Plastisitas fenotip kerang darah Anadara granosa L. dalam merespon pencemaran lingkungan studi kasus di perairan Pesisir Banten

PLASTISITAS FENOTIP KERANG DARAH Anadara granosa L.
DALAM MERESPON PENCEMARAN LINGKUNGAN:
STUDI KASUS DI PERAIRAN PESISIR BANTEN

NURLISA ALIAS BUTET

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Plastisitas Fenotip Kerang
Darah Anadara granosa L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi
Kasus di Perairan Pesisir Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Nurlisa Alias Butet
NIM G362080021

SUMMARY
NURLISA ALIAS BUTET. Phenotypic Plasticity on Blood Cockle Anadara
granosa L. as a Response to Environmental Pollution: a Case Study in Coastal
Waters of Banten. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN, KADARWAN
SOEWARDI, and ASEP SAEFUDDIN.

Blood cockle Anadara granosa is a commercial bivalve inhabiting
intertidal ecosystem. Coastal waters of Banten such Banten Bay, Bojonegara and
Lada Bay, Panimbang are potential areas for blood cockle grow out. Banten Bay
is a semi-closed waters facing North Coast of Java. Such industries as coal
stockpile, fibre boat manufacturer, chemical industry, steel industry, and many
others have been long existed there. Lada Bay geographically is located at the
west coast of Banten Province and exposed to Sunda Strait. Anthrophogenic

activity is signified by coal fueled power plant, operated in 2009. Anthrophogenic
sewages become a problem and lead to environmental pollution. Mercury is one
of the pollution source.
Inspite of being exposed to polluted habitat, therein blood cockle
withstands and reproduce annually. Resistancy to such harmful environmental
condition does not take for granted, there must be mechanism controlling the
ballance between stress and resistancy. Without controlling factor, blood cockle
in both areas is certainly extinct. The factor should be universal for individuals
and able to recognize type of stress to be responded briefly. Continuous stress
directs the controlling factor to acquintedly recognize and respond it;
consequently, the blood cockle may adapt with the condition. The controlling
factor, however, gives divergent response to stress, depending on type and level of
stress. The factor comprises celluler stress response expressing stress protein and
being controlled by one or more gene family. The gene family usually expressed
during stress is heat shock protein (Hsp) as cytoprotector. Overexpression of a
member of such Hsp gene family as Hsp70 indicates ability of the gene to protect
tissue and cell, therefore they withstand to stress. Subsquently, more complex
organs are protected from stress. Overexpression of Hsp70 gene is a result of
individual habituation to stress. Lack of expression indicates inability of the gene
to protect cell, therefore, organism’s resistancy declined. The resistancy defines

threshold onto stress-stimulating environmental parameter and provides choice of
phenotypic changes as an adaptation strategy.
Heterogenous environmental condition in Bojonegara and Panimbang
waters may result in various stress responses in blood cockle. Bojonegara blood
cockle has long been acquinted with heavy metal-contaminated waters, while
Panimbang blood cockle is just exposed to environmental changes. Responses
resulted from heterogenous environment are biochemical, physiological, and
phenotypic responses. Biochemical and physiological responses appear in the
short period of time and become a bottom line for phenotypic plasticity.
Phenotypic plasticity occur for longer period of time and those characters are
fixed. To support the notion that blood cockle in Bojonegara and Panimbang
encounter harmful environment, yet they still survive therein, this research was,

thus, aimed at analyzing the ability of the blood cockle to develop phenotypic
plasticity through Hsp70 gene expression, and spatial phenotypic variations.
Additionally, tolerance limit of the cockle on mercury contamination through
histological approach has been also studied.
Prior to investigate the existence and characterization of Hsp70 gene,
quantitative and qualitative standarization of mRNA materials should be
conducted. Standarization comprises application of housekeeping gene as an

internal control. The success of this step would facilitate target gene detection. βactin gene has been used as the housekeeping gene. Characterization of β-actin
gene produced a specific gene for blood cockle with 353 bp nucleotide in length.
cDNA amplification for β-actin gene resulted in high integrity and consistency
product, therefore the gene is reliable to be used for internal control. Hsp70 gene
showed mercury concentration-dependent expression and the expression varied on
population of origin. Hsp70 gene increased on certain mercury concentration, the
increasing trend was comparable for Bojonegara and Panimbang blood cockle.
However, Hsp70 gene expression on Bojonegara blood cockle was higher. The
tendency of Hsp70 gene expression correlated with gill histological analysis. At
the certain mercury concentration which blood cockle expressed low Hsp70 gene
level, gill injury occured as a necrosis. Habituation and adaptation gave rised to
Bojonegara blood cockle developed the plasticity as it was exposed to higher
mercury concentration. Heavy metal contamination in Panimbang is just a
beginning, therefore, habituation level of blood cockle and other organisms to the
condition is still subsided. As a consequence, Panimbang blood cockle has not
yet been able to overcome the challenge from high mercury concentrations.
Hsp70 gene in Panimbang blood cockle has not been capable to develop plasticity
as a mean of adaptation.
This research prooved that heterogenous condition of Bojonegara and
Panimbang supported the existence of phenotypic variation despite blood cockle

population from both areas has come from one genetic source. Phenotyic
plasticity has been achieved on several characters measured. Plastic phenotype
such as length, height, and width of shell is a self defence to protect blood cockle
soft in response to environmental challenge. It requires much time to develop
phenotypic plasticity, because the plasticity involved several factors (biochemical
and physiological) and phases (acclimatization, adjustment, adaptive, and
adaptation). Based on time preiod of pollution exposure on ecosystem correlated
with industrialization, Bojonegara blood cockle has attained phase of adaptation.
During the phase, acquired character on phenotype is generated and becomes
specific characters. On the other hand, Panimbang blood cockle is stil on
adjustment phase.

Key words:

adaptation, tolerance limit, phenotypic plasticity, gene expression.

RINGKASAN
NURLISA ALIAS BUTET. Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa
L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir
Banten. Di bawah bimbingan DEDY DURYADI SOLIHIN, KADARWAN

SOEWARDI, dan ASEP SAEFUDDIN.

Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia komersial yang hidup
di perairan intertidal. Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara
dan Teluk Lada, Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi perkembangan
hidup kerang darah. Teluk Banten merupakan perairan semi tertutup yang
menghadap Pantai Utara Jawa dan di sana sejak lama telah berdiri berbagai
industri, seperti stockpile batu bara dan pabrik perakitan perahu fiber yang
menghasilkan limbah bahan kimia. Sedangkan perairan Teluk Lada secara
geografis merupakan perairan pesisir yang terbuka ke arah Selat Sunda. Kegiatan
antropogenik di sekitar perairan tersebut yang paling signifikan adalah
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dioperasikan secara resmi sejak tahun
2009. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas antropogenik di sekitar kedua
perairan tersebut menimbulkan permasalahan berupa pencemaran lingkungan bagi
perairan sekitarnya dan bagi organisme yang hidup di dalamnya. Bahan pencemar
yang paling nyata terdeteksi di kedua perairan tersebut adalah logam berat,
terutama merkuri.
Walaupun demikian, kerang darah masih dapat bertahan hidup dan
bereproduksi selama bertahun-tahun. Pertahanan (resistensi) tersebut tidaklah
muncul secara tiba-tiba, tetapi pasti ada mekanisme yang mengatur keseimbangan

antara stres dan resistensi. Tanpa adanya faktor pengatur, maka kerang darah
pasti sudah punah dari kedua perairan tersebut. Faktor pengatur haruslah bersifat
universal untuk semua individu dan dapat mengenali jenis stres untuk kemudian
direspon dengan cepat. Stres yang berlanjut menjadikan faktor pengatur tersebut
terbiasa mengenali dan meresponnya, sebagai konsekuensinya kerang darah dapat
beradaptasi dengan kondisi yang demikian. Namun demikian, faktor pengatur
akan memberikan respon yang berbeda terhadap stres, tergantung pada jenis dan
level stres, serta habituasi terhadap stres. Faktor pengatur tersebut adalah berupa
respon stres seluler yang mengekspresikan protein stres dan dikendalikan oleh
famili gen. Famili gen yang biasa terekspresi pada saat stres adalah famili gen
heat shock protein (Hsp) yang berfungsi sebagai pelindung sel (cytoprotector).
Ekspresi berlebih dari salah satu anggota famili gen Hsp seperti gen Hsp70
menunjukkan kemampuan gen tersebut untuk melindungi jaringan dan sel,
sehingga jaringan dan sel mempunyai daya tahan terhadap stres. Sebagai
konsekuensinya, tingkatan organ yang lebih kompleks juga terlindungi dari stres,
akibatnya kerang darah dan organisme lain menjadi resisten dengan stres yang
dihadapi. Munculnya ekspresi berlebih disebabkan oleh habituasi terhadap stres.
Sedangkan kekurangan atau ketiadaan ekspresi gen Hsp menunjukkan rendahnya
kemampuan untuk melindungi sel, sehingga organisme menjadi kurang atau tidak
tahan. Daya tahan (resistensi) inilah yang akan menentukan batas ambang


terhadap suatu parameter lingkungan yang menstimulasi stres dan perlu atau
tidaknya perubahan fenotip sebagai strategi adaptasi.
Perbedaan kondisi lingkungan Bojonegara dan Panimbang menimbulkan
respon stres yang berbeda bagi kerang darah. Kerang darah Bojonegara telah lama
terbiasa hidup pada kondisi yang terkontaminasi logam berat, sedangkan kerang
darah Panimbang baru saja mengalami perubahan lingkungan. Respon yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan yaitu berupa respon biokimia,
fisiologis, genotip, dan fenotip. Respon biokimia dan fisiologis terjadi pada
periode waktu yang cepat dan menjadi peletak dasar terjadinya perubahan fenotip,
sedangkan respon genotip dan fenotip terjadi pada periode waktu yang lebih lama
dan bersifat menetap. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk menganalisis kemampuan kerang darah Anadara granosa dalam
mengembangkan plastisitas fenotip melalui pendekatan ekspresi gen Hsp70 dan
analisis keragaman fenotip. Di samping itu juga, batas toleransi kerang darah
sebagai konsekuensi terhadap cemaran merkuri melalui pendekatan histologis
akan dipelajari.
Sebelum mendeteksi keberadaan dan karakterisasi gen target Hsp70, maka
di dalam tahapan studi yang menyangkut pendekatan ekspresi gen target selalu
dilakukan standarisasi kualitatif dan kuantitatif material RNA terutama mRNA.

Standarisasi tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan housekeeping
gene sebagai kontrol internal. Keberhasilan dari tahapan ini akan dapat
memfasilitasi dalam mendeteksi keberadaan gen target dalam hal ini gen Hsp70.
Housekeeping gene yang digunakan pada penelitian ini adalah gen β-aktin.
Karakterisasi gen β-aktin menghasilkan gen β-aktin spesifik untuk kerang
darah Anadara granosa (gen AgACT) dengan ukuran 353 bp. Amplifikasi cDNA
untuk gen β-aktin menghasilkan produk yang berintegritas tinggi dan konsistensi
untuk semua sampel yang diisolasi, sehingga layak dijadikan kontrol internal
untuk menormalisasi ekspresi gen Hsp70. Gen Hsp70 menunjukkan ekspresi
yang tergantung pada konsentrasi merkuri (mercury concentration-dependent
expression) dan asal populasi. Ekspresi gen Hsp70 meningkat pada konsentrasi
merkuri tertentu, dan peningkatan ekspresi ini berpola sama baik untuk kerang
darah Bojonegara maupun Panimbang. Namun demikian, ekspresi gen Hsp70
pada kerang darah Bojonegara lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah
Panimbang. Pola yang demikian, sesuai dengan analisis histologi insang yang
menunjukkan adanya kerusakan pada induksi konsentrasi merkuri yang sama.
Karena habituasi dan adaptasi, gen Hsp70 kerang darah Bojonegara mampu
mengembangkan plastisitasnya pada saat kerang darah dipaparkan pada
konsentrasi merkuri yang jauh melebihi batas ambang. Sedangkan di perairan
Teluk Lada, Panimbang, kerang darah belum mampu mengatasi tantangan berupa

konsentrasi merkuri yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh periode waktu paparan
kontaminasi bahan pencemar di perairan Panimbang masih baru, sehingga tingkat
habituasi masih rendah. Gen Hsp70 kerang darah Panimbang belum mampu
menunjukkan adanya plastisitas yang dapat mendukung proses adaptasi.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa perbedaan kondisi perairan
Bojonegara dan Panimbang mendorong terbentuknya keragaman fenotip
walaupun populasi kerang darah dari kedua perairan tersebut berasal dari sumber
genetik yang sama. Plastisitas fenotip telah bekerja pada beberapa karakter
fenotip kerang darah yang diukur. Fenotip yang plastis seperti panjang, tinggi,

dan tebal cangkang merupakan bentuk pertahanan diri dan strategi adaptasi kerang
darah dalam merespon tantangan lingkungan. Terbentuknya plastisitas fenotip
memerlukan periode waktu yang lama, karena melibatkan beberapa faktor
(biokimia dan fisiologis) dan fase (aklimatisasi, penyesuaian, adaptif dan
adaptasi). Berdasarkan periode waktu paparan kontaminasi bahan pencemar yang
erat kaitannya dengan masa industrialisasi, maka kerang darah Bojonegara telah
mencapai fase adaptasi. Pada fase adaptasi ini terbentuk karakter akis (acquired
character) pada fenotip yang menjadi penciri kerang darah Bojonegara.
Sedangkan kerang darah Panimbang masih dalam fase penyesuaian.
Berkembangnya plastisitas fenotip, menyebabkan kerang darah

