor kedua adalah
pemberongsongan buah dengan empat warna plastik (bening, merah, kuning dan
biru) dan kontrol (tanpa diberongsong).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua buah pada kontrol rontok
disebabkan serangan hama. Nisbah jumlah daun:buah dan pemberongsong buah
mempengaruhi perkembangan dan kualitas buah. Nisbah jumlah daun:buah
tertinggi (100:1) signifikan meningkatkan bobot buah dibandingkan nisbah jumlah
daun:buah yang lebih rendah (75:1 dan 50:1). Perlakuan nisbah jumlah daun:buah
tidak berpengaruh nyata terhadap bagian dapat dimakan, kandungan jus dan
kandungan vitamin C pada semua perlakuan, sedangkan warna pemberongsong
mempunyai pengaruh yang nyata pada kualitas buah. Plastik merah menghasilkan
buah yang terbesar tetapi kualitas yang terendah pada padatan terlarut total (PTT)
dan indeks kematangan. Buah dengan nisbah jumlah daun:buah 50:1 yang
diberongsong dengan plastik bening dan kuning dapat direkomendasikan untuk
jeruk pamelo, hal ini ditunjukkan pada buah dengan ukuran yang sedang dan rasa
yang lebih baik yang diindikasikan oleh tingginya padatan terlarut total dan

indeks kematangan.
Kata kunci: karbohidrat, lingkungan mikro, nisbah jumlah daun:buah,
perkembangan buah, warna pemberongsong

SUMMARY
UMMU KALSUM. Quality Improvement of Pummelo (Citrus maxima (Burm.)
Merr.) using Leaf-to-fruit Ratio Arrangement and Fruit Bagging. Supervised by
SLAMET SUSANTO and AHMAD JUNAEDI.
Pummelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) has been widely cultivated in
Indonesia. Since pummelo fruit has a large size, a lot of assimilate will be
required for fruit growth and development. The problem of pummelo cultivation
was not only assimilate requirement for fruit growth but also fruit external quality.
The mayor of external quality improvement is fruit appearance. The aims of this
research were to evaluate effect of leaf-to-fruit ratio, fruit bagging and their
relationship on fruit development and quality.
This research was conducted at Cikabayan Experimental Research Station
of Bogor Agricultural University from August 2013 until June 2014. The
experiment was arranged in completely randomized factorial design with two
factors. The first factor was leaf-to-fruit ratio with three levels (50:1, 75:1 and
100:1). The second factor was fruit bagging with four plastic colors (transparent,

red, yellow and blue) and control (without bagging).
The result showed that all fruit in the control treatment dropped because of
pest attack. Leaf-to-fruit ratio and fruit bagging affected fruit growth and quality.
The highest leaf-to-fruit ratio (100:1) significantly increased fruit weight as
compared with lower leaf-to-fruit ratio (75:1 and 50:1), i.e. 746.3, 641.4, and
603.3 g, respectively. There was no significant effect of leaf-to-fruit ratio on
edible portion, juice content, and vitamin C in all treatments, whereas bag color
has significantly affected fruit quality. Red plastic resulted the largest fruit but
poorest quality in total soluble solid (TSS) and maturity index. Fruit from leaf-tofruit ratio of 50:1 that bagged with transparent and yellow plastic could be
recommended for pummelo, which showed moderate size fruit and better taste
indicated by high total soluble solid and maturity index.
Keywords: carbohydrate, microenvironment, leaf-to-fruit ratio, fruit development,
bag color

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERBAIKAN KUALITAS
JERUK PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.)
MELALUI PENGATURAN NISBAH JUMLAH DAUN:BUAH
DAN PEMBERONGSONGAN BUAH

UMMU KALSUM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ketty Suketi, MSi

Judul Tesis : Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.)
melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan
Pemberongsongan Buah
Nama
: Ummu Kalsum
NIM
: A252120121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc
Ketua

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
28 Januari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah perbaikan

kualitas buah, dengan judul Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima
(Burm.) Merr.) melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan
Pemberongsongan Buah.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof Dr Ir Slamet
Susanto, MSc dan Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku pembimbing, yang telah
banyak memberikan saran dan arahan sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik. Di samping itu, terimakasih juga disampaikan kepada
staf UV-Vis Spectrophotometry Laboratory, Postharvest Laboratory, dan Pusat
Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) atas pembiayaan biaya kuliah melalui program Beasiswa Unggulan
(BU). Penulis juga menyampaikan terima kasih atas pembiayaan penelitian dalam
tesis ini melalui program Hibah Kompetisi DIKTI pada tahun 2014 yang diketuai
oleh Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Ummu Kalsum


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

1

1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Jeruk Pamelo
Komposisi Kimia Buah Jeruk Pamelo
Deskripsi Jeruk Pamelo
Fisiologi Perkembangan Buah
Nisbah Jumlah Daun:Buah
Pemberongsongan Buah
Kualitas Buah Jeruk

3
3
3
4
5
6
8

9

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Percobaan

10
10
10
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur Daun Jeruk Pamelo
Kondisi Mikro dalam Pemberongsong selama Penelitian
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Karbohidrat Daun Jeruk Pamelo
Perkembangan Buah Jeruk Pamelo
Pigmen dan Warna Kulit Buah Jeruk Pamelo
Kualitas Jeruk Pamelo

15
15
17
18
19
20
22
24

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

27
27
28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Kandungan buah jeruk pamelo
Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan
Kondisi lingkungan mikro dalam pemberongsong buah
Rekapitulasi sidik ragam pada peubah pengamatan
Karbohidrat daun jeruk pamelo
Klorofil kulit buah jeruk pamelo
Pengaruh interaksi nisbah jumlah daun:buah dan warna pemberongsong
terhadap karotenoid dan warna kulit buah
8 Kualitas eksternal buah jeruk pamelo
9 Kualitas internal buah jeruk pamelo

3
4
17
19
19
22
23
24
26

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan daun jeruk pamelo
2 Daun dewasa yang rontok
3 Perkembangan diameter melintang buah jeruk pamelo

15
16
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Korelasi antara total luas daun, akumulasi karbohidrat, bobot buah dan
volume buah
2 Data curah hujan dan hari hujan Dramaga
3 Diagram penetapan karbohidrat daun metode Luff Schoorl
4 Perlakuan pemberongsongan
5 Buah panen