Bojonegara dapat bertahan dan beradaptasi, dengan batas toleransi fisiologis yang
tinggi terhadap stres yang distimulasi oleh bahan pencemar seperti merkuri.
Dengan demikian, kerang darah Bojonegara dapat dijadikan hewan model untuk
perairan tercemar. Sedangkan bagi kerang darah Panimbang, masih diperlukan
beberapa generasi lagi untuk mencapai tahap adaptasi.

Kata-kata kunci:

adaptasi, batas toleransi, plastisitas fenotip, ekspresi gen.

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013.
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PLASTISITAS FENOTIP KERANG DARAH Anadara granosa L.
DALAM MERESPON PENCEMARAN LINGKUNGAN:
STUDI KASUS DI PERAIRAN PESISIR BANTEN

NURLISA ALIAS BUTET

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Ujian Tertutup:

Dr Ir Rika Raffiudin
Dr Ir Ridwan Affandi, DEA

Penguji Ujian Terbuka:

Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi,MSc.
Dr Imron, SPi, Msi

Judul Disertasi:

Nama
NIM

:
:

Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L. dalam
Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan
Pesisir Banten
Nurlisa Alias Butet
G362080021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dedy Duryadi Solihin, DEA
Ketua

Prof Dr Kadarwan Soewardi
Anggota

Prof Dr Asep Saefuddin
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biosains Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Bambang Suryobroto

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 5 Maret 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillahirrohmanirrohiim. Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya
untuk Alloh subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosululloh Muhammad
SAW yang telah menyampaikan cahaya dan petunjuk Islam hingga akhir zaman.
Disertasi yang berjudul “Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L.
dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir
Banten” ini disusun berdasarkan hasil penelitian lapang yang dilakukan di
perairan persisir Banten, yaitu Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang, dan hasil penelitian di Laboratorium Biologi Molekuler Hewan
PPSHB IPB dan Laboratorium Terpadu FPIK IPB.
Penelitian ini dapat terlaksana atas bimbingan, arahan, bantuan, dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Dedy D Solihin, DEA selaku ketua komisi pembimbing yang
telah meluangkan sebagian besar waktunya untuk mengarahkan dan
membimbing penulis mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga
penulisan disertasi ini.
2. Bapak Prof Dr Kadarwan Soewardi selaku anggota komisi pembimbing yang
telah mentransfer wawasan berfikir, membimbing dan menasehati selama
penulis menjalankan studi di Sekolah Pascasarjana IPB sehingga disertasi ini
dapat diselesaikan.
3. Bapak Prof Dr Asep Saefuddin selaku anggota komisi pembimbing yang
telah mentransfer keilmuan kuantitatif yang rumit menjadi sederhana
sehingga memudahkan penulis untuk mencerna dan menuangkan konsepnya
di dalam disertasi ini.
4. Bapak Dr Ridwan Affandi dan Ibu Dr Rika Raffiudin selaku penguji luar
komisi yang telah memberikan kirtik dan saran yang sangat berharga pada
saat ujian tertutup.
5. Bapak Ketua Departemen Biologi FMIPA dan Bapak Wakil Dekan FMIPA
atas saran yang diberikan pada saan ujian tertutup.
6. Bapak Dr. Isdradjad Setyobudiandi, MSc. dan Bapak Dr. Imron, SPi, MSi
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi penguji luar komisi
pada saat ujian terbuka, serta memberikan kritik dan saran yang memperkaya
karya ilmiah ini.
7. Ibu Dekan FMIPA, Bapak Dekan Pascasarjana, Ibu Wakil Dekan
Pascasarjana dan Bapak Ketua Program Studi Biosains Hewan yang telah
banyak memberikan kemudahan selama penulis menjalankan studi di Sekolah
Pascasarjana IPB.
8. Bapak Ketua Departemen MSP FPIK yang telah banyak memberikan
dorongan moril kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi S3.
9. Ibu Dr Utut Widyastuti yang selalu meluangkan waktunya untuk membuka
wawasan penulis.
10. Bapak Prof Dr Mennofatria Boer yang telah menyediakan waktunya untuk
memberikan saran-saran dalam pengolahan data kuantitatif.

11. Bapak Dekan FPIK dan koordinator Laboratorium Terpadu FPIK yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk menggunakan fasilitas Lab. Terpadu
FPIK.
12. Staf pendidik Departemen Biologi FMIPA yang telah memberikan peluang
kepada penulis untuk menggunakan fasilitas Lab. Terpadu Biologi.
13. Guru-guru dan teman-teman di Departemen MSP dan THP, FPIK yang telah
mendukung dan memberikan saran-saran yang berharga, sehingga penulis
tetap bersemangat untuk menjalankan studi S3.
14. Mbak Elvavina, Pak Heri, Pak Mulya, Mbak Nia, Mbak Sarah, Dik Achya,
Pak Sairi, dan mbak Retno yang telah membantu penulis dalam melakukan
pekerjaan lab. Tanpa bantuan mereka, penelitian ini tidak akan pernah
selesai.
15. Mahasiswa MSP FPIK angkatan 43 (Silvi, Siti, Kiki, Widya, Intan, Yesti,
Tyo, dan Frida) dan mahasiswa Biologi FMIPA angkatan 44 (Gita, Dini,
Ratna, dan Feri) yang telah membantu penulis baik dalam pengambilan
sampel di lapang dan pekerjaan di lab. Pera Mutiara, SSi dan Nur Alim, SPi
yang telah membantu mengolah data statistik.
16. Dr Etty Riani, Dr. Desniar, Dr. Yunizar Ernawati, Dr. Mukhlis Kamal, Dr
Dyah Perwitasari, Dr. Ahmad Farajallah, Dr. Iriani Setianingsih, dan Ibu
Dra. Taruni, MS, yang selalu menguatkan semangat.
17. Dr Fredinan Yulianda, Dr Niken TM Pratiwi, Dr Majariana Krisanti, Mbak
Yayuk SPi, dan Bu Suryanti yang telah menyisihkan waktunya untuk
membantu penulis.
18. Ayahanda E. Komaruddin (alm) dan Ibunda Effiana Karlina, serta adikadikku, Abang Fachrein Effendy Nasution (alm) dan kakak Siti Amanah serta
keponakan-keponakan yang selalu mendoakan dan menjaga semangatku.
19. Ayahandaku Alimuddin Nasution (alm) dan Ibundaku Nurlela Lubis (alm),
dengan kasih sayang yang tulus dan selalu mendorong semangatku untuk
terus menimba ilmu.
20. Pelita hatiku yang selalu siap memberikan kasih dan sayangnya serta
pengorbanan moril dan materil: suamiku Bambang M. Subur, ananda
Ghiffary Nursabur, Bistamy Nursabur, dan Hana Nursabur.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2013
Nurlisa A. Butet

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Desember 1965 dari
pasangan Alimuddin Nasution (alm) dan Nurlela Lubis (almh). Pendidikan
sarjana ditempuh pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas
Perikanan IPB, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan
studi S2 di Faculty of Fisheries, Animal and Veterinary Sciences, University of
Rhode Island, Kingston, Rhode Island USA, dan menamatkannya pada tahun
1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi
Biosains Hewan IPB diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis mulai bekerja sebagai tenaga pendidik di Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan FPIK IPB sejak tahun 1990.
Dua buah karya ilmiah berjudul “Karakterisasi Gen Aktin dari Kerang
Darah Anadara granosa L” telah diterima dan akan diterbitkan pada Jurnal Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia pada tahun 2013, dan “Kondisi Histologi Insang
Kerang Darah Anadara granosa sebagai Respon terhadap Stres yang distimulasi
oleh Logam Berat Merkuri” telah diterima akan diterbitkan pada Jurnal Moluska
Indonesia pada tahun 2013.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan penelitian
Manfaat penelitian
Kebaruan penelitian

1
1
4
4
4

2 KARAKTERISASI GEN BETA AKTIN PADA KERANG DARAH
Anadara granosa L.
Pendahuluan
Tujuan penelitian
Bahan dan Metode
Pengambilan sampel
Induksi HgCl2
Isolasi RNA
Sintesis cDNA
Amplifikasi cDNA gen β-aktin
Pengurutan DNA dan Analisis Urutan DNA
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Isolasi RNA Total
Amplifikasi cDNA dari gen β-aktin Anadara granosa
dengan PCR
Analisis pengurutan fragment gen AgACT
Pembahasan
Simpulan

11
11
13
15

3 KARAKTERISASI DAN EKSPRESI FAMILI GEN HEAT
SHOCK PROTEIN 70 PADA KERANG DARAH Anadara granosa L.
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Bahan dan Metode
Pengambilan sample
Induksi HgCl
Isolasi RNA
Sintesis cDNA
Amplifikasi gen Hsp70
Pengurutan dan Analisis Urutan DNA
Hasil dan Pembahasan
Hasil

15
16
19
19
19
19
19
20
20
21
22
22

5
6
8
9
9
9
9
9
9
10
10
10
10

DAFTAR ISI lanjutan

Isolasi RNA
Amplifikasi cDNA dari gen Hsp70 Anadara granosa
dengan PCR
Ekspresi gen Hsp70
Pembahasan
Simpulan
4 KONDISI HISTOLOGI INSANG KERANG DARAH
Anadara granosa YANG DIINDUKSI OLEH MERKURI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Pengambilan sample
Induksi HgCl
Analisis histologi insang
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan
5 KARAKTERISTIK MORFOLOGI KERANG DARAH
Anadara granosa L. SEBAGAI RESPON TERHADAP
KERAGAMAN LINGKUNGAN
Pendahuluan
Tujuan penelitian
Bahan dan Metode
Waktu dan lokasi penelitian
Bahan dan Alat
Pengambilan contoh dan analisis karakter morfologi kerang
darah
Analisis kualitas air dan substrat
Analisis data
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan

22
22
25
26
27

27
28
29
29
29
30
30
30
32
35

34
36
36
36
36
36
37
38
38
39
39
41
43

6 PEMBAHASAN UMUM

43

7 SIMPULAN DAN SARAN

48

DAFTAR PUSTAKA

49

LAMPIRAN

57

DAFTAR TABEL

1
2

3

4
5
6

7
8
9
10
11

Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen β-aktin
dari cDNA Anadara granosa
Persentase ketidakmiripan (p-Distance) nukleotida sekuen gen
β-aktin. 1:A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam;
3: A.granosa-1ppm/48jam; 4:A. granosa-2ppm/24jam; 5:
A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam;
7: M. yessoensis; 8: H. cumingii
Persentase ketidakmiripan (p-Distance) asam amino sekuen gen
β-aktin. 1:A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam;
3: A.granosa-1ppm/48jam; 4:A. granosa-2ppm/24jam; 5:
A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam;
7: M. yessoensis; 8: H. cumingii
Primer yang digunakan untuk amplifikasi cDNA Anadara granosa
Hasil alignment dengan BLASTn gen Hsp70 dari cDNA kerang
darah yang dibandingkan dengan spesies lainnya
Kondisi histologis insang kerang darah Anadara granosa yang
diinduksi dengan merkuri. 0: normal, 1: derajat kerusakan tingkat 1,
2: derajat kerusakan tingkat 2, 3: derajat kerusakan tingkat 3
Posisi lokasi penelitian
Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur di lokasi
penelitian
Parameter kualitas air di Teluk Banten, Bojonegara dan
Teluk Lada, Panimbang
Nilai rata-rata karakter fenotip kerang darah Anadara granosa yang
berasal dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal
Kriteria pencemaran berdasarkan ukuran morfologi