34
34
35
36
37

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu buah utama di Indonesia karena banyak
dikonsumsi masyarakat serta kandungannya yang baik untuk kesehatan.
Kandungan vitamin pada jeruk cukup tinggi, yakni 20% vitamin A dan 43%
vitamin C (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2007). Produksi jeruk dalam negeri
masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi jeruk, hal ini ditunjukkan
oleh nilai Self Sufficiency Ratio (SSR) pada tahun 2008-2012 berkisar 86 sampai
94%, sehingga Indonesia perlu melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Impor jeruk pada tahun 2008-2012 semakin meningkat, yakni 143 661,
216 917, 204 148, 232 049, 258 446 ton secara berurutan. Pada tahun 2012, nilai
impor jeruk menduduki proporsi impor buah terbesar di Indonesia, yakni
mencapai US$ 256 098 000 (Sekjen Kementan 2013).
Salah satu jeruk yang telah secara luas dibudidayakan di Indonesia adalah
jeruk pamelo. Jeruk pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) dianggap sebagai
salah satu dari tiga jenis jeruk yang asli berdasarkan analisis kariotipe, selain
Citrus medica dan Citrus reticulata (Hynniewta et al. 2011). Jeruk pamelo
merupakan salah satu jenis jeruk yang potensial untuk dikembangkan karena
tumbuh di daerah tropis dan produksinya yang semakin meningkat, hal ini
ditunjukkan pada produksi tahun 2008-2012 sebesar 76 621 ton, 105 928 ton, 91
131 ton, 97 069 ton, 113 388 ton secara berurutan (BPS 2012, 2013). Selain itu,
jeruk pamelo memiliki karakteristik yang khas, yaitu berukuran besar, memiliki
rasa segar, dan daya simpan yang lama sampai 4 bulan (Susanto 2004).
Jeruk pamelo memiliki banyak keunggulan sehingga ditetapkan sebagai
jenis komoditas unggulan tanaman buah Direktorat Jenderal Hortikultura sesuai
Keputusan Menteri Pertanian No. 511/Kpts/PD.310/9/2006. Kabupaten Magetan
merupakan daerah sentra terbesar produksi pamelo di Indonesia. Pangestuti et al.
2004 dan Rahayu 2012 melaporkan bahwa kultivar jeruk pamelo yang paling
banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kultivar Nambangan karena memiliki
masa simpan yang relatif panjang dan tergolong pada jeruk pamelo potensial tidak
berbiji. Selain itu, kandungan vitamin C pada kultivar Nambangan tidak turun
secara nyata selama 8 minggu setelah penyimpanan (MSP). Toh et al. (2013)
menyatakan bahwa jeruk pamelo mengandung beberapa senyawa antioksidan
yang cukup tinggi, seperti senyawa fenol dan flavonoid.
Buah merupakan salah satu sink terpenting yang membutuhkan
keberlanjutan ketersediaan asimilat. Buah jeruk pamelo berukuran besar sehingga
membutuhkan ketersediaan asimilat dalam jumlah yang besar pula. Informasi
tentang hubungannya source-sink pada jeruk pamelo Indonesia masih sedikit,
sehingga diperlukan observasi tentang hal tersebut. Ryugo (1988) menyatakan
bahwa source-sink dapat dimanipulasi dengan pengaturan tingkat nisbah jumlah
daun:buah. Famiani et al. (2000) menggunakan nisbah jumlah daun:buah yang
berbeda pada cabang-cabangnya pada tanaman chestnut. Pengaturan nisbah
jumlah daun:buah merupakan salah satu dasar untuk memproduksi kualitas buah
yang diharapkan. Yuan et al. 2005 dan Rattanapong 2006 melaporkan bahwa

2

nisbah jumlah daun:buah mampu meningkatkan kualitas buah jeruk “Valencia”
dan jeruk pamelo cv. Hom Hat Yai.
Permasalahan budidaya jeruk pamelo tidak hanya pada kebutuhan asimilat
dalam perkembangan buah melainkan juga kualitas eksternal buah. Perbaikan
kualitas eksternal buah yang paling utama adalah penampilan buah. Penampilan
buah dipengaruhi oleh kerusakan pada kulit buah. Kerusakan tersebut disebabkan
adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk meningkatkan penampilan buah adalah pemberongsongan. Menurut
Damayanti (2000), pemberongsongan pada buah mengakibatkan akumulasi panas
yang akan memacu proses pertumbuhan, perkembangan dan pematangan buah.
Harachl and Wanichkul (2006) melaporkan bahwa pemberongsongan mampu
mengurangi serangan hama pada jambu biji. Sementara, Kurniawati et al. (2011)
melaporkan bahwa pemberongsongan pada pisang tanduk meningkatkan
kemulusan kulit buah.
Bahan pemberongsong buah ada beberapa macam, seperti kertas, karung
dan plastik. Pemberongsong bahan plastik tidak mudah rusak, sehingga sering
digunakan untuk memberongsong buah. Berbagai warna plastik dapat ditemukan
di pasaran. Setiap warna plastik memantulkan warna cahaya yang berbeda dan
masih sedikit informasi pengaruh warna plastik terhadap buah. Pemberongsongan
buah mampu menekan penggunaan pestisida dan residunya terhadap buah,
sehinggga buah lebih aman dikonsumsi. Selain itu, menurut Hwang et al. (2004)
pemberongsongan buah menggunakan kertas hitam mampu merubah warna kulit
buah grapefruit menjadi jingga dan meningkatkan rasio PTT/ATT. Noorbaeti et
al. (2013) melaporkan bahwa pemberongsongan buah menggunakan warna plastik
yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap kualitas buah
jambu biji.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya untuk
memperbaiki penampilan dan kualitas internal buah jeruk pamelo. Pengaturan
nisbah jumlah daun:buah dan pemberongsongan buah menggunakan warna
pemberongsong yang berbeda penting dilakukan pada jeruk pamelo untuk
meningkatkan kualitas eksternal dan internal buah.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh informasi pengaruh nisbah
jumlah daun:buah, pemberongsongan buah dan hubungan keduanya terhadap
perkembangan dan kualitas buah jeruk pamelo.
Hipotesis
1. Nisbah jumlah daun:buah mempengaruhi kualitas buah jeruk pamelo.
2. Terdapat warna plastik pemberongsong yang menghasilkan kualitas buah
jeruk pamelo yang terbaik.
3. Terdapat kombinasi nisbah jumlah daun:buah tertentu dengan salah satu
warna pemberongsong yang menghasilkan kualitas buah yang terbaik.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh Jeruk Pamelo
Jeruk besar (Citrus maxima (Burm.) Merr.) yang sering disebut pamelo
berasal dari Asia Tenggara dan telah diintroduksi ke Cina (Blench 2008). Jeruk
pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) merupakan sinonim dari Citrus grandis
(L.) Osbeck yang tergolong pada sub famili Aurantioideae dan famili Rutaceae
(Elaboration of Standards For Fruit 2007; ITIS 2011).
Jeruk pamelo dapat tumbuh di dataran rendah tropis dengan ketinggian
≤400 meter di atas permukaan laut (m dpl). Kelembaban dan suhu juga
berpengaruh pada pertumbuhan pohon jeruk pamelo. Kelembaban udara rata-rata
yang cocok untuk ditanami jeruk pamelo adalah 50 sampai 85%. Suhu yang
dibutuhkan tanaman ini 25 hingga 30 ⁰C dengan curah hujan tahunan 1 500
sampai 1 800 mm. Tanaman jeruk pamelo dapat tumbuh baik pada tanah pasir
sampai liat dengan tekstur sedang dan tidak mengandung salinitas yang tinggi
(Cayabyab 2004).
Komposisi Kimia Buah Jeruk Pamelo
Jeruk pamelo disukai oleh konsumen sebagai buah yang memiliki
kandungan gizi yang baik. Jeruk pamelo merupakan salah satu buah yang menjadi
sumber vitamin C. Vitamin C merupakan salah satu senyawa antioksidan (Davey
et al. 2000). Jeruk pamelo juga mengandung karbohidrat, protein dan berbagai
vitamin serta kandungan lemak yang rendah. Kandungan nutrisi buah jeruk
pamelo disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan buah jeruk pamelo
Nutrisi
Jumlah dalam 100 g bahan
Kalori (kal)
48.00
Protein (g)
0.60
Lemak (g)
0.30
Karbohidrat (g)
12.40
Kalsium (mg)
23.00
Fosfor (mg)
27.00
Zat besi (mg)
0.50
Vitamin A (IU)
20.00
Vitamin B1 (mg)
0.04
Vitamin C (mg)
43.00
Air (%)
86.30
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2007
Jeruk pamelo memiliki kandungan vitamin C yang tinggi, yakni sebesar 43
mg 100 g-1 daging buah. Kandungan air pada jeruk pamelo melebihi 80% yang
akan menyebabkan kesegaran saat mengkonsumsinya. Kandungan lemaknya
rendah (0.3 g 100 g-1 daging buah) sehingga aman dikonsumsi oleh penderita
kolesterol. Selain itu, jeruk pamelo mengandung beberapa senyawa antioksidan,

4

seperti fenol dan flavonoid. Senyawa flavonoid yang tinggi di jeruk pamelo
adalah naringin. Naringin merupakan senyawa flavonoid mayor dalam jeruk
pamelo. Rahayu 2012 melaporkan bahwa kandungan naringin jeruk pamelo
beragam tergantung pada kultivarnya, berkisar antara 55.2 sampai 344 μg ml-1 .
Deskripsi Jeruk Pamelo
Di Indonesia terdapat beberapa kultivar unggul pamelo, diantaranya adalah
Nambangan, Bali Merah, Srinyonya, Cikoneng ST, Pangkajene Putih dan Jawa.
Kultivar Nambangan merupakan jeruk pamelo yang paling banyak dibudidayakan
di sentra pamelo, yakni pada Kabupaten Magetan. Jeruk pamelo kultivar
Nambangan berasal dari daerah Nambangan, yaitu sebuah kelurahan di Kodya
Madiun, Jawa Timur (Pangestuti et al. 2004).
Pertumbuhan buah jeruk pamelo berlangsung cepat pada dua bulan
pertama sejak berbunga penuh, kemudian diikuti dengan pertumbuhan yang
semakin lambat (Mahardika dan Susanto 2003). Pertumbuhan buah masih terjadi
sampai buah siap panen (matang). Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan
dewasa (umur > 6 tahun) ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan
Pohon
Daun
Bunga
- Bentuk tajuk - Pembagian daun
- Panjang
obloid
tunggal
tangkai bunga
(bulat)
10.6 mm
- Intensitas warna
- Penyebaran
sedang
- Diameter
cabang
kelopak bunga
- Nisbah
menyebar
9.7 mm
tangkai/helai
lebih pendek
- Kerapatan
- Perbandingan
cabang
panjang
- Panjang helai
sedang
anther/stigma
daun 13.6 cm
setara
- Sudut
- Lebar helai daun
percabangan
- Warna bunga
7.1 cm
lebar
mekar putih
- Panjang/lebar
- Kerapatan
helai daun 1.9 cm - Warna kepala
duri pada
sari kuning
- Bentuk helai daun
tanaman
- Jumlah
ovate
dewasa
mahkota per
- Tepi daun rata
rendah
bunga 4, 5, 6
- Sayap daun ada
- Panjang duri - Lebar sayap
- Panjang
< 5 mm
mahkota 18.1
sempit
- Bentuk duri - Bentuk sayap
mm
lurus
- Lebar
daun hati
- Warna
mahkota 11.5
- Posisi helai dan
trubus hijau
mm
sayap terpisah
- Permukaan
Jumlah
- Trikoma di bawah
trubus halus
benang sari >
daun tidak ada
4 per bunga
Sumber: Rahayu (2012)

Buah
- Bobot buah 1465.2 g
- Bentuk buah spheroid
- Bentuk pangkal buah
convex
- Bentuk ujung buah
truncate
- Tebal epikarp
1.29 cm
- Warna kulit buah kuning
- Tekstur permukaan
buah agak kasar
- Kelekatan albedo
dengan kantung jus
kuat
- Keberadaan kelenjar
minyak jelas
- Tebal mesokarp 13.74
cm
- Warna albedo merah
muda
- Ujung buah tertutup
- Jumlah juring per buah
14.4
- Jumlah biji per buah
29.1