10

12

12
21
24

32
37
39
40
40
47

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11

12

13
14

15

16

17

18
19
20

Alur penelitian (Road map) plastisitas fenotip dan genetik
kerang darah Anadara granosa.
Struktur gen aktin (Nakajima-Iijima et al. 1985).
Alur penelitian (Road map) β-aktin Anadara granosa sebagai
housekeeping gene.
Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa
menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S.
Amplifikasi gen AgACT 353 bp. (1: 0 ppm; 2: 1ppm; 3: 2 ppm,
4: 10ppm; M: DNA marker 100 bp)
Filogenetik gen beta aktin antara A.granosa dan bivalvia lainnya
berdasarkan urutan 353 nukelotida.
Filogenetik gen beta aktin antar A.granosa dan bivalvia lainnya
berdasarkan urutan 117 asam amino
Struktur gen Hsc70 (Boutet et al. 2003b).
Alur penelitian (Road map) gen Hsp70 Anadara granosa
Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah
Anadara granosa menunjukkan dua pita RNA ribosomal
28S dan 18S
Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa
yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer
degenerate FH70 deg dan RH70.deg
Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa
yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer
FH70 dan RH70. M=DNA ladder 100bp; 1=Bojonegara
1ppm; 2=Panimbang 1ppm; 3=Bojonegara 1ppm
Alignment gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa terhadap
gen Hsp70 Crassostrea gigas
Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia,
berdasarkan sekuen nukleotida (530 bp) dan dikonstruksi dengan
metoda Neighbor-Joining
Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia,
berdasarkan sekuen asam amino (176 AA) dan dikonstruksi
dengan metoda Neighbor-Joining
Level relatif ekspresi gen Hsp70 gene pada kerang darah
yang diinduksi merkuri 1 = 0 ppm; 2 = 1 ppm, 24 jam;
3 = 1 ppm, 48 jam; 4 = 2 ppm, 24 jam; 5 = 2 ppm, 48 jam;
6 = 10 ppm, 24 jam.
Contoh histologi insang kerang darah Anadara granosa.
(a-d) Bojonegara, kontrol, induksi merkuri 1 ppm, induksi merkuri
2 ppm, induksi merkuri 10 ppm; (e-h) Panimbang, kontrol, induksi
merkuri 1 ppm, induksi merkuri 2 ppm, induksi merkuri 10 ppm
Lokasi penelitian di perairan pesisir Provinsi Banten
Peta lokasi penelitian Teluk Banten, Bojonegara
Peta lokasi penelitian Teluk Lada, Panimbang

5
7
8
10
11
13
13
18
20

22

23

23
24

24

25

25

31
36
37
37

DAFTAR GAMBAR lanjutan

21

22.
23.
24.

Pengambilan sampel kerang darah Anadara granosa dengan
menggunakan (a) manual di Bojonegara dan (b) garok di
Panimbang
Karakter fenotip yang diukur. TIC: tinggi cangkang, PC: panjang
cangkang, TU: tinggi umbo, TEC: tebal cangkang
Grafik fungsi diskriminan sepuluh karakter fenotip kerang
darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal
Model adaptasi bivalvia pada lingkungan yang baru

38
38
41
46

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

6

7
8

9

Sekuen nukleotida gen β-aktin dari Anadara granosa dan
bivalvia lainnya
Sekuen asam amino gen β-aktin dari Anadara granosa dan
bivalvia lainnya
Sekuen nukleotida gen Hsp70 dari beberapa bivalvia
Sekuen asam amino gen Hsp70 dari beberapa bivalvia
Persentase ketidakmiripan (p-distance) nukleotida sekuen gen
Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata,
5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri,
9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis
Persentase ketidakmiripan (p-distance) asam amino sekuen gen
Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata,
5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri,
9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis
Sebaran data panjang cangkang kerang darah Bojonegara,
Panimbang, dan Kuala Tungkal
Hasil analisis diskriminan kanonik sepuluh karakter morfologi
kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala
Tungkal
Hasil analisis diskriminan Fisher linear sepuluh karakter morfologi
kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala
Tungkal

57
60
61
67

69

70
71

72

73

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia filter feeder dari
famili Arcidae, yang mendiami perairan intertidal dengan substrat pasir
berlempung. Kerang darah dimanfaatkan secara komersial karena nilai
ekonomisnya yang tinggi, harganya mencapai dua sampai tiga kali harga kerang
lainnya. Penyebaran geografis hewan ini meliputi Red Sea, New Caledonia,
China, Jepang, Vietnam, Thailand, Filipina, Laut China Selatan, Indonesia,
perairan Pasifik bagian Barat, dan Australia (Nurdin et al. 2006). Menurut Tang
et al. (2009), penyebarannya di perairan Indonesia meliputi pesisir Sumatera
bagian Barat, Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.
Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi perkembangan hidup kerang
darah Anadara granosa. Baik Panimbang maupun Bojonegara telah lama
menjadi daerah pemasok stok induk kerang darah untuk kegiatan pembesaran di
perairan Teluk Jakarta dan Cirebon. Panimbang direncanakan menjadi sentra
kekerangan untuk wilayah pulau Jawa, khususnya Jawa bagian barat (Lubayasari
2010).
Teluk Banten merupakan perairan semi tertutup yang menghadap Pantai
Utara Jawa dan di sana sejak lama telah berdiri berbagai industri, seperti pabrik
plastik, industri perakitan kapal, stockpile batu bara, industri kerajinan, dan
kegiatan antropogenik lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah
yang masuk ke dalam perairan dan selanjutnya dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem. Perairan Teluk Lada secara geografis merupakan perairan pesisir yang
terbuka ke arah Selat Sunda. Kegiatan antropogenik di sekitar perairan tersebut
diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dioperasikan
secara resmi sejak tahun 2009, perkebunan kelapa, pemukiman penduduk, dan
kegiatan lainnya. PLTU yang berbahan bakar batu bara merupakan sumber
cemaran bagi perairan sekitarnya. Bahan pencemar yang paling nyata terdeteksi
di kedua perairan tersebut adalah logam berat, terutama merkuri (Setyobudiandi
2004; Muawannah et al. 2005).
Gangguan lingkungan seperti kontaminasi logam berat memberikan
respon yang negatif berupa stres bagi organisme. Berbagai logam berat yang
dapat membahayakan adalah merkuri, kadmium, timbal, arsenik, tembaga, nikel,
dan kromium. Merkuri merupakan logam berat yang paling berbahaya dengan
daya penyebarannya yang luas dan bersifat ubiquitous. Sebagai bahan kimia,
merkuri dihasilkan secara alami dan tidak dapat dihancurkan. Walaupun dengan
konsentrasi yang rendah, merkuri bersifat toksik. Sumber utama kontaminasi
merkuri di perairan adalah deposisi atmosfer, sumber erosi, limbah pertanian,
pertambangan, dan limbah industri (Navarro et al. 2012). Substrat yang
terkontaminasi di dasar perairan dapat berperan sebagai reservoir merkuri, dan
merkuri yang terjerat dalam substrat dapat terlepas kembali ke dalam kolom air
setelah puluhan tahun (US-EPA 1997). Jalur masuknya merkuri ke dalam tubuh
hewan bivalvia adalah melalui filtrasi, dan jaringan yang terlibat dalam proses ini