5

Jeruk pamelo kultivar Nambangan tergolong pada kultivar yang potensial
tidak berbiji. Pada tanaman jeruk yang tergolong pada potensial tidak berbiji maka
akan menghasilkan buah yang berbiji dan buah tidak berbiji dalam satu pohon
(Rahayu 2012). Buah jeruk pamelo kultivar Nambangan di kabupaten Magetan
dapat dipanen pada umur 24 sampai 30 minggu setelah berbunga (MSB). Kurang
lebih separuh bagian dari bobot buah yang dapat dimakan (Mahardika dan
Susanto 2003; Rahayu 2012). Setelah buah mencapai periode kematangan, proses
yang terjadi lebih banyak pada perubahan kimia dari zat yang terkandung dalam
buah tersebut. Buah jeruk pamelo kultivar Nambangan memiliki warna daging
merah muda hingga merah, rasa manis asam dengan sedikit rasa getir dan jumlah
bijinya yang tidak banyak atau bahkan tidak ada sama sekali sehingga jeruk
pamelo kultivar Nambangan digolongkan pada kultivar potensial tidak berbiji
(Pangestuti et al. 2004; Rahayu 2012).
Fisiologi Perkembangan Buah
Pada saat bunga mekar akan terjadi proses penyerbukan. Menurut Rahayu
(2012) semua kepala putik sudah reseptif pada stadia balon, yang ditandai dengan
permukaannya yang lengket, karena eksudat yang dikeluarkan oleh kepala putik.
Distefano et al. (2011) melaporkan bahwa polen bunga jeruk berkecambah pada
permukaan stigma lalu mencapai bagian sel papilla dari ovul. Setelah itu, sel
papilla semakin membesar hingga dua kali lipat dari ukurannya pada saat antesis.
Sementara itu dinding lokul berkembang menjadi daging buah (pulp).
Ben-Cheikh et al. (1997) menyatakan bahwa pada jeruk yang berbiji
penyerbukan sangat mempengaruhi keberhasilan fruit set dan perkembangan buah
selanjutnya. Pada aksesi berbiji, bila sel telur dan inti kutub dalam kantong induk
megaspora tidak dibuahi oleh sel sperma, maka tidak akan terjadi perkembangan
biji, dan kantong induk megaspora akan gugur ketika bunga mengalami senesen.
Hal ini menunjukkan peranan biji yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan buah, karena biji merupakan sumber fitohormon.
Rahayu (2012) melaporkan bahwa jeruk pamelo kultivar Nambangan
tergolong pada potensial tidak berbiji, sehingga dalam satu pohon terdapat buah
yang berbiji dan buah yang tidak berbiji. Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa
aksesi dengan derajat partenokarpi tinggi biasanya menghasilkan buah tidak
berbiji. Sementara, menurut Gomez-Alverado et al. (2004) pada beberapa spesies,
buah tidak berbiji terbentuk sebagai hasil partenokarpi atau stenospermokarpi,
yaitu pembuahan yang diikuti dengan aborsi pasca-zigotik. Selanjutnya, menurut
Varoquaux et al. (2000) menyatakan bahwa aksesi yang memiliki partenokarpi
yang tinggi tetap berkembang karena bakal buah mampu berkembang tanpa
pembuahan pada bakal biji.
Setelah terjadi polinasi maka periode antesis berakhir, selanjutnya hormon
endogenous giberelin akan menurun, sehingga mahkota bunga akan rontok dan
ovul berdiferensiasi menjadi bakal buah. Bakal buah yang bertahan akan
berkembang menjadi buah. Goldschmidt 1999, Iglesias et al. 2007 dan Nebauer et
al. 2011 menyatakan bahwa tidak hanya hormon yang menginduksi pertumbuhan
dan perkembangan buah melainkan juga nutrisi dan karbohidrat. Ketersediaan
karbohidrat adalah faktor pembatas utama untuk mendukung pembesaran buah.

6

Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa buah jeruk selama
perkembangannya terdapat beberapa fase serta terjadi perubahan struktur dan
internal buah. Fase-fase tersebut meliputi:
a. Fase 1: pembelahan sel
Pada fase 1 terjadi pembelahan sel dan akumulasi asam dan air pada
daging buah. Jumlah kandungan asam mencapai puncak pada pertengahan
fase 2.
b. Fase 2: pembesaran sel
Fase 2 ini ditandai dengan pembesaran ukuran yang cepat, akumulasi
asam-asam organik dan biosintesis karotenoid pada daging buah.
c. Fase 3: pematangan buah
Pada saat proses pematangan buah terjadi beberapa perubahan pada bagian
eksternal dan internal buah, yakni:
 Pada lapisan flavedo kulit buah terjadi degradasi klorofil.
 Kandungan karotenoid daging buah yang tinggi.
 Tingginya padatan terlarut pada daging buah, dimana sukrosa
menjadi padatan terlarut yang utama (rasio dari sukrosa, glukosa
dan fruktosa adalah 2:1:1).
 Kandungan asam di dalam daging buah mengalami penurunan.
Nisbah Jumlah Daun:buah
Menurut Ryugo (1988) terdapat dua cara budidaya dimana beban tanaman
dapat disesuaikan atau dikurangi, yaitu (1) pemangkasan aktif, dengan
menghilangkan tunas yang tumbuh selama bulan-bulan musim dingin pada musim
sebelumnya, dan (2) penjarangan bunga atau buah yang belum matang di awal
musim. Buah-buahan yang sebelumnya dijarangkan dengan rasio daun:buah
diubah, maka akan menghasilkan buah-buahan yang lebih besar pada saat panen.
Pengaturan nisbah jumlah daun:buah dengan menghilangkan buah-buah yang
cacat, kecil, dan rusak di awal musim mungkin memiliki beberapa efek
menguntungkan, yakni fotosintat dialihkan ke pertumbuhan tunas saat ini dan
cadangan pasokan makanan untuk musim berikutnya.
Dalam penjarangan kumpulan bunga, sebagian dari bunga akan
dijarangkan sebelum atau pada mekar penuh, sedangkan dalam penjarangan buah,
buah-buahan muda diberi jarak semerata mungkin sepanjang cabang. Kedua
praktek tersebut meningkatkan rasio daun:buah sehingga meningkatkan potensi
buah yang tersisa untuk tumbuh. Ukuran buah yang lebih besar diperoleh dengan
penjarangan bunga mekar karena persaingan dalam mengembangkan buah-buahan
dan memanjangkan tunas dan akar berkurang lebih awal. Namun, penjarangan
bunga mekar ini berisiko karena apabila terjadi cuaca buruk selama periode
setelah pembungaan dan selanjutnya dapat menyebabkan menurunnya fruit set
(Ryugo 1988).
Manipulasi source-sink dapat dilakukan dengan penjarangan buah.
Goldschmidt (1999) menyatakan bahwa penjarangan buah dapat menurunkan
tingkat kompetisi antar buah dan meningkatkan jumlah fotosintat yang tersedia
untuk organ reproduktif. Famiani et al. (2000) menyatakan bahwa source-sink

7

dapat dimanipulasi dengan pengaturan tingkat nisbah jumlah daun:buah yang
berbeda pada cabang-cabangnya.
Pada cabang yang terdapat buah, daun muda akan bersaing dengan buah
karena sama-sama berperan sebagai sink (pengimpor karbon). Hubungan sourcesink dan regulasi alokasi karbon menjadi faktor penentu terhadap hasil tanaman
pada tanaman buah. Kozlowski (1992) melaporkan bahwa daun sebagai sink pada
awal pertumbuhannya akan mengimpor karbohidrat dari daun dewasa karena hasil
fotosintesisnya masih rendah dan belum memenuhi kebutuhan untuk
pertumbuhannya. Hal tersebut dapat menyebabkan persaingan antara daun muda
dan buah untuk memperoleh karbohidrat sehingga karbohidrat untuk buah akan
terbatas untuk perkembangan buah. Tombessi et al. (1993) menyatakan bahwa
alokasi karbohidrat tergantung pada kekuatan sink.
Secara umum, terdapat tiga stadia perkembangan daun, yakni:
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, ukuran penuh dan senensen
(Kriedemann et al. 1970). Semua daun mengalami masa transisi dari sink menjadi
source (Roberts et al. 1997). Daun muda merupakan organ source sekaligus sink
karena daun tersebut mensintesis karbohidrat dan menggunakannya untuk
pertumbuhan (Ryugo 1998). Daun muda menjadi sink (pengimpor karbon) karena
rendahnya laju fotosintesis sehingga asimilat yang dihasilkan masih belum
memenuhi kebutuhannya untuk berkembang (Kozlowski 1992; Marchi and
Sebastiana 2005). Pada cabang yang terdapat buah, maka daun muda akan
berkompetisi dengan buah untuk mendapatkan karbohidrat, karena daun muda
juga berperan sebagai sink pada awal perkembangannya.
Daun mampu menopang kebutuhan buah dalam menyediakan asimilat
untuk pertumbuhan dan perkembangan buah sampai daun tersebut rontok. Ismail
(1969) melaporkan bahwa senesen menjadi salah satu penyebab utama dalam
inisiasi absisi atau rontoknya suatu organ tanaman. Sebelum terjadinya absisi,
organ tersebut akan mengalami senesen yang ditandai dengan degradasi klorofil,
protein dan RNA. Selanjutnya, menurut Biswal and Biswal (1999) dan Jing and
Nam (2012), senesen adalah proses perkembangan dalam siklus tanaman yang
berhubungan dengan panjang umur dan umumnya terjadi pada stadia akhir
perkembangan daun.
Senesen dikendalikan oleh beberapa hormon endogen (Jing and Nam
2012). Katz et al. (2005) melaporkan bahwa lepas atau rontoknya daun jeruk
manis berlangsung perlahan dan tidak selalu ditandai dengan warna daun yang
menguning. Kandungan etilen yang tinggi terdapat pada daun yang mengalami
senesen tersebut dan di identifikasi sebagai penyebab rontoknya daun.
Nisbah jumlah daun:buah telah dilakukan pada beberapa tanaman buah.
Lechaudel et al. (2005) menyatakan bahwa nisbah jumlah daun:buah pada
mangga berpengaruh nyata pada proses yang mendasari perkembangan buah,
seperti mobilisasi cadangan makanan, laju respirasi dan kebutuhan asimilat buah.
Yuan et al. (2005) juga melaporkan bahwa jeruk “Valencia” menunjukkan
hubungan linier positif antara bobot panen buah dengan nisbah jumlah daun:buah.
Sementara menurut Rattanapong (2006), jumlah daun 70 per cabang dibandingkan
dengan jumlah daun yang lebih banyak menghasilkan kualitas buah terbaik, yakni
ukuran dan bagian buah dapat dimakan terbesar, kemanisan atau PTT tertinggi
serta memiliki rasa yang paling disukai.

8

Pemberongsongan Buah
Salah satu upaya untuk menghambat kerusakan buah saat masih di pohon
adalah dengan pembungkusan buah atau yang biasa dikenal sebagai
pemberongsongan. Cara ini dimaksudkan untuk meminimalkan gangguan hama
dan penyakit saat buah masih di pohon, termasuk menghalangi lalat betina agar
tidak bertelur pada buah. Pengendalian dengan pembungkusan buah dapat
mengurangi penggunaan dan dampak buruk dari bahan kimia serta mengurangi
biaya produksi. Rein (2008) melaporkan bahwa pestisida selain meningkatkan
biaya produksi dapat menimbulkan residu bahan kimia pada buah yang berbahaya
bagi konsumen. Pengendalian hama secara mekanis secara nyata lebih efektif
daripada pengendalian hayati. Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK)
secara hayati dan mekanis nyata dapat mengurangi kehilangan hasil biji kakao
kering. Hasil panen biji kakao kering pada perlakuan pemberongsongan buah
menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yakni sebesar
57.47%.
Menurut Damayanti (2000), sifat-sifat jenis pembungkus yang baik adalah :
a. Mampu melindungi buah muda dari serangan hama dan penyakit.
b. Mengurangi intensitas cahaya matahari.
c. Mengurangi pengaruh suhu udara.
d. Menjaga kelembaban kulit buah.
e. Tahan hujan, tidak mudah robek.
f. Mudah dikontrol keadaan buahnya.
g. Cukup ringan.
h. Praktis pemasangannya.
i. Tahan lama.
j. Mudah mendapatkannya dan murah harganya.
Warna plastik di pasaran bermacam-macam. Taiz dan Zeiger (2010)
menyatakan bahwa visible light (warna tampak) berkisar antara 400 nm (violet)
sampai 700 nm (merah). Panjang gelombang cahaya yang pendek (frekuensi
tinggi) mempunyai total energi yang tinggi sedangkan panjang gelombang cahaya
yang panjang (frekuensi rendah) mempunyai total energi yang rendah. Penyerapan
dari spektrum klorofil, dimana penyerapannya kuat pada warna biru (sekitar 430
nm) dan merah (sekitar 660 nm) sedangkan cahaya hijau tidak menyerap secara
efisien karena kebanyakan direfleksikan ke mata kita dan memberikan tanaman
dengan karakter warna hijau.
Pemberongsongan menunjukkan hasil yang cukup baik pada beberapa
buah jeruk. Xie et al. (2013) melaporkan bahwa pemberongsongan buah
menghambat atau meningkatkan akumulasi antosianin pada kulit dan daging buah
jeruk „Tarocco‟. Beberapa biosintesis gen antosianin sensitif terhadap rangsangan
lingkungan, seperti suhu, cahaya, nutrisi dan hormon yang secara umum mampu
mengubah hasil akumulasi antosianin. Sedangkan menurut Noorbaiti et al. (2013),
pemberongsongan buah jambu biji harus dilakukan agar terhindar dari kerontokan
buah. Pemberongsongan buah jambu biji menggunakan plastik merah
meningkatkan berat segar buah, plastik biru menghasilkan warna buah yang baik
(kuning cerah), dan plastik bening meningkatkan nilai padatan terlarut total
(PTT).