adalah mantel, kelenjar pencernaan, dan insang. Tingkat akumulasi tertinggi
paling banyak ditemukan di dalam insang (Arockia et al. 2012). Menurut
Sreekala (1993), kondisi histopathologi insang bivalvia dapat menjadi
bioindikator bagi pencemaran logam berat merkuri dan kadmium.
Selain cemaran yang berasal dari kegiatan antropogenik, faktor alami juga
menjadi tantangan bagi hewan-hewan intetidal seperti kerang darah. Fenomena
pasang surut di perairan intertidal seperti Bojonegara dan Panimbang secara
signifikan menyebabkan perubahan suhu, salinitas, dan konsentrasi bahan-bahan
organik dan anorganik. Kerang darah akan merespon terhadap tantangan
lingkungan yang demikian, untuk tetap dapat mempertahankan kelangsungan
hidup dan bereproduksi. Jenis respon yang dilakukan tergantung dari sifat
organisme tersebut. Bagi organisme kerang darah yang bersifat sessile, menurut
Evans & Hofmann (2012), akan melakukan strategi penyesuaian dan adaptasi
sebagai respon terhadap lingkungan. Pertama, melakukan perubahan biokimia
dan fisiologis sebagai alat untuk menyesuaikan diri dengan adanya lingkungan.
Kedua, melakukan strategi adaptasi dengan perubahan genetik untuk jangka
waktu yang panjang. Perubahan-perubahan tersebut merupakan dasar untuk
terjadinya plastisitas fenotip dalam rangka penyesuaian terhadap lingkungan.
Menurut Sultan (1987), Schlichting & Smith (2002), Pigliucci et al.
(2006), DeWitt & Scheiner (2004), plastisitas fenotip merupakan keragaman
ekspresi fenotipik, seperti perubahan biokimia, ekspresi gen, fisiologis, tingkah
laku, dan morfologi, yang dikembangkan oleh satu genotip sebagai respon
terhadap kondisi lingkungan. Individu-individu yang dapat melakukan ekspresi
fenotip yang beragam, adalah individu-individu yang mempunyai potensi
plastisitas fenotipik (Bradshaw 1965; Sultan 1987; Pigliucci et al. 2006). Respon
plastis berperan penting untuk kelangsungan hidup dan bereproduksi demi
mempertahankan populasi dalam menghadapi tekanan lingkungan (Price et al.
2003). Menurut Waddington (1953), karakter baru dari suatu fenotip yang
merespon perubahan lingkungan akan bersifat stabil dan diturunkan kepada
generasi berikutnya melalui proses seleksi. Munculnya galur baru yang sedikit
berbeda dari moyangnya merupakan respon aktif terhadap perubahan lingkungan
dan hasil seleksi dari genotip yang plastis (Frankham et al. 2002)
Keragaman fenotipik secara spasial merupakan hasil plastisitas yang
terjadi pada saat perkembangan (developmental plasticity) (Luttikhuizen et al
2003). Bagi bivalvia seperti kerang darah, plastisitas perkembangan terjadi pada
fase spat (pasca larva) yang merupakan fase kritis untuk penentuan dalam
perkembangan selanjutnya.
Pada fase ini spat kerang darah melakukan
penyesuaian fenotip terhadap habitat yang cocok, untuk kelangsungan hidup dan
perkembang biakannya.
Keragaman ekspresi fenotip sebagai reaksi terhadap fluktuasi lingkungan
dapat ditelusuri dengan menganalisis respon stres seluler (celluler stress response,
CSR).
Semua sel akan berespon terhadap perubahan lingkungan yang
menstimulasi stres dengan menginduksi sekumpulan protein yang berfungsi untuk
mencegah dan memperbaiki kerusakan molekuler (Evans & Hofmann 2012).
Pada saat terjadi stres yang distimulasi oleh faktor eksternal, protein yang menjadi
peletak dasar plastisitas fenotip akan mengalami denaturasi dan agregasi.
Menurut Wang et al. (2004), denaturasi dan agrerasi protein dapat dicegah dengan
mengaktifkan gen yang mengendalikan CSR.
Beberapa gen yang telah