9

Asimilat yang dihasilkan pada fotosintesis tidak hanya berupa pati,
melainkan ada yang berupa protein, lemak, dan pigmen. Rodrigo et al. (2013)
melaporkan bahwa pigmen pada kulit buah jeruk pamelo meliputi klorofil dan
karotenoid. Klorofil a adalah komponen utama dari klorofil kulit jeruk sedangkan
kandungan karotenoidnya rendah. Klorofil merupakan pigmen utama pada jeruk
yang matang hijau. Mahardika dan Susanto (2003) menyatakan bahwa jeruk
pamelo berwarna hijau sampai hijau kekuningan pada saat panen.
Kualitas Buah Jeruk
Karakteristik komoditas hortikultura diantaranya mudah rusak dan
dikonsumsi segar. Kualitas buah merupakan syarat utama permintaan pasar. Nilai
sikap konsumen terhadap atribut yang dipertimbangkan dalam keputusan
pembelian buah jeruk lokal adalah penampilan, rasa, warna, ukuran dan aroma
buah. Buah jeruk lokal memiliki kelemahan dibanding buah jeruk impor yaitu
buah yang tidak seragam baik dari warna dan rasa, bahkan tidak jarang ukuran
juga ditemukan tidak seragam di pasaran (Riska 2012). Kualitas buah terdiri atas
kualitas eksternal dan internal. Kualitas internal buah yang diamati dapat berupa,
kandungan asam tertitrasi total (ATT), gula, pH, rasio PTT/ATT, kandungan asam
askorbat buah dan senyawa metabolit sekundernya. Kualitas eksternal tidak kalah
penting dengan kualitas internal buah. Jika terdapat cacat pada kulit buah, akan
mengurangi penilaian konsumen terhadap buah tersebut.
Komponen nutrisi yang dapat dijadikan salah satu standar kualitas buah
jeruk adalah vitamin C (asam askorbat). Vitamin C merupakan vitamin yang
paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi sangat berguna bagi
kesehatan manusia. Struktur kimia vitamin C terdiri dari rantai 6 atom C dan
kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara
menjadi asam dehidroaskorbat (Njoku et al. 2011). Pada tahun 2000, nilai
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk asam askorbat ditetapkan pada 75
mg per hari bagi perempuan dewasa dan sebanyak 90 mg per hari bagi laki-laki
dewasa. Nilai ini meningkat sebanyak 25 sampai 50% dibandingkan rekomendasi
sebelumnya yang hanya sebesar 60 mg per hari bagi laki-laki dan perempuan
dewasa (Food and Nutrition Board 2000).
Kualitas buah juga berhubungan dengan warna jus dan rasa getir. Buah
jeruk pamelo dengan warna jus merah memiliki kandungan fenolik total dan
karotenoid lebih tinggi dibandingkan yang warna jusnya putih, sehingga
merupakan sumber antioksidan yang baik dan lebih efisien dalam menangkap
berbagai bentuk radikal bebas (Tsai et al. 2007). Naringin merupakan salah satu
flavonoid yang menyebabkan rasa getir pada pamelo. Naringin merupakan
senyawa flavonoid berkhasiat sebagai antioksidan yang mampu menangkap
radikal bebas, pengkelat logam seperti tembaga dan besi, anti-inflammatory, anti
alergi, anti kanker dan anti virus (Silalahi 2002). Rahayu (2012) melaporkan
bahwa kandungan naringin jeruk pamelo kultivar Nambangan sebesar 273.3 μg
ml-1.
Ryugo (1988) menambahkan bahwa rasio PTT:ATT merupakan kriteria
penting untuk pemanenan anggur dan jeruk. Rasio PTT:ATT meningkat selama
pematangan dan ini dapat dijadikan sebagai indikator kesukaan konsumen.

10

Peningkatan nilai PTT yang terjadi dalam buah selama proses menuju masak
(ripening) karena buah terus mengalami reaksi metabolisme selama proses
penyimpanan yaitu hidrolisis pati yang akan mengubah cadangan makanan atau
energi menjadi gula. Semakin lama gula disimpan, gula dalam buah akan
meningkat. Selanjutnya, menurut Pantastico (1986), peningkatan nilai PTT akan
diikuti dengan penurunan terhadap kandungan asam organik.

3 METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, Kampus
Dramaga IPB. Analisis laboratorium dilaksanakan di Pusat Kajian Hortikultura
Tropika (PKHT) IPB dan Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (yakni
Postharvest Laboratory dan UV-Vis Spectrophotometry Laboratory). Analisis
karbohidrat dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Penelitian dilaksanakan pada Agustus 2013 sampai Juni 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jeruk pamelo
hasil cangkokan kultivar Nambangan yang telah berumur 5 tahun dan telah
berproduksi untuk kedua kalinya, warna plastik pemberongsong yang berbeda,
pupuk NPK 15:15:15, pupuk kandang dan senyawa kimia dalam analisis jeruk
pamelo. Tinggi tanaman jeruk pamelo mencapai ± 4 m dengan jarak tanam 4 x 3
m. Jenis pembungkus yang digunakan adalah kantong plastik ukuran 24 cm
berwarna bening, merah, kuning dan biru. Plastik pemberongsong dilobangi
sebanyak 11 lobang pada bagian bawahnya dengan diameter ± 0.5 cm untuk
sirkulasi udara.
Peralatan yang digunakan meliputi timbangan analitik, luxmeter Smart
Sensor AR 823, Corona thermo-hygrometer, chromameter Konica Minolta CR 10,
hand refraktrometer Atago DUE-PSH 10, penetrometer controller MK VI,
centrifuge 5410, spektrofotometer Schimadzu UV-1 800, vortex, alat-alat
pertanian, dan alat-alat dalam analisis kimia.
Prosedur Percobaan
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan pemeliharaan tanaman jeruk
pamelo. Pemeliharaan tersebut meliputi pengendalian gulma dan pemupukan.
Pemupukan NPK dilakukan pada awal musim berbunga dengan dosis sebanyak 1
kg per pohon, sedangkan pupuk kandang 12 kg per pohon per tahun. Pengendalian
gulma dilakukan secara mekanis selama penelitian. Penelitian ini mencakup
pengamatan pada umur daun, perkembangan dan kualitas buah. Umur daun
dilakukan pada 2 stadia umur penting daun tanaman jeruk pamelo yang

11

berhubungan dengan source-sink, yakni periode daun muda menjadi daun dewasa
dan absisi atau rontoknya daun dewasa. Pengamatan pada umur daun masingmasing terdapat tiga ulangan, baik pada umur daun menjadi dewasa maupun
waktu absisi daun.
Pengamatan perkembangan buah dilakukan pada saat tanaman berbuah.
Pemilihan cabang sampel untuk dilakukan pengaturan nisbah jumlah daun:buah
pada saat buah berumur 3 minggu setelah antesis (MSA). Pemilihan cabang
sampel dilakukan pada cabang tersier terpilih yang memiliki diameter pangkal
cabang yang relatif sama, yakni ± 1.5 cm. Perkembangan jumlah daun setelah
perlakuan diamati setiap 8 minggu untuk memperoleh nisbah jumlah daun:buah
yang sesuai perlakuan. Pemberongsongan buah dilakukan pada saat buah berumur
4 MSA dengan diameter buah ± 3.5 cm. Pengamatan yang dilakukan pada
perlakuan pemberongsongan buah dengan warna plastik yang berbeda adalah
suhu, kelembaban dan intensitas cahaya.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah nisbah jumlah daun:buah dengan taraf,
yakni 50:1, 75:1 dan 100:1. Faktor kedua adalah warna plastik pemberongsong
yang berbeda, yakni warna bening, merah, kuning dan biru serta tanpa
diberongsong sebagai kontrol. Dari kombinasi perlakuan terdapat 15 kombinasi
perlakuan percobaan. Setiap perlakuan percobaan terdapat tiga ulangan sehingga
terdapat 45 satuan percobaan. Dalam setiap pohon dilakukan pengacakan pada
cabang-cabangnya dengan berbagai nisbah jumlah daun:buah.
Model linier dari faktorial RAL secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk

= nilai pengamatan jeruk pamelo terhadap nisbah jumlah daun:buah
ke-i dengan warna plastik pemberongsong ke-j dan ulangan ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan nisbah jumlah daun:buah ke-i
βj
= pengaruh perlakuan warna plastik pemberongsong ke-j
(αβ)ij = komponen interaksi dari nisbah jumlah daun:buah dengan warna
plastik pemberongsong
εijk
= pengaruh acak dari interaksi nisbah jumlah daun:buah dan warna
pemberongsong
Data percobaan yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam pada taraf α=5%. Jika analisis sidik ragam menunjukkan hasil beda nyata,
maka dilanjutkan pengujian menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf α=5%.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran luas daun, bobot kering daun
(untuk perhitungan akumulasi karbohidrat daun) dan iklim mikro di dalam
pemberongsong selama penelitian. Pengukuran luas daun menggunakan metode
gravimetri, dimana pada setiap cabang sampel dipilih secara acak 20 daun pada
masing-masing nisbah jumlah daun:buah. Sedangkan pengukuran bobot daun
menggunakan 15 sampel yang dilakukan pengulangan tiga kali pada setiap umur
perkembangan buah, yakni pada 5, 13 dan 21 MSA. Pengukuran iklim mikro pada
pemberongsong dilakukan pada pagi (07.00-09.00), siang (12.00-13.30) dan sore
(15.30-17.00). Semua buah jeruk pamelo dipanen pada umur 25 MSA.

12

Peubah pengamatan dalam penelitian ini meliputi:
a. Umur daun
Umur daun dilakukan pengamatan pada dua stadia penting dalam
perkembangan daun yang berkaitan dengan hubungan source-sink, yakni
pada umur daun menjadi daun dewasa dan masa absisi atau rontoknya
daun.
1. Umur daun menjadi daun dewasa
Umur daun menjadi daun dewasa dilakukan sejak muncul primordia
tunas vegetatif (tunas daun) sampai daun berukuran maksimum dengan
kandungan klorofil yang pekat sehingga warna daun menjadi hijau tua.
2. Waktu absisi atau rontoknya daun dewasa
Waktu absisi atau rontoknya daun dewasa dilakukan dengan
menghitung lama munculnya tunas daun sampai daun dewasa rontok.
b. Selama perkembangan buah
Peubah pengamatan pada saat perkembangan buah dilakukan pada
karbohidrat daun dan ukuran buah. Pengamatan karbohidrat daun
dilakukan untuk mengetahui banyaknya potensi asimilat yang dimiliki
daun untuk mendukung perkembangan buah. Ukuran buah diamati untuk
mengetahui pengaruh nisbah jumlah daun:buah dan pemberongsongan
terhadap perkembangan dan pembesaran buah.
1. Karbohidrat daun
Pengukuran kandungan karbohidrat daun merupakan pengamatan
destruktif. Sampel yang digunakan pada setiap stadia menggunakan
cabang sampel yang berbeda pada masing-masing nisbah jumlah
daun:buah. Kandungan karbohidrat daun diukur pada tiga stadia
perkembangan buah, yakni saat buah berumur 5 minggu setelah antesis
(MSA), 13 MSA dan 21 MSA menggunakan metode Luff Schoorl
(Sudarmadji et al. 1989). Penentuan karbohidrat dilakukan dengan
titrasi menggunakan Na-tiosulfat (Na2S2O3).
2. Pengukuran diameter buah
Pengamatan pengukuran diameter buah dilakukan pada sisi melintang
(diameter melintang) sebanyak tiga kali, yakni saat buah berumur 4
MSA, 14 MSA dan 25 MSA (panen).
c. Panen
Pengamatan panen dilakukan pada kualitas eksternal dan internal buah.
1. Kualitas ekstenal buah, meliputi:
 Pigmen kulit buah
Pigmen kulit buah jeruk pamelo terdiri atas klorofil dan karotenoid.
Menurut Sims dan Gamon (2002) kandungan klorofil total dan
karotenoid diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri.
Sampel yang digunakan adalah lapisan flavedo kulit jeruk pamelo
0.12 g ditambahkan 2 ml asetris (85% aseton+15% tris) lalu gerus
dan bilas mortar dengan 1 ml asetris. Setelah itu masukkan ke
dalam microtube kemudian sampel tersebut di sentrifuge dengan
kecepatan 14 000 rpm selama 10 detik. Pindahkan 1 ml supernatan
dan 3 ml asetris dalam cuvet, selanjutnya diukur kandungan

13

klorofil dan karotenoidnya dengan alat spektrofotometer pada
panjang gelombang 470 nm, 537 nm, 647 nm, dan 663 nm. Setelah
didapat nilai absorbansi, kandungan klorofil dan karotenoid dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Antosianin
Klorofil a
Klorofil b
Karotenoid










= 0.08173*A537 - 0.00697*A647 - 0.00223*A663
= 0.01373*A663 - 0.000897*A537 - 0.00305*A647
= 0.02405*A647 - 0.004305*A537 - 0.00551*A663
(A470 – (17.1*(klorofil a + klorofil b) – 9.479*antosianin))
=
119.26

Warna kulit buah
Warna kulit buah dianalisis menggunakan alat Chromameter
Konica Minolta CR 10. Skala warna CIE LAB merupakan sebuah
perkiraan skala keseragaman warna. Sumbu L* mulai dari atas ke
bawah, parameter L* menunjukkan tingkat kecerahan dengan skala
0 (hitam atau gelap) sampai 100 (cerah atau terang). Sumbu a* dan
b* tidak memiliki nilai batas yang spesifik. Bila nilai a* positif
berarti merah dan bila negatif berarti hijau, sedangkan b* bila
positif berarti kuning dan bila negatif berarti biru. Skala warna a*
b* bukan parameter yang independen, melainkan merupakan
komponen dari derajat hue (hº). Skala tersebut dikalkulasi menjadi
derajat hue (hº) = tan-1(b*/a*)] (McGuire 1992).
Kemulusan
Tingkat kemulusan kulit buah diamati dengan cara skoring.
Skoring dilakukan dengan cara membagi buah menjadi 8 bagian
secara membujur sehingga diperoleh skor 1/8 sampai 1. Skor 1
menunjukkan bahwa kulit buah mempunyai tingkat kemulusan
100%.
Kelunakan buah
Pengukuran kelunakan buah dilakukan dengan alat penetrometer
elektrik controller MK VI berdasarkan daya penetrasi jarum
terhadap kulit pamelo. Lubang tusukan dilakukan pada bagian
pangkal, tengah dan ujung buah. Tusukan dilakukan selama 5
detik, beban yang digunakan adalah 50 g. Angka yang terbaca
setelah penusukan selama 5 detik dinyatakan sebagai tingkat
kelunakan buah (mm 50 g-1 5 detik-1). Semakin besar angka yang
diperoleh maka semakin tinggi tingkat kelunakan buah.
Volume buah
Pengukuran volume buah menggunakan prinsip Hukum
Archimedes, yakni dengan cara memasukkan buah jeruk pamelo ke
dalam wadah yang berisi penuh air. Air yang tumpah setelah buah
dimasukkan ke dalam labu ukur untuk diukur volumenya. Volume
air yang tumpah tersebut dinyatakan sebagai volume buahyang
dinyatakan dalam ml.
Bobot buah
Bobot buah ditimbang menggunakan timbangan analitik dan
dinyatakan dalam gram (g).