teridentifikasi sebagai bagian dari kelompok CSR dan memiliki kemampuan
mengembangkan multi genotip dalam merespon fluktuasi lingkungan, diantaranya
adalah famili gen Plasticity Related Gene (PRG) (Savaskan et al. 2004; Brogini et
al. 2010), famili gen heat shock protein (Hsp) (Favatier et al. 1997), dan family
gen Mitogene Activated Protein Kinase (MAPK) (Pearson et al. 2001). Gen Hsp
telah dijadikan marka molekuler untuk mendiagnosis sensitivitas organisme
terhadap berbagai faktor abiotik (Hofmann 1999, 2005; Hofmann et al. 2000;
Hamdoun et al. 2003).
Pendekatan fisiologis sejak lama telah digunakan untuk memahami
plastisitas fenotipik dan batas toleransi suatu organisme terhadap kondisi
lingkungan. Beberapa tahun terakhir ini, paradigma ilmu pengetahuan untuk
mempelajari respon organisme telah berubah ke arah molekuler. Ekspresi gen
telah banyak dimanfaatkan untuk mempelajari stres yang distimulasi oleh
lingkungan abiotik. Keuntungan dari pendekatan ekspresi gen ini sudah jelas,
dengan alasan bahwa ekspresi gen yang dimanipulasi oleh lingkungan merupakan
salah satu respon yang cepat dan adaptif bagi organisme yang mengalami stres
(Evans & Hofmann 2012).
Kelompok gen yang terekspresi pada saat stres
merupakan kelompok stress protein gene. Famili gen heat shock protein (Hsp)
adalah salah satu gen yang diaktivasi pada kondisi stres maupun normal yang
berfungsi sebagai molecular chaperone dan chaperonin. Salah satu anggota dari
famili gen Hsp adalah Hsp70, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
denaturasi protein, agregasi protein yang rusak di dalam sel, membantu
mengembalikan struktur protein yang rusak, sedangkan dalam kondisi normal
Hsp70 membantu pelipatan dan penempatan protein (Lindquist 1986; Parsell &
Lindquist 1993; Feder dan Hofmann 1999; Wang et al. 2004). Gen Hsp70 ini
merupakan gen yang responsif dan bersifat universal terhadap beragam stres
lingkungan, bukan hanya stres perubahan suhu tetapi juga logam berat dan stres
lainnya (Parsell & Lindquist 1993).
Perbandingan fenotip antara kerang darah Bojonegara dan Panimbang
perlu dilakukan untuk menganalisis plastisitas fenotip sebagai respon adaptif
terhadap keragaman kondisi lingkungan. Penelusuran karakter fenotip perlu
dilakuan terkait dengan fenotip yang adaptif terhadap tekanan lingkungan. Untuk
menguji batas toleransi yang akan dimanfaatkan oleh kerang darah (Anadara
granosa) dalam beradaptasi terhadap cemaran lingkungan, maka dalam penelitian
ini akan dikarakterisasi gen Hsp70 pada A. granosa sebagai salah satu anggota
dari famili gen heat shock protein (Hsp), serta dianalisis pula respon akut gen
Hsp70 dan perubahan fenotip pada histologi insang hewan ini terhadap cemaran
merkuri yang diinduksi pada beberapa level konsentrasi.
Sebelum mendeteksi keberadaan dan karakterisasi gen target Hsp70, maka
di dalam tahapan studi yang menyangkut pendekatan ekspresi gen target selalu
dilakukan standarisasi kualitatif dan kuantitatif material RNA terutama mRNA.
Standarisasi tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan housekeeping
gene sebagai kontrol internal. Keberhasilan dari tahapan ini akan dapat
memfasilitasi dalam mendeteksi keberadaan gen target dalam hal ini gen Hsp70.
Oleh karena housekeeping gene ini umumnya bersifat “spesies spesifik” maka
karakterisasi dan standarisasinya merupakan tahapan yang sangat strategis sebagai
bagian dari tahapan pendekatan ekspresi gen.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan
kerang darah A. granosa dalam mengembangkan plastisitas fenotip melalui
pendekatan ekspresi gen Hsp70, dan keragaman morfologi. Di samping itu juga,
batas toleransi kerang darah sebagai konsekuensi terhadap cemaran merkuri
melalui pendekatan histologis akan dipelajari. Adapun tahapan untuk mencapai
tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengkarakterisasi gen β-aktin sebagai internal kontrol untuk keberhasilan
amplifikasi gen target
2. Mengkarakterisasi dan menganalisis ekspresi gen Hsp70 pada kerang
darah sebagai salah satu gen CSR untuk menganalisis respon organisme
terhadap stres lingkungan
3. Menganalisis batas toleransi kerang darah melalui pendekatan histologis
insang sebagai bagian strategi adaptasi
4. Menganalisis keragaman morfologi sebagai bagian dari strategi adaptasi.
Penelitian ini dirancang dan ditelusuri berdasarkan pertimbangan dengan alur
penelitian (Road map) seperti gambar 1.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) gen β-aktin kerang
darah dapat dijadikan acuan untuk disain primer bagi kerang lain dari famili
Arcidae; (2) gen Hsp70 dapat dijadikan biomarker untuk perairan tercemar; (3)
dengan memanfaatkan plastisitas gen Hsp70, maka diharapkan kerang darah dapat
dijadikan biofilter untuk budidaya tambak udang di perairan tercemar; (4) model
adaptasi yang dikembangkan dapat diadopsi untuk hewan perairan lainnya.

Kebaruan Penelitian

1)

2)

Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah:
ditemukannya sekuen gen β-aktin kerang darah A. granosa yang dapat
dijadikan rujukan sebagai kontrol internal pada kajian ekspresi gen untuk
bivalvia famili Arcidae lainnya,
batas adaptasi fisiologis kerang darah dapat ditentukan dengan ekspresi
gen Hsp70 sebagai respon terhadap induksi merkuri.

Perairan
intertidal

Faktor alami

Faktor antropogenik

Plastisitas fenotip kerang darah Anadara granosa

Gen protein stres

Histologis insang

Keragaman fenotip

Ekspresi
Gen Hsp70

Gen β-aktin,
kontrol
internal
Gambar 1. Alur penelitian (Road map) plastisitas fenotip kerang darah Anadara
granosa.

2 KARAKTERISASI GEN BETA AKTIN PADA
KERANG DARAH Anadara granosa L.

Abstrak
Gen aktin adalah gen yang konserve dan memiliki sifat sebagai housekeeping dan
constitutive gene. Dengan karakteristiknya yang demikian, gen aktin telah banyak
digunakan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi ekspresi gen. Informasi
mengenai gen aktin pada bivalvia famili Arcidae belum pernah dilakukan,
sehingga diperlukan kajian mengenai isolasi dan karakterisasinya untuk keperluan

ekspresi gen dan bioinformatika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi ekspresi gen aktin dan menganalisis karakteristiknya pada kerang
darah Anadara granosa terhadap induksi logam berat merkuri pada berbagai
konsentrasi, sehingga gen aktin dapat digunakan sebagai kontrol internal dalam
kajian ekspresi gen target yang diinduksi oleh logam berat merkuri tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen aktin yang diisolasi dari kerang
darah Anadara granosa dapat dijadikan kontrol internal untuk kajian ekspresi
gen, disebabkan ekspresinya yang konstan untuk semua sampel yang diinduksi
dan kespesifikan sekuennya.
Produk pengurutan gen aktin A. granosa
menghasilkan sekuen parsial sebanyak 353 pasang basa nukleotida yang
menyandikan 117 asam amino.
Kata-kata kunci: gen aktin, ekspresi gen, gen housekeeping.

Abstract
Actin gene is a conserve and constitutive gene. Therefore, it has been used as an
internal control to normalize gene expression. Information on actin gene from
bivalve of the family Arcidae has not been explored yet. Hence, it is necessary to
isolate and characterize the gene in order to analyze gene expression and to study
bioinformatics. The objective of this research is to explore actin gene expression
on blood cockle Anadara granosa in response to mercury induction at several
concentration. This research revearled that the actin gene isolated from blood
cockle can be used as an internal control for analysis of gene expression, due to its
constant level of expression at all mercury concentrations induced. In addition,
sequenced actin gene produced 353 base pairs of nucleotide encoding 117 amino
acids.
Keywords: actin gene, gene expression, house keeping gene.

Pendahuluan
Aktin adalah protein yang sangat konserve dan yang menjadi salah satu
komponen utama sitoskeleton yang berperan penting pada semua sel eukariotik
(Cooper & Crain 1982). Persentase aktin pada sel eukariotik mencakup 50%
total seluler protein. Aktin berfungsi pada semua proses seluler, termasuk
motilitas sel, kontraktil, mitosis dan sitokinesis, transport intraseluler, dan sekresi
sel. Di samping itu pula, aktin berperan dalam regulasi transkripsi gen (Zheng et
al. 2009).
Aktin memiliki tiga isoform utama, yaitu alpha, beta, dan gamma. Alpha
aktin ditemukan pada sel otot yang merupakan bagian penting dari aparatus
kontraktil. Sedangkan beta dan gamma aktin berada pada semua jenis sel sebagai
komponen sitoskeleton dan mediator motilitas sel internal. Beta aktin dan gamma
aktin masing-masing terletak di kromosom 7 dan 17 pada manusia (Erba et al.
1988). Adapun alpha aktin berada di kromosom 1, 11, dan 15 pada manusia.
Berat molekul α, β, dan γ aktin adalah sekitar 42 hingga 43 kDa (Gunning et al.
1984; Beggs et al. 1992).

Beta aktin berperan dalam transkripsi gen, yang erat hubungannya dengan
ketiga hal berikut. Pertama, aktin berperan dalam penyusunan benang-benang
kromatin yang terikat dengan ATP (Percipalle & Visa 2006). Kedua, membentuk
kompleks dengan ribonucleotide protein (RNP) yang mengikat RNA dari inti ke
sitoplasma (Percipalle & Visa 2006; Zheng et al. 2009). Ketiga, aktin diperlukan
untuk transkripsi oleh tiga polimerase RNA inti, yaitu Polimerase I, II, dan III
pada sel inti eukariot (Percipalle & Visa 2006; Zheng et al. 2009).
Gen aktin memiliki tingkat ekspresi yang stabil dan ekspresinya tidak
membutuhkan adanya faktor induksi. Dengan sifat gen yang seperti ini, maka
aktin disebut sebagai housekeeping dan constitutive gene. Gen yang bersifat
housekeeping dan constitutive sangat berguna untuk dijadikan sebagai kontrol
internal dalam normalisasi tingkat ekspresi mRNA. Normalisasi diperlukan
dalam mengoreksi perbedaan untuk identifikasi adanya keragaman dalam ekspresi
gen, disebabkan oleh kondisi sampel dan perlakuan serta induksi dari material
yang dipakai (Yperman et al. 2004).
Gen aktin telah digunakan sebagai kontrol ekspresi gen pada manusia
(Goidin et al. 2001), domba (Garcia-Crespo et al. 2005), mencit (Ikegami et al.
2002), ikan zebra Danio rerio (Evans et al. 2005; Keller et al. 2008) , dan bivalvia
Crassostrea gigas (Farcy et al. 2009). Menurut Nakajima-Iijima et al. (1985),
struktur gen aktin pada manusia terdiri dari promoter, enam ekson, lima intron,
dan diakhiri dengan terminator, yang digambarkan seperti pada gambar 2 di
bawah ini. Promoter gen aktin pada manusia memiliki situs pengikat protein
(protein binding site) yaitu CCAAT dan TATA box, masing-masing terletak pada
-818 dan -879 upstream. Berdasarkan data GenBank, coding sequence (CDS) gen
beta aktin manusia (kode akses NM_001101.3) terdiri dari 1128 nukleotida yang
menyandikan asam amino sebanyak 376.
5’

I1
E1

I2
E2

I3
E3

I4
E4

I5
E5

3’
E6

Gambar 2. Struktur gen aktin (Nakajima-Iijima et al. 1985).
Pada penelitian penentuan tingkat ekspresi gen Hsp70 pada Anadara
granosa ini, gen aktin digunakan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi
ekspresi gen. Informasi mengenai gen aktin dari bivalvia famili Arcidae,
termasuk A. granosa, sampai saat ini masih belum ada. Oleh karena itu perlu
diketahui dengan tepat mengenai karakterisasi gen aktin pada bivalvia famili
Arcidae terutama A. granosa sehingga kontrol internal sebagai housekeeping gene
lebih akurat dan tepat. Untuk selanjutnya sekuen gen aktin A. granosa yang
diperoleh dapat dijadikan rujukan untuk mendisain primer gen aktin dari anggota
famili Arcidae lainnya.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkarakterisasi gen β-aktin secara parsial di daerah yang relatif
konserve untuk kerang darah Anadara granosa.
2. Menganalisis ekspresi gen β-aktin Anadara granosa sebagai kontrol
internal yang merupakan housekeeping gene dan standarisasi kualitas dari
sintesis cDNA untuk gen-gen target pada kerang darah.
Penelitian ini dirancang dan ditelusuri berdasarkan pertimbangan dengan
alur penelitian (Road map) seperti gambar 3 berikut.

Data genbank
gen β aktin

Sebaran dan
perkembangan
hidup A.granosa

β aktin pada manusia
(kode akses genbank
NM_001101.3)

Purifikasi RNA
Anadara granosa

β aktin parsial
menggunakan
primer dari gen β
aktin manusia

Sintesa cDNA
Anadara granosa

Produk PCR gen β-aktin
parsial pada Anadara
granosa
Alignment gen β
aktin parsial
A. granosa dengan
manusia dan
hewan akuatik

Sekuensing gen β-aktin
parsial Anadara granosa
(353 bp)

Kontrol internal (sebagai
housekeeping gene) untuk
ekspresi gen target dari
hasil cDNA

Gambar 3.

Alur penelitian (Road map) β-aktin Anadara granosa sebagai
housekeeping gene.

Bahan Dan Metode
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel kerang darah dilakukan di dua perairan di propinsi
Banten, yaitu Bojonegara- Teluk Banten dan Panimbang-Teluk Lada. Kerang
darah dibawa ke laboratorium dan ditempatkan pada akuarium yang terpisah yang
berisi air laut. Selanjutnya kerang darah diaklimatisasi selama 48 jam sebelum
dilakukan cekaman logam berat.

Indukasi HgCl2
Sampel kerang darah dipaparkan pada tiga konsentrasi HgCl2, yaitu 1, 2,
dan 10 ppm selama 24 dan 48 jam. Kerang darah kontrol dibiarkan tanpa
perlakuan merkuri. Jumlah kerang darah pada setiap perlakuan masing-masing
tiga individu. Ukuran kerang darah yang dianalisis 2.753 ± 0.427 cm. Rancangan
percobaan yang diterapkan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Pada akhir
periode perlakuan merkuri, insang kerang darah diambil dan dibilas untuk
digunakan pada analisis histologi insang dan isolasi RNA.
Isolasi RNA
Insang diekstraksi untuk analisa RNA total, dengan menggunakan
GeneJet RNA Purification Kit (Thermo Scientific Inc.)
Prosedur isolasi
mengikuti manual pabrik. Integritas RNA diperoleh dengan memasukkan sample
ke dalam gel agarose 1,2% dan dilarikan pada mesin elektroforesis. Sampel RNA
dimonitor di bawah UV transluminator. Kemurnian RNA diukur dengan
spektrofotometer.
Sintesis cDNA
Transkripsi balik cDNA dilakukan dengan menggunakan RevertAid
Transcriptase (Thermo Scientific Inc.).
Prosedur