14





Tebal kulit buah
Tebal kulit merupakan rata-rata tebal kulit dari dua sisi diameter
melintang buah (Susanto 2004). Tebal kulit buah dinyatakan dalam
satuan cm.
Bagian dapat dimakan (BDD)
Bagian dapat dimakan =

Bobot daging buah (g)
X 100%
Bobot buah (g)

2. Kualitas internal buah adalah kualitas dari daging buah, terdiri atas:
 Kandungan jus buah (%)
Kandungan jus diperoleh dari perbandingan volume sari daging
buah yang dihaluskan (ml) dengan bobot buah (g), dengan rumus:
Kandungan jus =




Volume jus (ml)
X 100%
Bobot buah (g)

Padatan terlarut total (PTT)
PTT merupakan tingkat kemanisan jus buah. Penentuan PTT
dilakukan dengan meneteskan perasan buah jeruk pada hand
refraktrometer dan dibaca dalam satuan ºBrix.
Asam tertitrasi total (ATT)
Kandungan ATT diukur menggunakan metode titrasi NaOH 0.1 N
dengan larutan indikator phenolftalein (PP) (Nielson 1998).
Sampel yang digunakan perasan buah sebanyak 25 g kemudian
ditera hingga volume menjadi 250 ml. Sampel yang diperoleh
kemudian ditetesi larutan indikator lalu dilakukan titrasi. ATT jus
jeruk pamelo dinyatakan dalam satuan %.
volume NaOH x N NaOH x fp x 64
X 100%
Bobot sampel (mg)
fp = faktor pengenceran
Rasio PTT/ATT
Rasio PTT/ATT merupakan indeks kematangan buah. Semakin
tinggi nilai rasio PTT/ATT menunjukkan bahwa buah semakin
matang.
Vitamin C
Kandungan vitamin C dilakukan dengan titrasi iodium (Sudarmadji
et al. 1989). Sampel daging buah 10 g dan letakkan pada labu takar
100 ml, kemudian tambahkan air dan kocok. Larutan homogen
tersebut disaring. Filtrate ditambah dengan larutan indikator
amilum 1%, dan titrasi dengan iodium 0.01 N. Sebelum dilakukan
titrasi, iodium dilarutkan menggunakan pelarut Kalium Iodida
(KI), karena iodium sulit untuk larut dalam air. Kandungan vitamin
C jus jeruk pamelo dinyatakan dalam mg 100 g-1.
Kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
volume titrasi iodin 0.01 N x 0.88 mg x fp
x 100
Vitamin C =
Bobot sampel (g)
Kandungan ATT =





15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Daun Jeruk Pamelo
Dalam budidaya jeruk pamelo terdapat stadia penting dalam umur daun
yang berkaitan dengan hubungan source-sink, yakni umur daun menjadi dewasa
dan waktu absisi atau rontoknya daun. Kedua stadia umur daun tersebut
berpengaruh dalam proses perkembangan buah. Periode daun muda sebagai sink
sangat penting dipelajari untuk mengetahui lamanya daun akan berkompetisi
dengan buah dalam memperoleh karbohidrat. Sedangkan absisi atau rontoknya
daun dapat digunakan untuk mempelajari lamanya daun mampu menopang
kebutuhan buah dalam menyediakan asimilat untuk pertumbuhan dan
perkembangan buah.
a. Umur daun menjadi daun dewasa
Daun muda bersaing dengan buah, karena juga berperan sebagai sink
dalam awal perkembangannya. Primordia tunas daun jeruk pamelo menjadi
daun dewasa memerlukan waktu minimal 6 minggu (Gambar 1). Primordia
tunas daun menjadi daun muda membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu,
dimana daun muda membuka sempurna pada umur 3 minggu. Pada umur 4 dan
5 minggu, ukuran daun sudah mencapai maksimum namun kandungan
klorofilnya masih rendah sehingga warna daun menjadi hijau muda.

1 minggu

4 minggu

2 minggu

5 minggu

3 minggu

6 minggu

Gambar 1 Perkembangan daun jeruk pamelo

16

Daun muda berkembang menjadi daun dewasa dan tidak akan
berkompetisi lagi dengan buah karena saat daun menjadi dewasa maka daun
tersebut menjadi exporter karbohidrat atau disebut juga sebagai source. Daun
dewasa disebut organ source, karena sudah mensintesis karbohidrat lalu
mengekspornya pada bagian lain tanaman. Daun dewasa dicirikan dengan
ukuran telah maksimum, konsentrasi klorofil, penyerapan energi cahaya dan
aktivitas fotosintesis tinggi serta rendahnya laju respirasi (Kriedemann et al.
1970; Jeong et al. 2004). Kriedemann et al. (1970) melaporkan bahwa
perluasan ukuran daun bertujuan untuk peningkatan kontribusi daun dalam
fotosintesis. Pada daun yang berkembang, jaringan palisade dan mesofil
berkembang dengan cepat dibandingkan daun yang dewasa. Daun yang telah
mencapai ukuran maksimum, konsentrasi klorofil dan aktivitas fotosintesisnya
akan meningkat.
Selama perkembangan daun terjadi beberapa perubahan, diantaranya
adalah perubahan ukuran, kandungan klorofil, laju respirasi, aktivitas
fotosintesis dan enzim ribulosa 1,5-difosfat karboksilase. Kandungan total
klorofil, aktivitas enzim ribulosa 1,5-difosfat karboksilase dan fotosintesis
cenderung meningkat, namun laju respirasi mengalami penurunan seiring
bertambahnya umur daun (Bakker dan Hardwick 1973; Nii et al. 1995; Roberts
et al. 1997; Jeong et al. 2004).
Daun menjadi daun dewasa pada umur 6 minggu, dimana daun sudah
mencapai ukuran maksimum deng